Selasa, 03 Juni 2025

TPB : Back to Chaos in a Dream - Chapter 3

 Three Lives Three Worlds, The Pillow Book

Pillow Book of Samsara

Back to Chaos in a Dream : Chapter 3



Bai Gun Gun mendapati dirinya terbaring di tempat tidur melati Arab saat ia terbangun. Bunga putih itu memancarkan aroma bunga yang kaya, dan aroma itu membawa sedikit uap air dari hujan. Ia tidak tahan untuk bersin. Berdiri, ia bergerak maju untuk melihatnya, dan menyadari ia sebenarnya sudah sampai di Laut Giok Surgawi.

Pikiran kecil Bai Gun Gun pun linglung sejenak.

Sepuluh tahun yang lalu, ketika Ayahnya dan Jiu Jiu membunuh Ratu Monster, Miao Luo, mereka berdua terluka. Jiu Jiu meminum bermangkuk-mangkuk besar berisi darah emas merah tua Ayahnya, dilengkapi dengan ramuan Dewa Agung Zhe Yan, dan pulih setelah menyembuhkan diri selama beberapa bulan. Hanya saja, ia tidak akan bisa mendapatkan kultivasi abadinya untuk sementara waktu.

Tetapi, pertanyaan kapankah kultivasi abadi Jiu Jiu dapat dipulihkan, tidak terlalu penting. Ayahnya juga memiliki masalah yang sama untuk mendapatkan kembali kultivasinya yang hilang. Namun, ini merupakan masalah terbesar yang dikhawatirkan seluruh ras Dewa.

Kakak Zhong Lin sudah mengatakan bahwa, jika Ayahnya akan fokus pada pemulihan kultivasinya dengan tidur lelap selama beberapa ratus tahun, masalah ini dapat dipecahkan. Tetapi, ia tidak mau meninggalkan Jiu Jiu sendirian lagi setelah baru saja kembali ke Jiu Chong Tian. Selain itu, ia juga tidak mau melewatkan masa kecil Xiao Gun Gun-nya. Oleh sebab itu, ia telah memilih untuk mengasingkan diri selama tiga hingga lima bulan setiap tahunnya untuk perlahan-lahan memulihkan kultivasinya selama seribu tahun ke depan.

Hari ini adalah hari dimana Ayahnya memasuki pengasingan tahunannya. Tempat dimana ia akan mengasingkan diri terletak di dalam kamar Yang Shu paling dalam di Istana Tai Chen. Setiap tahunnya, Jiu Jiu akan membawanya kembali ke Qing Qiu saat Ayahnya memasuki pengasingan.

Saat Jiu Jiu berada di pintu masuk kamar Yang Zhu bersama Ayahnya, keengganan mereka untuk berpisah satu sama lainnya terpampang sepenuhnya, Bai Gun Gun merasa seperti orang ketiga dan mengambil keuntungan dari kesempatan itu untuk menyelinap keluar. Ia berniat untuk pergi ke salah satu aula keluarga di Istana Tian Ge di langit ke-36 untuk berpamitan pada anak-anak abadi lainnya yang sudah bermain baik-baik dengannya.

Saat ia melewati Istana Yuan Ji, ia berpikir bahwa, meskipun tidak ada anak abadi di sana, Paman Ketiga dari Istana Yuan Ji selalu memperlakukannya dengan sangat baik. karena ia akan kembali ke Qing Qiu, ia memutuskan, sekalian saja mengunjunginya untuk berpamitan. Siapa yang tahu bahwa, segera setelah ia melangkah masuk ke Istana Yuan Ji, ia disambut oleh gelombang cahaya yang tiba-tiba melintas tepat di wajahnya, dan ia pun kehilangan kesadaran ....

Iya, ini semestinya adalah apa yang terjadi beberapa saat yang lalu.

Alhasil, setelah hanya memejamkan dan membuka matanya, ia benar-benar sudah sampai di Laut Giok Surgawi, sebuah tempat yang seratus delapan ribu li jauhnya dari Jiu Chong Tian.

Pintu depan Laut Giok Surgawi dikepung oleh sekelompok besar makhluk abadi. Beberapa dari makhluk abadi itu menggunakan senjata mereka untuk menerjang dan menebas bangsal pembatasan ayahnya, tampak seolah-olah mereka sedang menghancurkan rumah.

Ada makhluk abadi yang berani menerobos Laut Giok Surgawi? Apa yang terjadi?

