Kamis, 04 Februari 2021

3L3W TMOPB - Chapter 17 Part 3

Ten Miles of Peach Blossoms

Chapter 17 Part 3


Aku menatap si selir panutan ini dalam diam penuh keterkejutan. Deklarasinya ini sudah jelas berniat untuk membuatku marah. Jika ia ingin memberitahuku kalau aku tidak lebih dari seorang pengganti dari ibu Buntalan yang sudah meninggal, seharusnya ia katakan saja terus terang.

Sebaliknya, ia berbicara bertele-tele. Memujiku dengan begitu berlimpahnya, dan bersimpuh pula, ia mencoba membuat kata-kata provokatifnya terdengar lebih baik, lebih natural, dan pengertian.

Aku tahu dengan sangat jelas apa tujuan yang diinginkannya dariku dengan ini, tetapi sayangnya baginya, aku tidak akan menanggapinya. Dan tentu saja, aku tidak akan berdebat sengit dengan Ye Hua tentang apakah satu-satunya alasan ia mencintaiku adalah sebagai pengganti ibu Buntalan.

Si selir panutan ini sungguh tidak menjalaninya dengan mudah. Meskipun ia begitu mencintai Ye Hua, Ye Hua hanya memperlakukannya dengan penhinaan. Jika ini adalah sebuah pertunjukan, ini akan menjadi sebuah romansa yang berkaitan antara seorang suami yang tidak mencintai selirnya. Ia memiliki hati yang terbuat dari baja, dan tak peduli apa pun yang dilakukannya, pria itu tetap tak tergerak. Di belakang punggung suaminya, si selir yang malang dan sangat mencintainya ini akan menangis tersedu-sedu.

Separuh karena kesengsaraan, separuh demi membuat kesal saingan cintanya, ia mengungkit soal masa lalu romantis pria yang dicintainya, tetapi yang ada ia malah berakhir dengan membuat dirinya sendiri jadi kesal, sementara saingan cintanya tetap tak terpengaruh. Pemandangan yang cukup menyedihkan.

Aku berdiri dan berjalan mendekatinya, menepuk pundaknya dengan kipasku.

“Aku tahu kau mengincar Ye Hua, tetapi jangan membayangkan kalau semua orang menginginkan hal yang sama denganmu. Sebagai seorang dewi kecil, semestinya kau tidak mencoba berlagak sok pintar. Oh, ada hal lainnya yang harus kusebutkan. Semua makhluk abadi di seluruh Empat Lautan dan Delapan Dataran menghormatiku sesuai dengan etika seremonial di Qing Qiu.

“Jika kau sungguh ingin menghormatiku dengan benar, kau harus mandi, berpuasa, dan menyalakan dupa selama tiga hari sebelumnya, dan untuk tiga hari setelahnya, kau harus melakukan tiga kali berlutut dengan hormat dan sembilan kali menyembah. Itu adalah etika yang agak tidak praktis, tetapi bahkan suamimu, Ye Hua, mematuhinya, dan aku menghargainya.

“Apa yang tidak kuhargai adalah seorang makhluk abadi berstatus rendahan memberi hormat padaku hanya dengan menyatukan tangan mereka dan mengira kalau itu saja sudah cukup. Mulai sekarang, kau harus memberitahuku lebih dahulu apabila kau ingin memberi hormat kepadaku, dan lakukanlah dengan tata krama resmi mengikuti etika seremonial Qing Qiu.

“Jika kau tidak bisa mematuhinya, tidak masalah, tetapi aku akan menghargainya jika kau tidak mengungkit soal peraturan Istana Langit di hadapanku lagi. Dan satu hal lagi, aku adalah anak bungsu dari semua anak ibuku, dan aku bukanlah kakak siapa pun, lagipula, kau terlalu muda untuk memanggilku seperti itu. Sesuai dengan hirarki seremonial, akan lebih pantas bagimu untuk memanggilku dengan sebutan Dewi Agung.”

Di saat aku selesai dengannya, aku merasa jauh lebih baik. Mataku kebetulan saja melihat ke lantai dimana tangannya berada, dan aku melihat mereka mengepal erat menjadi tinjuan. Gadis muda ini sudah mempertunjukkan sandiwara yang hampir tak tercela, tetapi di dalamnya, ia tetaplah penuh dengan semangat muda.

Aku menghela napas. Aku memberi isyarat pada Nai Nai, berjalan mengitari sosok tengkurap si selir panutan, dan menuju kembali ke mata air langit yang tenang.

