Kamis, 04 Februari 2021

CTF - Chapter 83

Consort of A Thousand Faces

Chapter 83 : Perang Korset Cina


Pei Qian Hao tidak mengutarakan sepatah kata pun selagi ia duduk di atas bangku kayu dan mengambil sumpit, mulai makan. Sebelum ia mulai mengunyah, alisnya sudah mengerut.

"Kemari, cicipi." Pei Qian Hao menyerahkan sumpitnya pada Su Xi-er.

"Hamba tidak boleh menerima sumpit yang Anda gunakan, Pangeran Hao." Su Xi-er menolak secara tak langsung.

Namun, Pei Qian Hao tidak terpengaruh. Mengambil sayuran dengan sumpitnya, ia berdiri dan memaksa Su Xi-er membuka mulut untuk menelan sayuran itu.

Dalam sekejap, Su Xi-er mengernyitkan alisnya. Terlalu asin.

"Bukankah lezat? Habiskan ketiga hidangannya. Anggap saja Pangeran ini sedang memberikanmu hadiah." Kemudian, ia menyerahkan sumpitnya ke tangan Su Xi-er.

Su Xi-er memandangi ketiga hidangan itu. Aku tidak akan bisa menghabiskan semua ini meskipun aku menginginkannya. Tetapi, aku juga tidak bisa menolaknya walaupun ingin. Karenanya, ia hanya bisa memandangi saja selagi Pei Qian Hao berjalan keluar ruangan.

Duduk di bangku kayu yang kini kosong, ia memasang wajah lesu selagi mulai makan. Semua hidangannya keasinan. Mana mungkin aku bisa memakan semuanya? Bagaimana kalau aku ... diam-diam membuangnya keluar saat ia sedang tidak memperhatikan?

Akan tetapi, Pei Qian Hao sepertinya telah membaca pemikirannya selagi suara dalam dan rendahnya terdengar dari arah kamar dalam. "Habiskan semuanya. Pangeran ini akan memeriksanya. Jika Pangeran ini tahu kau diam-diam membuang mereka, akan ada hukuman yang lebih parah yang menanti ...."

Dengan begitu, maka rencana Su Xi-er pun gagal dan ia hanya bisa memaksakan dirinya memakan hidangan itu.

***

Sekitar sejam setelahnya, Su Xi-er menghadapi jalan buntu. Aku tidak bisa menghabiskannya. Di waktu bersamaan, tidak ada pergerakan sedikit pun dari kamar dalam. Apakah Pei Qian Hao sudah beristirahat?

Mataharinya terbenam, sementara rembulan perlahan memanjat ke atas langit malam. Ekspresi di mata Su Xi-er menggelap sebelum akhirnya ia, menurunkan sumpitnya, mengelap mulutnya, dan menuju kamar dalam.

Ia berhenti di luar kamar dan dengan sopan mengakui, "Pangeran Hao, hamba tidak sanggup memakannya lagi. Ini adalah salah hamba karena tidak memasak dengan baik. Pangeran Hao, silakan hukum hamba; aku tidak akan mengeluh."

Tidak ada suara dari kamar dalam, tetapi Su Xi-er terus berdiri di luar pintu kamar tanpa bergerak ataupun berbicara.

Hanya setelah beberapa lama saja, baru terdengar suara dalam dan rendah dari kamar dalam. "Masuklah."

Takut kalau ia akan melihat sesuatu yang tidak seharusnya, Su Xi-er menundukkan kepalanya selagi ia berjalan masuk. Ia menekuk lututnya, memberi salam. "Hamba memberi hormat pada Pangeran Hao."

"Kau jadi luar biasa penurut semenjak meninggalkan istana kekaisaran. Kau tidak akan mengeluh, tak peduli bagaimana pun Pangeran ini akan menghukummu?" Komentar Pei Qian Hao tanpa tergesa dengan nada suara yang tenang.

Su Xi-er mengangguk. "Aku akan menerima bagaimanapun cara Pangeran Hao menghukumku."

Tidak masalah selama ia tidak menyuruhku untuk terus makan. Yang kulakukan hanyalah menaburkan sedikit garam, sama seperti ketika aku berada di Nan Zhao. Siapa sangka kalau itu akan membuat semuanya keasinan?

