Consort of A Thousand Faces
Chapter 83 : Perang Korset Cina
Pei Qian Hao tidak mengutarakan
sepatah kata pun selagi ia duduk di atas bangku kayu dan mengambil sumpit,
mulai makan. Sebelum ia mulai mengunyah, alisnya sudah mengerut.
"Kemari, cicipi." Pei
Qian Hao menyerahkan sumpitnya pada Su Xi-er.
"Hamba tidak boleh menerima
sumpit yang Anda gunakan, Pangeran Hao." Su Xi-er menolak secara tak
langsung.
Namun, Pei Qian Hao tidak
terpengaruh. Mengambil sayuran dengan sumpitnya, ia berdiri dan memaksa Su
Xi-er membuka mulut untuk menelan sayuran itu.
Dalam sekejap, Su Xi-er
mengernyitkan alisnya. Terlalu asin.
"Bukankah lezat? Habiskan
ketiga hidangannya. Anggap saja Pangeran ini sedang memberikanmu hadiah."
Kemudian, ia menyerahkan sumpitnya ke tangan Su Xi-er.
Su Xi-er memandangi ketiga
hidangan itu. Aku tidak akan bisa menghabiskan semua ini meskipun aku
menginginkannya. Tetapi, aku juga tidak bisa menolaknya walaupun ingin. Karenanya,
ia hanya bisa memandangi saja selagi Pei Qian Hao berjalan keluar ruangan.
Duduk di bangku kayu yang kini
kosong, ia memasang wajah lesu selagi mulai makan. Semua hidangannya
keasinan. Mana mungkin aku bisa memakan semuanya? Bagaimana kalau aku ...
diam-diam membuangnya keluar saat ia sedang tidak memperhatikan?
Akan tetapi, Pei Qian Hao
sepertinya telah membaca pemikirannya selagi suara dalam dan rendahnya
terdengar dari arah kamar dalam. "Habiskan semuanya. Pangeran ini akan
memeriksanya. Jika Pangeran ini tahu kau diam-diam membuang mereka, akan ada
hukuman yang lebih parah yang menanti ...."
Dengan begitu, maka rencana Su
Xi-er pun gagal dan ia hanya bisa memaksakan dirinya memakan hidangan itu.
***
Sekitar sejam setelahnya, Su
Xi-er menghadapi jalan buntu. Aku tidak bisa menghabiskannya. Di
waktu bersamaan, tidak ada pergerakan sedikit pun dari kamar dalam. Apakah
Pei Qian Hao sudah beristirahat?
Mataharinya terbenam, sementara
rembulan perlahan memanjat ke atas langit malam. Ekspresi di mata Su Xi-er
menggelap sebelum akhirnya ia, menurunkan sumpitnya, mengelap mulutnya, dan
menuju kamar dalam.
Ia berhenti di luar kamar dan
dengan sopan mengakui, "Pangeran Hao, hamba tidak sanggup memakannya lagi.
Ini adalah salah hamba karena tidak memasak dengan baik. Pangeran Hao, silakan
hukum hamba; aku tidak akan mengeluh."
Tidak ada suara dari kamar dalam,
tetapi Su Xi-er terus berdiri di luar pintu kamar tanpa bergerak ataupun
berbicara.
Hanya setelah beberapa lama saja,
baru terdengar suara dalam dan rendah dari kamar dalam. "Masuklah."
Takut kalau ia akan melihat
sesuatu yang tidak seharusnya, Su Xi-er menundukkan kepalanya selagi ia
berjalan masuk. Ia menekuk lututnya, memberi salam. "Hamba memberi hormat
pada Pangeran Hao."
"Kau jadi luar biasa penurut
semenjak meninggalkan istana kekaisaran. Kau tidak akan mengeluh, tak peduli
bagaimana pun Pangeran ini akan menghukummu?" Komentar Pei Qian Hao tanpa
tergesa dengan nada suara yang tenang.
Su Xi-er mengangguk. "Aku
akan menerima bagaimanapun cara Pangeran Hao menghukumku."
