Ten Miles of Peach Blossoms
Chapter 18 Part 2
Lika-liku waktu
sudah mengurangi jiwa Mo Yuan hingga jadi seperti ini. Guru Mo Yuan,
satu-satunya Dewa Perang Empat Lautan dan Delapan Dataran. Mo Yuan, dengan jiwa
juangnya yang kuat, kini begitu lemahnya hingga ia tergantung pada gumpalan
energi abadi menyedihkan ini untuk bertahan hidup.
Tidak heran Die
Yong tidak mirip Mo Yuan sama sekali.
Tetapi, semua
akan baik-baik saja, karena Mo Yuan akhirnya kembali. Zhe Yan tidak
membohongiku. Mo Yuan, yang aku rasa lebih dekat daripada ayahku sendiri,
akhirnya kembali.
Aku
menghabiskan waktu terlalu lama di dalam jiwa primordial Die Yong, dan jiwanya
mulai berombak dan menciptakan gelombang. Tidak bijaksana untuk menundanya
terlalu lama. Walaupun aku tidak bisa melihat apa pun di tengah putih keperakan
kosong ini, aku berlutut di hadapan jiwa Mo Yuan. Dengan hatiku yang diliputi
campuran kegelisahan dan kegembiraan, aku membungkuk di hadapannya dua kali
sebelum mengikuti energi dari kekacauan kembali ke dunia luar dan dengan
hati-hati meninggalkan tubuhnya.
Setelah aku
terlepas dari sihir pengejar jiwa, Die Yong mulai terbangun.
Ia membuka
matanya dan memandangiku terkejut.
“Mengapa kau
menangis?” tanyanya.
“Kumohon jangan
menangis hanya karena kau tidak berhasil menyembuhkanku. Jika ada yang harus
menangis, itu semestinya adalah diriku. Tolong jangan menangis demi diriku. Aku
sudah terlalu lama seperti ini, dan tidak lagi terlalu menggangguku.”
Aku menyentuh
kain putih di sekeliling mataku, dan sudah pasti jariku jadi basah. Ombak dan
gelombang dalam jiwa primordialnya pastilah sudah menyebabkan air mata menetes
dari mataku. Aku melemparkan sebuah mantra untuk mengeringkan kain sutra
putihku yang lembap.
“Aku menangis
bahagia,” kataku sembari tersenyum malu.
Ia mengerutkan
kening.
“Dan aku
mengira betapa baik hatinya dirimu, merasakan simpati dan kesedihan karena
kasihan pada kesehatanku. Tentunya penderitaanku tidak membuatmu bahagia!”
“Tentu saja
tidak, tentu saja tidak,” buru-buru aku menjawabnya.
“Alasan aku
bahagia adalah karena aku mengetahui sebuah obatnya.”
Aku menepuk
bahunya, meluruskan lipatan di bajunya.
“Jangan cemas.
Aku merasa senang sementara saja, tetapi aku tidak akan benar-benar bahagia
sampai kau sepenuhnya lebih baik.”
Zhe Yan benar.
Apabila jiwa Mo Yuan bergantung pada tubuh lemah Die Yong, akan membutuhkan
paling tidak 60.000 tahun lagi sebelum ia bisa kembali ke tubuh abadinya dan
terbangun dengan benar. Tetapi, jika kami bisa meminjam Jie Po Deng milik Tian Jun,
kami bisa menggunakannya untuk mengumpulkan kembali semua kepingan dari jiwanya
yang berserakan dan sepenuhnya memperbaikinya. Setelah itu, aku bisa mentransfer
setengah dari energi spiritual yang kutempa selama 140.000 tahun terakhir.
Dengan perhitungan ini, ia mungkin bisa terbangun cukup cepat.
Dalam seumur
hidupku, aku tidak pernah melihat Jie Po Deng milik Klan Langit, tetapi aku
pernah membacanya di beberapa buku kuno. Menurut catatan, Jie Po Deng ini
diciptakan oleh Ayah Semesta selama masa kekacauan primal dan dapat mengikat
jiwa, baik milik para makhluk abadi maupun manusia.
Apabila jiwa seorang
makhluk abadi terpecah, tetapi pecahannya tidak benar-benar menghilang, yang
perlu kau lakukan adalah menyalakan Jie Po Deng dan membiarkannya menyala di
sebelah ranjang orang itu selama tiga hari, dan pecahan-pecahan jiwanya akan
berkumpul lagi seperti baru.
