Ten Miles of Peach Blossoms
Chapter 17 Part 3
Aku menatap si
selir panutan ini dalam diam penuh keterkejutan. Deklarasinya ini sudah jelas
berniat untuk membuatku marah. Jika ia ingin memberitahuku kalau aku tidak
lebih dari seorang pengganti dari ibu Buntalan yang sudah meninggal, seharusnya
ia katakan saja terus terang.
Sebaliknya, ia
berbicara bertele-tele. Memujiku dengan begitu berlimpahnya, dan bersimpuh
pula, ia mencoba membuat kata-kata provokatifnya terdengar lebih baik, lebih
natural, dan pengertian.
Aku tahu dengan
sangat jelas apa tujuan yang diinginkannya dariku dengan ini, tetapi sayangnya
baginya, aku tidak akan menanggapinya. Dan tentu saja, aku tidak akan berdebat
sengit dengan Ye Hua tentang apakah satu-satunya alasan ia mencintaiku adalah
sebagai pengganti ibu Buntalan.
Si selir panutan
ini sungguh tidak menjalaninya dengan mudah. Meskipun ia begitu mencintai Ye
Hua, Ye Hua hanya memperlakukannya dengan penhinaan. Jika ini adalah sebuah
pertunjukan, ini akan menjadi sebuah romansa yang berkaitan antara seorang
suami yang tidak mencintai selirnya. Ia memiliki hati yang terbuat dari baja,
dan tak peduli apa pun yang dilakukannya, pria itu tetap tak tergerak. Di
belakang punggung suaminya, si selir yang malang dan sangat mencintainya ini
akan menangis tersedu-sedu.
Separuh karena
kesengsaraan, separuh demi membuat kesal saingan cintanya, ia mengungkit soal
masa lalu romantis pria yang dicintainya, tetapi yang ada ia malah berakhir
dengan membuat dirinya sendiri jadi kesal, sementara saingan cintanya tetap tak
terpengaruh. Pemandangan yang cukup menyedihkan.
Aku berdiri dan
berjalan mendekatinya, menepuk pundaknya dengan kipasku.
“Aku tahu kau
mengincar Ye Hua, tetapi jangan membayangkan kalau semua orang menginginkan hal
yang sama denganmu. Sebagai seorang dewi kecil, semestinya kau tidak mencoba
berlagak sok pintar. Oh, ada hal lainnya yang harus kusebutkan. Semua makhluk
abadi di seluruh Empat Lautan dan Delapan Dataran menghormatiku sesuai dengan
etika seremonial di Qing Qiu.
“Jika kau
sungguh ingin menghormatiku dengan benar, kau harus mandi, berpuasa, dan
menyalakan dupa selama tiga hari sebelumnya, dan untuk tiga hari setelahnya,
kau harus melakukan tiga kali berlutut dengan hormat dan sembilan kali
menyembah. Itu adalah etika yang agak tidak praktis, tetapi bahkan suamimu, Ye
Hua, mematuhinya, dan aku menghargainya.
“Apa yang tidak
kuhargai adalah seorang makhluk abadi berstatus rendahan memberi hormat padaku
hanya dengan menyatukan tangan mereka dan mengira kalau itu saja sudah cukup.
Mulai sekarang, kau harus memberitahuku lebih dahulu apabila kau ingin memberi
hormat kepadaku, dan lakukanlah dengan tata krama resmi mengikuti etika
seremonial Qing Qiu.
“Jika kau tidak
bisa mematuhinya, tidak masalah, tetapi aku akan menghargainya jika kau tidak
mengungkit soal peraturan Istana Langit di hadapanku lagi. Dan satu hal lagi,
aku adalah anak bungsu dari semua anak ibuku, dan aku bukanlah kakak siapa pun,
lagipula, kau terlalu muda untuk memanggilku seperti itu. Sesuai dengan hirarki
seremonial, akan lebih pantas bagimu untuk memanggilku dengan sebutan Dewi
Agung.”
