Selasa, 03 Juni 2025

TPB : Back to Chaos in a Dream - Chapter 7.2

 Three Lives Three Worlds, The Pillow Book

Pillow Book of Samsara

Back to Chaos in a Dream : Chapter 7.2


Feng Jiu memiliki mata aprikot yang sempurna. Ceruk matanya lebar, sudut matanya membulat, jadi matanya tampak sangat besar. Kapan saja ia tertawa atau menangis, matanya menjadi sangat polos dan cerah.

Di Jun mengangkat tangannya untuk meredakan air matanya, tetapi Feng Jiu menangkap pergelangan tangannya. Kemudian, ia menggenggam tangannya, menyandarkan kepalanya sedikit selagi pipinya menyentuh punggung tangan Di Jun. Setelah itu, bibir bunga sakuranya pun dengan lembut menekan telapak tangannya.

Di Jun membiarkannya, matanya mendalam selagi ia diam-diam memandangi Feng Jiu tanpa berkedip. Saat Feng Jiu mengangkat kepalanya setelah ia puas menekankan bibirnya ke telapak tangannya, Di Jun pun mengulurkan tangannya dan memegang dagunya yang mungil dan halus.

Feng Jiu menatapnya kebingungan, matanya berkilauan seperti air. Seolah ia terkejut, bibirnya pun tanpa sadar sedikit terbuka.

Di Jun menatapa intens ke dalam matanya, lalu ia menurunkan pandangannya dan mengelus bibir bawah Feng Jiu menggunakan ibu jarinya dengan agak paksa. Bibir merah muda itu jadi montok dan indah, seperti bunga mekar yang indah.

Ia pun mencondong ke depan, mencium bibir itu.

Mata Feng Jiu membelalak, kedua tangannya mencengkeram lengan jubah Di Jun tak terkendali. Di dekatnya, lentera berwarna-warni pun muncul, meledak menjadi lentera bunga. Tetapi tidak ada yang peduli.

Ciumannya mengembara di bibir merah itu, sementara Feng Jiu pelan-pelan memejamkan matanya di tengah ciuman lembut itu.

Jam keberuntungan pun mendekat.

Beberapa juta perwira dan prajurit ras Dewa memegang kapak perang mereka, mengenakan baju perang lengkap. Mereka berbaris di sisi timur sungai Jie Shui, dengan hormat menyambut Di Jun dan Di Hou keluar dari tenda mereka.

Klakson terompet dari langit timur pun berbunyi tiga kali sementara genderang pertempuran menggelegar di sisi sungai yang luas terdengar mengiringinya. Di tengah suara dentuman genderang, Dewa Agung berambut perak, ditemani oleh istri cantiknya, berjalan keluar dari tenda mereka.

Mereka berdua mengenakan jubah ungu—jubah brokat terbuat dari benang sutra yang dihasilkan oleh ulat sutra perak yang berada di Pohon Mulberry Kembar yang mistis, tempat Gagak Berkaki Tiga bertengger. Tujuh harta emas, perak, batu akik, batu biru, kerang raksasa, koral, dan mutiara merah menghiasi jubah itu, membuat mereka begitu mewah dan megah, hingga mustahil untuk dilihat dari dekat.

(T/N : contoh bebatuannya.)


Gambar 7.9 Agate / Batu Akik /  / Ma Nao

Gambar 7.10 Batu Biru / 琉璃 / Liú Lí

Gambar 7.11 Kerang Raksasa /  / Chē Qú


gambar 7.12 Corals / 珊瑚 / Shān Hú

gambar 7.13 Mutiara Merah / 赤珠 / Chì Zhū

Di bawah kaki mereka, ada jalur awan panjang yang terus-menerus membuka jalan lurus ke panggung tinggi yang dibangun dekat tepi sungai Jie Shui. Panggung itu sangat luas, dan terbuat dari sepotong jasper. Di tengah-tengahnya, tumbuhlah sebatang Pohon Surgawi yang besar; batang pohonnya tinggi sekali hingga menembus awan, sedangkan mahkotanya dikatakan begitu luas hingga menutupi separuh medan perang di Jie Shui.

Feng Jiu mendongakkan kepalanya, berusaha melihat pohon itu. Ia dapat membedakan daun bak bulu dari Pohon Surgawi itu, dan bunga seperti koral merahnya.

