Tampilkan postingan dengan label Beauty to Ashes. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Beauty to Ashes. Tampilkan semua postingan

Senin, 14 Juli 2025

Beauty to Ashes - Chapter 8 (END)

Chapter 8 (END)

 Jin Xiu tersenyum.

"Lupakan saja. Ah Lan adalah satu-satunya yang dapat kau gunakan untuk mengancamku. Tetapi satu-satunya hal yang dapat kau manfaatkan darinya adalah untuk memaksaku kemari."

Senyumannya menjadi lebih cerah dan tulus. Itu adalah senyuman yang tampak seolah mengandung dan menekan rasa kebencian yang dalam.

"Chen Ruo, apa yang kau utangkan padaku, akan kau kembalikan satu per satu, dimulai dari hari ini."

Segala kebahagiaan yang telah direnggut secara paksa darinya, tolong kembalikan. Setelah Jin Xiu mengatakan ini, ia berbalik untuk pergi, meninggalkan Chen Ruo yang berdarah di belakangnya.

Sebelumnya, Chen Ruo telah meninggalkan Jin Xiu dan gagal melihat keputusasaan dan ketidakberdayaannya. Hari ini, Jin Xiu yang tidak berbalik, mengibaskan lengan jubahnya selagi ia pergi sementara meninggalkan Chen Ruo berjuang sendiri.

Retribusi.

Ini adalah ganjaran atas perlakukannya kepada Jin Xiu dulu. Meskipun utang ini telah dilunasi, tidak ada perasaan gembira.

Chen Ruo menggumamkan beberapa kata pada dirinya sendiri, dan tiba-tiba saja, ia menyeringai. Ia hanya akan membayarkan utangnya dengan cara seperti ini. Ia ingin Jin Xiu berada di sisinya dan tidak mempedulikan tentang yang lainnya. Jika Jin Xiu tidak ingin berbahagia bersamanya, maka ia tidak perlu berbahagia. Jin Xiu boleh mengambil apa pun yang diinginkan darinya, selama ia berada di sisinya. Untuk ini, Chen Ruo bersedia merendahkan dirinya sendiri.

Chen Ruo mengikuti di belakang gadis berambut putih seperti makhluk yang tak bernyawa.

Ketika Jin Xiu berjalan melalui pintu-pintu terpencil dari kediamannya sebelumnya, gadis itu mendadak menolehkan kepalanya dan tersenyum dengan cantiknya padanya, sebelum perlahan-lahan menutup pintu geser itu di depannya.

Semenjak saat itu, Chen Ruo tidak pernah mendapatkan kesempatan untuk melihat pintu geser itu terbuka untuknya. Senyuman cantik dan tegas itu sudah memutuskan semua hubungan, menjadi lagu perpisahan dari satu-satunya gadis yang pernah dicintainya dalam hidupnya.

Setelah pintu itu perlahan-lahan tertutup di depan Chen Ruo, gadis berambut putih dengan pakaian polos itu pelan-pelan merosot di kusen pintu, tangannya memeluk dirinya sendiri dengan erat. Ia kembali ke wilayah mimpi buruknya.

Jin Xiu yang putus asa dan tak berdaya dari bertahun-tahun yang lalu, bersamanya di ruangan istana yang akrab ini. Seluruh tubuhnya dilanda hawa dingin yang pahit dan ia hanya bisa menggumamkan nama dari pria yang dicintainya selagi ia mencengkeram gelang manik-manik kayu di pergelangan tangannya.

Chen Lan, Chen Lan.

Ia diam-diam mengulangi nama orang tercintanya sementara jarinya mengelus perutnya yang masih datar itu dengan lembut. Kau pasti senang, ia berpikir seperti ini sebelum diam-diam memejamkan matanya selagi air mata seperti akan jatuh. Kali ini, Chen Lan tak akan lagi bisa muncul di hadapannya dan mengusap air matanya ...

Chen Lan, Chen Lan, Chen Lan ...

***

Pada tahun keenam pemerintahan Kaisar Ruo, istri dari Pangeran Wu meninggal dunia. Pangeran Wu mengajukan petisi yang meminta diutus untuk menjaga perbatasan. Hal itu dikabulkan.

Kaisar yang berkuasa menunjuk seorang permaisuri baru, Permaisuri Xiao. Permaisuri baru ini sakit kronis dan menjauh dari mata publik dari istana belakang.

Pada tahun ketujuh, Permaisuri Xiao melahirkan putra pertama, bernama Huan.

Makanya, kekacauan yang kusut ini datang dan pergi begitu saja. Sejarah mencatat semuanya dengan baris kalimat yang sedikit ini.

Perjuangan yang mengeluarkan darah dan air mata ini, hanya seperti ini.

Setelah itu, waktu mengalir secara perlahan. Chen Ruo akhirnya duduk dengan stabil di takhtanya selama dua puluh tahun.

***

Di awal musim panas tahun itu, jauh di dalam malam yang gelap, wanita yang sudah lanjut usia itu mendadak bangun dari tidurnya di kedalaman istana. Di tengah keheningan yang samar, ia perlahan-lahan mengarahkan tangannya ke pipinya, yang basah penuh air mata, air mata yang mirip dengan darah yang hangat itu, yang tidak mau berhenti mengalir.

Jin Xiu tidak pernah melihat satu benda pun dari dunia ini dengan matanya, sehingga mimpinya selalu hitam pekat dan ia hanya mendengarkan suara-suara. Di dalam mimpinya malam itu, seseorang memegang pundaknya dan dengan lembut berbicara padanya. Ia tak bisa lagi mengingat apa yang dikatakan orang itu, tetapi yang diketahuinya adalah bahwa, di saat ia terbangun, air matanya mengalir tanpa henti.

Di dalam kehidupannya, Jin Xiu hanya menitikkan air mata di hadapan satu orang. Oleh sebab itu, firasat yang jelas pun muncul dari lubuk hatinya. Apa pun yang terjadi, ia akan segera mengetahuinya.

Jin Xiu mendengar keributan di luar sana. Anaknya yang gampang terbangun pun berlari masuk ke dalam. Ia menarik tangan Jin Xiu dan memanggilnya Ibu, sebelum menanyakan padanya ada masalah apa.

Jin Xiu menggelengkan kepalanya dalam keadaan linglung tanpa mengatakan apa-apa. Pemuda itu juga mengerutkan dahi, dan tepat saat ini, lonceng duka berbunyi di arah istana utama, menghancurkan ketenangan malam seperti ombak yang pecah.

Tiba-tiba saja, beberapa dayang berlarian kemari dengan waspada untuk menyampaikan sebuah pesan duka dari istana utama: Pangeran Wu telah meninggal dunia.

Di malam yang sama, istana dalam dari Kerajaan Chen kebakaran, dan satu-satunya orang yang terperangkap di dalam api adalah Jin Xiu. Ia duduk sendirian di tengah lautan api, mengunci pintu istana dari dalam. Ia merasakan putaran api yang dengan lembut menjilati lengan jubahnya ... tubuhnya ...

Kemudian, ia merasakan seseorang menggenggam tangannya. Genggaman itu terasa akrab, suara itu familier—Selembut dan sehangat itu. Pria yang begitu dicintainya memberitahunya, Jin Xiu, aku akan membawamu pergi, kita tidak akan terpisah lagi.

Jin Xiu setuju, senyumnya tampak tulus dan anggun.

Mm, aku akan pergi bersamamu, jangan pernah berpisah lagi.

Ia pun memejamkan matanya.

***

Apa yang tidak diketahui Jin Xiu adalah bahwa, di depan gerbang yang terkunci dan terbakar, suami dalam namanya sedang menahan putranya yang berurai air mata, yang sudah akan menerobos masuk. Ia menatap kosong ke api yang berkobar dan pemuda yang ambruk tak berdaya di tanah.

Chen Ruo mengendurkan cengkeramannya dan akhirnya melepaskannya. Kaisar Kerajaan Chen membalikkan punggungnya dan menatap ke langit, dan akhirnya, untuk pertama kali dalam hidupnya, zat yang basah merembes keluar dari matanya.

Karena ternyata, wanita yang bersikeras tetap dipertahankan di sisinya, Jin Xiu, bahkan tidak bersedia meninggalkannya tubuh yang utuh.

***

Duduk di atas singgasana kaisar, ia memijat pelipisnya sementara ia menyaksikan pemuda itu memegang guci berisi abu yang telah bececeran untuk dikumpulkan.