Pikiran Bai Gun Gun bingung saat ia berjalan mendekat. Ia menemukan tempat yang tidak mencolok dan berjongkok, berkonsetrasi mengamati situasinya dengan cermat. Kemudian, ia mendengar dua makhluk abadi muda sedang berdiskusi.

Kakak A melihat ke depannya dan menghela napas, “Begitu tidak hormatnya pada Di Jun. Apabila kita berhasil mengganggu Di Jun hingga ia keluar, kita tidak akan berakhir baik, kan?”

Sebaliknya, Kakak B lebih radikal, “Selama Di Jun keluar, memangnya kenapa kalau kita tidak berakhir dengan baik? Ras Dewa dalam bahaya. Jika kita bisa mengundang Di Jun keluar dari pengasingan dirinya, meski jika kita akan mati sebagai hasilnya, kita akan mati untuk tujuan yang pantas!”

Kakak A berusaha membujuknya secara rasional, “Aku sudah dengar bahwa para Tetua telah memercayakan Dewa Agung Zhe Yan atas masalah ini, kita cukup menunggu dengan hormat di sini. Apabila kita gagal menunggu Di Jun, barangkali Dewa Agung Zhe Yan punya cara untuk menemui Di Jun. Aku masih merasa bahwa kita tidak perlu menggunakana metode intens begini ....”

Bai Gun Gun mendengarkan untuk sesaat dan keheranan. Menurut apa yang dikatakan Kakak A dan Kakak B, Ayah sekarang berada di Laut Giok Surgawi? Tetapi bukankah ia mengasingkan diri, kenapa ia bergegas ke Laut Biru Surgawi?

Ia berjalan menuju ke para makhluk abadi di depan yang berusaha sekuat mungkin untuk menghancurkan bangsal pembatasan Ayah-nya, tetapi ia tidak terlalu dekat. Ia menemukan tempat yang aman dan berjongkok sekali lagi.

Makhluk abadi ini tampaknya punya urusan menesak yang memerlukan bertemu dengan Ayah-nya. Tetapi, dengan menerjang dan menebas tanpa pandang bulu, bagaimana mereka bisa menggerakkan bangsal pembatas Ayah?

Namun, Bai Gun Gun juga mengerti bahwa dengan kultivasinya saat ini, ia bukan tandingan beberapa makhluk abadi kekar yang tengah diamatinya. Jadi, ia tidak berinisiatif untuk memanggil mereka untuk menghentikan mereka menerjang ke pintu depan rumah mereka.

Ketika beberapa jenderal Surgawi lelah akibat penerjangan, akhirnya ia berdiri dan berjalan mendekat, mengangguk pada mereka dengan sopan, “Permisi, apakah semua orang lelah karena menerjang? Apakah kalian mau istirahat sejenak?”

Para jenderal Surgawi itu memang berniat untuk berhenti, guna istirahat sejenak dan melihat ke arah anak kecil yang tiba-tiba muncul di depan mereka. Mereka saling bertatapan satu sama lain dengan ekspresi yang agak tercengang, dan kebingungan.

“Oh, kalau begitu bisakah kalian memberi jalan?”

Dengan kata-kata itu, Bai Gun Gun dengan hati-hati melewati bagian tengah segerombolan jenderal Surgawi itu.

Sekelompok dewa itu menatap tak berdaya selagi mereka memerhatikan si anak kecil, yang muncul entah dari mana, berjalan tanpa halangan, melewati bangsal pembatas emas yang telah mereka terjang selama setengah tahun tanpa ada harapan untuk menghancurkannya.

Anak kecil itu dengan mudah berjalan ke depan pintu masuk besar Laut Giok Surgawi.

Kemudian, mereka terus menyaksikan sewaktu ia perlahan mengeluarkan satu set kunci dari lehernya, berjinjit, bergoyang saat ia memasukkan kuncinya ke dalam kunci giok pintu itu.

Pop.

Ia dengan mudahnya membuka pintu yang dicoba untuk dibuka oleh empat puluh sembilan makhluk abadi, yang menghabiskan seribu sembilan puluh lima hari penuh kerja keras siang dan malam, kebijaksanaan serta kecerdasan mereka, tetapi bahkan tidak bisa mendekat untuk melakukannya.

Semua orang tercengang.

Bai Gun Gun tidak merasakan atmosfer aneh dadakan di belakangnya, dan terang-terangan membuka pintunya dan berjalan melaluinya.

