Kamis, 04 Februari 2021

3L3W TMOPB - Chapter 18 Part 2

Ten Miles of Peach Blossoms

Chapter 18 Part 2


Lika-liku waktu sudah mengurangi jiwa Mo Yuan hingga jadi seperti ini. Guru Mo Yuan, satu-satunya Dewa Perang Empat Lautan dan Delapan Dataran. Mo Yuan, dengan jiwa juangnya yang kuat, kini begitu lemahnya hingga ia tergantung pada gumpalan energi abadi menyedihkan ini untuk bertahan hidup.

Tidak heran Die Yong tidak mirip Mo Yuan sama sekali.

Tetapi, semua akan baik-baik saja, karena Mo Yuan akhirnya kembali. Zhe Yan tidak membohongiku. Mo Yuan, yang aku rasa lebih dekat daripada ayahku sendiri, akhirnya kembali.

Aku menghabiskan waktu terlalu lama di dalam jiwa primordial Die Yong, dan jiwanya mulai berombak dan menciptakan gelombang. Tidak bijaksana untuk menundanya terlalu lama. Walaupun aku tidak bisa melihat apa pun di tengah putih keperakan kosong ini, aku berlutut di hadapan jiwa Mo Yuan. Dengan hatiku yang diliputi campuran kegelisahan dan kegembiraan, aku membungkuk di hadapannya dua kali sebelum mengikuti energi dari kekacauan kembali ke dunia luar dan dengan hati-hati meninggalkan tubuhnya.

Setelah aku terlepas dari sihir pengejar jiwa, Die Yong mulai terbangun.

Ia membuka matanya dan memandangiku terkejut.

“Mengapa kau menangis?” tanyanya.

“Kumohon jangan menangis hanya karena kau tidak berhasil menyembuhkanku. Jika ada yang harus menangis, itu semestinya adalah diriku. Tolong jangan menangis demi diriku. Aku sudah terlalu lama seperti ini, dan tidak lagi terlalu menggangguku.”

Aku menyentuh kain putih di sekeliling mataku, dan sudah pasti jariku jadi basah. Ombak dan gelombang dalam jiwa primordialnya pastilah sudah menyebabkan air mata menetes dari mataku. Aku melemparkan sebuah mantra untuk mengeringkan kain sutra putihku yang lembap.

“Aku menangis bahagia,” kataku sembari tersenyum malu.

Ia mengerutkan kening.

“Dan aku mengira betapa baik hatinya dirimu, merasakan simpati dan kesedihan karena kasihan pada kesehatanku. Tentunya penderitaanku tidak membuatmu bahagia!”

“Tentu saja tidak, tentu saja tidak,” buru-buru aku menjawabnya.

“Alasan aku bahagia adalah karena aku mengetahui sebuah obatnya.”

Aku menepuk bahunya, meluruskan lipatan di bajunya.

“Jangan cemas. Aku merasa senang sementara saja, tetapi aku tidak akan benar-benar bahagia sampai kau sepenuhnya lebih baik.”

Zhe Yan benar. Apabila jiwa Mo Yuan bergantung pada tubuh lemah Die Yong, akan membutuhkan paling tidak 60.000 tahun lagi sebelum ia bisa kembali ke tubuh abadinya dan terbangun dengan benar. Tetapi, jika kami bisa meminjam Jie Po Deng milik Tian Jun, kami bisa menggunakannya untuk mengumpulkan kembali semua kepingan dari jiwanya yang berserakan dan sepenuhnya memperbaikinya. Setelah itu, aku bisa mentransfer setengah dari energi spiritual yang kutempa selama 140.000 tahun terakhir. Dengan perhitungan ini, ia mungkin bisa terbangun cukup cepat.

Dalam seumur hidupku, aku tidak pernah melihat Jie Po Deng milik Klan Langit, tetapi aku pernah membacanya di beberapa buku kuno. Menurut catatan, Jie Po Deng ini diciptakan oleh Ayah Semesta selama masa kekacauan primal dan dapat mengikat jiwa, baik milik para makhluk abadi maupun manusia.

Apabila jiwa seorang makhluk abadi terpecah, tetapi pecahannya tidak benar-benar menghilang, yang perlu kau lakukan adalah menyalakan Jie Po Deng dan membiarkannya menyala di sebelah ranjang orang itu selama tiga hari, dan pecahan-pecahan jiwanya akan berkumpul lagi seperti baru.

