Kamis, 04 Februari 2021

CTF - Chapter 84

Consort of A Thousand Faces

Chapter 84 : Takut Pada Pria


Memerhatikan arah anginnya, Su Xi-er segera menarik selimut menutupi tubuh bagian atasnya sebelum bergeser ke belakang dan bersandar di tiang ranjang, menatap Pei Qian Hao waspada.

Semakin orang melihatnya, semakin tampak seolah ia pernah ditindas. Semakin ia menghindarinya, semakin Pei Qian Hao ingin mendekatinya.

Tubuhnya dicondongkan ke depan, memotong jalur mundurnya. "Takut pada Pangeran ini? Benci terhadap pria? Apakah kau takut pada semua pria?" Suaranya jadi kian rendah seraya ia menurunkan kepala untuk memandangi matanya.

Pada saat ini, Pei Qian Hao merasakan ada yang aneh dalam ekspresi Su Xi-er. Dulu, ia tetap tidak terpengaruh tak peduli apa pun yang kuperbuat. Namun sekarang, ia tidak bisa menyembunyikan rasa panik serta hasrat ingin melarikan diri di matanya.

Su Xi-er memalingkan wajahnya, tidak menatap Pei Qian Hao. Sekarang ini, ia berjuang keras menekan berbagai emosi yang melonjak dalam hatinya; menggigiti bibirnya, tidak bicara maupun menatapnya adalah yang bisa dilakukannya saat ini.

Ia takut, jika ia tidak melakukannya, ia akan menentangnya tanpa pikir panjang tentang konsekuensinya.

Namun, kali ini, Pei Qian Hao tidak berencana untuk melepaskannya. Ia menariknya kembali berhadapan dengannya, dengan lembut menyentuh kulitnya selagi melakukan hal itu.

Cengkamannya kasar di satu waktu, tetapi melembut di waktu berikutnya. Saat Pei Qian Hao melihat alis tipisnya yang mengerut, ia menyangsikan, "Sesuatu pasti terjadi padamu sehingga kau begitu membenci pria. Kau masuk istana kekaisaran di usia muda dan telah bertugas di Istana Samping semenjak saat itu. Mungkinkah, terjadi sesuatu setelah kau masuk istana?"

Su Xi-er tetap diam. Dengan cengkamannya di dagunya, ia tidak bisa memalingkan maupun menundukkan kepalanya, memaksanya untuk mendongak dan menatap matanya.

Kebencian Su Xi-er terhadap pria hingga pada taraf ia akan jijik, bahkan hanya dengan berinteraksi dengan mereka dari jarak dekat. Posisinya sekarang ini membiarkan bulu matanya agak bergetar dan telapak tangan terkepal erat di sekitar seprainya.

Tempat ini baru Provinsi Zhi. Jika kami berjalan secepat mungkin dengan berkuda, kami akan tiba di garis depan Nan Zhao dalam 4-5 hari.

Nan Zhao .... Nan Zhao! Takut kalau emosi di dalam hatinya ketahuan, Su Xi-er segera memejamkan matanya. Dengan mataku tertutup, kegelapannya bisa menyelubungiku. Walaupun aku tidak akan bisa melihat apa pun, Pei Qian Hao juga tidak akan bisa membaca pikiranku.

"Menarik." Suara dalam dan rendah mengalir masuk ke telinga Su Xi-er. Kemudian, tangan besar bergerak menuruni sepanjang pipi sampai ke lehernya.

Pei Qian Hao tengah memancing, kapankah ia akan membuka matanya.

Ia mencubit pinggangnya kuat, tetapi Su Xi-er tak memberikan banyak reaksi selain agak bergetar, matanya tetap terpejam.

Sudut mulut Pei Qian Hao agak terangkat. Satu tangan memegangi kepalanya, sementara yang lainnya mengangkat selimut seraya menggunakannya untuk menutupi mereka berdua. Di waktu bersamaan, tiba-tiba saja ia menundukkan kepala, dengan akurat menangkap bibir semerah cerinya.