Aku tidak tahu bagaimana sesungguhnya perasaan Ye Hua, dan setelah mendengarkan ucapan Su Jin, aku mulai merasa sangat sedih.

Ye Hua sangat mencintai ibu Buntalan. Jika aku benar dan Su Jin membuat ibu Buntalan melompat dari Zhu Xian Tai demi menghancurkan saingan cintanya ... maka, bukankah semestinya si wajah dingin, si sikap dingin Ye Hua itu sudah menyerang Su Jin? Aku begitu fokus dengan pemikiran ini hingga sebenarnya aku menanyakan pertanyaan ini dengan suara keras.

Nai Nai, yang berdiri di sebelahku, berkata, “Dewi Agung, tebakan Anda memang benar. Pangeran Ye Hua memang pernah menyerangnya.”

Ia ragu sejenak sebelum mulai menjelaskan.

“Tidak lama setelah Pangeran terbangun dari tidur panjangnya. Ia merasa lemah secara fisik, tak bersemangat, dan resah. Ia menghabiskan hari-harinya seorang diri di istananya, mengabaikan semua orang, bahkan Yang Mulia Pangeran Kecil. Ibu Pangeran Ye Hua, Le Xu Niang Niang, sangat cemas, dan beliau memintaku untuk datang dan menghiburnya. Kapan pun aku membicarakan majikanku sebelumnya, Pangeran akan tampak sedikit tergerak.

“Dua minggu setelah Pangeran Ye Hua terbangun lagi, Tian Jun mengatur sebuah tandu untuk membawa Su Jin memasuki Istana Xi Wu. Ada angin sepoi-sepoi hari itu, dan mataharinya bersinar dengan terangnya, sebuah hari penuh keberuntungan. Namun, Su Jin Niang Niang tidak disambut di Istana Xi Wu. Aku melihatnya dengan mataku kepalaku sendiri saat Pangeran Ye Hua menghunuskan pedangnya, wajahnya benar-benar tanpa ekspresi, dan menggunakannya untuk menusuknya tepat di dadanya. Tampaknya itu adalah tusukan yang fatal, tetapi sayangnya, Tian Jun tiba tepat waktunya untuk membawanya pergi, oleh karena itulah, menyelamatkan nyawanya.

“Semenjak itu, seperti yang Anda saksikan. Ia kembali ke Istana Xi Wu di bawah perlindungan Tian Jun, tetapi Pangeran tidak punya apa pun selain penghinaan untuknya, memperlakukannya seolah ia bukan apa-apa selain tempat menyimpan mata majikanku yang sebelumnya. Beberapa dayang merasa kasihan padanya, tetapi sejauh yang aku tahu, kau memetik apa yang kau tanam.”

“Mata?” Aku bertanya tak percaya.

Nai Nai menggertakkan giginya.

Niang Niang-ku yang malang, dicungkil matanya.”

Aku terdiam saat aku merenungi semua yang baru saja kuketahui. Ketika mengetahui hal aneh seperti ini, biasanya aku merasa perlu untuk menggali lebih dalam dan mencari tahu seluruh ceritanya, tetapi entah mengapa aku merasa tertahan kali ini. Aku menghela napas keras.

Mata Nai Nai memerah lagi.

“Dulunya, aku sangat naif, seperti Niang Niang-ku. Setelah semua ini terjadi, aku menyadari betapa sulitnya bagi Pangeran Ye Hua untuk memastikan agar Niang Niang-ku menjalani kehidupan yang aman dan damai di Istana Langit, dan seberapa besar pengendalian yang dilakukannya untuk menjaganya tetap aman dan terawat. Le Xu Niang Niang memberitahuku kalau Pangeran berpikir, ia bisa melindungi Niang Niang-ku lebih baik apabila ia menyembunyikan perasaannya yang sebenarnya kepadanya.

“Ia menyembunyikan perasaan sesungguhnya dari semua makhluk abadi di langit ini, termasuk Niang Niang-ku. Tetapi, ia tidak berhasil menyembunyikan mereka dari satu orang yang sebenarnya ingin ditipunya: Tian Jun.”

Segera setelah ia mengucapkan kalimat terakhir, wajahnya memucat.

Mendadak, ia menyadari apa yang telah diperbuatnya, dan dengan bibir bergetar, ia berkata, “Hamba sudah berlaku sangat tidak bijaksana.”

Ia sudah mengatakan banyak hal, tetapi bagian pertamanya agak tidak koheren, dan bagian terakhirnya pun tidaklah masuk akal bagiku, jadi aku tidak yakin seberapa tidak bijaksananya dirinya sebenarnya. Aku merasakan jalinan emosi yang kompeks terbentuk dalam diriku.