Di saat aku
selesai dengannya, aku merasa jauh lebih baik. Mataku kebetulan saja melihat ke
lantai dimana tangannya berada, dan aku melihat mereka mengepal erat menjadi
tinjuan. Gadis muda ini sudah mempertunjukkan sandiwara yang hampir tak
tercela, tetapi di dalamnya, ia tetaplah penuh dengan semangat muda.
Aku menghela
napas. Aku memberi isyarat pada Nai Nai, berjalan mengitari sosok tengkurap si
selir panutan, dan menuju kembali ke mata air langit yang tenang.
Aku tidak tahu
bagaimana sesungguhnya perasaan Ye Hua, dan setelah mendengarkan ucapan Su Jin,
aku mulai merasa sangat sedih.
Ye Hua sangat
mencintai ibu Buntalan. Jika aku benar dan Su Jin membuat ibu Buntalan melompat
dari Zhu Xian Tai demi menghancurkan saingan cintanya ... maka, bukankah
semestinya si wajah dingin, si sikap dingin Ye Hua itu sudah menyerang Su Jin?
Aku begitu fokus dengan pemikiran ini hingga sebenarnya aku menanyakan
pertanyaan ini dengan suara keras.
Nai Nai, yang
berdiri di sebelahku, berkata, “Dewi Agung, tebakan Anda memang benar. Pangeran
Ye Hua memang pernah menyerangnya.”
Ia ragu sejenak
sebelum mulai menjelaskan.
“Tidak lama
setelah Pangeran terbangun dari tidur panjangnya. Ia merasa lemah secara fisik,
tak bersemangat, dan resah. Ia menghabiskan hari-harinya seorang diri di
istananya, mengabaikan semua orang, bahkan Yang Mulia Pangeran Kecil. Ibu
Pangeran Ye Hua, Le Xu Niang Niang,
sangat cemas, dan beliau memintaku untuk datang dan menghiburnya. Kapan pun aku
membicarakan majikanku sebelumnya, Pangeran akan tampak sedikit tergerak.
“Dua minggu
setelah Pangeran Ye Hua terbangun lagi, Tian Jun mengatur sebuah tandu untuk
membawa Su Jin memasuki Istana Xi Wu. Ada angin sepoi-sepoi hari itu, dan
mataharinya bersinar dengan terangnya, sebuah hari penuh keberuntungan. Namun,
Su Jin Niang Niang tidak disambut di
Istana Xi Wu. Aku melihatnya dengan mataku kepalaku sendiri saat Pangeran Ye
Hua menghunuskan pedangnya, wajahnya benar-benar tanpa ekspresi, dan
menggunakannya untuk menusuknya tepat di dadanya. Tampaknya itu adalah tusukan
yang fatal, tetapi sayangnya, Tian Jun tiba tepat waktunya untuk membawanya
pergi, oleh karena itulah, menyelamatkan nyawanya.
“Semenjak itu,
seperti yang Anda saksikan. Ia kembali ke Istana Xi Wu di bawah perlindungan
Tian Jun, tetapi Pangeran tidak punya apa pun selain penghinaan untuknya,
memperlakukannya seolah ia bukan apa-apa selain tempat menyimpan mata majikanku
yang sebelumnya. Beberapa dayang merasa kasihan padanya, tetapi sejauh yang aku
tahu, kau memetik apa yang kau tanam.”
“Mata?” Aku
bertanya tak percaya.
Nai Nai
menggertakkan giginya.
“Niang Niang-ku yang malang, dicungkil
matanya.”
Aku terdiam
saat aku merenungi semua yang baru saja kuketahui. Ketika mengetahui hal aneh
seperti ini, biasanya aku merasa perlu untuk menggali lebih dalam dan mencari
tahu seluruh ceritanya, tetapi entah mengapa aku merasa tertahan kali ini. Aku
menghela napas keras.