Sementara Su Xi-er tak mampu benar-benar menghalaunya, ia tetap menggunakan tangannya untuk mendorong dadanya sekuat tenaga, sisa anggota tubuhnya yang lain menggeliat-geliut, berupaya meloloskan diri.

Di lain pihak, kecepatan Pei Qian Hao meningkat tajam sewaktu ia membuka paksa giginya.

Su Xi-er tidak mampu menahannya lagi dan membuka matanya, dengan ganas mengigit bibirnya.

Dikarenakan sejumlah tenaga yang digunakan dalam gigitannya, aroma darah langsung menguar di antara keduanya. Mundur, bibir Pei Qian Hao terluka oleh segaris merah terang dimana ia digigit tadi. Meski begini, ia masih tersenyum nakal dan mencubit Su Xi-er sekali lagi, membuat gadis itu gemetaran.

"Temperamen yang keras." Ia tertawa dan menjilati bibirnya. "Rasanya tidak buruk."

Su Xi-er memalingkan kepalanya, tinjuannya terkepal lebih erat lagi.

"Jika Pangeran ini benar-benar ingin menyantapmu, bisakah kau menolaknya? Di dunia ini, tidak ada satu pun wanita yang mampu membantah Pangeran ini. Tentu saja, Pangeran ini tetap tidak akan memaksa orang."

Tatapan Pei Qian Hao tertuju pada korset Cina abu-abu di atas lantai. "Akan tetapi, ini pertama kalinya Pangeran ini bertemu dengan seseorang bertemperamen sekeras dirimu. Apabila kau memprovokasi Pangeran ini, mungkin saja bagiku untuk melanggar prinsipku dan memilikimu."

Tak terkendali. Arogan. Sombong. Semua kata-kata yang menggambarkan pria berkuasa ini bisa digunakan pada Pei Qian Hao.

Alis ramping Su Xi-er agak mengerut sewaktu ia memutar kepala untuk menatapnya. "Pangeran Hao, mengapa Anda menyia-nyiakan waktu Anda pada hamba? Hamba hanyalah seorang dayang dari Istana Samping yang tubuhnya bau busuk akibat menggosoki pispot. Tidakkah Anda merasa kalau orang seperti itu jauh di bawah Anda? Atau Anda menyukai aroma pispot?"

Pei Qian Hao sengaja menggerak-gerakkan hidungnya, berpura-pura tengah membaui sesuatu. "Bau pispot apa? Kenapa Pangeran ini tidak menciumnya? Bagaimana kalau kau menyibak selimutnya dan mendekat kemari agar Pangeran ini bisa menciumnya dengan benar?"

(T/N : modusmu bang, kelewat lancar kayak jalan tol baru dibangun.)

Kata 'tak tahu malu' pun tercecer dari bibir Su Xi-er. Ia meliriknya sebelum mengingatkannya, "Pangeran Hao, mohon berbaliklah. Hamba ingin mengenakan pakaianku."

"Sudah pernah melihatmu dua kali, apa salahnya jika aku melihatmu untuk yang ketiga kalinya? Su Xi-er, apakah kau takut?"

Dua kali. Pertama kali adalah ketika ia memaksaku mengenakan korset Cina di istana kekaisaran, dan yang kedua kali adalah barusan ini.

Su Xi-er mengikutinya saja. "Hamba ketakutan. Mohon berbaliklah, Pangeran Hao."

"Baiklah kalau begitu. Cepat turun dari ranjang dan kenakan pakaianmu; setelahnya bawakan Pangeran ini sebaskom air panas untuk mengusap tubuhku."

Kata-kata 'mengusap tubuhku' membuat sekujur tubuh Su Xi-er merinding. Apakah ia akan menyuruhku mengusap tubuhnya?

Pei Qian Hao bisa tahu kalau ia sedang berpikir dan menginstruksikan dingin, "Jika kau tetap tidak keluar juga, apa kau percaya kalau Pangeran ini akan ...."