"Ucapan layaknya susu yang tumpah; tak bisa ditarik kembali. Kau harusnya paham akan prinsip ini." Pei Qian Hao berkata lembut, diikuti dengan ekspresinya yang menjadi jail.

"Lepaskan pakaianmu. Semuanya." Nada suaranya tenang dan terkendali; ia tidak sedang bercanda.

Ini ada caranya menghukum. Tubuh Su Xi-er menegang dan napasnya nyaris terhenti. Bagaimana bisa aku mengatakan kalau aku akan menerima semua jenis hukumannya tanpa mengeluh? Bagaimana bisa aku melupakan kalau aku harus waspada akan sifat mesum orang ini?

Pei Qian Hao berbaring miring di pinggir ranjang, tangannya menopang kepalanya selagi ia mengangkat alis, memamerkan aura nakalnya.

"Tidak ada gunanya menangisi susu yang sudah tumpah," ia mengingatkan.

Su Xi-er mendongakkan kepala, menatapnya, bibirnya terkatup erat. Sedikit demi sedikit, tangannya bergerak ke atas dan mulai membuka kancingnya.

Perlahan, korset Cina abu-abu pun terlihat, menyebabkan ekspresi Pei Qian Hao jadi tidak senang. Kenapa ia harus mengenakan yang warna abu-abu.

Saat ia sampai di kancing terakhir, dengan galak, Su Xi-er melemparkan baju berbahan kain kasarnya ke atas lantai dan menatap lurus ke arah Pei Qian Hao. "Pangeran Hao, apakah Anda sudah puas?"

Tatapan Pei Qian Hao tertuju pada bagian belakang pundaknya yang masih memiliki bilur berwarna gelap. Apakah ia tidak menggunakan bubuk obat yang kuberikan padanya? Kalau tidak, mana mungkin masih ada bekas luka?

"Berjalanlah ke arah Pangeran ini." Pei Qian Hao menegakkan tubuhnya dengan ekspresi serius. Nada intimidasi dalam suaranya cukup untuk membuat orang merasa tertindas.

Su Xi-er berjalan maju selangkah demi selangkah, matanya tetap terpaku pada Pei Qian Hao.

Tepat saat ia baru saja akan menumburnya, Pei Qian Hao mengangkat tangan kanannya dan menariknya.

Pusat gravitasi Su Xi-er tidak stabil, membuatnya jatuh dalam pelukannya.

Pei Qian Hao tidak membuat pergerakan lain selain tangan kanannya yang berkeliaran di sekitar bekas luka di balik pundaknya. "Kenapa kau tidak menggunakan bubuk obatnya? Bekas luka ini akan memudar jika kau membubuhkannya tiap hari."

"Tubuh hamba dipenuhi bekas luka. Terima kasih banyak karena telah menganugerahkan bubuk obat pada hamba, Pangeran Hao. Bekas luka di punggung hamba sudah hampir hilang; hanya saja yang satu ini agak dalam dan butuh lebih banyak waktu untuk pudar."

Mata Pei Qian Hao agak menyipit. "Terakhir kali aku melihat bekas luka di balik pundakmu, tidak separah seperti hari ini. Siapa yang mencambukimu?"

'Terakhir kali aku melihatmu' yang disebutkan olehnya itu maksudnya adalah hari dimana ia memaksanya mengganti korset Cina merah itu. Pada saat itu, ia melanggar janjinya dan berbalik melihatnya.

"Tidak ada yang mencambuki hamba. Hamba melukai diri sendiri dengan batangan bambu emas saat aku sedang mencuci baju." Kemudian, Su Xi-er memutar tubuhnya, berniat bangun.

Pei Qian Hao menghentikannya, mengeluarkan satu botol bubuk obat dari bawah bantalnya dan membantunya membubuhkannya di bekas lukanya.

Hanya setelah ia selesai melakukan ini, barulah ia tersadar kalau ia benar-benar membubuhkan sendiri bubuk obat itu untuk Su Xi-er. Pertama kalinya ....

Tidak menghiraukan pikiran Pei Qian Hao, Su Xi-er masih menggeliat, berupaya melepaskan diri dari genggamannya.

Pei Qian Hao menyingkirkan botol porselen putih itu sebelum ia melingkarkan tangannya di pinggang gadis itu, membalikkan posisi mereka dengan satu lemparan.