Chen Huan, putra dalam namanya, dan pewaris dari kerajaan ini, memperlihatkan senyuman kalah dan pahit, terselimuti selapis ketenangan.

Apa yang dapat dilakukannya? Ia merenung.

Diam-diam, ia memerintahkan agar Chen Huan membawa abu itu agar dikuburkan bersama dengan Chen Lan, sebelum memejamkan matanya.

Ia mendengar anak itu bertanya padanya apakah Pangeran Wu adalah ayah kandungnya. Chen Ruo tidak menjawab dan hanya memintanya untuk pergi.

Lalu, dengan tenang Chen Ruo mengeluarkan sebuah gelang manik-manik kecil yang sudah usang. Itu diukir dari kayu cendana, dengan ukiran keberuntungan yang rumit pada permukaannya. Pengerjaannya indah dan tepian bundar dari manik-maniknya mengilap dan halus.

Itu adalah gelang manik-manik yang dihilangkan Jin Xiu bertahun-tahun yang lalu. Itu diwariskan dari ibu Chen Lan, dan diberikan kepadanya saat ia meninggalkan kerajaan. Adik kecilnya, dengan kekanakannya menghadiahkannya gelang tersebut dan memakaikannya di pergelangan tangannya. Chen Ruo melindunginya dengan hati-hati, tidak pernah memperlihatkannya kepada orang lain.

Hari itu, ia berdiri di luar dinding berlumpur di kediaman Jin Xiu, untuk memerhatikannya secara diam-diam, seperti yang selalu dilakukannya. Ia mendengarkan Jin Xiu menumpahkan keluh-kesah di hatinya dalam diam, dan pada akhirnya, Jin Xiu meringkuk jadi seperti bola, menangis tersedu-sedu dengan pedihnya. Itu adalah pertama kalinya Chen Ruo melihat Jin Xiu menangis, dan pada saat itu, ia tidak tahu harus berbuat apa.

Semula, ia berasumsi bahwa Jin Xiu tidak akan pernah menangis, karena tak peduli seberapa sedih dan seberapa banyaknya ia menderita, Jin Xiu akan selalu tersenyum padanya.

Siapa yang tahu bahwa Chen Ruo akhirnya akan melihat Jin Xiu menangis, meski itu hanya satu contoh. Ia benar-benar bingung dan yang diketahuinya adalah bahwa hatinya pedih dan terluka melihat Jin Xiu menangis. Akhirnya, ia tak lagi bisa menahan diri, dan mengulurkan tangan untuk menghiburnya, hingga gelang itu terlepas.

Di hari Jin Xiu diusir keluar dari istana, ia menjatuhkan gelang manik-manik itu di tanah.

Chen Ruo memerintahkan orangnya agar mengambilkannya lagi secara diam-diam, tetapi ia tak punya kesempatan memakainya untuk Jin Xiu lagi.

Sedikit demi sedikit, Chen Ruo memejamkan matanya. Rasanya seolah ia sudah berkelana ke puluhan tahun yang lalu, karena itu adalah hari musim semi yang hangat. Ia berjalan secara perlahan melalui istananya yang dijaga.

Kemudian, ia melihat gadis kecil itu, dibungkus dengan seikat selimut di pangkuan ayahnya, memberikan senyuman malu-malu dan manis kepadanya.

Dengan kekanakannya, memberitahukan padanya, namaku adalah Jin Xiu ... Kakak, siapa namamu?

Bagaimana tanggapannya saat itu?

Benar, ia menjawab, Chen Ruo.

Saat itu, adalah bulan ketiga Imlek, tahun ke-43 dari sepuluh batang surgawi dan dua belas cabang duniawi.

Musim semi akan segera berakhir.

-TAMAT-

Pojokan Penerjemah Inggris :

Begitu banyak simbolisme, begitu banyak yang harus dibongkar. Pada dasarnya, setiap karakter di cerita ini memiliki kekurangan. Tetapi, kekurangan inilah yang merajut cerita ini. Seorang pemuda pendiam yang tidak mengeskpresikan dirinya, adik lelaki yang mundur selangkah, dan seorang gadis keras kepala yang setiap keputusannya, berubah menjadi narasi. Kisah ini mengakhiri siklus malang dengan siklus lainnya 兜兜转转,百折千回 di chapter 6, dengan harapan bahwa itu dengan keputusan yang tepat, segala hal yang indah tidak akan menjadi abu.

Terima kasih sudah membaca!

Pojokan Aling :

Akhirnya kisah pendek ini lengkap. Sederhana tapi kok rada nyesek gimana gitu T_T
Ngga Jin Xiu, Chen Lan, Chen Ruo, semuanya menderita. Gara-gara terlalu banyak yang ga diungkapkan.

Makasih udah baca, sampe ketemu di terjemahan lainnya~ Babay~

Aling


Continue reading Beauty to Ashes - Chapter 8 (END)

Beauty to Ashes - Chapter 7

Chapter 7

"... Sejujurnya, ketika kau membawanya kembali dulu, aku merasa sangat, sangat bahagia ..."

Caranya berbicara persis seperti seseorang yang menarasikan sebuah cerita. Seolah ia akan kehilangan kendali akan emosinya apabila ia tidak berbicara dengan gaya seperti ini.

Chen Lan mulai merasakan dingin yang intens dari telapak kakinya. Ia membeku di tempat dan bahkan tidak sanggup membuka mulutnya untuk berbicara atau mengalihkan tatapannya. Malahan, ia hanya bisa memandangi jari kakak lelakinya yang menarik lengan jubahnya, serta wajah pucat dan rapuh yang ada dalam jarak pandangannya.

Chen Ruo sepertinya sedang menyusun kata-katanya selagi ia menggumam tanpa henti.

"... Aku tahu, tidak seharusnya aku membuatnya tetap tinggal, semestinya aku membiarkannya kembali ... Apa gunanya ia tetap ada di sini? Ada terlalu banyak putri bangsawan, dan posisiku di takhta dalam keadaan sulit. Aku tidak bisa melindunginya ... Seharusnya aku membiarkannya kembali ... Tetapi aku tidak melakukannya."

Ia mengatakan begini sambil memejamkan mata. Tetesan air mengalir turun dari rambutnya yang basah dan menyatu di bulu matanya yang bergetar, seperti air mata.

"Aku pikir, jika ia kembali, ayahnya akan segera mengatur pernikahan untuknya dan memberikan restunya kepada pria lain. Jadi, aku tidak bisa melakukannya. Aku jelas-jelas mengetahui apa yang akan terjadi, aku jelas-jelas tahu semuanya, tetapi ... tetapi aku masih membiarkannya berada di sisiku."

Ia jelas-jelas tahu kalau Jin Xiu ditindas, ia mengetahui segalanya. Tetapi Chen Ruo mencegahnya pergi, semua karena keinginannya, hanya semata karena keinginannya untuk sesekali melihat Jin Xiu.

Lalu, apa yang terjadi?

Sekali lagi, ia membuang Jin Xiu, mendorongnya ke sudut yang sepi di kedalaman istana dengan harapan bahwa, sekalinya kestabilan kembali ke mahkamah, ia akan membawa Jin Xiu ke dalam pelukannya lagi. Saat itu, barangkali akan membawakannya rasa kepuasan, kan?

Memaksa dunia Jin Xiu untuk mengerut semakin kecil, meninggalkannya di reruntuhan sehingga selain dari dirinya, Jin Xiu tak punya apa-apa lagi. Hanya seperti itu, menggunakan alasan untuk melindunginya, Chen Ruo menenggelamkan diri dalam hal lain dan mengizinkan mereka menginjak-injak dan mempermalukan Jin Xiu.

Pada akhirnya, semua ini ditukarkan dengan adegan itu, Jin Xiu menciut di tanah selagi ia menatapnya dalam diam dengan keheningan yang mematikan dan ekspresi putus asa yang pucat.

Kala itu, seluruh sosoknya sedikit bergetar. Tetapi, Chen Ruo harus mempertahankan senyuman sewaktu ia bersenda gurau bersama selir-selir yang mengerumuninya.

Selangkah demi selangkah, ia menjauhkan diri dari Jin Xiu.

Waktu itu, selama Chen Ruo menolehkan kepalanya ke belakang untuk menatap mata Jin Xiu, ia akan berlari tanpa peduli untuk memeluk Jin Xiu. Namun sayangnya, itu akan menyebabkan Jin Xiu segera kehilangan nyawanya. Oleh sebab itu, Chen Ruo memaksakan dirinya untuk bertahan, sedikit demi sedikit, berjalan semakin menjauh.