Lentera itu
bahkan akan lebih efektif lagi untuk manusia. Meskipun manusia itu sudah
berubah jadi debu berterbangan dan api yang sudah padam, yang diperlukan adalah
sesuatu yang pernah terkena napas mereka, yang dapat diletakkan di dalam
lenteranya dan membiarkannya terbakar sejenak. Setelah lenteranya mengenali
napas manusia itu, perlahan-lahan akan menyerap setiap partikel dari energi
manusia ini dalam jarak seribu mil. Setelah menyerap semua energi manusia ini
dari langit dan bumi, lentera ini akan mulai menyalin jiwa manusia itu,
menciptakan replika yang sama persis.
Aku memantrai
Die Yong untuk tertidur dan meninggalkan Aula Fu Ying, dimana aku menemukan
kerumunan orang yang kububarkan tadi berbaris gelisah di dekat temboknya. Aku
tidak bisa melihat Raja Laut Barat di antara mereka.
Sebelum aku
bisa menanyakan apa pun, seorang dayang muda yang cepat tanggap di barisan
depan mencondongkan diri dan membungkuk padaku, berkata, “Seorang tamu penting
baru saja tiba. Raja Laut sedang pergi ke aula besar untuk menyapanya. Apabila
ada yang bisa kubantu, Dewa Utusan, tidak peduli seberapa sepelenya, Anda hanya
perlu mengucapkannya dan aku akan berusaha keras membantu Anda.”
Jadi, Raja Laut
Barat sedang menyambut tamu terkemuka lainnya. Ia pasti merasa sangat
terhormat. Zhe Yan dan aku adalah Dewa dan Dewi Agung yang terkenal akan
kejayaan luar biasa kami, dan dengan menganugerahkan kehadiran kami di Istana
Kristal Air, kami sudah melakukan banyak untuk mencerahkan alamnya.
Namun,
mendapatkan keberuntungan untuk menerima tamu terkemuka lainnya juga, apa
kemungkinannya? Aku membayangkan, kebetulan seperti itu hanya akan terjadi
sekali dalam 10.000 tahun.
Aku tidak punya
apa pun untuk diminta darinya. Yang ingin kulakukan sekarang adalah kembali ke
Jiu Chong Tian dan mencari Tian Jun dan bertanya padanya apakah aku dapat
meminjam Jie Po Deng. Identitasku sekarang ini tidak memberikanku status yang
cukup tinggi untuk datang dan pergi seenakku dari Istana Kristal Air Laut
Barat.
Pertama-tama,
aku harus mencari Raja Laut Barat dan menjelaskan secara bertatap muka kalau
aku pergi. Karena para dayang ini menunjukkan kalau mereka berguna, aku memilih
dua dayang secara acak, meminta yang satu untuk membimbingku ke ke aula utama
dimana Raja Laut Barat sedang menyambut tamunya dan yang satunya untuk tetap
berada di sana dan menunggui Die Yong.
Ada dua baris
dayang Laut Barat berjajar dari pintu masuk ke aula besar. Mereka berdiri
hormat dengan kepala ditundukkan. Aku melihat wajah mereka dan mengenali mereka
sebagai dayang yang sama yang hadir ketika Raja Laut Barat menyapa Zhe Yan dan
diriku sebelumnya.
Dari jumlah
kehadiran dayang, aku menarik kesimpulan kalau tamu baru ini tidak berada di
atas status Zhe Yan, tetapi jabatannya mungkin lebih berat. Aku menanti resah.
Beberapa lama setelahnya, dua dayang bergaun dengan warna norak pun keluar dan
membawaku masuk ke aula besar.
Si tamu
terkemuka itu adalah pria yang masih membuatku agak kesal.
Pewaris Takhta
Langit: Pangeran Ye Hua.
Ia sedang duduk
di atas bangku cendana merah berukir saat aku berjalan masuk, menopang dagu
dengan tangannya. Ia tampak lemah dan sedikit mengerutkan keningnya, wajahnya
seputih kertas. Ia mengenakan pakaian yang sama seperti yang dikenakannya pagi
ini, bajunya kala tak bertugas, dan sama seperti di Qing Qiu, rambutnya belum
terikat, hanya dikencangkan kuncir kuda dengan pita sutra hitam.
Aku memandangi
sekeliling aula besar tetapi tidak bisa melihat Raja Laut Barat. Semua hal yang
Ye Hua katakan padaku sebelumnya ketika ia menggendong Buntalan pun membanjir
kembali, membuat darahku mendidih. Aku mendengus geram, memutar tumitku, dan
mulai bergegas keluar.