Ketika ia berbalik untuk menutup pintunya, ia menghadap ke sekelompok jenderal surgawi yang tercengang, masih terpisahkan oleh bangsal pembatas dan menganggukkan kepalanya, menyapa mereka dengan sopan, “Terima kasih karena sudah memberi jalan padaku.”

Setelah itu, ia pun menutup pintunya dengan sopan, di depan mata tak percaya dan curiga yang masih tertuju padanya.

Bai Gun Gun naik ke perahu kecil familier dan melewati lautan yang dipenuhi tumbuh-tumbuhan. Hanya ketika ia dapat melihat istana batu yang mendekat, barulah ia menyadari ada sesuatu yang tidak beres.

Taman di sebelah kanan istana batu yang terbubung ke lautnya ternyata menghilang. Sebagai gantinya, ada sepetak hutan lebat. Selain itu, tergantung di pintu depan istana batu itu bukanlah papan giok yang ditulisnya dan Ayah-nya tahun lalu, tetapi beberapa prasasti berukir yang tidak dikenalinya.

Tepat saat ia tersesat dalam lamunannya, seorang kakak yang belum pernah dilihatnya pun melayang turun, menghadang jalannya. Ia menyebut dirinya Fei Wei xian, pengurus Laut Giok Surgawi.

Bai Gun Gun pun kemudian terjebak dalam keadaan linglung.

Ia tidak tahu siapakah Fei Wei xian. Ia adalah xian pertama pengurus Laut Giok Surgawi, dan kakeknya Kakak Zhong Lin yang telah lenyap ratusan ribu tahun lalu.

Ketika Fei Wei xian bertanya padanya dengan waspada tetapi penasaran, siapakah dirinya, dan bagaimana ia berhasil masuk ke dalam Laut Giok Surgawi, Bai Gun Gun yang tercengang pun tergagap untuk pertama kalinya dalam hidupnya, “Aku .... Aku adalah anak Ayah, dan itu adalah Di Jun, dan itu adalah Dong Hua Di Jun .... Aku .... Aku adalah putranya. Namaku Bai Gun Gun.”

Setelah itu, ia dan Fei Wei xian sama-sama terjebak dalam kebingungan.

Sewaktu Fei Wei xian membawanya untuk menemui Ayah-nya, Xiao Gun Gun yang pintar sudah agak memahami apa yang terjadi.

Setelah peristiwa besar di Kun Lun tiga tahun yang lalu, Dewi Cahaya yang dipulihkan, Zu Ti, telah menetap di istana Yuan Ji untuk merawat luka-lukanya di pengasingan. Dikatakan bahwa, Paman Lian Song telah mengubah seluruh istananya menjadi bangsal pengasingan untuk Zu Ti. Ketika ia berkunjung ke Istana Yuan Ji pagi ini, ia mungkin tidak sengaja bertabrakan dengan bangsalnya. Alhasil, ia pun melakukan perjalanan waktu, seperti adik perempuan yang muncul dalam novel yang suka dibaca oleh bibi buyutnya, Bai Qian.

Bagaimanapun juga, salah satu kemampuan Dewi Zu Ti yang paling terkenal adalah kemampuan untuk mengulang waktu. Ia telah bertabrakan dengan bangsal Dewi Zu TI, dan terkirim kembali ke masa saat kakek Zhong Lin masih hidup. Ini adalah asumsi yang masuk akal.

Pada saat ini, Bai Gun Gun duduk di depan Di Jun. Fei Wei xian sudah secara khusus menciptakan sebuah kursi kecil untuknya menggunakan sihirnya. Ia memegangi sandaran tangan kursi giok itu, menatap penasaran pada Ayah-nya di depannya. Ia tidak gelisah tentang fakta bahwa bangsal Dewi Zu Ti telah mengirimkannya beberapa ratus ribu tahun ke masa lalu dan tidak khawatir tentang apa yang mesti dilakukan soal itu.

Pria di hadapannya adalah Ayah-nya yang mahakuasa. Dengan kehadirannya, ia merasa jauh lebih aman, dan yakin bahwa Ayah-nya pasti bisa mengirimkannya kembali.

Ayah-nya versi lebih muda ini menatapnya sesaat sebelum berkata, “Kau bilang, kau adalah putraku? Tetapi aku belum pernah menikah.”

Bai Gun Gun menatap kosong.

Ia terkejut karena Ayah-nya tidak mau mengakuinya, “Tetapi ... tetapi aku adalah anak abadi dengan rambut perak. Hanya sekali lihat saja, kau bisa tahu bahwa aku adalah anak Ayah.”