Mata Nai Nai
memerah lagi.
“Dulunya, aku
sangat naif, seperti Niang Niang-ku.
Setelah semua ini terjadi, aku menyadari betapa sulitnya bagi Pangeran Ye Hua
untuk memastikan agar Niang Niang-ku
menjalani kehidupan yang aman dan damai di Istana Langit, dan seberapa besar pengendalian
yang dilakukannya untuk menjaganya tetap aman dan terawat. Le Xu Niang Niang memberitahuku kalau Pangeran
berpikir, ia bisa melindungi Niang Niang-ku
lebih baik apabila ia menyembunyikan perasaannya yang sebenarnya kepadanya.
“Ia
menyembunyikan perasaan sesungguhnya dari semua makhluk abadi di langit ini,
termasuk Niang Niang-ku. Tetapi, ia
tidak berhasil menyembunyikan mereka dari satu orang yang sebenarnya ingin
ditipunya: Tian Jun.”
Segera setelah
ia mengucapkan kalimat terakhir, wajahnya memucat.
Mendadak, ia
menyadari apa yang telah diperbuatnya, dan dengan bibir bergetar, ia berkata,
“Hamba sudah berlaku sangat tidak bijaksana.”
Ia sudah
mengatakan banyak hal, tetapi bagian pertamanya agak tidak koheren, dan bagian
terakhirnya pun tidaklah masuk akal bagiku, jadi aku tidak yakin seberapa tidak
bijaksananya dirinya sebenarnya. Aku merasakan jalinan emosi yang kompeks
terbentuk dalam diriku.
Aku baru saja
akan meninggalkan Yi Lan Fang Hua dengan perasaan kusut yang masih tersisa di
dalam diriku saat aku merasakan tiupan asap keberuntungan berkibar ke arah
wajahku.
Dari seluruh
makhluk abadi yang ada di Empat Lautan dan Delapan Dataran, hanya ada empat
atau lima makhluk abadi dengan energi abadi sehebat ini, dan dari empat atau
lima orang ini, yang paling hebat adalah orang yang punya hobi yang sopan dan
selera yang lebih halus lagi: Zhe Yan.
Dan itu adalah
orang yang sekarang kutemukan sedang berdiri di sebelah dinding Yi Lan Fang
Hua, menyingsingkan lengan jubahnya dan tertawa selagi memperhatikanku.
Aku terlalu
terkejut untuk berbicara.
Ketika Su Jin
tengah melimpahiku dengan penghormatan yang berlebihan tadi, aku sudah melihat
ujung jubah yang melintas melalui ambang pintunya, dan mendongak, aku mengira
itu mungkin saja Zhe Yan, tetapi berasumsi kalau ia masih bersama-sama dengan
Kakak Keempat di Qing Qiu, aku menampik pemikiran itu dan tak lagi
memikirkannya. Namun, jubah mencolok yang kulihat sebelumnya memang adalah
dirinya.
Aku kehilangan
kesabaranku terhadap Su Jin tadi, dan berakhir berbicara padanya dengan cara
yang tidak sopan, yang mana, jika dilihat kembali, sudah mengorbankan beberapa
kesopanan Dewi Agungku. Fakta bahwa Zhe Yan menyaksikan seluruh percakapan,
membuatku tersipu malu.
Saat akhirnya
ia berhenti tertawa, ia mengambil beberapa langkah kemari dan berkata, “Sudah
lama aku tidak melihatmu kehilangan kesabaran. Benar-benar waktu yang
sangat tepat untuk mencuri dengar
darimu. Kakak Keempatmu dulunya mengeluh kalau membawamu ke Gunung Kun Lun
merupakan keputusan yang salah. Segera setelah kau mempelajari sihir di sana,
kau kehilangan seluruh cahayamu, semua energi kekanakanmu ketika Kakak Keempat
menjagamu. Namun, dari apa yang kulihat hari ini, tampaknya tidak semua
harapannya hilang.”