Lentera itu bahkan akan lebih efektif lagi untuk manusia. Meskipun manusia itu sudah berubah jadi debu berterbangan dan api yang sudah padam, yang diperlukan adalah sesuatu yang pernah terkena napas mereka, yang dapat diletakkan di dalam lenteranya dan membiarkannya terbakar sejenak. Setelah lenteranya mengenali napas manusia itu, perlahan-lahan akan menyerap setiap partikel dari energi manusia ini dalam jarak seribu mil. Setelah menyerap semua energi manusia ini dari langit dan bumi, lentera ini akan mulai menyalin jiwa manusia itu, menciptakan replika yang sama persis.

Aku memantrai Die Yong untuk tertidur dan meninggalkan Aula Fu Ying, dimana aku menemukan kerumunan orang yang kububarkan tadi berbaris gelisah di dekat temboknya. Aku tidak bisa melihat Raja Laut Barat di antara mereka.

Sebelum aku bisa menanyakan apa pun, seorang dayang muda yang cepat tanggap di barisan depan mencondongkan diri dan membungkuk padaku, berkata, “Seorang tamu penting baru saja tiba. Raja Laut sedang pergi ke aula besar untuk menyapanya. Apabila ada yang bisa kubantu, Dewa Utusan, tidak peduli seberapa sepelenya, Anda hanya perlu mengucapkannya dan aku akan berusaha keras membantu Anda.”

Jadi, Raja Laut Barat sedang menyambut tamu terkemuka lainnya. Ia pasti merasa sangat terhormat. Zhe Yan dan aku adalah Dewa dan Dewi Agung yang terkenal akan kejayaan luar biasa kami, dan dengan menganugerahkan kehadiran kami di Istana Kristal Air, kami sudah melakukan banyak untuk mencerahkan alamnya.

Namun, mendapatkan keberuntungan untuk menerima tamu terkemuka lainnya juga, apa kemungkinannya? Aku membayangkan, kebetulan seperti itu hanya akan terjadi sekali dalam 10.000 tahun.

Aku tidak punya apa pun untuk diminta darinya. Yang ingin kulakukan sekarang adalah kembali ke Jiu Chong Tian dan mencari Tian Jun dan bertanya padanya apakah aku dapat meminjam Jie Po Deng. Identitasku sekarang ini tidak memberikanku status yang cukup tinggi untuk datang dan pergi seenakku dari Istana Kristal Air Laut Barat.

Pertama-tama, aku harus mencari Raja Laut Barat dan menjelaskan secara bertatap muka kalau aku pergi. Karena para dayang ini menunjukkan kalau mereka berguna, aku memilih dua dayang secara acak, meminta yang satu untuk membimbingku ke ke aula utama dimana Raja Laut Barat sedang menyambut tamunya dan yang satunya untuk tetap berada di sana dan menunggui Die Yong.

Ada dua baris dayang Laut Barat berjajar dari pintu masuk ke aula besar. Mereka berdiri hormat dengan kepala ditundukkan. Aku melihat wajah mereka dan mengenali mereka sebagai dayang yang sama yang hadir ketika Raja Laut Barat menyapa Zhe Yan dan diriku sebelumnya.

Dari jumlah kehadiran dayang, aku menarik kesimpulan kalau tamu baru ini tidak berada di atas status Zhe Yan, tetapi jabatannya mungkin lebih berat. Aku menanti resah. Beberapa lama setelahnya, dua dayang bergaun dengan warna norak pun keluar dan membawaku masuk ke aula besar.

Si tamu terkemuka itu adalah pria yang masih membuatku agak kesal.

Pewaris Takhta Langit: Pangeran Ye Hua.

Ia sedang duduk di atas bangku cendana merah berukir saat aku berjalan masuk, menopang dagu dengan tangannya. Ia tampak lemah dan sedikit mengerutkan keningnya, wajahnya seputih kertas. Ia mengenakan pakaian yang sama seperti yang dikenakannya pagi ini, bajunya kala tak bertugas, dan sama seperti di Qing Qiu, rambutnya belum terikat, hanya dikencangkan kuncir kuda dengan pita sutra hitam.

Aku memandangi sekeliling aula besar tetapi tidak bisa melihat Raja Laut Barat. Semua hal yang Ye Hua katakan padaku sebelumnya ketika ia menggendong Buntalan pun membanjir kembali, membuat darahku mendidih. Aku mendengus geram, memutar tumitku, dan mulai bergegas keluar.