Chen Lan memandanginya. Ia menatap wajah kakak lelakinya, yang mana tampak tersedak air mata, sekujur tubuhnya bergetar.

"... Ia sudah diusir keluar dari istana. Aku segera mengirim orang untuk mencarinya, tetapi ia sudah menghilang ..."

Chen Ruo tiba-tiba berhenti di tengah jalan. Lalu, ia memindahkan tangan yang menutupi wajahnya dan menatap adik yang tampak sangat mirip sepertinya dengan mata hitam pekat.

Pada saat itu, Chen Lan mendadak merasakan suhu di sekitarnya turun hingga di bawah nol. Objek jelek tak berwujud tampaknya berkontraksi di sekitarnya seperti seekor ular.

Jari Chen Ruo mencengkeram pergelangan tangannya selagi ia menatap tajam pada Chen Lan.

"... Ah Lan, kau akan membantuku, kan?"

Ia tahu. Chen Ruo mengetahui bahwa orang yang membawa Jin Xiu pergi adalah dirinya.

Melihatnya kembali, mungkinkah membuat Chen Ruo tidak tahu apa-apa?

Apabila ia sungguh mencintai Jin Xiu dengan tulus.

Seketika itu, Chen Lan tiba-tiba mengerti. Ia tidak menanggapi dan hanya berlutut dengan lutut yang tertekuk, sebelum undur diri.

Di saat Chen Lan meninggalkan istana, ia segera berangkat dari ibu kota. Ia tidak peduli tentang yang lainnya, dan berderap langsung ke Wu Zhou tanpa berhenti sekali pun. Perjalanan yang seharusnya membutuhkan waktu satu bulan, hanya diperlukan sepuluh hari untuk diselesaikannya. Ia menunggangi kuda langsung ke Kediaman Pangeran.

***

Jin Xiu sedang merawat bunga di halaman bersama sekelompok gadis pelayan ketika ia mendengar keributan dari kuda dan orang-orang. Di saat Jin Xiu menolehkan kepalanya, ia merasakan embusan angin dan sebelum ia mengetahuinya, ia sudah berada dalam pelukan Chen Lan.

Chen Lan babak belur dan kelelahan, bau keringat yang menyengat keluar dari tubuhnya. Napasnya tersengal dan jantungnya berdebar-debar. Jin Xiu membiarkannya memeluknya, dengan lembut melambaikan tangannya sebagai tanda untuk membubarkan para pelayan.

Kemudian, ia mendengar pria itu memberitahunya—Jin Xiu, ayo kabur!

Ia membelalakkan matanya yang buta secara tiba-tiba, kemudian, perlahan-lahan memejamkan mereka lagi. Ia hanya menepuk punggung Chen Lan dengan lembut, sebelum berujar dengan suara lembut.

Ayo, masuk dulu ke dalam, kau bisa menjelaskan padaku pelan-pelan.

Namun, hatinya masih seperti hutan belantara yang sunyi.

Mereka bisa kabur kemana? Tidak ada tempat yang bisa mereka tuju.

Sama seperti rutinitas harian mereka selama tiga tahun terakhir, ia menuangkan secangkir teh untuknya dan mendengarkan Chen Lan berbicara dalam diam. Kemudian, ia mengulurkan satu tangan dan menyentuh wajah Chen Lan sambil tersenyum. Mata yang tak bisa melihat itu menatapnya tanpa rasa goyah.

"Bisa kabur kemana kita? Ah Lan, semua wilayah di bawah langit ini, milik Kaisar, dan semua manusia di wilayah ini milik Yang Mulia. Kita bisa kabur kemana?"

Jin Xiu menanyainya dengan tenang selagi dengan hati-hati membelai wajahnya.

"Bertahun-tahun yang lalu, aku mengabaikan kewajibanku. Hari ini, apakah kau akan mengabaikan kewajibanmu juga?"

Sekujur tubuh Chen Lan bergetar dan tiba-tiba mengangkat kepalanya. Gadis cantik dan pendiam itu menatapnya dengan mata yang sangat hangat, sebelum tersenyum.

"Chen Lan, apa kau mau mengabaikan kerajaanmu?"

Chen Lan membelalakkan matanya dan memandangi Jin Xiu, tak sanggup berkata-kata.

Senyuman Jin Xiu perlahan lenyap dalam kesunyian. Seperti anak kecil, ia menguburkan kepalanya di ceruk leher Chen Lan.

"Ah Lan, setiap kali, kaulah yang selalu mengatakan padaku bahwa kau akan membawaku pergi. Kali ini, takutnya, itu tidak mungkin ..."

Lihat, pria di hadapannya sudah melihat semua air mata kepedihannya dalam kehidupan ini. Menangis di pundakmu sepanjang malam. Ini akan jadi yang terakhir kalinya.

Chen Lan dapat merasakan air yang hangat meresap ke dalam pakaiannya, kulitnya, menyatu dengan darah dan tulangnya. Ini adalah satu-satunya gadis yang dicintainya dalam kehidupan ini. Ia tidak mampu melindunginya, tidak sanggup menjaganya tetap dalam pelukannya.

Jin Xiu berbisik di telinganya, tiga tahun pernikahan ini sudah cukup untuk menebus seluruh hidupnya. Semua penghinaan dan penderitaannya sudah dibersihkan hanya dengan berada di sisi Chen Lan. Ia bahkan merasa seolah rasa sakit dan kesulitan yang menumpuk itu, sekaligus dengan masa depannya yang tak menentu, semuanya sebagai imbalan untuk tiga tahun ini.

Ia memberitahu Chen Lan, mendapatkan dampingan dari suamiku, sudah cukup untuk kehidupan ini.

Chen Lan berbaring di pangkuannya dengan mata terpejam. Perlahan-lahan, ia berbincang dengannya tanpa arah tentang segala hal.

Dan ketika penjaga membunyikan gong kelima malam itu, ia membuka matanya untuk memandangi gadis yang begitu dicintainya, hanya untuk berseru kaget, "Jin Xiu, rambutmu—"

Rambut gadis itu memutih dalam semalam, rambutnya yang semula hitam dan halus, kini berubah seputih salju. Akan tetapi, Jin Xiu tidak menyadarinya.

Jin Xiu memainkan rambutnya dan menyeringai tanpa diduga.

Ia mengatakan, lihat, patah hatiku untukmu, jauh melampaui kesedihanku untuknya.

Lalu, seorang gadis pelayan menjerit kaget.

Ia mengatakan, Tuan, gawat! Pengawal mengepung Kediaman Pangeran!

Jin Xiu menolehkan kepalanya dan tersenyum pada si pelayan.

Ketika pelayan itu melihat kepala berambut putih Jin Xiu, ia begitu syok sampai tak sanggup berkata-kata.

Jin Xiu berujar sambil tersenyum, kalau begitu bawa aku keluar.

***

Pada akhirnya, ia melangkah keluar dari gerbang depan. Di antara lautan kuda berlapis baja dan senjata keemasan, sebuah tandu phoenix berdiri di tengah-tengahnya. Suara dari logam yang berbenturan menggema di udara dan suara rendah seorang pria menggema di seluruh langit Wu Zhou.

"Di bawah titah Kaisar, kami kemari untuk mengawal Nyonya kembali ke istana."

Jin Xiu meluruskan punggungnya dan mengangkat roknya sebelum naik ke atas tandu. Ia duduk dengan mantap dan menyatukan tangannya di depannya. Wajah seputih salju Jin Xiu benar-benar tanpa ekspresi. Ia tidak memberitahu Chen Lan, ia sudah mengandung.

Tadinya, ia berencana untuk mengejutkan Chen Lan dengan kabar itu, tetapi melihat keadaannya sekarang, itu tak perlu lagi.

Chen Ruo ...

Jin Xiu merenungkan nama ini dan menyadari bahwa ia merasa tak peduli. Sebelum ini, ia tidak memiliki rasa kasih sayang maupun kebencian untuk pria ini. Tetapi, ini hanyalah sebelum ini.

Kebahagiaan Jin Xiu, baik itu dua puluh tahun pertama dari kehidupannya maupun dua puluh tahun berikutnya dari kehidupannya, semuanya benar-benar dihancurkan oleh tangan satu orang.

Apa yang diutangkan Chen Ruo padanya, pria itu akan mengembalikannya satu per satu mulai dari sekarang.