Tetapi, meski ketika ia mengeluarkan fakta tak terbantahkan seperti itu, Ayah-nya tampaknya tidak peduli, “Klan Elang Chang Po dan Wu Que, Ying Wu Chen ras Monster, dan Cheng Hui ras Dewa, semuanya berambut perak.”

Bai Gun Gun sama sekali tidak tahu bahwa ada begitu banyak monster berambut perak di zaman ini, jadi ia pun terkejut sejenak, “Tetapi aku begitu tampan. Selain dari Ayah, paman dan bibi lainnya yang berambut perak, tidak pantas mendapatkan anak setampan diriku.”

Ayahnya memandanginya sedetik, “En, aku juga setuju dengan pernyataanmu,” ia menjeda, “Tetapi aku yakin kalau aku belum pernah menikah.”

Barulah kemudian, Bai Gun Gun teringat, “Oh, aku lupa memberitahukan Ayah sesuatu.”

Ia berusaha keras untuk menyusun kata-katanya dalam upaya menerangkan situasinya lebih jelas, “Aku bukanlah anak Ayah dari zaman sekarang. Aku adalah anak masa depanmu. Setelah Ibu dan aku mengantarkan Ayah mengasingkan diri pagi ini, aku pergi ke Istana Yuan Ji untuk berpamitan pada Paman Lian Song. Tetapi ini mengakibatkan tabrakan tak disengajaku dengan bangsal pengasingan diri Dewi Zu Ti, dan itu mengirimkanku kemari.”

“Zu Ti? Zu Ti masih hidup?”

Kata-kata ini bukan diucapkan oleh Ayahnya, tetapi Dewa Agung Zhe Yan, yang sudah duduk di sampingnya, meminum tehnya.

Ketika Bai Gun Gun berpaling ke arahnya, Dewa Agung Zhe Yan nyaris tidak dapat menyembunyikan ketakjubannya.

Tetapi ia menghadap bocah lelaki itu dan menanyakan pertanyaan berikutnya dengan ramah, “Xiao Gun Gun, ah, kau bilang kau berasal dari masa depan, jadi apa kau tahu, berapa tahun dari masa depankah kau berasal?”

Bai Gun Gun adalah anak yang tertib, jadi ia berniat menjawab pertanyaannya sesuai urutan, “Dewa Agung Zhe Yan, Dewi Zu Ti pastinya masih hidup. Ia baru saja kembali belum lama ini.”

Namun, ia tetaplah anak kecil yang gampang teralihkan. Jadi, setelah menjawab pertanyaan pertama, ia sudah melupakan apa pertanyaan kedua Zhe Yan dan menatapnya dengan resah.

Setelah Dewa Agung Zhe Yan mengingatkannya, ia pun teringat pertanyaan itu lagi, “Oh, aku juga tidak tahu seberapa tahun di masa depan aku berasal,” ia mempertimbangkan sejenak, “tetapi aku tahu bahwa Ayah sudah empat ratus ribu tahun ketika aku lahir.”

Zhe Yan dengan cepat menyelesaikan pertanyaan matematika ini, ia menarik napas dingin, “Artinya, kau berasal dari masa dua ratus enam puluh ribu tahun mendatang?”

Ia bahkan menangkap sorotan gosipnya, “Kau bilang, Di Jun memilikimu di usia empat ratus ribu tahun. Kalau begitu, kau pasti menjadi anak bungsu di antara semua anaknya. Berapa banyak saudara lelaki dan perempuan yang kau punya?”

Bai Gun Gun menggelengkan kepalanya, “Aku tidak punya saudara lelaki atau perempuan. Aku adalah anak tunggal Ayahku, dan satu-satunya tuan muda Istana Tai Chen.”

Dengan kata-kata ini, ia pun menolehkan kepalanya untuk melihat ke arah Fei Wei, yang berdiri di sampingnya, “Kakak Fei Wei, aku agak haus. Aku ingin minum air.”

Fei Wei pun segera melayaninya.

Di Jun menatap saksama pada anak kecil yang memegangi cangkir tehnya dan menyesap tehnya dengan anggun. Bai Gun Gun yang mengaku sendiri ini memang anak kecil yang sangat mirip dengannya, dan mungkin saja Zu Ti masih hidup. Zu Ti yang masih hidup memang bisa mengirim anak itu dua ratus enam puluh ribu tahun ke masa lalu.