Aku baru saja akan meninggalkan Yi Lan Fang Hua dengan perasaan kusut yang masih tersisa di dalam diriku saat aku merasakan tiupan asap keberuntungan berkibar ke arah wajahku.

Dari seluruh makhluk abadi yang ada di Empat Lautan dan Delapan Dataran, hanya ada empat atau lima makhluk abadi dengan energi abadi sehebat ini, dan dari empat atau lima orang ini, yang paling hebat adalah orang yang punya hobi yang sopan dan selera yang lebih halus lagi: Zhe Yan.

Dan itu adalah orang yang sekarang kutemukan sedang berdiri di sebelah dinding Yi Lan Fang Hua, menyingsingkan lengan jubahnya dan tertawa selagi memperhatikanku.

Aku terlalu terkejut untuk berbicara.

Ketika Su Jin tengah melimpahiku dengan penghormatan yang berlebihan tadi, aku sudah melihat ujung jubah yang melintas melalui ambang pintunya, dan mendongak, aku mengira itu mungkin saja Zhe Yan, tetapi berasumsi kalau ia masih bersama-sama dengan Kakak Keempat di Qing Qiu, aku menampik pemikiran itu dan tak lagi memikirkannya. Namun, jubah mencolok yang kulihat sebelumnya memang adalah dirinya.

Aku kehilangan kesabaranku terhadap Su Jin tadi, dan berakhir berbicara padanya dengan cara yang tidak sopan, yang mana, jika dilihat kembali, sudah mengorbankan beberapa kesopanan Dewi Agungku. Fakta bahwa Zhe Yan menyaksikan seluruh percakapan, membuatku tersipu malu.

Saat akhirnya ia berhenti tertawa, ia mengambil beberapa langkah kemari dan berkata, “Sudah lama aku tidak melihatmu kehilangan kesabaran. Benar-benar waktu yang sangat  tepat untuk mencuri dengar darimu. Kakak Keempatmu dulunya mengeluh kalau membawamu ke Gunung Kun Lun merupakan keputusan yang salah. Segera setelah kau mempelajari sihir di sana, kau kehilangan seluruh cahayamu, semua energi kekanakanmu ketika Kakak Keempat menjagamu. Namun, dari apa yang kulihat hari ini, tampaknya tidak semua harapannya hilang.”

Aku berusia 140.000 tahun, yang membuatku layaknya seorang wanita tua gemetaran kalau dalam sebutan dunia fana. Jika aku masih senaif dan sebersemangat ketika aku masih seorang gadis muda ... pemikiran itu sungguh terlalu mengerikan untuk dibayangkan.

Aku sudah menerima usia tuaku dan memahami pengaruhnya usia terhadap sikap. Zhe Yan, di lain pihak, tidak pernah menerima usianya dan tidak akan pernah menerima kebijaksanaanku dalam subjek ini.

Aku memberinya respon yang dicarinya.

“Aku tidak terlalu menyukai Selir Utama Ye Hua,” jelasku sambil menggoyangkan kipasku tak berdaya.

“Aku selalu menghargai dan mengapresiasi makhluk-makhluk abadi muda, tetapi yang satu ini terlalu tajam perhatiannya dan terlalu bersemangat, datang kemari, mencoba sok pintar. Aku sangat tidak menikmati tingkah laku seperti itu, dan sebagai anggota dari generasi yang lebih tua, aku merasa ia perlu diberikan sedikit hardikan. Aku tidak sungguh-sungguh kehilangan kesabaranku. Kau membuatnya terdengar lebih buruk dari yang sebenarnya.”

Ia tertawa kecil. Zhe Yan tidak pernah tertawa sebanyak ini. Belakangan ini, ia bertingkah sangat senang pada dirinya sendiri. Tetapi, kelihatannya ia memang memiliki segala hal yang mungkin diinginkannya, dan itu membuatnya masuk akal, ia lebih banyak tertawa.

“Ye Hua baru saja membawaku ke Jiu Chong Tian kemarin,” kataku, setelah ia berhenti tertawa.

“Kenapa kau cepat sekali bergegas kemari? Tentunya kau tidak datang jauh-jauh kemari hanya untuk menguping pembicaraanku?”

Ia berdeham dan mencoba menyembunyikan sebuah senyuman. Ia menyapukan matanya ke atas dan bawah ke arah Nai Nai, yang masih berdiri di sampingku. Nai Nai membuktikan dirinya pantas sebagai penghuni lama di Jiu Chong Tian dan menyangka ia harus undur diri.