Mengungkapkan keterkejutannya dalam suara rendah, “Bukankah ini adalah Pohon Pārijāta yang tumbuh di Jiu Chong Tian ke-33?”

(T/N : contoh pohonnya.)

Gambar 7.8 Pohon Pārijāta Tree / Pohon Koral India / 昼度 / Zhòu Dù Shù

Di Jun memandangi pohon itu dari kejauhan, “Aku dengar kau mengatakan bahwa pernikahan ras Dewa dua ratus enam puluh ribu tahun yang akan datang mengharuskan untuk ke tempat Nu Wa guna mencatat nama pasangan di registri pernikahan. Tetapi kantor surgawi Nu Wa saat ini bukan untuk peran ini, jadi pernikahan dalam ras Dewa saat ini tidak memiliki praktik ini. Karena itulah, ini tidak dapat dilakukan.”

Ia menarik pandangannya dan menatap Feng Jiu, “Di antara makhluk roh hidup dari Delapan Dataran, hanya Raja Pohon Surgawi—Pohon Pārijāta dari Jiu Chong Tian ke-33 yang sanggup memikul sumpah yang dibuat oleh Raja para Dewa. Oleh sebab itu, pejabat ritus yang ditunjuk Mo Yuan pada Penobatan tiga tahun lalu, menyusun sistem ritus yang mengatur upacara pernikahan Raja para Dewa. Ditentukan bahwa, upacara pernikahan Raja para Dewa, ikrar perkawinannya harus dibuat kepada Pohon Pārijāta. Setelah itu, pohon tersebut akan menurunkan Mahkota Dewa, mengakui otoritas dari Ratu para Dewa atas nama Langit dan Bumi.”

Feng Jiu sepertinya menghadiri kelas sejarah, “Aku tidak percaya bahwa Guru tidak menyebutkan ini sebelumnya ... tetapi aku ingat bahwa, setiap generasi upacara pernikahan Tian Jun setelah ini tidak membuat ikrar perkawinan kepada Pohon Pārijāta.”

Di Jun menatap ke matanya yang bingung, dan tersenyum, mengelus kepalanya, “Itu kemungkinan karena beberapa generasi yang kau sebutkan sebagai Tian Jun bukanlah Raja dari para Dewa.”

Menggenggam tangannya dan menuntunnya ke arah panggung yang tinggi, “Ayo pergi dan lihat, mahkota seperti apa yang telah disiapkannya untukmu.”

Sejalan dengan mendekatnya mereka ke Pohon Surgawi tersebut, jutaan perwira dan prajurit berlutut satu per satu seperti ombak lautan, suara “Memberi hormat pada Di Jun, Memberi hormat pada Di Hou” menggema di seluruh Wilayah Utara dengan aliran terus menerus dan tak berkesudahan.

Matahari merah terbit dari cakrawala, dan suara lonceng berdentang dari Jiu Chong Tian di atasnya. Itu adalah suara yang menjanjikan jam keberuntungan yang tepat. Saat bunyi lonceng yang samar perlahan-lahan menghilang di kejauhan, hujan Mandara, Mañjusaka, Udumbara Emas, Mallikā, Kusuma, Pundarīka, dan bunga-bunga spektakuler lainnya berkibar turun satu per satu dari Langit. Dalam sekejap, seluruh Tanah Besar dari Delapan Dataran bermandikan banyak sekali hujan bunga.

(T/N : Gambar bunga-bunga tersebut. Gambar 7.2-7.7)

Gambar 7.2 Bunga Mandara Chinese Hibiscus / 曼陀 Màn Tuó Luó

Gambar 7.3 Bunga Mañjusaka / Bunga Lili Laba-Laba Merah / 曼殊沙 Màn Shū Shā

Gambar 7.4 Bunga Udumbara Emas / Bunga Ara / 金婆 Jīn Pó Luó

Gambar 7.5 Bunga Mallikā / Melati Arab 师迦  / Pó Shī Jiā

Gambar 7.6 Bunga Kusuma / Ratunya Malam / 苏摩 Jù Sū Mó

Gambar 7.7 Pundarīka / Lotus Putih / 芬陀利 Fēn Tuó Lì


Di Jun, ditemani oleh Feng Jiu, melangkah ke atas panggung jasper tersebut. Ia menuntunnya berdiri di depan Raja Pohon Surgawi yang mewakili Langit dan Bumi di atasnya. Kemudian, ia menyihir Tongkat Emas Pohon
Pārijāta ke tangannya, menggenggamnya tinggi-tinggi secara horizontal.