Tetapi yang paling penting, anak ini bahkan sanggup berjalan tanpa hambatan melalui medan pembatasnya tanpa halangan. Seorang anak kecil, meski jika ia berbohong, tidak akan bisa seteliti ini. Jadi, anak yang tampan ini pasti adalah putranya.

Di Jun yang tidak pernah tertarik dalam urusan percintaan duniawi, tidak menunjukkan adanya minat untuk mencari tahu siapakah calon istrinya setelah memastikan bahwa Bai Gun Gun adalah putranya, tetapi ia sungguh merasa bingung akan hal lain.

Setelah menggumam sendiri untuk waktu yang cukup lama, ia menanyai anak kecil yang masih larut dalam meminum tehnya, “Empat ratus ribu tahun? Kenapa ibumu dan aku memilikimu di usia setua itu?”

Bai Gun Gun mendongakkan kepalanya dari cangkir teh dan mengejapkan matanya, “Ibu tidak berumur empat ratus ribu tahun, Ibu masih sangat muda. Di keluarga kita, hanya Ayah yang berumur empat ratus ribu tahun.”

Ia mengingat-ingat dengan hati-hati apa yang Jiu Jiu gambarkan tentang dirinya saat itu. Tak lama sebelum ia teringat.

Ia mengepalkan tangan kanannya jadi tinjuan kecil dan mengetuk ringan kaki kanannya sendiri, mengulangi ucapan Jiu Jiu dengan percaya diri, “Jiu Jiu bilang bahwa ia sendiri sangat muda dan adalah istri kecil cantik yang dimanjakan Ayah.”

“Istri kecil cantik yang dimanjakan.”

Kata-kata ini membuat wajah Di Jun sepenuhnya kosong untuk sesaat.

Zhe Yan tertawa terbahak-bahak, “Kau anak yang begitu kecil. Apa kau tahu arti dari istri kecil cantik yang dimanjakan?”

Gun Gun menurunkan cangkir tehnya, “En.”

Melambaikan tangan mungilnya tanpa ragu, “Tentu saja aku tahu. Jiu Jiu bilang, ia menikahi Ayah ketika ia baru saja mencapai usia pernikahan; ceria dan muda, dan juga indah untuk dilihat. Itulah mengapa, ia adalah istri kecil cantik yang dimanjakannya.”

Tampang bingung pun muncul di ekspresi kosong Di Jun, “Jadi, berapa perbedaan usia yang sebenarnya antara aku dan ibumu?”

Gun Gun menghitung dalam hati, “Tiga ratus tujuh puluh ribu tahun.”

Di Jun pun terdiam sesaat, ekspresinya muram, “Apakah kau menambahkan ekstra seratus ribu dalam perkataanmu?”

Gun Gun menggelengkan kepalanya.

Berupaya untuk menunjukkan bahwa ia adalah orang yang dapat dipercaya, ia meniru ekspresi muram Ayahnya, “Tidak.”

Ia dengan hati-hati mendiskusikan pertanyaan aritmatika ini dengannya, “Ayah, kau sudah berusia empat ratus ribu tahun saat kau menikahi Ibu. Pada waktu itu, Ibu berusia tiga puluh ribu tahun. Empat ratus ribu dikurangi tiga puluh ribu, jadi hasilnya adalah tiga ratus tujuh puluh ribu tahun.”

Ia menambahkan, “Bukan tiga puluh tujuh.”

Sekali lagi Di Jun terdiam, ekspresinya tampak agak teralihkan, “Kenapa aku menikahinya, terlepas dari perbedaan usia yang besar antara kami. Apakah aku dipaksa untuk melakukannya?”

Ini adalah pertama kalinya dalam hidup Dewa Agung Zhe Yan, ia pernah melihat Dong Hua dalam keadaan ini, dan bahagia hingga lupa daratan.

Melihat Gun Gun menatap kosong dan tidak dapat menjawab pertanyaan ini, ia dengan paksa mengendalikan kegirangannya dan menawarkan beberapa kata yang adil, “Jangan menyebutkan tentang seberapa bergengsi dan berbudi luhur dirimu dalam dua ratus enam puluh ribu mendatang. Tetapi bahkan hari ini, tak ada seorang pun di Langit dan Bumi yang berani memaksamu melakukan sesuatu. Itu menunjukkan bahwa itu adalah kesukarelaan dari pihakmu!”

Menoleh kembali ke arah Gun Gun yang masih menatap kosong, ia pun berkata, “Tentunya ibumu memiliki kualitas yang luar biasa, hingga memaksa Di Jun mengabaikan perbedaan usia yang sebesar itu dan menikahinya dengan tulus. Omong-omong, dari keluarga bangsawan manakah ibumu berasal?”