Setelah ia membungkuk memberi hormat kepada Zhe Yan, ia berkata, “Hamba akan pergi duluan menuju mata air langitnya dan menunggu Anda di sana, Dewi Agung.”

Aku mengangguk.

Zhe Yan tidak pernah menjadi seseorang yang bijaksana, dan segera setelah Nai Nai pergi, ia mengenakan ekspresi wajah yang serius. Aku begitu terkejut dengan peniruannya hingga aku langsung gemetaran.

Tiga ratus tahun yang lalu, ketika pertama kali aku terbangun dari tidur panjangku dan mengetahui tubuh Guru tetap ternutrisi, meskipun tanpa menggunakan darah jantungku, Zhe Yan pun menggunakan gaya seperti ini.

Mengerutkan alisnya dan mengadopsi ekspresi yang serius, ia mengetukkan tangannya di atas peti es Mo Yuan, dan memberitahukanku kata-kata paling menghibur yang kubayangkan dapat kudengar: “Tampaknya, Mo Yuan akan segera kembali.”

Tetapi, kegembiraanku hanya bertahan sebentar; ia mengarangnya.

Sekarang, saat aku memandangi mata menyipitnya yang menerawang, harapan baru mulai mengakar di hatiku. Tetapi, aku dipenuhi ketakutan kalau harapan ini pun hanya akan bertahan sejenak. Belajar dari pelajaranku, aku cepat-cepat menuangkan air dingin di atas nyala api harapan yang membara.

Aku mendengar bunyi desisan api dalam hatiku yang padam.

Dengan tenang, aku menarik kepalan tanganku ke dalam lengan bajuku, dan dengan suara datar, aku berkata, “Biarkan aku bertahan jika kau menginginkannya. Lagipula, aku pun tidak tergesa-gesa untuk mendengarkannya.”

Ia menghentikan gayanya dan tertawa santai.

“Apabila aku memberitahukan padamu kalau Mo Yuan akan segera terbangun, apakah kau akan tetap tidak tergesa?”

Setelah mendengarkan ucapan Zhe Yan, jantung rubahku yang malang terasa seakan terbakar, dan melompat keluar dari dadaku dan memasuki tenggorokanku.

Aku mendengar suaraku sendiri terdengar serak ketika aku berkata, “Kau ... kau berbohong padaku.”

Aku mendengar diriku terisak saat aku mengatakannya.

Ia memandangiku, dan mengekang senyumannya. Aku melihat gelombang garis muncul di keningnya. Ia menghampiri dan menepuk punggungku.

“Aku berjanji aku tidak mempermainkanmu kali ini, gadis kecil. Aku menghabiskan beberapa hari terakhir melakukan urusan di Laut Barat bersama Kakak Keempatmu. Aku melihat putra pertama Raja Laut Barat ketika aku di sana dan merasakan sesuatu yang agak aneh tentang energi abadinya. Aku melakukan sihir mengejar jiwa dan menemukan dua jiwa di dalam tubuhnya ...”

Ia menjeda, dan memelankan suaranya untuk berkata, “... milik gurumu, Mo Yuan.”

Aku menundukkan kepalaku dan memandangi sulaman di sepatuku yang mencuat dari bawah gaunku.

“Bagaimana kau mengetahui kalau jiwa putra Laut Barat itu milik Mo Yuan?” tanyaku bodoh.

“Cerita-cerita supernatural di dunia fana juga punya alur seperti itu, tetapi ternyata pria itu sebenarnya sedang mengandung. Mungkin, putra pertama Raja Laut Barat sedang menyembunyikan kenyataan kalau ia sedang menantikan kelahiran seorang bayi dari orang tuanya?”

Kepalaku tertunduk, dan sekarang ada kabut di depan mataku, yang menghentikanku melihat ekspresi Zhe Yan dengan jelas.

Aku hanya mendengarnya menghela napas dan berkata, “Dengan sihir mengejar jiwa, memungkinkan untuk menemukan sumber dari satu jiwa. Jiwa kedua yang berada di dalam tubuh pangeran pertama Laut Barat sedang tertidur panjang. Aku mengikuti hingga ke sumbernya dan menemukan kalau jiwa itu dinutrisi oleh kekuatan spiritualnya dari pecahan jiwanya sendiri, yang mana berhasil menyatu kembali.

“Tanyakan sendiri pada dirimu, siapakah di seluruh Empat Lautan dan Delapan Dataran yang mungkin mengambil sebuah jiwa yang terpecah hingga tak lagi bisa dikenali dan menggunakan energi spiritual dari kepingan pecahannya untuk membentuk kembali sebuah jiwa baru? Tentu saja, hanya Mo Yuan seorang.