Aku berjarak enam atau tujuh langkah darinya, tetapi saat aku melangkah pergi, aku merasakan angin berembus di belakangku, dan sebelum aku menyadarinya, ia sudah menarikku.

Ia menarikku dengan tangan yang sangat kuat. Aku merasa tidak masuk akal bahwa ia masih punya keberanian untuk menahanku seperti ini tanpa berpikir dua kali selama 140.000 tahun penempaan spiritual yang kumiliki dengan begitu susah payahnya hingga mencapai peringkat Dewi Agungku ini. Ia membuatku lengah saat menarikku, dan aku tersandung, jatuh ke belakang, mendarat tepat di dalam pelukannya.

Aku memiliki cukup banyak energi abadi untuk menumburnya hingga mundur tiga atau empat langkah ke belakang, sampai ia tertekan di pilar kristal besar di bagian tengah aula besarnya. Ia menempel erat padaku, bibirnya terkatup rapat dan matanya mirip kolam gelap yang mengamuk.

Tangannya sangatlah kuat, dan aku meronta sekian lama, tetap tidak bisa melepaskan diri. Aku mempertimbangkan menggunakan sihir untuk membebaskan diriku, tetapi ia membuatku terkunci dan bergerak mendekatiku, menghimpitku dengan kuat ke tembok.

Pikiranku yang berkelana kemana-mana terseret kembali ke tubuhku oleh rasa sakit menyengat di leherku. Tidak! Benar. Ia sebenarnya sedang mengigitinya. Dan giginya tajam! Posisi ini memberikannya keuntungan, dan aku tidak berdaya untuk melawan balik.

Bibir dan lidahnya menjelajah di sekitar leherku, dan napasnya pun menjadi lebih berat. Hatiku merasa tenang, tetapi tubuhku gemetaran. Aku dilanda oleh beberapa perasaan yang aneh. Aku masih berjuang keras melepaskan tanganku, tetapi bukannya agar aku bisa mendorongnya menjauh. Tanganku serasa seakan-akan mereka sudah memisahkan diri dari kendaliku, dan yang mereka inginkan adalah untuk menariknya dan memeluknya erat.

Aku mendengarkan suara di kepalaku. Terdengar datangnya dari ribuan mil jauhnya, melewati pegunungan dan samudera, dan hanya bisa dibedakan samar-samar.

“Apabila aku tidak memiliki apa pun, apakah kau masih tetap ingin bersamaku?” tanya seorang pria.

Seorang gadis pun tertawa kecil menanggapinya.

“Memangnya apa lagi yang kau miliki, selain dari pedang yang ada di sudut sana?” tanyanya.

“Dan yang bisa dilakukan oleh pedang adalah untuk membelah kayu bakar untuk memanggang binatang liar. Tetapi, aku masih tetap di sini, kan?”

Suara-suara tanpa tubuh ini mengacaukan pikiranku. Tubuhku serasa dirasuki, dari atas kulit kepala hingga ke ujung kakiku. Hatiku serasa dilanda oleh hasrat terpendam selama ribuan tahun. Hasrat ini yang mengunciku tetap di tempat, tak dapat bergerak.

Ia menggunakan satu tangannya untuk melepaskan bagian depan gaunku selagi bibir panasnya bergerak di sekujur tulang selangkaku, menuruni area dadaku. Ada sebuah bekas luka tusukan pisau sedalam tiga inci, asalnya saat aku memberikan darah jantungku untuk Mo Yuan selama 70.000 tahun itu.

Tangan kirinya, yang sedang memegangi kedua tanganku, agak menegang, tetapi menggenggamku bahkan lebih kuat lagi saat ia menyapukan bibirnya di sekitar bekas luka di dadaku. Aku menengadahkan kepalaku dan mengerang. Tiba-tiba saja, aku merasakan sakit yang menusuk di tempat dimana ia sedang mencumbuku, yang mana terasa lebih sakit ketimbang saat aku menusuk diriku sendiri di sana.

Rasa sakit ini menyebabkanku mendapatkan kembali sedikit kejernihan. Aku merasa lelah secara fisik, dan yang kuinginkan hanyalah untuk merosot turun.

