Three Lives Three Worlds, The Pillow Book
Pillow Book of Samsara
Back to Chaos in a Dream : Chapter 1
Pada awal Zaman Kekacauan, Langit dan Bumi
adalah massa yang tak terbentuk, menyerupai sebutir telur ayam. Di dalam telur
itu, terdapat seorang Dewa kuno. Yang pertama dari semua Dewa, namanya, Pan Gu.
Dewa Pan Gu tidak tahan dengan kekacauan utama
setelah membuka matanya, jadi ia pun mengubah tangannya menjadi sebuah kapak
raksasa dan membelah massa Langit dan Bumi menjadi dua, memisahkan mereka.
Sejak saat itu, dunia Delapan Alam memiliki Langit dan Bumi.
Karena memisahkan Langit dan membelah Bumi
adalah hal yang memerlukan usaha ekstrim, Dewa Pan Gu menghabiskan semua
kekuatan utamanya. Tak lama setelah Langit dan Bumi terpisah, ia pun binasa.
Esensi spiritualnya kembali ke Langit dan Bumi dan lahirlah Dewa-Dewa Pertama.
Yang paling kuat di antara mereka, Ayah Dewa
dan Ibu Dewi, memiliki pengetahuan spiritual. Setelah mengambil wujud fisik,
mereka mengambil peran ciptaan yang ditinggalkan Dewa Pan Gu.
Mengikuti hukum Langit, mereka menggeser Empat
Lautan, membangun Enam Alam Semesta, dan membentuk Delapan Alam, memungkinkan
dunia tak berbentuk ini untuk menyelesaikan dekramasi antara Langit dan Bumi.
Perlahan-lahan, matahari, bulan, dan bintang pun berevolusi, dan ada malam
serta siang hari, empat musim, pegunungan, lembah, sungai dan lautan, dataran
berumput dan hutan.
Dunia Empat Lautan dan Delapan Dataran
pun terlahir.
Mengikuti kelahiran dunia, datanglah
lima ras, Dewa, Iblis, Hantu, Monster, dan Manusia yang dibawa oleh energi
spiritual Langit dan Bumi. Kelima ras itu hidup berdampingan di dalam Empat
Lautan dan Delapan Dataran, dengan pria dan wanita sebagai pasangan hidup,
melanjutkan siklus kehidupan.
Saat sampai pada seratus lima puluh
ribu tahun terakhir semejak terlahirnya lima ras, semua orang sebenarnya hidup
dengan cukup harmonis. Tetapi, seiring populasi tiap rasnya menjadi lebih
besar, tidak lama sebelum wilayah individual mereka tak lagi cukup untuk
menampung mereka. Alhasil, tirai peperangan antara kelima ras pun ditarik.
Untuk mengatakan perangnya antara lima ras,
tidaklah masuk akal. Sebenarnya, lebih seperti perang antara tiga ras, Dewa,
Iblis dan Hantu. Ras Monster dan Manusia lebih lemah secara signifikan, dan
harus bergantung pada ketiga ras lainnya untuk bertahan hidup.
Ketika perang yang tampak tak ada habisnya
berlarut-larut, mulai dan berhenti secara sporadis, kedua ras yang lebih lemah
tidak punya kekuaran untuk berbicara. Hal ini terutama bagi ras manusia; mereka
selalu yang pertama menjadi tumbal peperangan.
Pada saat ini, Ayah Dewa sudah berusia
senja, menghabiskan banyak waktunya dengan mencemaskan tentang peperangan
antara kelima ras. Tetapi, ia tak berdaya untuk menghentikan pertempuran yang
tiada akhir.
Setelah berunding sejenak, ia pun membangun
sebuah sekolah bernama Rawa Air di hutan belantara di sisi timur Kun Lun. Ayah
Dewa berhubungan dengan individu berbakat dari lima ras untuk menghadiri
Sekolah Rawa Air demi mengembangkan bakat mereka lebih lanjut.
Ia berharap bahwa, dengan membiarkan klan-klan
berkuasa dari masing-masing ras berbaur secara sosial, mereka akan menjalin
pemahaman yang lebih baik satu sama lainnya, yang berpotensi mengurangi konflik
antara kelima ras.
Di waktu yang sama, Ayah Dewa meyakini hukum
Langit dan takdir. Dalam kekacauan utama di luar Empat Lautan dan Delapan
Dataran, pot tanah berisi bunga iblis sudah tumbuh dari sisa-sisa keabadian Pan
Gu setelah bertahun-tahun dibuahi dengan esensi darahnya.