Gun Gun tahu bagaimana cara menjawab pertanyaan ini, dan segera menenangkan dirinya lagi.

Memandang ke arah Dewa Agung Zhe Yan, “Kau tidak mengenal ibuku,” ia menjeda untuk berpikir, “tetapi kau mengenal kakek dari ibuku. Dan itu adalah teman baikmu, Dewa Agung Bai Zhi.”

Dewa Agung Zhe Yan menyemburkan tehnya.

Kebetulan sekali tersembur ke arah Gun Gun.

Gun Gun tercengang.

Di Jun akhirnya tersadar dari lamunannya. Ia melihat ke arah Zhe Yan, kemudian melihat ke arah Gun Gun, dan memberi sinyal agar Fei Wei membawa Gun Gun pergi untuk berganti pakaian.

Gun Gun mengikuti Fei Wei dan pergi, meninggalkan kedua dewa agung di bawah kanopi pohon bunga lonceng Buddha, saling berpandangan, tidak yakin apa yang mesti dikatakan.

Setelah waktu yang lama, Dewa Agung Zhe Yan memecah keheningan di bawah pohon itu, wajahnya bercampur antara tawa dan merasa tak terbayangkan, “Kau sebenarnya menikahi cucu perempuan Bai Zhi!”

Di saat kata-kata Dewa Agung Zhe Yan terlontar, dan sebelum Di Jun dapat menjawab, dua anak kecil abadi yang ceria melompat-lompat dengan ceria selagi mereka berlari masuk, seekor rubah merah kecil di tangan mereka.

Di Jun menatap sepasang anak kecil abadi itu dan merasakan sakit kepala yang datang, “Ada masalah apa sekarang?”

Anak-anak abadi kecil itu mempersembahkan rubah ekor sembilan yang mereka bawa di depan Di Jun seolah mereka tengah memberikan harta yang berharga, mengoceh terus-menerus tentang pencapaian mereka, “Di Jun, Di Jun, pelayan Anda menemukan rubah langka kecil ini di samping Danau Cermin Emas. Kami pikir, Di Jun selalu menyukai binatang berbulu, jadi kami membawanya kemari. Di Jun, apakah Anda ingin memeluknya?”

Di Jun memang menyukai binatang berbulu, dan begitu ia melihat binatang berbulu yang indah, ia tidak bisa menahan diri untuk memeluknya.

Karenanya, ia menggendong rubah kecil itu dan menyadari bahwa kedua matanya terpejam rapat, jadi ia bertanya pada dua anak abadi kecil itu, “Apa yang terjadi padanya?”

Anak abadi kecil itu pun menjawab, “Ia hanya pingsan ketika kami memungutnya, tetapi tidak ada masalah yang serius. Kami memberikannya beberapa pil penjernih pikiran, jadi ia akan segera bangun!”

Di Jun mengangguk, mengelus kening rubah kecil itu dan melihat ke arah dua anak abadi kecil tersebut, “Kita akan memeliharanya sebagai peliharaan di dalam istana, kalian berdua harus membangun sarang yang nyaman untuknya.”

Bai Gun Gun yang sudah berganti pakaian dan dibawa kembali oleh Fei Wei mendengar kata ‘sarang’ dan merasa penasaran.

Ia pun berseru pelan, “Sarang apa,” sementara berjalan di sekitar beranda yang miring, matanya jadi membesar dan bulat, “Ah, Ibu!”

Dewa Agung Zhe Yan melihat Bai Gun Gun, dan melihat ke Di Jun, dan sekali lagi melihat ke rubah kecil dalam pelukannya.

“Ah,” katanya, “keluarga tiga orang telah bersatu kembali.”

Wajah Di Jun pun jadi kosong sekali lagi sewaktu ia melihat ke rubah kecil dalam pelukannya. Ia tidak yakin apakah ia harus terus menggendong rubah itu dalam pelukannya, atau meletakkannya di tanah. Untuk sesaat, tampak seolah ia tidak yakin siapakah dirinya, dimanakah dirinya, dan apa yang sedang dilakukannya.

Kedua anak abadi kecil itu saling berpandangan, dengan suara yang lembut tetapi malu-malu berkata, “Ai, apakah Di Jun mau menikahi rubah merah kecil ini? Kalau begitu, apakah kami masih harus membangunkan sebuah sarang kecil untuknya?”


0 comments:

Posting Komentar