Akhirnya ia melepaskan tanganku, dan secara naluriah aku pun menampar wajahnya. Ia mencegat tanganku dan menarikku kembali dalam pelukannya. Tangan kanannya memberanikan diri memasuki bagian depan gaunku, dan ia menekan dadaku. Wajahnya masih seputih kertas, walaupun matanya menyala terang.

“Bai Qian, apakah aku memiliki tempat di hatimu?” tanyanya.

Ia sudah menanyakanku pertanyaan yang sama ini sebanyak dua kali, tetapi aku tidak tahu bagaimana caranya untuk meresponnya. Tentu saja ia punya tempat di hatiku, tetapi aku tidak yakin apakah pemahamannya ini sama dengan pemahamanku. Sendirian selama beberapa hari ini, diam-diam aku pun merenungi posisinya dalam hatiku. Aku memikirkannya sekian lama, tetapi selalu saja berakhir dengan membuatnya sakit kepala.

Tangannya yang ditekankan ke tulang dadaku perlahan-lahan berubah dari panas membara jadi sedingin es, dan nyala terang pun meninggalkan matanya, sebaliknya, kini terisi dengan kegelapan.

Ia menyingkirkan tangannya dari dadaku dan berkata, “Kau menunggu sekian lama agar ia kembali. Sekarang ia sudah kembali, tentu saja kau tidak bisa memberikan dirimu kepada orang lain. Aku sudah menipu diriku sendiri.”

Aku mendongak tajam dan memandanginya.

“Bagaimana kau mengetahui tentang kembalinya Mo Yuan?”

Aku tidak yakin apa yang dikatakannya, atau tentang bagaimana kembalinya Mo Yuan terkait dengan tempat yang dimilikinya di dalam hatiku.

Ia berbalik dan melihat ke luar aula.

“Zhe Yan memberitahuku di malam sebelum kita kembali ke Istana Langit,” katanya tegas.

“Kebetulan aku bertemu dengannya ketika aku pergi mencarimu di Qing Qiu dan kami berbincang. Aku tahu kau berencana untuk datang ke Istana Langit untuk meminjam Jie Po Deng agar Mo Yuan bisa bangun lebih cepat.”

Ia menjeda sebelum bertanya, “Apa yang akan kau lakukan setelah kau meminjamnya?”

Zhe Yan tampaknya sudah memberitahukan segalanya pada Ye Hua. Aku memijat keningku dan menghela napas.

“Aku berencana untuk pergi ke pulau di Laut Timur Ying Zhou untuk memetik beberapa rumput abadi agar aku bisa mentransferkan padanya 70.000 energi penempaan spiritualku padanya. Dengan begitu, ia bisa terbangun lebih cepat.”

Ia memutar kepalanya tajam, mata gelapnya tampak lebih gelap lagi bersanding dengan putih pucat wajahnya.

Ia memandangiku sesaat, sebelum melafalkan tiap katanya saksama dan berkata, “Kau. Sudah. Gila!”

Setiap energi makhluk abadi adalah unik, jadi ketika energi spiritual yang telah ditempa ditransfer antar makhluk abadi, kesalahan saat mentransfer terlalu banyak bisa mengganggu kedua energi abadinya, menyebabkan kekacauan penempaan dan kecenderungan iblis.

Rumput abadi membantu memurnikan energi abadinya. Untuk mentransferkan 70.000 tahun penempaan energiku pada Mo Yuan tanpa menyakiti kami berdua selama prosesnya, aku perlu sedikit rumput abadi. Aku akan mengeluarkan sari 70.000 tahun penempaan energi spiritualku, mencampurkannya dengan rumput abadi, dan mengubahnya jadi sebuah pil yang akan kuberikan pada Die Yong. Jika semuanya berjalan sesuai rencana, dalam tiga bulan, Mo Yuan akan terbangun.

Karena kegunaannya, Ayah Semesta pun mencemaskan kalau rumput abadi ini akan membuat makhluk abadi muda melakukan praktik penempaan yang jahat, dan ia menghancurkan semua rumput abadi yang tumbuh di seluruh Empat Lautan dan Delapan Dataran, kecuali yang tumbuh di Ying Zhou, dimana ia membiarkannya dijaga oleh empat monster buas Ying Zhou.