Pot bunga dari tanah ini adalah Teratai
Merah. Kelopak bunganya telah mewarisi kemampuan Pan Gu untuk menciptakan
dunia; dari setiap kelopaknya, sebuah dunia baru terlahir, memecahkan kekacauan
tak berbentuk di Empat Lautan dan Delapan Dataran menjadi banyak dunia kecil.
Oleh karena itu, lahirlah tiga ribu dunia besar dan sepuluh miliar alam fana.
Tetapi, karena tiga ribu dunia besar itu
bertransformasi dari kelopak bunga iblis, kelahiran mereka diiringi oleh esensi
jahat.
Dalam beberapa ratus ribu tahun setelah
peristiwa ini, Ayah Dewa menyelaraskan esensi kejahatan di dunia fana bersamaan
dengan mengajar murid-muridnya di Rawa Air. Ia sungguh-sungguh berharap bahwa
murid-muridnya akan mengembangkan persahabatan dan saling mendukung satu sama
lain, oleh karena itu mempertahankan rasa hormat yang bersahabat terhadap orang
dari ras dan klan lain ketika mereka pulang ke rumah untuk mengambil peranan
kunci mereka.
Ayah Dewa sudah ada sejak awal waktu dan tidak
naif untuk memercayai bahwa ia bisa berhasil dalam mencapai kedamaian dengan
cara begini, dan memahami bahwa kemungkinannya lumayan kecil. Oleh sebab itu,
ia memilih hal terbaik berikutnya. Jika ia dapat memelihara beberapa individu
terbaik untuk mewarisi peninggalannya untuk melindungi ras manusia selama
masa-masa sulit ini, mencegah pembantaian manusia, itu akan jadi hal yang
bagus.
Sayang sekali, kedua harapan Ayah Dewa jadi
sia-sia dalam hidupnya. Bahkan selama beberapa ratus tahun terakhir hidupnya,
ia dipaksa untuk melihat salah satu murid terbaiknya di Rawa Air, putra sulungnya
sendiri—Dewa Mo Yuan, melangkah menuju apa yang tidak akan pernah disetujuinya;
mengejar perang untuk mengakhiri perangnya tanpa berpikir dua kali. Sampai saat
Ayahnya menghilang secara perlahan, Mo Yuan tetap tidak pernah melihat ke
belakang.
Ayah Dewa tidak suka tangan Mo Yuan
dinodai oleh darah musuhnya melalui peperangan untuk menghentikan perang.
Tetapi Dewa Mo Yuan baru memasuki medan perang selama tujuh ratus tahun, namun
ia mampu memerintah pasukan dewa surgawinya untuk sepenuhnya menaklukkan
kekuatan dari ras Hantu dan Monster. Ini mengakhiri peperangan selama seratus
ribu tahun antara kelima ras, memungkinkan perang berkepanjangan ini untuk
akhirnya mencapai akhirnya.
Sejak saat itu, ras Hantu dan Monster
harus mengakui kesetiaan mereka terhadap para Dewa, dan ras Manusia yang kecil
dan lemah pun jatuh di bawah perlindungan mereka.
Ras Iblis yang sudah mundur dari perang
setelah Dewa Agung Mo Yuan menjadi pemimpin komando yang mengarahkan perang
penuh gejolak antara kelima ras, tidak perlu membayar upeti dan menyerah pada
Dewa. Namun, sesuai dengan perjanjian yang ditandatangani—Sumpah Zhang Wei—ras
Iblis hanya akan tetap berada di Alam Selatan, dan tidak boleh membuat masalah
dengan ras lain.
Setelah lebih dari kekacauan seratus ribu
tahun, Langit dan Bumi tampaknya akhirnya berada di ambang menyambut perdamaian
dan stabilitas jangka panjang yang sulit dipahami dari Empat Lautan dan Delapan
Dataran.
Tetapi, tepat sebelum Dewa Agung Mo
Yuan meresmikan Penobatan para Dewa dari Delapan Dataran di puncak Jiu Chong
Tian, mengakhiri Era Lama para Dewa, dan mendirikan Orde Baru di Langit dan
Bumi, terjadilah sesuatu yang tak terduga.