Jin Xiu memejamkan matanya dan bersandar di dinding kereta. Tiba-tiba saja, ia merasa dingin dan memikirkan Chen Lan. Saat ini, Chen Lan mungkin sedang menyalahkan dirinya sendiri dalam kesedihan, karena tidak tahu apa yang harus dilakukan. Oleh karena itu, hati Jin Xiu juga mulai terasa sakit, rasa sakitnya menyebar ke seluruh dadanya, menyebabkan rasa sakit yang menyesakkan. Rasa sakit yang meluap dari dalam dirinya menyebabkannya mengigit ujung jarinya, dan meskipun darah mulai keluar, ia mati rasa akan itu semua. Hanya seperti ini, ia meninggalkan pria yang dicintainya.

Chen Ruo, Chen Ruo.

Kebencian dan dendam mengisi bagian terdalam dari hatinya, dan mendadak, ia merasa seolah seluruh kejadian ini seperti lelucon yang besar.

Lima tahun yang lalu, akankah ia membayangkan dirinya memanggil nama pria itu dengan kebencian dan dendam sebesar itu?

Ia mengigit ujung jarinya dan teringat akan Chen Lan lagi. Hanya setelah memikirkan tentangnya dengan putus asa, barulah ia akhirnya bernapas. Jin Xiu pernah mendengar seorang gadis pelayan bernyanyi dengan suara yang lembut di hari musim semi yang indah.

Harapan pertama adalah agar suami panjang umur. Harapan kedua adalah untuk kesehatan si istri. Harapan yang ketiga adalah agar seperti burung layang-layang di sarang mereka, berada di sisi satu sama lain selama-lamanya.

(T/N: Bait dari 'Gadis Berumur Panjang', disebutkan di Chapter 2 dan Chapter 6. Bait yang pahit, merangkum tiga putaran kehidupannya.)

Di titik ini, mungkin tak berlaku lagi.

Chen Ruo, Chen Ruo—

Jari berlumur darahnya mencengkeram dadanya sementara rambut seputih saljunya terurai turun kemana-mana. Jin Xiu belum pernah memendam kebencian sebanyak ini terhadap seseorang sebelumnya.

***

Di hari ketujuh bulan ketujuh, jembatan burung murai baru saja terbuka. Tandu phoenix itu langsung menuju ke gerbang istana dan dibawa masuk ke dalam kamar tidur. Chen Ruo membantunya turun dari kereta dan di saat ia melihat kepala berambut putih Jin Xiu, wajahnya jadi memucat seolah ia tersambar petir.

(T/N: Sebuah jembatan legenda rakyat yang menyeberangi Bima Sakti, terbentuk di hari ketujuh bulan ketujuh, membiarkan pasangan kekasih bersatu kembali. Pernah disebut di Chapter 2.)

Sebaliknya, Jin Xiu tersenyum dengan manisnya selagi seorang dayang membantunya turun dari kereta. Di saat ia berjalan melewati Chen Ruo, sudut bibirnya melengkung ke atas dan ia menutupi bibirnya dengan lengan jubahnya. Kemudian, ia berbisik dengan lembut seperti riakan air.

"Itu tidak memutih dalam semalam karena Anda, Yang Mulia."

Chen Ruo memerintahkan para dayang untuk menutup pintunya dan saat itu, hanya ada mereka berdua yang berdiri berseberangan satu sama lainnya di seluruh aula istana.

Chen Ruo sering sekali membayangkan adegan ini, tetapi ketika akhirnya ia melihat Jin Xiu secara langsung, ia menyadari bahwa realita tidak sesuai dengan skenario yang dibayangkannya. Gadis di seberangnya mengenakan pakaian polos dengan kepala yang berambut putih, tanpa emosi selagi ia menatap lurus ke depan dengan wajah pucat seputih saljunya.

Tiba-tiba saja, Chen Ruo merasakan hawa dingin mengalir dari lubuk hatinya. Tanpa sadar, ia mengulurkan satu tangan ke arahnya, tetapi di saat ia menyentuh wajahnya, Jin Xiu menghempaskan tangannya. Chen Ruo pun kebingungan untuk beberapa detik.

Kemudian, ia meraih ke depan, menangkap tangan Jin Xiu dengan erat bahkan menggunakan kekuatan yang lebih besar, sementara tangan lainnya bergerak ke atas untuk membelai wajah Jin Xiu.

Kali ini, Jin Xiu tidak menghindar dan hanya membiarkannya mengelus wajahnya. Hanya saja, sudut bibirnya berkedut selagi matanya yang buta itu menatap lurus pada Chen Ruo. Ia perlahan-lahan melontarkan dua kata.

"Chen Ruo."

"Apa?"

Ia bertanya dengan suara yang serak. Jin Xiu memanggilnya Chen Ruo. Dulu, ia tidak akan memanggilnya begini, ia akan memanggilnya Ah Ruo ...

"Aku mengandung."

Jin Xiu melepaskan senyuman hangat yang samar. Kemudian, bentuk kebencian yang berbisa pun tampak di kedalaman matanya.

"!"

Chen Ruo mundur selangkah. Namun, Jin Xiu mengulurkan satu tangan dan menangkap tangan yang ada di wajahnya. Ia mengerahkan lebih banyak tenaga, tetapi Chen Ruo tidak merasa kesakitan. Ia hanya menatap gadis di depannya dengan sangat terkejut. Senyuman Jin Xiu jadi semakin manis, kian hangat, dan bahkan jauh lebih cantik.

Ujung jarinya menekan agak kuat, "Karena ini masalahnya, akankah kau membiarkanku pergi?"

"Tidak akan."

Roman wajah Chen Ruo menjadi lebih putus asa. Akhirnya ia berhenti mundur. Kemudian, darah segar pun mengalir keluar dari tangannya yang ditarik oleh Jin Xiu, menyebabkan garis merah cerah pun muncul.

Setelah mengatakan kedua kata ini, tanda merah di antara alisnya menjadi semakin terang.

Sebaliknya, ekspresinya sekali lagi jadi tenang sewaktu ia mengulanginya dengan suara yang rendah, "... Tidak akan."

Tidak mungkin ia akan melepaskan Jin Xiu, tak peduli apa pun situasinya.

Kuku Jin Xiu menancap dalam ke dagingnya, senyumannya seterang darah segar yang menetes.

Jin Xiu berujar lembut, "Aku tahu kau akan seperti ini ..."

Karena tak ada yang mengerti pria ini melebihi dirinya.


Continue reading Beauty to Ashes - Chapter 7

Beauty to Ashes - Chapter 6

Chapter 6

Di bawah keindahan sinar bulan, senyum tanpa ekspresi menggantung di wajah gadis itu, mengindikasikan bahwa ia telah kehilangan semua harapan. Saat Chen Lan mengecup keningnya, ekspresi itu menghilang. Jin Xiu tak sanggup lagi menahannya dan mulai menangis tersedu-sedu bak bayi yang baru lahir dalam pelukannya.

Chen Lan tidak mengatakan apa-apa, hanya memeluknya dengan erat. Kemudian, persis seperti seorang kakak, ia menepuk-nepuk punggung Jin Xiu.

Jin Xiu masih menangis hingga suaranya menjadi serak dan napasnya tersengal. Chen Lan menghiburnya dengan tangannya. Kemudian, Chen Lan tertawa dengan lembut, mengatakan, lihat, bukankah kau masih punya aku?

Jin Xiu menangis hingga kepalanya berdenyut. Selagi ia menangis tersedu-sedu, ia berpikir kosong—Benar, setidaknya aku masih punya Chen Lan. Saat ini, Chen Lan seperti harapan terakhirnya. Kalau sampai, Chen Lan saja memilih untuk meninggalkannya, maka ia benar-benar diserahkan dalam kututan abadi. Ia tidak akan sanggup lagi membangkitkan dirinya. Sewaktu hatinya merenungkan masalah ini, pelukan pria itu sepertinya menariknya bahkan lebih dekat lagi.

Chen Lan berbisik di telinganya, aku tidak akan meninggalkanmu Jin Xiu.

Ia bilang ia tidak akan melepaskan Jin Xiu.

Ia bilang, ia akan membawa Jin Xiu pergi.

Jin Xiu menggumam mengiyakan, meski suaranya nyaris tak terdengar. Lalu, ia perlahan memejamkan matanya dan beristirahat dalam pelukannya. Setidaknya, ia memiliki bahu yang dapat diandalkan untuk menangis—berkahnya yang paling besar.

Jin Xiu menangis sampai hampir pingsan.

Chen Lan bertanya lembut padanya, apakah Jin Xiu bersedia menjadi istrinya?