Jutaan perwira dan prajurit yang berlutut di bawah panggung juga secara serentak memegang senjata mereka tinggi-tinggi dengan cara yang sama, melaksanakan upacara sumpah. Suara baju besi yang menyerang terdengar seperti menyatu, bergema di seluruh sisi timur sungai Jie Shui. Itu khusyuk dan mengesankan, membuat orang merasa takjub.

Meskipun Feng Jiu telah melihat banyak aspek besar dunia, ia benar-benar tidak pernah mengalami adegan seperti ini sebelumnya. Atmosfer yang khusyuk itu menular, dan jantungnya pun mau tak mau terus berdebar-debar.

Ia diam-diam menekan dadanya yang mengandung debaran jantungnya yang menggila, mendengarkan Di Jun mengucapkan ikrarnya, kata demi kata, baris demi baris, di depan para Dewa dari Delapan Dataran, kepada Pohon Pārijāta, “Wanita Qing Qiu, Feng Jiu dari Klan Bai sangat lincah dan cerdas. Terlahir dengan keanggunan alami yang berkahi oleh Langit, ia sudah memenangkan hatiku ....”

Tetapi saat ini, gelombang raksasa tiba-tiba melonjak dari air sungai Jie Shui yang mengalir lambat di samping panggungnya. Setelah itu, gemuruh mengerikan pun meletus dari tanah di antara suara retakan tanah. Memisahkan air sungai dengan bangsal sihir yang terbuat dari esensi Tanah Utara. Bangsalnya, yang menyerupai penutup besar hitam yang menutupi keseluruhan Alam Utara, tiba-tiba terbuka, memperlihatkan barisan demi barisan penuh dengan prajurit.

Pikiran Feng Jiu mendengung, dan ia pun langsung merespon, Dewa Agung Fu Ying sedang memanfaatkan upacara pernikahan Di Jun, pada saat ras Dewa akan menurunkan kewaspadaan mereka, untuk mengirimkan pasukannya keluar.

Ia pun mencengkeram tangan Dong Hua dengan erat, agak kebingungan, “Di Jun!”

Sekilas, trio pasukan Fu Ying berbaring dalam formasi di luar sungai, tampaknya berjumlah jutaan. Secara horizontal di depan pasukan, di sepanjang Sungai Jie Shui, adalah Tentara Pelopor yang terdiri dari ribuan monster pemburu besar yang meronta untuk membebaskan diri.

Monster-monster berkumpul dalam kelompok, mendesis ke arah Langit dengan hiruk-pikuk suara yang menakutkan.

Di bawah panggung jasper, para perwira dan prajurit ras Dewa pun merespon dengan cepat, dan segera berpindah ke posisi mereka, berbaris membentuk formasi.

Feng Jiu membalikkan tangannya, menarik tangan Di Jun, berusaha menariknya turun dari panggung yang tinggi itu. Tetapi, Di Jun menghentikannya.

“Jangan takut.”

Di Jun berkata dengan lembut. Pedang Cang He Di Jun pun muncul secara ajaib, dan ia memegangnya di ujung bilahnya, darah emasnya yang merah tua pun mengalir menuruni sepanjang bilah pedang itu.

Di waktu yang sama, Fu Ying, mengendarai tunggangan ular bersayap mistisnya, berputar di tengah udara di tepi seberang sungai, tiba-tiba melambaikan tangannya, memberi sinyal perintahnya, “Serang!”

(T/N : Gambar 7.14 Ular Bersayap Mistis / 鸣蛇 / Míng shé.)



Monster dengan fitur ganas mereka pun bermunculan, memamerkan taringnya dan mengacungkan cakarnya, mengarungi sungai, bergegas ke arah mereka.