Aku berjarak
enam atau tujuh langkah darinya, tetapi saat aku melangkah pergi, aku merasakan
angin berembus di belakangku, dan sebelum aku menyadarinya, ia sudah menarikku.
Ia menarikku
dengan tangan yang sangat kuat. Aku merasa tidak masuk akal bahwa ia masih
punya keberanian untuk menahanku seperti ini tanpa berpikir dua kali selama
140.000 tahun penempaan spiritual yang kumiliki dengan begitu susah payahnya
hingga mencapai peringkat Dewi Agungku ini. Ia membuatku lengah saat menarikku,
dan aku tersandung, jatuh ke belakang, mendarat tepat di dalam pelukannya.
Aku memiliki
cukup banyak energi abadi untuk menumburnya hingga mundur tiga atau empat
langkah ke belakang, sampai ia tertekan di pilar kristal besar di bagian tengah
aula besarnya. Ia menempel erat padaku, bibirnya terkatup rapat dan matanya
mirip kolam gelap yang mengamuk.
Tangannya
sangatlah kuat, dan aku meronta sekian lama, tetap tidak bisa melepaskan diri.
Aku mempertimbangkan menggunakan sihir untuk membebaskan diriku, tetapi ia
membuatku terkunci dan bergerak mendekatiku, menghimpitku dengan kuat ke
tembok.
Pikiranku yang
berkelana kemana-mana terseret kembali ke tubuhku oleh rasa sakit menyengat di
leherku. Tidak! Benar. Ia sebenarnya sedang mengigitinya. Dan giginya tajam!
Posisi ini memberikannya keuntungan, dan aku tidak berdaya untuk melawan balik.
Bibir dan
lidahnya menjelajah di sekitar leherku, dan napasnya pun menjadi lebih berat.
Hatiku merasa tenang, tetapi tubuhku gemetaran. Aku dilanda oleh beberapa
perasaan yang aneh. Aku masih berjuang keras melepaskan tanganku, tetapi
bukannya agar aku bisa mendorongnya menjauh. Tanganku serasa seakan-akan mereka
sudah memisahkan diri dari kendaliku, dan yang mereka inginkan adalah untuk
menariknya dan memeluknya erat.
Aku
mendengarkan suara di kepalaku. Terdengar datangnya dari ribuan mil jauhnya,
melewati pegunungan dan samudera, dan hanya bisa dibedakan samar-samar.
“Apabila aku
tidak memiliki apa pun, apakah kau masih tetap ingin bersamaku?” tanya seorang
pria.
Seorang gadis
pun tertawa kecil menanggapinya.
“Memangnya apa
lagi yang kau miliki, selain dari pedang yang ada di sudut sana?” tanyanya.
“Dan yang bisa
dilakukan oleh pedang adalah untuk membelah kayu bakar untuk memanggang
binatang liar. Tetapi, aku masih tetap di sini, kan?”
Suara-suara
tanpa tubuh ini mengacaukan pikiranku. Tubuhku serasa dirasuki, dari atas kulit
kepala hingga ke ujung kakiku. Hatiku serasa dilanda oleh hasrat terpendam
selama ribuan tahun. Hasrat ini yang mengunciku tetap di tempat, tak dapat
bergerak.
Ia menggunakan
satu tangannya untuk melepaskan bagian depan gaunku selagi bibir panasnya
bergerak di sekujur tulang selangkaku, menuruni area dadaku. Ada sebuah bekas
luka tusukan pisau sedalam tiga inci, asalnya saat aku memberikan darah
jantungku untuk Mo Yuan selama 70.000 tahun itu.
Tangan kirinya,
yang sedang memegangi kedua tanganku, agak menegang, tetapi menggenggamku
bahkan lebih kuat lagi saat ia menyapukan bibirnya di sekitar bekas luka di
dadaku. Aku menengadahkan kepalaku dan mengerang. Tiba-tiba saja, aku merasakan
sakit yang menusuk di tempat dimana ia sedang mencumbuku, yang mana terasa
lebih sakit ketimbang saat aku menusuk diriku sendiri di sana.
Rasa sakit ini
menyebabkanku mendapatkan kembali sedikit kejernihan. Aku merasa lelah secara
fisik, dan yang kuinginkan hanyalah untuk merosot turun.