Tetapi, tanpa diduga, Jin Xiu tertawa dan menjelaskan bahwa ia tidak sampai setidaktahumalu hingga ke tahap ini. Ketika ia mengatakan itu, Chen Lan juga tertawa.

Pada akhirnya, Jin Xiu tertidur setelah melelahkan dirinya dengan menangis. Ini benar-benar adalah sumber rasa mabuk yang manis selama setahun terakhir ini.

Setelah ini, Chen Lan membawanya bepergian dengan santai di sekitar Wu Zhou.

Hanya mereka berdua. Mereka tidak membawa barang-barang selagi mereka berderap di sepanjang jalan berdebu terpencil di Wu Zhou. Tak pernah sekali pun, Chen Lan melepaskan tangan Jin Xiu.

Tak peduli seberapa ramainya, atau seberapa terpencilnya, tak peduli dimana mereka berada, Chen Lan akan selalu menggenggam tangan Jin Xiu, tak pernah melepaskannya. Kehangatan yang dapat diandalkan itu, dan genggaman yang sempurna itu adalah dukungan baik hati bagi dunianya yang mana sudah diambang kehancuran.

Apakah ini bagaimana rasanya dicintai dan disayangi?

***

Pada hari Festival Lentera, Chen Lan membawanya untuk melepaskan lentera di sungai. Chen Lan memegang jari-jari tangannya dan dengan gesit menuntunnya sewaktu mereka melepaskan lentera teratai ke sungai. Jari tangan Jin Xiu dicelupkan ke dalam air dingin, tetapi mereka tetap terasa hangat.

(T/N: Festival Lentera dirayakan pada hari kelima belas dari Tahun Baru Imlek.)

Selama Festival Pertengahan Musim Gugur, mereka berdua mengurung diri di dapur bersama-sama. Di bawah bimbingan koki terkenal, mereka membuat kue bulan. Chen Lan melakukan pendekatan kreatif dan membuat kue bulannya dari kelopak bunga. Rasanya pahit sekali bahkan sampai ia sendiri saja, tidak mau memakannya. Namun, meskipun Jin Xiu meringis saat kepahitan meledak dalam setiap gigitannya, ia tetap menghabiskannya.

(T/N: Menurut tradisi, Festival Pertengahan Musim Gugur merayakan panen musim gugur, ketika bulan purnama.)

***

Lalu, di tahun berikutnya pada hari kelima belas Tahun Baru Imlek, Chen Lan secara khusus membuatkan sebuah lentera kelinci yang besar untuk Jin Xiu. Meksipun telinga kelincinya terkulai ke satu sisi, dan walau itu tidak terlihat sangat estetis, itu tetaplah lentera terbesar di Kediaman Pangeran.

Jin Xiu menyeretnya kemana-mana sebelum tersandung ke hamparan salju. Jin Xiu dengan konyol mengulurkan tangannya kepada Chen Lan, dan setelah menepuk-nepuknya untuk memeriksa apakah ia terluka, Chen Lan menggendongnya sambil tersenyum.

Bukannya menurunkan Jin Xiu, Chen Lan membawanya langsung menuju ke sebatang pohon prem. Dengan kikuk, ia memetikkan sekuntum bunga prem dan mempersembahkannya pada Jin Xiu.

Jin Xiu mendadak teringat. Di halaman belakang Kerajaan Chen, seseorang pernah mendengarkan keluh-kesahnya dalam diam, sebelum memberikannya setangkai bunga.

Chen Lan memperhatikannya menerima bunga prem itu, sebelum perlahan-lahan melafalkan sebuah puisi.

"Kelopak bunga prem berjatuhan, tetapi masih ada sedikit di pohonnya. Peminang, jangan membiarkanku menunggu ..."

Ini merupakan sebuah bait dari Buku Lagu, menggambarkan seorang gadis yang berduka atas pernikahan.

(T/N: Buku Lagu adalah kumpulan awal dari puisi Tiongkok dan salah satu dari Lima Konfusianisme Klasik.)

Itu adalah puisi dimana si gadis berduka atas fakta, mengapa kekasihnya masih belum mengajukan lamaran. Ketika Jin Xiu mendengar ini, ia pun terkikik. Kemudian, ia mengulurkan tangan dan mengelus wajah Chen Lan.

Benar-benar sama seperti Chen Ruo, tetapi tidak ada yang serupa dari mereka. Pria ini mencintainya, dengan tulus dan sepenuh hati.

Oleh karena itu, Jin Xiu berkata dengan suara pelan.

Biarkan aku mempertimbangkannya, ya?

***

Satu pertimbangan ini pun terulur hingga musim semi.

Di awal musim semi, pelanggaran wilayah muncul lebih sering di perbatasan. Chen Lan memimpin pasukan untuk mengusir musuh, tetapi menerima luka berat selama prosesnya.

Pada hari ia dibawa kembali ke Kediaman Pangeran, Jin Xiu sedang memetik kelopak bunga prem yang terlambat mekar. Ia berencana menggunakan mereka untuk membuat anggur.

Kemudian, tiba-tiba saja ia merasa jantungnya berdebar-debar dan rasa sakit menusuk dadanya di tempat jantungnya berada. Ia tidak mengetahui apa yang terjadi dan bangkit berdiri dengan gelisah. Kemudian, ia mendengar teriakan keras.

"Pangeran Wu terluka parah."

Kata-kata itu menelan semua kehangatan di tangan dan kakinya. Ia berlari, tersandung sepanjang jalan. Setelahnya, ia sampai di pinggir ranjang Chen Lan. Tetapi, sebelum ia dapat bicara, Chen Lan memegang tangannya. Itu adalah sentuhan yang dingin dan genggamannya juga lemah, tetapi itu masih genggaman yang sama, yang akrab dengannya. Lalu, ia mendengar suara lemah pria itu melayang masuk ke telinganya.

Chen Lan memberitahunya, "Jangan cemas, kau masih punya aku di sini bersamamu ..."

Jin Xiu hampir tertawa mendengar gurauannya. Chen Lan yang terluka, tetapi ia yang mengatakan padanya, jangan cemas, kau masih punya aku. Saat Jin Xiu terpikirkan ini, ia benar-benar tertawa terbahak-bahak. Kemudian, zat yang hangat pun mengalir menuruni wajahnya.

Ia membenamkan kepalanya sekuat tenaga dan berkata dengan nada yang kesal dengan suara pelan. Ia bilang, itu semua adalah salah Chen Lan. Seumur hidupnya ini, ia hanya menangis sesedih ini di hadapannya.

Chen Lan tertawa dan tidak mengatakan apa-apa, hanya menggenggam tangannya. Jin Xiu membungkuk ke samping tempat tidurnya, dan berbicara pada Chen Lan dengan kekanak-kanakan tentang segala hal. Selagi ia terus mengoceh, sedikit demi sedikit, Jin Xiu pun melelahkan dirinya sendiri. Kemudian, suara samar nyanyian seorang pelayan wanita pun terdengar dari luar sana.

Gadis muda itu menyanyikan lagu 'Gadis Berumur Panjang' dengan suara yang lembut dan halus.

"Perayaan Musim Semi, segelas anggur bersama setiap lagu. Kemudian, membungkuklah dan ungkapkan ketiga permohonanmu: Yang pertama adalah agar suami panjang umur. Yang kedua adalah untuk si istri sehat. Yang ketiga adalah agar seperti burung layang-layang di sarang mereka, tetap di sisi satu sama lain selama-lamanya."

(T/N: Referensi ke Chapter 2, dimana frasa ini pertama disebutkan ketika Jin Xiu tiba di Kerajaan Chen pada hari Valentine Tiongkok.)

Jin Xiu tiba-tiba saja meremas tangan Chen Lan agak kuat. Pria itu bertanya padanya, ada masalah apa dengan suara yang rendah dan lembut.

Jin Xiu tetap terdiam sejenak, sebelum berkata, "Ah Lan ..."

"Mm?"

"Aku ingin menua bersamamu. Bersama-sama, tak pernah pergi, tidak pernah meninggalkan."

Pria itu tertegun sejenak. Kemudian, ia tersenyum. Ia mengulurkan tangannya untuk membelai Jin Xiu.

Baiklah. Ia mengatakan ini dengan sangat lembut.

Menurut Jin Xiu, tidak masalah selama ia tetap berada di sisi Chen Lan.

Tetapi, Chen Lan tidak setuju. Ia bilang pada Jin Xiu, ia tidak berencana mengambil selir sama sekali. Ia tidak tertarik pada pepatah lama tentang mengambil sepuluh istri. Wanita yang dicintainya, ia akan meminangnya dengan megah dan secara resmi, sebagai istrinya.