Matanya diliputi bahaya selagi ia mengamati Su Xi-er, yang kini tertindih di bawah tubuhnya. "Kau kira tubuh Pangeran ini lemah?"

Su Xi-er menengadahkan kepala, menatapnya. "Hamba tidak pernah bilang begitu."

"Ketiga hidangannya mengandung telur. Bukankah itu artinya tubuh Pangeran ini lemah?" Kepala Pei Qian Hao sedikit demi sedikit menurun selagi ia berbicara, pada akhirnya, berada tepat di sebelah telinganya.

Merasakan kehangatan napas Pei Qian Hao yang mengenai kulitnya, Su Xi-er merasa sangat tak nyaman. Ia tidak suka dikendalikan orang lain.

"Pangeran Hao, Istana Kecantikan penuh dengan para wanita yang berdandan dengan sangat cantiknya hanya demi satu tujuan, yaitu menyambut Anda ke kamar mereka. Pangeran Hao ...." Sebelum ia selesai bicara, ia sudah disela lebih dulu oleh Pei Qian Hao.

"Kau juga berasal dari Istana Kecantikan, meskipun Ibu Suri-lah yang mengutusmu ke sana."

Tangan Su Xi-er menahan dadanya selagi ia menolak. "Hanya dengan nama mereka terukir di Istana Kecantikan, barulah seseorang dianggap sebagai salah satu wanita Istana Kecantikan. Hamba bukanlah salah satu dari para wanita itu karena namaku tidak terukir di sana. Mohon jangan lupakan bahwa hamba berasal dari Istana Samping."

Pei Qian Hao tertawa kecil. "Pangeran ini tahu kalau kau menggosok pispot."

Kemudian, tangannya terulur untuk mengamankan Su Xi-er, tatapannya tertuju pada bibir gadis itu.

Wajah tampannya perlahan-lahan membesar di depan matanya.

Tepat sebelum bibir pria itu menekan bibirnya, Su Xi-er mengangkat kakinya dan dengan kejam menendang bokongnya. Di waktu bersamaan, dengan tangkas ia mengangkat kepala dan membenturkannya pada Pei Qian Hao dengan seluruh tenaganya.

Pei Qian Hao tidak menduga kalau ia masih mampu meluncurkan serangan sekuat itu meskipun sudah dikekang olehnya. Selama sepersekian detik, tenaganya melemah, memperbolehkan Su Xi-er lepas dari tangannya.

Namun, Pei Qian Hao bukanlah target yang mudah untuk dibodohi.

Ia mengulurkan tangan kanannya dan membuat gerakan meraih yang cekatan, tepat sewaktu Su Xi-er mengelak. Tali korset Cina-nya pun renggang, dan kain abu-abu itu jatuh ke atas tanah.

Ekspresi Su Xi-er berubah. Tangannya memeluk erat dirinya sendiri selagi ia memandangi Pei Qian Hao waspada.

Pei Qian Hao berkomentar gembira, "Orang yang semestinya makan telur adalah dirimu. Tubuhmu lemah. Tidak ada besarnya dimana pun."

Ada nada tersembunyi di balik perkataannya, menyebabkan wajah Su Xi-er berubah pucat di sisi kiri dan memerah di sisi kanan, menahan amarah serta rasa malu.

"Kau tidak perlu menatap Pangeran ini seperti itu. Pangeran ini masih belum melahapmu."

"Pangeran Hao, hamba sudah menerima hukumannya. Hamba boleh pergi sekarang." Lalu, ia pun membungkuk untuk memungut korset Cina abu-abunya.

Tepat saat ia baru saja akan memungutnya, satu tangan besar menghadang jalannya dan membawanya menuju tepian ranjang.

Dalam sekejap, seluruh tubuhnya terlempar ke atas ranjang.

"Korset Cina yang jelek sekali. Lebih baik kau tidak mengenakannya."

Su Xi-er sungguh tidak mengerti. Bagaimana warna korset Cina yang kukenakan, menjadi urusannya?


(T/N : korset cina bahkan dapat satu chapter sendiri, sepenting itulah korset buat si pangeran hao wkwkwk)

Related Posts:

0 comments:

Posting Komentar