Akhirnya ia
melepaskan tanganku, dan secara naluriah aku pun menampar wajahnya. Ia mencegat
tanganku dan menarikku kembali dalam pelukannya. Tangan kanannya memberanikan
diri memasuki bagian depan gaunku, dan ia menekan dadaku. Wajahnya masih
seputih kertas, walaupun matanya menyala terang.
“Bai Qian,
apakah aku memiliki tempat di hatimu?” tanyanya.
Ia sudah
menanyakanku pertanyaan yang sama ini sebanyak dua kali, tetapi aku tidak tahu
bagaimana caranya untuk meresponnya. Tentu saja ia punya tempat di hatiku,
tetapi aku tidak yakin apakah pemahamannya ini sama dengan pemahamanku.
Sendirian selama beberapa hari ini, diam-diam aku pun merenungi posisinya dalam
hatiku. Aku memikirkannya sekian lama, tetapi selalu saja berakhir dengan
membuatnya sakit kepala.
Tangannya yang
ditekankan ke tulang dadaku perlahan-lahan berubah dari panas membara jadi
sedingin es, dan nyala terang pun meninggalkan matanya, sebaliknya, kini terisi
dengan kegelapan.
Ia
menyingkirkan tangannya dari dadaku dan berkata, “Kau menunggu sekian lama agar
ia kembali. Sekarang ia sudah kembali, tentu saja kau tidak bisa memberikan
dirimu kepada orang lain. Aku sudah menipu diriku sendiri.”
Aku mendongak
tajam dan memandanginya.
“Bagaimana kau
mengetahui tentang kembalinya Mo Yuan?”
Aku tidak yakin
apa yang dikatakannya, atau tentang bagaimana kembalinya Mo Yuan terkait dengan
tempat yang dimilikinya di dalam hatiku.
Ia berbalik dan
melihat ke luar aula.
“Zhe Yan
memberitahuku di malam sebelum kita kembali ke Istana Langit,” katanya tegas.
“Kebetulan aku
bertemu dengannya ketika aku pergi mencarimu di Qing Qiu dan kami berbincang.
Aku tahu kau berencana untuk datang ke Istana Langit untuk meminjam Jie Po Deng
agar Mo Yuan bisa bangun lebih cepat.”
Ia menjeda
sebelum bertanya, “Apa yang akan kau lakukan setelah kau meminjamnya?”
Zhe Yan
tampaknya sudah memberitahukan segalanya pada Ye Hua. Aku memijat keningku dan
menghela napas.
“Aku berencana
untuk pergi ke pulau di Laut Timur Ying Zhou untuk memetik beberapa rumput
abadi agar aku bisa mentransferkan padanya 70.000 energi penempaan spiritualku
padanya. Dengan begitu, ia bisa terbangun lebih cepat.”
Ia memutar
kepalanya tajam, mata gelapnya tampak lebih gelap lagi bersanding dengan putih
pucat wajahnya.
Ia memandangiku
sesaat, sebelum melafalkan tiap katanya saksama dan berkata, “Kau. Sudah.
Gila!”
Setiap energi
makhluk abadi adalah unik, jadi ketika energi spiritual yang telah ditempa
ditransfer antar makhluk abadi, kesalahan saat mentransfer terlalu banyak bisa
mengganggu kedua energi abadinya, menyebabkan kekacauan penempaan dan
kecenderungan iblis.
Rumput abadi
membantu memurnikan energi abadinya. Untuk mentransferkan 70.000 tahun
penempaan energiku pada Mo Yuan tanpa menyakiti kami berdua selama prosesnya,
aku perlu sedikit rumput abadi. Aku akan mengeluarkan sari 70.000 tahun
penempaan energi spiritualku, mencampurkannya dengan rumput abadi, dan
mengubahnya jadi sebuah pil yang akan kuberikan pada Die Yong. Jika semuanya
berjalan sesuai rencana, dalam tiga bulan, Mo Yuan akan terbangun.
Karena
kegunaannya, Ayah Semesta pun mencemaskan kalau rumput abadi ini akan membuat
makhluk abadi muda melakukan praktik penempaan yang jahat, dan ia menghancurkan
semua rumput abadi yang tumbuh di seluruh Empat Lautan dan Delapan Dataran,
kecuali yang tumbuh di Ying Zhou, dimana ia membiarkannya dijaga oleh empat
monster buas Ying Zhou.