Jin Xiu bingung. Kemudian, ia tersenyum dengan hangat. Senyumannya bahkan jauh lebih cantik dan indah ketimbang semua senyuman yang pernah dilihatnya saat ia masih muda.

***

Jin Xiu memalsukan identitasnya sebagai seorang putri dari keluarga pejabat biasa. Chen Lan mengirimkan sebuah petisi pernikahan ke mahkamah, dan secara tak terduga, butuh waktu lama bagi Chen Ruo untuk mengabulkan pernikahan ini.

Tulisan di titah kekaisarannya kasar, bahkan ada beberapa tetes noda tinta di permukaannya. Tetapi Chen Lan tidak peduli, dan tahun itu, pada hari ketujuh di bulan ketujuh, upacara pernikahan dari adik lelaki Kaisar diadakan di Kota Wu Zhou tanpa kemegahan dan kemulukan.

Saat ia mengangkat kerudungnya, Chen Lan berujar penuh penyesalan pada Jin Xiu.

Maaf, aku tidak bisa memberikanmu pernikahan yang mewah.

Jin Xiu menggelengkan kepalanya tanpa kata, sebelum bersandar ke dalam pelukannya.

Chen Lan memegang tangannya dan memakaikan sesuatu ke pergelangan tangannya. Itu adalah sebuah gelang yang terbuat dari manik-manik kayu, memiliki keharuman samar dan seluk-beluk keberuntungan terukir di atasnya.

Jin Xiu pernah merasakan ini berkali-kali di telapak tangannya. Itu adalah gelang yang diterimanya saat ia berada di istana belakang Kerajaan Chen, dan itu adalah gelang yang sama yang sayangnya, telah dihilangkannya.

Tidak, itu tidak sama. Terdapat sejumlah perbedaan dalam ukiran mereka.

Jin Xiu mengangkat kepalanya secara tiba-tiba. Pria yang sudah menjadi suaminya pun tersenyum malu-malu padanya. Ia berujar dengan suara lembut, ibuku memberikan gelang ini padaku ... Ia membawa ini ke dalam istana, mengatakan ia ingin memberikan ini kepada calon menantunya ...

Chen Lan menggaruk kepalanya dan mengakui, baiklah, itu bukan benda yang berharga.

Ternyata dia.

Orang yang sudah mendengarkan keluh-kesahnya diam-diam, dan memberikannya bunga.

Itu adalah Chen Lan.

Itulah mengapa, Chen Lan memberitahunya, aku tahu seberapa besar kesedihanmu.

Karena ia sudah melihat segalanya. Saat Jin Xiu mengambil jalan yang salah dan mencintai orang yang salah, ketika ia mengambil belokan U, orang itu selalu bersamanya di jalan buntu dimana cahaya pun memudar.

Berliku-liku, seratus putaran, dan seribu siklus, pada akhirnya, itu belum terlambat.

Jin Xiu sampai di sisi orang yang seharusnya bersama dengannya.

Ia mengulurkan tangannya dan memeluk Chen Lan. Di saat ia memeluk Chen Lan, ia hanya merasakan perasaan bahagia yang meluap-luap. Jadi, ternyata, begini rasanya dicintai oleh orang yang kau cintai. Mulai dari sekarang, ia hanya ingin menggenggam tangan Chen Lan dan menua bersama.

***

Kemudian, waktu menetes seperti air yang mengalir.

Pada tahun ketiga Chen Lan pindah ke Wu Zhou, ia dipanggil kembali ke ibu kota saat awal musim panas. Setengah bulan kemudian, di bawah upaya bersama dari kedua bersaudara, mahkamah pun dibersihkan untuk yang kedua kalinya.

Ini terjadi di tahun keenam Chen Ruo naik takhta.

Ini berbeda dari kejadian enam tahun yang lalu.

Kali ini, pembersihannya dilakukan semata-mata dengan kekuasaan Kaisar dan selain dari Kaisar, tidak ada lagi yang mendapatkan keuntungannya.

Permaisuri dituduh melakukan sihir dan dibuang ke istana dingin. Ia bunuh diri malam itu juga dan seluruh keluarganya dieksekusi.

Partai politik lain juga dijatuhi dengan berbagai macam hukuman.

Rakyat jelata semuanya mengatakan bahwa si phoenix yang duduk diam-diam di takhta selama enam tahun, akhirnya membentangkan sayapnya yang luar biasa.

Setelah setengah bulan, pemberantasan itu sekali lagi menyebabkan keseimbangan kekuasaan.

***

Chen Lan masuk ke kamar tidur Chen Ruo dan melihat noda darah segar yang masih belum dibersihkan di lantai. Ini adalah kubangan darah milik seorang selir yang mengira dirinya disayangi. Ia memohon pada Chen Ruo agar mengampuni ayah dan saudara-saudaranya, hanya untuk ditolak dengan dingin dan dilemparkan ke pilar, menyebabkan kematiannya.

Sepertinya, Chen Ruo tidak meminta pelayannya untuk membersihkan kamar yang berantakan itu.

Chen Lan mengernyit melihat kubangan darah segar itu sebelum berjalan masuk.

Tirai manik-maniknya terbuka dan kakaknya berjalan keluar tanpa kata, dengan rambut panjangnya yang masih lembap. Ia baru saja mandi dan mengenakan jubah polos, sangat kontras dengan tanda merah di antara alisnya yang indah yang menonjolkan rasa keeleganan yang lemah.

Chen Lan datang untuk berpamitan, tetapi pikiran Chen Ruo sedang sibuk. Ia memegang sehelai saputangan di tangannya untuk mengeringkan rambutnya dan selagi ia mendengarkan, dengan santainya ia melemparkan saputangan sutra tersebut ke samping sebelum menyela Chen Lan.

"Ah Lan."

"Mm?"

"Aku ingin kau membantuku mencari seseorang."

Tanpa sebab, hati Chen Lan melonjak. Ia sedikit membungkuk dan bertanya pada Chen Ruo siapa yang ingin dicarinya.

Kaisar itu, yang tampak lemah dan tampan, mendadak melepaskan ekspresi patah semangat.

"Jin Xiu."

Ia berkata lirih, "Aku ingin mencari Jin Xiu."

Chen Lan merasa hatinya menerima pukulan yang berat. Ia berdiri di sana, dan setelahnya, tak tahu apa yang harus dikatakan. Kemudian, Chen Ruo duduk dan bahunya tampak terkulai. Ia tak lagi memiliki aura yang sama dari seorang penguasa yang tinggi dan perkasa.

Chen Lan merasa seolah ia tak sanggup lagi menonton dan mengutarakan alasan dengan sembarangan untuk pergi.

Tetapi, Chen Ruo mencengkeram lengan jubahnya. Kemudian, yang mengejutkannya, ia menyadari kalau ujung jari Chen Ruo sedikit gemetar. Ia mengerahkan begitu banyak tenaga sampai-sampai bantalan kukunya memutih.


Continue reading Beauty to Ashes - Chapter 6

Beauty to Ashes - Chapter 5

Chapter 5


Kembalinya kesadaran seperti curahan air seketika dari sebuah bendungan. Kesadarannya akan kegelapan yang luas pun perlahan-lahan kembali. Kemudian, seluruh indranya pun kembali. Rasa sakit, kesedihan ... dan setelahnya, kesedihan menghancurkan yang mengancam untuk merobek seluruh dadanya.

Ternyata ... ia tidak mati. Karena dengan kematian, rasa sakit akan lenyap.

Jin Xiu tetap diam. Tiba-tiba saja, bibirnya berkedut dan jari-jarinya gemetaran. Barulah kemudian, ia menyadari bahwa seseorang sedang menggenggam tangannya.

Aroma pahit dari obat meresap ke udara di sekitarnya. Rasanya hangat dan familier, membuatnya merasakan kedamaian.

Ia sedikit memiringkan kepalanya, dan setelahnya jarinya bergerak sekali lagi. Tangan yang menggenggamnya juga sedikit bergerak.

Tangan itu mengerahkan tenaga yang pas. Tidak terlalu keras dan tidak terlalu ringan, tidak terlalu menekan dan tidak terlalu sekilas. Itu juga tidak memberikan kesedihan. Genggaman ini sangat akrab dengannya, karena selama masa kawin-lari, selama berhari-hari dan malam yang tak terhitung jumlahnya, ia dituntun oleh tangan ini. Dengan hangat dan lembut, menuntunnya maju.