Di Jun mengangkat tangannya, tubuh pedang Cang He pun memanjang dengan keras, dan tumbuh seperti pohon raksasa berusia satu milenium. Setelah itu, pedang tersebut menduplikasi diri ribuan kali lipat, dan berjejer tegak di tepi timur sungai Jie Shui. Pedang yang menginspirasi kekaguman pun bergabung menjadi satu dengan darah emas merah tua itu. Dalam sekejap, ribuan pedang Cang He menyatu, membentuk bangsal emas merah tua yang tak bisa dihancurkan.

Beberapa naga air iblis di depan gerombolan monster itu berlari melintasi sungai yang sudah terbang ke seberang, dan bersiap-siap untuk membantai, ketika mereka berlari dengan cepat ke bangsal penghalang tersebut. Dua naga air iblis telah menabrakkan tubuh mereka tepat ke tepi bilah pedang Cang He yang membentuk bangsal penghalang. Sebelum mereka bahkan dapat melolong, mereka sudah terpotong menjadi beberapa bagian oleh pedang Cang He yang diresapi oleh darah emas merah tua.

Feng Jiu menatap bangsal penghalang yang kuat itu dengan kaget.

Monster-monster itu maju gelombang demi gelombang hanya untuk sepenuhnya terkubur di luar bangsal penghalang, sesaat mengubah penghalang keemasan merah tua di luar sana menjadi bukit mayat di tengah lautan darah.

Fu Ying, mengangkangi ular bersayap mistisnya di udara, bingung dan jengkel. Ia mulai melemparkan mantra, berusaha untuk menghancurkan bangsal pelindungnya. Meskipun Feng Jiu tidak dapat melihat upaya Fu Ying dalam menyerang penghalang itu berpengaruh pada penghalangnya, Feng Jiu tetap khawatir.

Di Jun mengambil Tongkat Pohon Pārijāta yang melayang di udara sekali lagi.

Feng Jiu tidak dapat memercayainya, “Kau ... kau masih berniat untuk melanjutkan upacara pernikahan kita?”

Di Jun tenang dan kalem, tampak seolah-olah mereka tidak benar-benar berada di medan perang saat ini, bertingkah seakan barusan ini, mereka tidak menghadapi serangan dadakan dari pasukan musuh, dan dikepung oleh monster.

Ia menghibur Feng Jiu dengan tenang, “Jangan takut, kita masih punya waktu sebatang dupa, dan semua ritual upacaranya akan selesai sepenuhnya saat itu.”

Ia pun melirik ke bangsal pelindung yang berdiri dengan kokoh di tepi sungai Jie Shui, “Kali ini, tidak akan ada yang salah di tengah jalan.”

Feng Jiu tergagap, “Tetapi ....”

Di Jun menyelanya, menggenggam tangan sedingin esnya dan meredakan ketakutannya untuk yang ketiga kalinya, “Jangan takut, aku di sini.”

Menghiburnya, “Jika aku bilang itu akan baik-baik saja, maka itu akan baik-baik saja.”

Ia menunggu hingga tangan Feng Jiu tidak terasa sedingin itu sebelum memalingkan wajahnya ke kerumunan perwira dan prajurit di bawah panggung. Mengangkat Tongkat di tangan tinggi-tinggi di atasnya, ekspresinya tenang selagi ia menggeser Tongkat itu dari kiri ke kanan. Sinar cahaya keemasan pun meledak keluar dari Tongkat itu, menutupi seluruh medan tempur seketika.

Feng Jiu tidak dapat memahami sinyal tangannya, tetapi perwira dan prajurit di bawah panggung jelas sekali akrab dengan arti yang disampaikannya.

Sewaktu sinar cahaya keemasan itu menyebar keluar, suara mereka pun terdengar dengan semangat yang kuat secara serentak, “Susunan!”

Ketika cahaya keemasan itu mencapai cakrawala, sebuah kavaleri yang menunggangi binatang Meng Ji tiba-tiba muncul dengan jelas dari segala arah di langit. Penunggang dan tunggangannya sama-sama mengenakan pakaian besi. Kemudian, binatang Meng Ji pun mengangkat tapaknya dan berlari ke tempat mereka berdiri, melayang dengan mantap di udara, berlutut di depan Raja para Dewa dengan kedua lutut di depannya, disposisinya mengungkapkan kesetiaannya padanya. Dari bawah, terdengar suara senjata dan baju besi yang menyerang; suaranya agung, khusyuk, dan mulia, sewaktu prajurit darat dibagi menjadi delapan kamp, berkumpul menjadi Formasi Besar Qian Yuan.