Dewi Leluhur Ras Iblis, Shao Wan,
selalu bersimpati akan penderitaan ras Manusia. Jadi ia mengambil keuntungan
dari masa ini, saat semua orang terlalu sibuk dengan upacaranya untuk memerhatikannya,
guna menjalankan rencananya.
Menggunakan Api Phoenix Nirvana-nya, ia
menghancurkan pintu Wakagi yang memisahkan Empat Lautan dan Delapan Dataran dan
sepuluh miliar alam fana, mengirimkan ras manusia ke alam fana. Akibatnya, ia
menghabiskan seluruh kekuatan abadinya, dan sayangnya, menghilang jadi abu.
Meskipun esensi jahat yang mengelilingi
sepuluh miliar alam fana sudah sepenuhnya diselaraskan dan dimurnikan saat ini,
itu masih merupakan amukan angin yang diselimuti dengan api karma, sebuah
tempat yang tidak dapat dihuni untuk manusia.
Namun, Shao Wan telah meninjau masa depan
untuk mempersiapkan kemungkinan ini. Sebelum menggunakan api phoenix
nirvana-nya, ia telah melakukan perjalanan ke Gunung Gu Yao untuk mengunjungi
Dewi Cahaya, Zu Ti, meminta bantuannya.
Setelah Shao Wan lenyap, Zu Ti langsung
bergegas menuju ke alam fana dengan tugas yang dipercayakan padanya, untuk
dilakukannya. Ia mengorbankan dirinya ke dunia kekacauan, mengubah tubuhnya
menjadi seluruh makhluk hidup, memungkinkan ras manusia untuk menetap dengan
aman di alam fana.
Tindakan terakhir ini benar-benar
memutuskan ras manusia dari dunia abadi Empat Lautan dan Delapan Dataran,
mengakhiri beberapa ratus ribu tahun mengandalkan ras yang lebih kuat. Dalam
jangka panjang, ketergantungan ini pada akhirnya akan menyebabkan nasib
kepunahan yang menyedihkan.
Lenyapnya Shao Wan, pembukaan pintu
Wakagi, berubahnya tempat tinggal ras manusia, dan pengorbanan Zu Ti
mengguncang Langit dan Bumi. Keempat ras semuanya gempar.
Di dalam Delapan Dataran, beberapa tetua yang
tercerahkan dari ras Monster melakukan diskusi pribadi. Mereka menyimpulkan
bahwa, Dewa Agung Mo Yuan dengan tangan besinya yang tak berperasaan, pasti
akan mengambil kesempatan ini untuk menggunakan pasukannya demi meratakan ras
Iblis yang kini tak berpemimpin, memenuhi misinya untuk menyatukan seluruh
Langit dan Bumi; Penobatan para Dewa kemungkinan akan ditunda tanpa batas
waktu.
Namun, ini diluar dugaan mereka, karena ras
Dewa tidak menunjukkan tanda-tanda mengerahkan pasukan mereka. Enam hari
kemudian, upacara Penobatan berjalan sesuai rencana di puncak Jiu Chong Tian.
Pada hari Penobatan, di tempat tertinggi, Dewa
Agung Mo Yuan berdiri mengenakan jubah putihnya, raut wajahnya mulus bagaikan
giok; sekali lagi ia terlihat seperti dewa yang tampan dengan jubah polos
biasanya, setelah mengganti baju zirahnya. Tampaknya ia telah berubah kembali
ke penampilan mulia yang damai dan halus dari tahun-tahun Rawa Air-nya.
Tetapi kini, ia berbeda.
Tujuh ratus tahun penuh pembunuhan kejam tanpa
henti di medan perang telah menodai kedamaiannya dengan darah. Aura murni dan
tanpa cacatnya kini dipenuhi dengan keganasan dan haus darah, jauh tersembunyi
oleh mata yang sekarang memancarkan kekuatan dan pengaruh dari Raja para Dewa.
Upacara penobatannya berlangsung selama tujuh
hari.
Semenjak Pan Gu memisahkan Langit dan Bumi,
Delapan Dataran telah berada dalam kekacauan selama lima ratus ribu tahun.
Untuk pertama kalinya dalam sejarah, ada
kategori Dewa dan setiap Dewa memiliki jabatan, dan Langit dan Bumi sekarang
memiliki undang-undang terpadu yang menetapkan hukum yang harus dipatuhi oleh
kelima ras. Semua ini merupakan pertanda bahwa kekisruhan dan peperangan dari
Zaman Kekacauan telah berakhir.