Chen Ruo tidak akan melakukan ini. Ia akan menariknya, dan meski ia meronta, pria itu akan mempertahankan cengkeraman mautnya pada Jin Xiu, menyebabkan tangannya sakit.

Genggaman sesempurna ini, Chen Ruo tak pernah memberikannya pada Jin Xiu.

Sebenarnya, ini mungkin adalah suatu pertanda?

Di Da Yue, Jin Xiu adalah atasannya, dan di Kerajaan Chen, Chen Ruo adalah kaisarnya.

Jadi, senyumannya jadi kian cemerlang. Sudut bibirnya terasa sakit tanpa peringatan. Itu pasti karena ia mengalami beberapa luka sewaktu ia diseret keluar, hingga senyum biasa saja terasa sakit sekali.

Tenggorokannya tidak kering dan ada rasa air manis yang tersisa di mulutnya. Kelihatannya, ia sudah dirawat dengan sangat baik.

Jin Xiu mengeratkan genggamannya pada sepasang tangan itu lagi.

Ia memanggil dengan lembut, "Ah Lan ..."

Setelah itu, tiba-tiba saja ia dipeluk. Pemuda itu memegang punggungnya, jari-jari panjang dan kurusnya sedikit bergetar, menyebabkan kulit Jin Xiu terasa kesemutan.

Meskipun pelukan itu begitu bersemangat, pelukan ini tidak terlihat tak pantas sama sekali. Pelukannya sempurna, dengan kehangatan dan kenyamanan yang tepat.

Jin Xiu membaringkan kepalanya di pundaknya, sebelum pelan-pelan memejamkan matanya. Ia bergumam dan memanggil Ah Lan, sebelum perlahan-lahan tertidur lelap.

Ah Lan terus menjaganya di sisinya. Ia hanya mengendurkan tangannya setelah menunggu pernapasan Jin Xiu stabil dan setelahnya memanggil seorang tabib untuk memastikan kalau ia tidak pingsan lagi.

Dengan hati-hati ia menutupi Jin Xiu dengan sebuah selimut sebelum menyelipkan ujung selimutnya. Ia menjaganya untuk waktu yang lama, menyembunyikan kelembutan dan kekecewaan.

Cahaya merah dari cahaya lilinnya membuat bayangan di keempat dindingnya. Dalam keheningan dan cahaya yang memudar, wajah Jin Xiu tampak sepucat salju, dan napasnya pendek-pendek dan lemah.

Seolah-olah Jin Xiu bisa mati kapan saja.

Ah Lan memandanginya tak berdaya, sebelum menguburkan kepalanya. Kerajaan Chen saat ini diperintah oleh satu orang, dan pemuda ini yang melampaui ribuan yang lainnya, kini setidakberdaya anak kecil.

Jin Xiu akan tersadar dan pingsan lagi, dan ia hanya sedikit pulih ketika bulan delapan tiba. Ia bisa duduk tegak sendiri untuk meminum obatnya dan bercakap-cakap singkat dengan gadis pelayan yang melayaninya. Di akhir bulan, ia bisa berjalan. Ia sudah setengah jalan menuju pemulihan total.

Chen Lan akan mengunjunginya setiap hari di kamarnya. Namun, ia tidak tahu apa yang harus diobrolkan dengan Jin Xiu. Sebaliknya, ia bersikeras membawakan Jin Xiu makanan setiap hari, sebelum mengambil sisanya.

Jin Xiu juga tidak bicara. Ia hanya tersenyum padanya setiap kali ia mampir, sebelum perlahan-lahan menghabiskan makanannya. Namun, ini sudah diluar perkiraan Chen Lan. Tadinya ia berasumsi kalau Jin Xiu tidak akan bisa menelan makanannya, sama seperti dulu.

Setelah mendengarnya menyuarakan keterkejutannya, gadis yang sedang menyesap tehnya pun memperlihatkan senyuman tipis. Matanya yang buta secara akurat menghadapnya dan Jin Xiu perlahan-lahan memejamkan matanya.

"Pada akhirnya, kita semua harus tetap hidup ..."

Semenjak ia siuman, Jin Xiu tidak menitikkan setetes pun air mata. Ia bersikap seolah tidak ada yang lain dari biasanya. Senyumnya normal, bahkan cara bicaranya pun normal. Ia membicarakan Chen Ruo seperti teman masa kecil yang jauh, dan kapan saja ia merasa bosan, ia akan memainkan kecapi atau menggoda burung.

Ia bahkan memohon pada tukang kebun yang bertugas di kediaman supaya mengajarinya bagaimana cara untuk merawat flora dan fauna. Namun, terlepas dari semua kenormalan ini, di saat ia membalikkan punggungnya, siluet lemah dan halus itu akan memancarkan kerapuhan yang tidak dapat dijelaskan.

Itu seakan-akan, ia telah menyalurkan seluruh kekuatan mental dan fisiknya untuk bertahan. Jin Xiu yang seperti ini membuat Chen Lan tak berdaya sementara ia berdiri di belakangnya, tidak tahu bagaimana cara menghiburnya.

Penghiburan dalam wujud atau bentuk apa pun, hanya akan menjadi khayalan yang dibuat-buat.

***

Pada akhir bulan kesembilan, kurang lebih, Jin Xiu sudah pulih sepenuhnya dari penyakitnya. Chen Lan bertanya padanya, apa yang akan dilakukannya selanjutnya.

Semenjak Jin Xiu kawin-lari, ayahnya tidak menuliskan titah kekaisaran apa pun yang menuntut penangkapannya. Malahan, ia memaafkan Jin Xiu, menyatakan bahwa ia meninggalkan istana untuk memulihkan diri dari penyakit.

Jika Jin Xiu ingin kembali, ia masih bisa melakukannya. Oleh sebab itu, Chen Lan menanyakan padanya apakah ia ingin kembali ke Da Yue. Gadis itu hanya menampilkan senyuman samar, sebelum menggelengkan kepalanya.

"Kabur kembali ke tanah airku karena kegagalan? Seorang putri dari Da Yue tidak akan bersikap setidaktahumalu itu."

Chen Lan tetap diam selama beberapa menit. Kemudian, ia memberitahu Jin Xiu—di hari ia menyelamatkannya dari tanah pemakaman, Chen Ruo tidak mengetahuinya. Ia bertanya pada Jin Xiu apakah ia ingin membiarkan Chen Ruo mengetahuinya.

Di titik ini, Jin Xiu terkekeh. Ia mengatakan, hari itu, aku diseret keluar hidup-hidup tepat di bawah hidungnya. Tidak pernah sekali pun ia menghentikan mereka demi diriku. Entah apakah aku mati atau hidup, ia tidak peduli.

Oleh sebab itu, Chen Lan tidak mengutarakan sepatah kata pun, lama sekali.

Setelah entah berapa lama waktu berlalu, ia bertanya dengan suara yang rendah.

"Kalau begitu, maukah kau pergi bersamaku?"

Ia memberitahu Jin Xiu bahwa Chen Ruo memberikannya gelar Pangeran Wu, dan membiarkannya bertanggung jawab atas sebidang tanah di dekat perbatasan. Ia harus pergi ke sana dalam beberapa hari.

Jin Xiu pun melamun.

Bertahun-tahun yang lalu, seseorang mengulurkan tangannya padanya, dan bertanya apakah ia ingin pergi bersamanya dengan cara yang sama. Kini, itu masih dirinya, dan Chen Lan mengajukan pertanyaan yang sama lagi.

Semenjak hari ia bertemu dengan Chen Lan, pria itu sudah pernah melihat Jin Xiu dalam keadaannya yang paling menyedihkan, ia sudah pernah melihatnya di saat terjeleknya. Pria itu akan selalu diam sewaktu ia mengulurkan satu tangan padanya.

Chen Lan memang sehangat itu.

Sedikit demi sedikit, Jin Xiu pun tertawa lagi. Ketika ia memalingkan kepalanya untuk melihat ke arah Chen Lan, kepolosan dan sifat terus terangnya pun meningkat. Chen Lan memandanginya dan tiba-tiba saja merasa lemah.

Kemungkinan besar, Jin Xiu membencinya, kan?

Dulu, ia yang membawanya ke Kerajaan Chen dalam sekejap, mengakibatkan Jin Xiu menderita penyiksaan serta penghinaan semacam ini. Jika ia tidak membawanya kemari, apakah sekarang, Jin Xiu akan berada di istana yang megah itu, tengah menikmati kehidupan mulia yang semestinya ia jalani?

Ia menundukkan kepalanya dan menanyai Jin Xiu dengan suara pelan, "... Apa kau membenciku?"