“Ia merupakan putra kandung Ayah Alam Semesta, yang memunculkanku juga. Tumbuh besar bersama Mo Yuan, tentu saja aku sangat akrab dengan kekuatan abadinya. Kau memberitahuku sebelum Mo Yuan menjadi debu berterbangan, ia meminta ketujuh belas muridnya untuk menunggunya. Pada saat itu, aku menduga, ia hanya mengatakan hal ini untuk memberikan kalian semua harapan, tidak ingin agar kalian semua merasa terlalu sedih.

“Meskipun ia selalu jujur terhadap apa yang dikatakannya, aku tidak percaya kalau ia mungkin bertahan hidup dari sesuatu seperti itu. Saat aku mengetahui jiwa yang tertidur panjang di dalam tubuh pangeran pertama Laut Barat, aku dipenuhi dengan kekaguman. Tidak pernah, dalam hidupnya, Mo Yuan mengecewakan orang-orang terdekat dan terkasihnya.

“Ini adalah tanda dari seorang pria yang benar-benar luar biasa. Ia sudah menghabiskan 70.000 tahun merekonstruksi jiwanya. Beberapa kepingannya masih tercecer, dan akan dibutuhkan waktu agak lama sebelum jiwanya lengkap dan siap kembali ke dalam tubuhnya. Ia harus menggunakan kekuatan abadi orang lain saat ia perlahan-lahan mengembalikan kesehatan dirinya.

“Setelah proses itu selesai, ia bisa kembali ke tubuhnya sendiri dan terbangun dengan sepantasnya. Pasti itulah alasan mengapa jiwa Mo Yuan menempati tubuh pangeran pertama Laut Barat. Ia beristirahat di sana selagi ia memulihkan diri. Sayang sekali, pangeran ini bukanlah makhluk abadi yang sangat bugar secara fisik, dan ia kesulitan memproduksi cukup banyak energi spiritual untuk penempaan dirinya sendiri, belum lagi untuk menutrisi Mo Yuan, dan tubuhnya jadi semakin lemah setiap harinya.

“Fakta bahwa jiwa Mo Yuan menempatkan dirinya di dalam tubuh selemah itu artinya akan dibutuhkan sekitar tujuh hingga delapan puluh ribu tahun lagi lamanya untuk memulihkan diri. Setelah memastikan itu memang Mo Yuan, aku berencana untuk langsung datang dan memberitahukannya padamu.

“Tetapi, saat aku tiba di Qing Qiu dan melihat betapa parahnya kau terluka, aku memutuskan untuk menyimpannya sendiri sesaat, berjaga-jaga takut kau kecewa. Sudah seharian kau berendam di mata airnya langit sekarang, jadi aku membayangkan, sedikit banyak, kau sudah sembuh.”

Aliran kata-kata ini memasuki telingaku, tetapi otakku terlalu kaku untuk membuat semuanya masuk akal. Perkataannya tersangkut di kepalaku seperti satu kuali bubur nasi yang sedang diaduk. Aku merasa sangat kebingungan seakan benakku sudah berkeliaran jauh dari Jiu Chong Tian, meninggalkanku dalam keadaan kebingungan dan keheranan.

Aku sudah akan mendapatkan keinginan yang kuharapkan selama 70.000 tahun. Aku hanya berdiri di sana sekian lama dalam keadaan benar-benar tak percaya, merasa seakan aku tersedak. Mendadak aku melihat sebuah lubang dalam cerita Zhe Yan.

“T-t-tapi, jika G-g-guru menggunakan energi abadi pangeran pertama Laut Barat untuk memulihkan diri, bagaimana ia akan membayarkan utang besar yang ditimbulkannya?”

Zhe Yan berdeham.

“Aku yakin Mo Yuan punya alasannya sendiri dengan memilih pangeran pertama Laut Barat,” katanya perlahan.

“Entah pangeran ini atau anggota dari klannya pasti berutang budi pada Mo Yuan, dan ini adalah bentuk pembalasan budi mereka.”

Ia memegangi pundakku, mengangkat daguku, dan mengernyit.

“Gadis kecil, apakah kau menangis?”

Aku mengusap wajahku, dan tentu saja tanganku pun ikut basah. Lututku lemas, dan aku berlutut di tanah, menarik-narik ujung lengan jubahnya dengan menyedihkan.

“Aku ... aku t-t-takut sekali kalau ini hanyalah sebuah ilusi,” isakku.

Related Posts:

0 comments:

Posting Komentar