(T/N : Gambar 7.15 Binatang Meng Ji / 孟极 / Mèng Jí Shòu.)



Bendera pertempuran berkibar seolah-olah ditiup angin. Semua orang sudah siap, dan siap untuk berperang.

Di Jun mengangkat kepalanya, melirik ke bangsal pelindung yang masih menghentikan laju para monster dengan mantap, tetapi ia tidak berniat untuk langsung menghilangkan bangsalnya. Malahan, ia berbalik dan berjalan menuju ke pohon suci itu untuk meneruskan upacara yang masih belum diselesaikannya tadi. Sebaliknya, apa yang dilakukannya tampak wajar dan adil, dan tidak membuat orang merasa bahwa itu mendadak.

“Feng Jiu dari Klan Bai sangat lincah dan cerdas. Terlahir dengan keanggunan alami yang diberkahi oleh Langit,” suara pemuda itu lembut, “Ia telah memenangkan hatiku. Aku bersedia mengikatkan diriku padanya dalam ikatan pernikahan, dengan setia tinggal di sisinya untuk selama-lamanya.”

Segera setelah perkataannya terucap, seluruh tubuh Pohon Pārijāta pun bermekaran dengan iluminasi lembut cahaya tujuh warna.

Kemudian, sebuah Mahkota Dewa yang terbuat dari bunga-bunga yang bermekaran di Pohon Pārijāta jatuh di antara cabang-cabang Pohon Surgawi yang rimbun. Mahkota itu ditangkap dengan paruh beberapa ekor burung dengan bulu yang berwarna indah, perlahan-lahan mempersembahkannya di hadapan Di Jun.

Di Jun mengambil Mahkota Dewa itu dari paruh burung-burung, dan melihat ke arah Feng Jiu, “Selera estetika Pohon Pārijāta lumayan bagus. Mahkota Dewanya tidak buruk, kan?”

Feng Jiu mengagumi Di Jun atas kemampuannya untuk tetap bisa membuat lelucon di saat ini. Matanya tertuju pada mahkota yang indah, dan tepian matanya pun memerah tak terkendali, membuatnya tak mampu berkata-kata untuk sesaat.

Di Jun mengambil selangkah mendekat, dan meletakkan Mahkota Dewa itu di atas kepalanya.

Pohon Suci telah menjatuhkan Mahkota Dewa, yang melambangkan pengakuannya atas status Ratu pilihan sang Raja para Dewa. Banyak perwira dan prajurit yang sudah dalam formasi, dengan rapi mengangkat senjata mereka, dan berdiri tegak di kanan depan untuk menunjukkan hormat mereka pada Ratu para Dewa. Suara senjata mereka yang serempak menggetarkan hati orang-orang, membuatnya sangat bermartabat, khusyuk, dan penuh hormat.

Di Jun berdiri di belakang Feng Jiu, dan memegang tangannya, menggenggam Tongkat Pohon Pārijāta bersamanya, berbisik lembut di telinganya, “Karena kau sudah menjadi Ratu para Dewa mereka, kau akan menjadi orang yang memerintahkan mereka untuk memulai pertempuran terakhir kali ini.”

Selagi ia mengucapkan perkataan itu, ia menggenggam tangan Feng Jiu yang memegangi Tongkat itu dengan erat dan mengayunkannya ke kanan.

Klakson terompet pun berbunyi untuk melakukan serangan, pedang Cang He menarik mundur bangsal penghalangnya.

Para prajurit mengumpulkan momentum, secara serentak berseru, “Serang!”

Di sisi timur sungai Jie Shui, kedua pasukan pun bentrok satu lawan satu.

Pertempuran Jie Shui merupakan konfrontasi terakhir Di Jun dan Dewa Agung Fu Ying.

Perangnya berlangsung totalnya selama empat puluh sembilan hari.

Dalam empat puluh sembilan hari, kuku besi ras Dewa menginjak-injak Alam Utara. Fu Ying kalah telak, seluruh pasukan pemberontak yang dipimpin olehnya pun sepenuhnya musnah.