Aku berusia
140.000 tahun, yang membuatku layaknya seorang wanita tua gemetaran kalau dalam
sebutan dunia fana. Jika aku masih senaif dan sebersemangat ketika aku masih
seorang gadis muda ... pemikiran itu sungguh terlalu mengerikan untuk
dibayangkan.
Aku sudah
menerima usia tuaku dan memahami pengaruhnya usia terhadap sikap. Zhe Yan, di
lain pihak, tidak pernah menerima usianya dan tidak akan pernah menerima
kebijaksanaanku dalam subjek ini.
Aku memberinya
respon yang dicarinya.
“Aku tidak
terlalu menyukai Selir Utama Ye Hua,” jelasku sambil menggoyangkan kipasku tak
berdaya.
“Aku selalu
menghargai dan mengapresiasi makhluk-makhluk abadi muda, tetapi yang satu ini
terlalu tajam perhatiannya dan terlalu bersemangat, datang kemari, mencoba sok
pintar. Aku sangat tidak menikmati tingkah laku seperti itu, dan sebagai
anggota dari generasi yang lebih tua, aku merasa ia perlu diberikan sedikit
hardikan. Aku tidak sungguh-sungguh kehilangan kesabaranku. Kau membuatnya
terdengar lebih buruk dari yang sebenarnya.”
Ia tertawa
kecil. Zhe Yan tidak pernah tertawa sebanyak ini. Belakangan ini, ia bertingkah
sangat senang pada dirinya sendiri. Tetapi, kelihatannya ia memang memiliki
segala hal yang mungkin diinginkannya, dan itu membuatnya masuk akal, ia lebih
banyak tertawa.
“Ye Hua baru
saja membawaku ke Jiu Chong Tian kemarin,” kataku, setelah ia berhenti tertawa.
“Kenapa kau
cepat sekali bergegas kemari? Tentunya kau tidak datang jauh-jauh kemari hanya
untuk menguping pembicaraanku?”
Ia berdeham dan
mencoba menyembunyikan sebuah senyuman. Ia menyapukan matanya ke atas dan bawah
ke arah Nai Nai, yang masih berdiri di sampingku. Nai Nai membuktikan dirinya
pantas sebagai penghuni lama di Jiu Chong Tian dan menyangka ia harus undur
diri.
Setelah ia
membungkuk memberi hormat kepada Zhe Yan, ia berkata, “Hamba akan pergi duluan
menuju mata air langitnya dan menunggu Anda di sana, Dewi Agung.”
Aku mengangguk.
Zhe Yan tidak
pernah menjadi seseorang yang bijaksana, dan segera setelah Nai Nai pergi, ia
mengenakan ekspresi wajah yang serius. Aku begitu terkejut dengan peniruannya
hingga aku langsung gemetaran.
Tiga ratus
tahun yang lalu, ketika pertama kali aku terbangun dari tidur panjangku dan
mengetahui tubuh Guru tetap ternutrisi, meskipun tanpa menggunakan darah
jantungku, Zhe Yan pun menggunakan gaya seperti ini.
Mengerutkan
alisnya dan mengadopsi ekspresi yang serius, ia mengetukkan tangannya di atas
peti es Mo Yuan, dan memberitahukanku kata-kata paling menghibur yang
kubayangkan dapat kudengar: “Tampaknya, Mo Yuan akan segera kembali.”
Tetapi,
kegembiraanku hanya bertahan sebentar; ia mengarangnya.
Sekarang, saat
aku memandangi mata menyipitnya yang menerawang, harapan baru mulai mengakar di
hatiku. Tetapi, aku dipenuhi ketakutan kalau harapan ini pun hanya akan
bertahan sejenak. Belajar dari pelajaranku, aku cepat-cepat menuangkan air
dingin di atas nyala api harapan yang membara.
Aku mendengar
bunyi desisan api dalam hatiku yang padam.