Jin Xiu membelalakkan matanya karena heran. Aneh, kenapa ia berpikir seperti ini?

Dulu, setiap keputusan dibuat olehnya, apa hubungannya dengan Chen Lan?

Mengapa ia akan membencinya?

"... Benarkah?"

Chen Lan merespon dengan satu pertanyaan, sebelum tiba-tiba bungkam. Di lain pihak, Jin Xiu mendongakkan kepalanya dan nyengir ke arahnya.

"Ah Lan."

"Mm?"

"Apa kau menyukaiku?"

Saat Jin Xiu menanyakan ini, ia mengangkat kepalanya, lehernya yang kurus dan putih mirip seekor angsa.

"!"

Mata Chen Lan melebar seketika saat Jin Xiu mengajukan pertanyaan itu. Lalu, ia menghela napas, sebelum menampilkan senyuman pahit.

"... Iya, aku menyukaimu. Semenjak pertama kali aku bertemu denganmu."

Jin Xiu menganggukkan kepalanya. Ia menjawabnya, berkata, Ah Lan, aku akan mengikutimu.

Pada akhirnya, kita semua harus hidup, kan?

***

Wu Zhou terletak di perbatasan, dekat dengan Tembok Besar. Di sana, kuda-kuda lapis baja dan sungai berbusa melimpah, dan aroma dari logam pun menyebar di udara. Wu Zhou didirikan di kaki gunung—mudah untuk dipertahankan dan sulit untuk diserang. Kediaman Pangeran dibangun setengah jalan ke atas gunung, dengan air terjun putih dan halus di taman belakang yang mengalir terus-menerus, menghasilkan kabut yang mirip dengan batu giok.

Jin Xiu menyukai tempat ini. Bahkan, di musim dingin, ia akan membungkus dirinya dengan sebuah mantel bulu dan duduk di bawah paviliun untuk mendengarkan suara dari air yang mengalir.

Pernah, Chen Lan bertanya padanya mengapa ia begitu menyukai air terjun. Jin Xiu hanya menggelengkan kepalanya sambil tersenyum, menatapnya lekat-lekat, alih-alih memberikan jawaban.

Pada saat itu, sekali lagi Chen Lan dapat merasakan bahwa Jin Xiu sedang berusaha keras untuk menampilkan topeng ketenangan.

Gadis di hadapannya tidak pernah berjalan keluar dari mimpi buruknya. Ia hanya sedang berpura-pura, berpura-pura kalau ia sudah meloloskan diri dari mimpi buruk itu.

***

Waktu pun berlalu, dan bulan tujuh pun tiba sekali lagi. Chen Lan takut kalau keadaan itu akan membangkitkan kesedihannya lagi dan dengan hati-hati mengikutinya sepanjang hari.

Di lain pihak, Jin Xiu, kurang lebih bersikap acuh tak acuh terhadap itu. Ia menjelaskan bahwa ia baik-baik saja sambil tersenyum.

Tidak ada orang di Kediaman Pangeran yang mengetahui asal-usul Jin Xiu, tetapi karena Chen Lan memperlakukannya dengan sangat baik, semua orang juga menghormatinya.

Namun, ketika tiba waktunya pesta tahunan, Jin Xiu tidak muncul.

Chen Lan pergi untuk mencarinya, dan seperti dugaannya, Jin Xiu sedang duduk di bawah paviliun di dekat air terjun.

Pakaian polos dan rambut hitam legam. Gadis yang berdiri dengan punggung menghadap dirinya, tampak bermandikan dalam cahaya rembulan. Dengan suara air yang menetes di latar belakangnya, suara Jin Xiu tampak memiliki kejelasan yang tak terduga.

"... Setiap titik balik dalam hidupku selalu terjadi pada bulan ketujuh."

Jin Xiu mengatakan ini dengan begitu tenang. Selanjutnya, ia menolehkan kepalanya, bahkan memberikan senyuman pada Chen Lan.

"... Ah Lan, kau menyukaiku, kan?"

Ini adalah pertanyaan yang diajukannya pada Chen Lan, setahun yang lalu. Setelah menanyainya, Jin Xiu mengikutinya ke Wu Zhou.

Chen Lan menatapnya, dan setelah waktu yang sangat, sangat, sangat lama, pemuda yang tampak sangat mirip dengan Chen Ruo akhirnya menjawabnya secara perlahan.

"Aku tidak ingin kau membalasnya. Bahkan jika aku tidak bisa melakukan apa-apa soal itu, aku tidak akan begitu tidak tahu malu, hingga memaksakan perasaanmu."

"... Kau benar-benar berbeda darinya."

Jin Xiu memasang ekspresi kosong di wajahnya, dan ketika ia mengatakan ini, ia pun tidak tahan untuk tertawa.

Chen Lan menggelengkan kepalanya.

"Bakat, ambisi, dan kebijaksanaan. Aku tidak akan pernah bisa dibandingkan dengan Saudara Kekaisaranku."

Jin Xiu menggesturkan agar ia kemari. Ia berdiri berdampingan dengan Chen Lan, menghadap ke air terjun yang menyembur, yang membawakan awan kabut seputih salju. Kemudian, ia mendengar suara lembut gadis itu melayang.

"Ah Lan, kau pernah bertanya padaku, mengapa aku suka melihat air terjun. Biar kuberitahu padamu mengapa. Aku merasa, air terjun itu persis seperti diriku."

Saat air terjun berlimpah penuh air, mereka akan diberdayakan dengan kekuatan dari ribuan kekuatan, mampu mengatasi apa pun yang menghalangi jalannya. Tetapi, ketika mengering, beberapa tetes airnya masih sanggup menembus batu dengan ketekunannya. Namun, sebenarnya, biarpun bisa melakukan begitu, tak akan pernah bisa menghasilkan sebuah kolam seperti ini.

Gadis pucat dan cantik itu menatap lurus ke depan dengan mata yang tidak bisa melihat. Ia mengatakan ini sementara Chen Lan tetap diam di samping, diam-diam mendengarkan analoginya.

Semenjak ia berusia tujuh tahun dan bertemu Chen Ruo, kehidupannya telah menjadi padang gurun yang luas. Semenjak hari itu, dunianya hanya berisi Chen Ruo.

Bagaimana dengan sekarang?

Sekarang ia masih terperangkap di dalam dunia Chen Ruo. Ia berpura-pura melupakan, dan tidak mempedulikannya. Ia berpura-pura bahwa itu tidak sakit lagi, dan memaksa dirinya agar tidak menitikkan air mata demi dirinya.

Kini, ia begitu rapuh, sampai-sampai ia bisa ambruk kapan saja—ini adalah harga yang harus dibayarnya.

"Aku ingin kembali berdiri. Aku ingin keluar."

Jin Xiu bilang begini.

Ia adalah putri dari Keluarga Xiao. Putri Da Yue.

Jin Xiu menolehkan kepalanya untuk melihat Chen Lan. Tiba-tiba saja, ia tersenyum.

"Tetapi aku masih belum cukup kuat. Seorang diri, aku tidak akan sanggup keluar dari padang gurun ini. Dan Ah Lan, kau menyukaiku. Kau mengatakan bahwa kau bukanlah orang yang tidak tahu malu, tetapi aku, Xiao Jin Xiu, adalah orang yang tidak tahu malu. Gadis ini, di sini, hendak memanfaatkan cintamu padaku, agar dapat keluar dari jebakan fatal ini. Hina sekali."

Chen Lan tidak menjawab. Ia hanya mengulurkan tangannya, perlahan-lahan menggenggam jari-jari dingin dan manisnya.

Sudut bibir Jin Xiu agak berkedut.

"... Sekarang ini, gadis ini tidak mencintaimu."

Chen Lan menganggukkan kepalanya dan sedikit mengeratkan genggamannya.

"... Ada kemungkinan kalau ia tidak akan mencintaimu di kehidupan ini."

"Mm."

Tetap saja, Chen Lan menganggukkan kepalanya, bahkan lebih mengeratkan genggamannya.

"Ia hanya sedang memanfaatkanmu."

Chen Lan sudah mencengkeram jari-jari Jin Xiu dengan kuat.

"Aku hanya ingin supaya ia bangkit dari keputusasaannya, dan setelahnya, melihatnya tersenyum kepadaku. Aku tahu betapa sedihnya dia. Tolong, manfaatkanlah aku."

Selagi ia mengatakan ini, Chen Lan mencium kening Jin Xiu.


Continue reading Beauty to Ashes - Chapter 5