Penguasa Hantu dan Penguasa Monster menyerahkan dokumen penyerahan diri mereka, tetapi Di Jun menolak untuk menerimanya.

Pada akhirnya, Fu Ying, Penguasa Hantu, dan Penguasa Monster dipenggal oleh pedang Cang He, dan mayat ketiga Penguasa itu pun ditenggelamkan ke dasar Laut Utara.

Feng Jiu tidak tinggal di Jie Shui untuk mengalami seluruh peperangannya.

Medan perang itu sulit dan berbahaya. Ia tidak berniat untuk mengalihkan perhatian Di Jun, sehingga ia pun kembali ke Laut Giok Surgawi ditemani oleh Fei Wei pada hari kedua.

***

Ini terjadi sebelum perangnya berakhir. Itu adalah hari dimana Fei Wei sedang melayani Feng Jiu dan Xiao Gun Gun di kebun sayuran, menyirami sayuran Yan Zhi yang baru saja ditanam belum lama ini. Feng Jiu mengatakan bahwa Di Jun suka memakan sayuran Yan Zhi, dan ketika Di Jun kembali penuh kemenangan dari perang, dan tiba di rumah di Laut Giok Surgawi, setumpuk sayuran yang pertama sudah akan siap.

Mereka berdua mendiskusikan ini ketika Feng Jiu tiba-tiba mengubah topiknya dan menanyai Fei Wei, “Upacara pernikahan antara diriku dan Di Jun, pada hari itu di medan perang, adalah tipu muslihat olehnya, kan? Fu Ying yang bersembunyi di bangsal yang tercipta dari esensi tanah itu membuat frustasi, jadi membuatnya meyakini bahwa upacara pernikahan Di Jun akan melonggarkan kewaspadaan, memungkinkan untuk memancingnya keluar, adalah apa yang Di Jun pikirkan, bukan?”

Feng Jiu menjeda, “Fu Ying akhirnya keluar seperti yang diharapkan.”

Fei Wei lengah, dan jantungnya melompat. Ia terkejut karena Feng Jiu mampu melihat apa yang benar-benar terjadi, dan walaupun ia tidak sepenuhnya benar, itu tidak jauh dari kenyataannya.

Itu memang benar. Pasukan yang dipimpin oleh Fu Ying tidak dapat menahan Formasi Besar Qian Yuan, dan terpaksa bersembunyi di Alam Utara. Tetapi, mustahil baginya untuk bersembunyi di dalam bangsal itu selamanya, dan ia akan mencari kesempatan untuk keluar.

Selain itu, gaya Di Jun dalam menangani masalah selalu condong ke arah memecahkan masalah dengan waktu sesingkat mungkin. Sejak kapan ia akan mentolerir berlanjutnya konfrontasi ratusan dan ribuan tahun dengan Fu Ying.

Di Jun mengetahui bahwa Fu Ying keras kepala dan berpikiran sendiri, dan juga berwatak gegabah. Oleh sebab itu, setelah pengepungan Alam Utara, pernikahan pun berlangsung di medan perang dari waktu ke waktu. Selama acara-acara ini, ia akan memerintahkan pasukan di kamp untuk menurunkan kewaspadaan mereka selama satu setengah jam sejak upacara formal akan dimulai.

Di waktu yang sama, Di Jun telah menggunakan siasat menyebarkan beberapa, yang katanya gambar formasi yang mampu menahan Formasi Besar Qian Yuan kepada Fu Ying.

Gambaran formasi lawan yang dihasilkan tampak sangat asli. Meskipun Fu Ying terburu-buru, ajudan dan penasihatnya masih waspada, sehingga mereka menyelidiki dan mempelajari gambaran itu secara detail beberapa kali, tetapi tidak dapat menemukan sesuatu yang tidak biasa.

Selain itu, mata-mata yang dikirimkan Fu Ying keluar untuk menginvestigasi telah menemukan bahwa, setiap upacara pernikahan yang diadakan di lahan perkemahan Di Jun tampak asli, dan kewaspadaan yang dilonggarkan itu bukanlah tipu muslihat. Para ajudan dan penasihatnya sebagian besar berasal dari latar belakang pejabat mahkamah sipil dengan pola pikir yang teliti. Meskipun mereka tidak dapat menemukan adanya sesuatu yang mencurigakan, mereka tetap membujuk Fu Ying agar diam-diam menunggu sebuah kesempatan. Bagaimana orang tahu bahwa Di Jun juga akan menikah di medan perang?