Setiap pimpinan ras Dewa, Hantu, dan Monster
yang berpartisipasi dalam Penobatan, terpesona oleh Dewa muda yang berpakaian
sederhana tetapi kuat itu. Mereka semua yakin sekali bahwa, di bawah
kepemimpinan Raja para Dewa ini, perang kekacauan tak berujung yang membuat
banyak orang putus asa akhirnya selesai. Sebuah era kedamaian sudah dekat.
Tetapi, apa yang tidak disangka oleh semua
makhluk hidup di Delapan Dataran, terjadi. Tiga bulan setelah Penobatan
tersebut, ketika urusan di dalam keempat ras berada di jalur yang benar, Raja
para Dewa yang mereka percayai dan andalkan, menghilang begitu saja.
Selama tiga tahun, para Dewa
menjungkirbalikkan dunia, mencari Raja mereka, tetapi tak seorang pun yang
mampu menemukan jejak keberadaannya. Semua orang akhirnya menerima bahwa, Raja
para Dewa mereka memang menghilang, meninggalkan segala sesuatu yang telah
dibangunnya. Tidak ada yang tahu alasannya.
Seorang makhluk abadi muda imajinatif
yang suka membaca cerita-cerita rakyat pun membahas masalah ini dengan rekannya,
“Mungkinkah hilangnya Raja para Dewa berhubungan dengan Dewi Shao Wan? Tak lama
setelah Dewi Shao Wan lenyap, sang Raja menghilang ... katanya, saat mereka
berada di Rawa Air, sang Raja dan Dewi Shao Wan bersahabat ....”
Rekannya tidak memercayainya dan langsung
memberikan sejumlah bukti konkret membantah pernyataannya, “Persahabatan macam
apa? Apakah ini tipe yang tidak bisa didamaikan? Seluruh Langit mengetahui Dewi
Shao Wan dan Raja para Dewa selalu bertentangan satu sama lain! Mengatakan
bahwa sang Raja lelah mengurusi keempat ras dan memutuskan untuk melarikan diri
di tengah jalan lebih meyakinkan daripada apa yang kau katakan!”
“Lihatlah Dong Hua Di Jun dari Laut Giok Surgawi, ia melakukan hal itu. Ia telah bersama Raja
selama ekspedisi perangnya dan baik-baik saja. Pada waktu itu, aku sedang
memikirkan tentang siapakah yang akan mengambil gelar Raja para Dewa dan
merenungkan antara Mo Yuan dan Dong Hua. Aku tidak menyangka, Dijun akan
mengatakan ia merasa kesulitan dan segera pergi ke Laut Giok Surgawi untuk
hidup dalam pengasingan.”
Makhluk abadi muda itu diingatkan oleh
rekannya dan mengingat kisahnya. Ia merasa bahwa rekannya masuk akal.
Menganggukkan kepalanya dengan serius, ia
menjawab, “Delapan Makhluk Suci Luar Biasa yang Dihormati, mereka semua memiiki
temperamen yang aneh. Raja kita adalah salah satu dari Delapan Makhluk Suci,
siapa yang tahu kapan temperamen anehnya akan kambuh ....”
Berasal dari Sepuluh Mil Hutan Persik,
Dewa Agung Zhe Yan, yang pernah menjadi teman sekelas Mo Yuan, Dong Hua, dan
Shao Wan, adalah gosip yang tiada habisnya.
Dengan mantra tembus pandangnya, ia
berjalan melewati dua makhluk abadi muda itu dan samar-samar mendengarkan
percakapan mereka. Mau tak mau, ia pun melihat ke arah Gunung Zhang Wei sambil
menghela napas, sewaktu rasa penyesalan untuk Mo Yuan dan Shao Wan melanda
dirinya.
Zhe Yan merasa bahwa bahwa, sementara
kedua orang ini saling terjerat satu sama lain selama ribuan tahun, seluruh
dunia tetap saja tidak mengetahuinya. Pada akhirnya, kapan pun kedua oang ini
disebutkan oleh orang lain, kata-kata ‘keduanya tidak bisa hidup berdampingan’
muncul dalam benak mereka.
Sangat disayangkan bahwa, selain dari ini, sepertinya tak ada hal lain yang ada, dan tak ada yang tersisa, yang memaksa orang untuk menghela napas penuh kesedihan.
0 comments:
Posting Komentar