Saat tubuh Ayah
Semesta kembali ke kehampaan, keempat monster buas ini mengambil alih separuh
dari kekuatan luar biasa Ayah Semesta, membuat mereka bahkan jauh lebih ganas
lagi. Aku masih ingat Ayah pergi ke Ying Zhou untuk mendapatkan rumputnya,
diberikan pada Ibu sebelum ia mentransferkan separuh dari penempaan energi
spiritualnya kepadaku. Ia kembali dari pulau itu diselimuti oleh luka-luka.
Sulit untuk
menemukan makhluk abadi manapun di langit ataupun bumi ini dengan penempaan
energi spiritual seperti Ayah, tetapi ia saja terluka begitu parah saat
berjuang keras melawan monster-monster ini. Ye Hua benar: rencanaku untuk pergi
ke sana adalah gila, dan aku membayangkan kalau aku pun akan kembali dengan
luka serius yang akan membutuhkan waktu untuk bisa sembuh.
Ada jarak dua
atau tiga langkah di antara kami, dan segera setelah ia melepaskanku, aku
bersandar di pilar besarnya tanpa bergerak. Ia mengangkat satu tangannya dan
berhasil memenjarakanku di pilarnya. Segala kecerahan sudah meninggalkan
matanya.
Ia
menggertakkan giginya dan berkata, “Kau bahkan akan memberikan nyawamu
untuknya?”
Ialah yang
memerangkapku, tetapi dari ekspresi wajahnya, kau akan mengira yang terjadi
adalah sebaliknya.
Aku merasa aneh
dengan apa yang dikatakannya. Jika aku tidak berhasil mendapatkan rumput
abadinya dari keempat monster ganas itu, aku hanya akan berbalik dan kabur;
bukan sebuah pertanyaan tentang kehilangan nyawaku. Jika aku tidak berhasil
mengambil rumputnya dan aku harus menjaga tubuh Guru selama tujuh atau delapan
puluh ribu tahun lagi, maka itulah yang akan kulakukan.
Tetapi, melihat
ke wajah pucat dan serius Ye Hua, mendadak aku menyadari masalahnya. Luka
serius apa pun akan menyebabkan 70.000 tahun penempaan energi spiritual yang
aku punya hilang begitu saja, yang artinya dibutuhkan waktu sekitar dua atau
tiga puluh ribu tahun untuk mendapatkannya kembali.
Di periode ini,
tidak mungkin bagiku untuk menerima 81 sambaran petir Jiu Chong Tian yang
merupakan tradisi dan bagian esensial dari pewarisan tradisional Tian Jun dan
Tian Hou untuk Takhta Langit. Aku tidak pernah mendengar tentang Tian Jun yang
mewarisi takhta tanpa Tian Hou bersama dengannya.
Aku berdeham
dan mengangkat kepalaku untuk menatapnya.
“Kalau begitu,
kenapa tidak kita batalkan saja pertunangan ini, abaikan saja, dan berjalan
terus.”
“Apa yang kau
katakan?” tanyanya, terhuyung.
Aku mendorong
tangannya, mencari-cari cangkir teh di atas meja, dan meneguk tehnya.
“Semua
kekacauan ini tidak ada hubungannya dengan dirimu,” aku mendengar suaraku
berkata.
“Sang Ji-lah
yang bersalah padaku dan mempermalukan Qing Qiu. Tian Jun ingin menenangkan
kedua keluarga kita dan jadilah ia membuat pertunangan yang sangat tidak adil
ini. Namun, kali ini, akulah yang membatalkan pertunangan ini. Mari berpisah,
lupakan ini, dan hentikan pembicaraan tentang siapa yang berutang pada siapa.”
Ye Hua
menghadap jauh dariku. Ia tetap tenang dan diam.
“Datanglah ke
kamarku malam ini,” pada akhirnya, ia berkata.
“Aku membawa
Jie Bo Deng kemari bersamaku.”
Tanpa berbalik
untuk melihatku, ia berjalan di sepanjang aula, hampir menabrak pilar kristal
lainnya di dekat pintu masuk.
“Hati-hati,”
teriakku gugup.
Ia menstabilkan
dirinya dan meletakkan tangan di keningnya.
“Selama ini,
aku menipu diriku sendiri,” katanya samar.
“Jika kita
mulai menimbang seberapa banyak aku berutang padamu, dan kau berutang padaku,
kita akan jadi begitu kusut sampai kita tidak akan pernah bisa melepaskan diri
kita.”
Baru tau kakak pindah ke blog... Untung masih bisa baca lagi. Yeayyyy
BalasHapusKak up lanjutannya doungsss