Sebelum ia selesai, Su Xi-er turun dari ranjang berbalutkan selimut. Ia memungut korset Cina itu dan mulai mengenakannya sementara tetap tertutup selimutnya.

"Su Xi-er, caramu mengenakan korset Cina ini benar-benar unik." Selimutnya mirip seperti cangkang kura-kura yang menutupi Su Xi-er.

Mengabaikannya, dengan cepat Su Xi-er mengenakan korset Cina-nya dengan benar sebelum melakukan hal yang sama dengan pakaian luarnya.

Setelah ia selesai, ia mulai melipatkan selimut itu, tetapi menyadari sepertinya Pei Qian Hao tidak akan mau lagi menggunakannya. Aku sudah menggunakan ini untuk menyelimuti diriku, ditambah lagi selimut ini jatuh ke lantai barusan.

"Hamba akan membawakan sehelai selimut baru untuk Anda."

Pei Qian Hao melambaikan tangannya. "Tidak perlu."

Su Xi-er memandanginya bingung. Melihatnya tak lagi berbicara, ia pun meletakkan selimut yang telah dilipat tersebut di kaki ranjang.

Pei Qian Hao melihat tindak-tanduknya yang kelewat hormat itu dan menginstruksikan dingin, "Keluar dan cepat bawakan air panasnya kemari."

Su Xi-er sudah lama terbiasa dengan penampilan sedingin esnya. Tidak masalah selama ia tidak menekanku dan sengaja mendekatiku.

Su Xi-er membungkuk ke arahnya sebelum undur diri, keluar dari kamar dalam.

Setelah kepergiannya, tirai pintu bergoyang pelan sebelum akhirnya berhenti, meninggalkan Pei Qian Hao memandanginya dengan ekspresi merenung.

Ia pasti pernah tersakiti sebelum menjadi begitu antipati terhadap pria. Seorang gadis hanya bisa disakiti oleh cinta ketika ia mulai memahaminya. Jangan bilang kalau Su Xi-er sudah mulai memahami cinta setelah ia masuk istana?

Saat pemikiran ini terlintas dalam benaknya, mata Pei Qian Hao pun menyipit tanpa disadarinya. Sepertinya semua jadi lebih menarik. Jarang sekali ada seorang wanita dengan sebuah kisah di baliknya muncul begini. Hidup ini tampaknya tidak akan semembosankan dulu.

***

Su Xi-er tidak menyadari pemikiran Pei Qian Hao saat ini. Setelah meninggalkan kamar, ia berjalan menuju ruang mendidihkan air di sebelah aula makan.

Ia berputar untuk melihat. Ternyata, Shui Ying Lian.

Shui Ying Lian jelas-jelas dikurung oleh Yang Mulia Hakim Provinsi. Kenapa ia keluar sekarang? Apakah pengawal yang mengawasinya tidak ketat, ataukah Shui Ying Lian yang penuh dengan trik licik.

"Sudah tengah malam, tetapi kau berlari keluar ketimbang melayani Pangeran Hao dengan baik. Jika kau memancing kemarahan Pangeran Hao, kau bisa tertimpa sial," Shui Ying Lian memberitahunya sembari tersenyum.

Selagi matanya menilai Su Xi-er dengan cermat, ia menyadari kalau rambut gadis itu acak-acakan dan kerah bajunya pun agak berantakan.

Dalam sekejap, ekspresi di mata Shui Ying Lian berubah. Ia bahkan mengatakan kalau ia hanya seorang dayang biasa. Jelas-jelas ia adalah dayang selir kamar!

Biarpun merasakan perubahan pada ekspresi Shui Ying Lian, Su Xi-er tak punya waktu untuk dihabiskan dengannya, hanya menyatakan dengan gaya dingin, "Pangeran Hao ingin air panas. Aku tidak punya waktu untuk meladeni Anda." 

Related Posts:

0 comments:

Posting Komentar