Dengan tenang,
aku menarik kepalan tanganku ke dalam lengan bajuku, dan dengan suara datar, aku
berkata, “Biarkan aku bertahan jika kau menginginkannya. Lagipula, aku pun
tidak tergesa-gesa untuk mendengarkannya.”
Ia menghentikan
gayanya dan tertawa santai.
“Apabila aku
memberitahukan padamu kalau Mo Yuan akan segera terbangun, apakah kau akan tetap
tidak tergesa?”
Setelah
mendengarkan ucapan Zhe Yan, jantung rubahku yang malang terasa seakan
terbakar, dan melompat keluar dari dadaku dan memasuki tenggorokanku.
Aku mendengar
suaraku sendiri terdengar serak ketika aku berkata, “Kau ... kau berbohong
padaku.”
Aku mendengar
diriku terisak saat aku mengatakannya.
Ia
memandangiku, dan mengekang senyumannya. Aku melihat gelombang garis muncul di
keningnya. Ia menghampiri dan menepuk punggungku.
“Aku berjanji
aku tidak mempermainkanmu kali ini, gadis kecil. Aku menghabiskan beberapa hari
terakhir melakukan urusan di Laut Barat bersama Kakak Keempatmu. Aku melihat
putra pertama Raja Laut Barat ketika aku di sana dan merasakan sesuatu yang
agak aneh tentang energi abadinya. Aku melakukan sihir mengejar jiwa dan
menemukan dua jiwa di dalam tubuhnya ...”
Ia menjeda, dan
memelankan suaranya untuk berkata, “... milik gurumu, Mo Yuan.”
Aku menundukkan
kepalaku dan memandangi sulaman di sepatuku yang mencuat dari bawah gaunku.
“Bagaimana kau
mengetahui kalau jiwa putra Laut Barat itu milik Mo Yuan?” tanyaku bodoh.
“Cerita-cerita
supernatural di dunia fana juga punya alur seperti itu, tetapi ternyata pria
itu sebenarnya sedang mengandung. Mungkin, putra pertama Raja Laut Barat sedang
menyembunyikan kenyataan kalau ia sedang menantikan kelahiran seorang bayi dari
orang tuanya?”
Kepalaku
tertunduk, dan sekarang ada kabut di depan mataku, yang menghentikanku melihat
ekspresi Zhe Yan dengan jelas.
Aku hanya
mendengarnya menghela napas dan berkata, “Dengan sihir mengejar jiwa,
memungkinkan untuk menemukan sumber dari satu jiwa. Jiwa kedua yang berada di
dalam tubuh pangeran pertama Laut Barat sedang tertidur panjang. Aku mengikuti
hingga ke sumbernya dan menemukan kalau jiwa itu dinutrisi oleh kekuatan
spiritualnya dari pecahan jiwanya sendiri, yang mana berhasil menyatu kembali.
“Tanyakan
sendiri pada dirimu, siapakah di seluruh Empat Lautan dan Delapan Dataran yang
mungkin mengambil sebuah jiwa yang terpecah hingga tak lagi bisa dikenali dan
menggunakan energi spiritual dari kepingan pecahannya untuk membentuk kembali
sebuah jiwa baru? Tentu saja, hanya Mo Yuan seorang.
“Ia merupakan
putra kandung Ayah Alam Semesta, yang memunculkanku juga. Tumbuh besar bersama
Mo Yuan, tentu saja aku sangat akrab dengan kekuatan abadinya. Kau
memberitahuku sebelum Mo Yuan menjadi debu berterbangan, ia meminta ketujuh
belas muridnya untuk menunggunya. Pada saat itu, aku menduga, ia hanya
mengatakan hal ini untuk memberikan kalian semua harapan, tidak ingin agar
kalian semua merasa terlalu sedih.