Saat tubuh Ayah Semesta kembali ke kehampaan, keempat monster buas ini mengambil alih separuh dari kekuatan luar biasa Ayah Semesta, membuat mereka bahkan jauh lebih ganas lagi. Aku masih ingat Ayah pergi ke Ying Zhou untuk mendapatkan rumputnya, diberikan pada Ibu sebelum ia mentransferkan separuh dari penempaan energi spiritualnya kepadaku. Ia kembali dari pulau itu diselimuti oleh luka-luka.

Sulit untuk menemukan makhluk abadi manapun di langit ataupun bumi ini dengan penempaan energi spiritual seperti Ayah, tetapi ia saja terluka begitu parah saat berjuang keras melawan monster-monster ini. Ye Hua benar: rencanaku untuk pergi ke sana adalah gila, dan aku membayangkan kalau aku pun akan kembali dengan luka serius yang akan membutuhkan waktu untuk bisa sembuh.

Ada jarak dua atau tiga langkah di antara kami, dan segera setelah ia melepaskanku, aku bersandar di pilar besarnya tanpa bergerak. Ia mengangkat satu tangannya dan berhasil memenjarakanku di pilarnya. Segala kecerahan sudah meninggalkan matanya.

Ia menggertakkan giginya dan berkata, “Kau bahkan akan memberikan nyawamu untuknya?”

Ialah yang memerangkapku, tetapi dari ekspresi wajahnya, kau akan mengira yang terjadi adalah sebaliknya.

Aku merasa aneh dengan apa yang dikatakannya. Jika aku tidak berhasil mendapatkan rumput abadinya dari keempat monster ganas itu, aku hanya akan berbalik dan kabur; bukan sebuah pertanyaan tentang kehilangan nyawaku. Jika aku tidak berhasil mengambil rumputnya dan aku harus menjaga tubuh Guru selama tujuh atau delapan puluh ribu tahun lagi, maka itulah yang akan kulakukan.

Tetapi, melihat ke wajah pucat dan serius Ye Hua, mendadak aku menyadari masalahnya. Luka serius apa pun akan menyebabkan 70.000 tahun penempaan energi spiritual yang aku punya hilang begitu saja, yang artinya dibutuhkan waktu sekitar dua atau tiga puluh ribu tahun untuk mendapatkannya kembali.

Di periode ini, tidak mungkin bagiku untuk menerima 81 sambaran petir Jiu Chong Tian yang merupakan tradisi dan bagian esensial dari pewarisan tradisional Tian Jun dan Tian Hou untuk Takhta Langit. Aku tidak pernah mendengar tentang Tian Jun yang mewarisi takhta tanpa Tian Hou bersama dengannya.

Aku berdeham dan mengangkat kepalaku untuk menatapnya.

“Kalau begitu, kenapa tidak kita batalkan saja pertunangan ini, abaikan saja, dan berjalan terus.”

“Apa yang kau katakan?” tanyanya, terhuyung.

Aku mendorong tangannya, mencari-cari cangkir teh di atas meja, dan meneguk tehnya.

“Semua kekacauan ini tidak ada hubungannya dengan dirimu,” aku mendengar suaraku berkata.

“Sang Ji-lah yang bersalah padaku dan mempermalukan Qing Qiu. Tian Jun ingin menenangkan kedua keluarga kita dan jadilah ia membuat pertunangan yang sangat tidak adil ini. Namun, kali ini, akulah yang membatalkan pertunangan ini. Mari berpisah, lupakan ini, dan hentikan pembicaraan tentang siapa yang berutang pada siapa.”

Ye Hua menghadap jauh dariku. Ia tetap tenang dan diam.

“Datanglah ke kamarku malam ini,” pada akhirnya, ia berkata.

“Aku membawa Jie Bo Deng kemari bersamaku.”

Tanpa berbalik untuk melihatku, ia berjalan di sepanjang aula, hampir menabrak pilar kristal lainnya di dekat pintu masuk.

“Hati-hati,” teriakku gugup.

Ia menstabilkan dirinya dan meletakkan tangan di keningnya.

“Selama ini, aku menipu diriku sendiri,” katanya samar.

“Jika kita mulai menimbang seberapa banyak aku berutang padamu, dan kau berutang padaku, kita akan jadi begitu kusut sampai kita tidak akan pernah bisa melepaskan diri kita.”

Related Posts:

1 komentar:

  1. Baru tau kakak pindah ke blog... Untung masih bisa baca lagi. Yeayyyy

    Kak up lanjutannya doungsss

    BalasHapus