Menurut pendapat Fu Ying, ini merupakan kesempatan yang luar biasa untuk menghancurkan upacara pernikahan Dong Hua, dan untuk memperkuat moral pasukannya sendiri. Karenanya, ia menentang saran para ajudannya dan bersikeras membuka bangsalnya dan menyatakan perang pada hari itu.

Fei Wei tidak tahu bagaimana menjelaskan pada Feng Jiu bahwa Di Jun tidak memanfaatkannya.

Keningnya bersimbah keringat dingin selagi ia tergagap, “Di Jun ... Di Jun benar-benar tidak menganggap ritual pernikahan di antara kalian berdua sebagai alat untuk memancing Fu Ying keluar, meskipun itu memang berefek demikian. Tetapi jangan salah paham pada Di Jun!”

Sewaktu Fei Wei menyeka keringat dinginnya, akhirnya ia menemukan satu poin untuk membuktikan ketulusan Di Jun, sehingga ia pun dapat berbicara lebih fasih, “Ketika Anda mengunjungi Jie Shui dan mengatakan bahwa Anda iri pada upacara pernikahan di tepi sungai Jie Shui, Di Jun memasukkannya ke dalam hati dan semenjak saat itu, sudah memulai persiapan untuk itu. Demi melakukan ini, beliau tidak ragu-ragu untuk menggali Raja Pohon Surgawi yang tumbuh di Jiu Chong Tian ke-33 dan memindahkannya ke Alam Utara.”

Feng Jiu terkekeh, menyela Fei Wei, “Kenapa kau gugup sekali? Aku tidak merasa bahwa ia sudah memanfaatkanku. Jika itu hanya untuk memancing Fu Ying keluar, bukankah hasilnya akan sama saja apabila ia menyuruh jenderal surgawinya yang paling handal untuk menikah? Bukan hanya itu saja, tidak perlu baginya untuk menggali Raja Pohon Surgawi dan memindahkannya ke sana. Ia adalah Dewa Yang Mulia dari Delapan Dataran, dan ia adalah kekuatan penstabil dunia ini.”

Ia tersenyum sedikit, “Apa kau tahu bahwa, dalam dua ratus enam puluh ribu tahun, selama Di Jun dihormati di aula Istana Tai Chen, tidak ada seorang pun dari keempat ras Langit dan Bumi yang berani untuk bertindak gegabah. Pria yang kukagumi dan sayangi bukan sekadar dewa terhormat yang dapat diminta untuk mencintai oleh siapa saja seperti pria dan wanita biasa. Ia harus memikul beban dunia di pundaknya, dan aku selalu memahami ini.”

Fei Wei tertegun, “Di Hou, Anda ....”

Gadis muda berbaju merah pun mengangkat matanya untuk memandang ke langit yang jauh, tepatnya adalah arah Alam Utara, “Di Jun sudah memberikan yang terbaik yang ia bisa untukku. Sebelumnya, aku mengatakan bahwa Di Jun terbaik adalah yang kukenal dua ratus enam puluh ribu dari sekarang, tetapi itu tidak benar.”

Ada kasih sayang lembut di matanya, “Di Jun dari segala waktu, adalah yang terbaik.”

Fei Wei terdiam untuk sesaat, dan merasa sedikit tersentuh. Akhirnya ia mengerti kenapa ada banyak wanita yang mengagumi Di Jun di Delapan Dataran, tetapi hanya gadis inilah yang mampu membuat Di Jun memperlakukannya dengan begitu berbeda.

Ia cantik, tetapi tidak menyihir, cerdas tanpa kelicikan, mengetahui kebenaran dan akal sehat, dan baik serta pengertian. Di dalam Delapan Dataran ini, tidak ada orang lain seperti dirinya yang diinginkan oleh Di Jun, tetapi mampu menandinginya dengan sebaik ini.

Fei Wei tersenyum tanpa terasa, rasa nyaman dadakan pun muncul dalam hatinya.


Related Posts:

0 comments:

Posting Komentar