“Meskipun ia
selalu jujur terhadap apa yang dikatakannya, aku tidak percaya kalau ia mungkin
bertahan hidup dari sesuatu seperti itu. Saat aku mengetahui jiwa yang tertidur
panjang di dalam tubuh pangeran pertama Laut Barat, aku dipenuhi dengan kekaguman.
Tidak pernah, dalam hidupnya, Mo Yuan mengecewakan orang-orang terdekat dan
terkasihnya.
“Ini adalah
tanda dari seorang pria yang benar-benar luar biasa. Ia sudah menghabiskan
70.000 tahun merekonstruksi jiwanya. Beberapa kepingannya masih tercecer, dan
akan dibutuhkan waktu agak lama sebelum jiwanya lengkap dan siap kembali ke
dalam tubuhnya. Ia harus menggunakan kekuatan abadi orang lain saat ia
perlahan-lahan mengembalikan kesehatan dirinya.
“Setelah proses
itu selesai, ia bisa kembali ke tubuhnya sendiri dan terbangun dengan
sepantasnya. Pasti itulah alasan mengapa jiwa Mo Yuan menempati tubuh pangeran
pertama Laut Barat. Ia beristirahat di sana selagi ia memulihkan diri. Sayang
sekali, pangeran ini bukanlah makhluk abadi yang sangat bugar secara fisik, dan
ia kesulitan memproduksi cukup banyak energi spiritual untuk penempaan dirinya
sendiri, belum lagi untuk menutrisi Mo Yuan, dan tubuhnya jadi semakin lemah
setiap harinya.
“Fakta bahwa
jiwa Mo Yuan menempatkan dirinya di dalam tubuh selemah itu artinya akan
dibutuhkan sekitar tujuh hingga delapan puluh ribu tahun lagi lamanya untuk
memulihkan diri. Setelah memastikan itu memang Mo Yuan, aku berencana untuk
langsung datang dan memberitahukannya padamu.
“Tetapi, saat
aku tiba di Qing Qiu dan melihat betapa parahnya kau terluka, aku memutuskan
untuk menyimpannya sendiri sesaat, berjaga-jaga takut kau kecewa. Sudah
seharian kau berendam di mata airnya langit sekarang, jadi aku membayangkan,
sedikit banyak, kau sudah sembuh.”
Aliran
kata-kata ini memasuki telingaku, tetapi otakku terlalu kaku untuk membuat
semuanya masuk akal. Perkataannya tersangkut di kepalaku seperti satu kuali
bubur nasi yang sedang diaduk. Aku merasa sangat kebingungan seakan benakku
sudah berkeliaran jauh dari Jiu Chong Tian, meninggalkanku dalam keadaan
kebingungan dan keheranan.
Aku sudah akan
mendapatkan keinginan yang kuharapkan selama 70.000 tahun. Aku hanya berdiri di
sana sekian lama dalam keadaan benar-benar tak percaya, merasa seakan aku
tersedak. Mendadak aku melihat sebuah lubang dalam cerita Zhe Yan.
“T-t-tapi, jika
G-g-guru menggunakan energi abadi pangeran pertama Laut Barat untuk memulihkan
diri, bagaimana ia akan membayarkan utang besar yang ditimbulkannya?”
Zhe Yan
berdeham.
“Aku yakin Mo
Yuan punya alasannya sendiri dengan memilih pangeran pertama Laut Barat,”
katanya perlahan.
“Entah pangeran
ini atau anggota dari klannya pasti berutang budi pada Mo Yuan, dan ini adalah
bentuk pembalasan budi mereka.”
Ia memegangi
pundakku, mengangkat daguku, dan mengernyit.
“Gadis kecil,
apakah kau menangis?”
Aku mengusap
wajahku, dan tentu saja tanganku pun ikut basah. Lututku lemas, dan aku
berlutut di tanah, menarik-narik ujung lengan jubahnya dengan menyedihkan.
“Aku ... aku
t-t-takut sekali kalau ini hanyalah sebuah ilusi,” isakku.
0 comments:
Posting Komentar