Tidak masalah selama ia tidak menyuruhku
untuk terus makan. Yang kulakukan hanyalah menaburkan sedikit garam, sama
seperti ketika aku berada di Nan Zhao. Siapa sangka kalau itu akan membuat
semuanya keasinan?
"Ucapan layaknya susu yang
tumpah; tak bisa ditarik kembali. Kau harusnya paham akan prinsip ini."
Pei Qian Hao berkata lembut, diikuti dengan ekspresinya yang menjadi jail.
"Lepaskan pakaianmu.
Semuanya." Nada suaranya tenang dan terkendali; ia tidak sedang bercanda.
Ini ada caranya menghukum. Tubuh Su
Xi-er menegang dan napasnya nyaris terhenti. Bagaimana bisa aku
mengatakan kalau aku akan menerima semua jenis hukumannya tanpa mengeluh?
Bagaimana bisa aku melupakan kalau aku harus waspada akan sifat mesum orang
ini?
Pei Qian Hao berbaring miring di
pinggir ranjang, tangannya menopang kepalanya selagi ia mengangkat alis,
memamerkan aura nakalnya.
"Tidak ada gunanya menangisi
susu yang sudah tumpah," ia mengingatkan.
Su Xi-er mendongakkan kepala,
menatapnya, bibirnya terkatup erat. Sedikit demi sedikit, tangannya bergerak ke
atas dan mulai membuka kancingnya.
Perlahan, korset Cina abu-abu pun
terlihat, menyebabkan ekspresi Pei Qian Hao jadi tidak senang. Kenapa
ia harus mengenakan yang warna abu-abu.
Saat ia sampai di kancing
terakhir, dengan galak, Su Xi-er melemparkan baju berbahan kain kasarnya ke
atas lantai dan menatap lurus ke arah Pei Qian Hao. "Pangeran Hao, apakah Anda
sudah puas?"
Tatapan Pei Qian Hao tertuju pada
bagian belakang pundaknya yang masih memiliki bilur berwarna gelap. Apakah
ia tidak menggunakan bubuk obat yang kuberikan padanya? Kalau tidak, mana
mungkin masih ada bekas luka?
"Berjalanlah ke arah
Pangeran ini." Pei Qian Hao menegakkan tubuhnya dengan ekspresi serius.
Nada intimidasi dalam suaranya cukup untuk membuat orang merasa tertindas.
Su Xi-er berjalan maju selangkah
demi selangkah, matanya tetap terpaku pada Pei Qian Hao.
Tepat saat ia baru saja akan
menumburnya, Pei Qian Hao mengangkat tangan kanannya dan menariknya.
Pusat gravitasi Su Xi-er tidak
stabil, membuatnya jatuh dalam pelukannya.
Pei Qian Hao tidak membuat
pergerakan lain selain tangan kanannya yang berkeliaran di sekitar bekas luka
di balik pundaknya. "Kenapa kau tidak menggunakan bubuk obatnya? Bekas
luka ini akan memudar jika kau membubuhkannya tiap hari."
"Tubuh hamba dipenuhi bekas
luka. Terima kasih banyak karena telah menganugerahkan bubuk obat pada hamba,
Pangeran Hao. Bekas luka di punggung hamba sudah hampir hilang; hanya saja yang
satu ini agak dalam dan butuh lebih banyak waktu untuk pudar."
Mata Pei Qian Hao agak menyipit.
"Terakhir kali aku melihat bekas luka di balik pundakmu, tidak separah
seperti hari ini. Siapa yang mencambukimu?"
'Terakhir kali aku melihatmu'
yang disebutkan olehnya itu maksudnya adalah hari dimana ia memaksanya
mengganti korset Cina merah itu. Pada saat itu, ia melanggar janjinya dan
berbalik melihatnya.
"Tidak ada yang mencambuki
hamba. Hamba melukai diri sendiri dengan batangan bambu emas saat aku sedang
mencuci baju." Kemudian, Su Xi-er memutar tubuhnya, berniat bangun.
Pei Qian Hao menghentikannya,
mengeluarkan satu botol bubuk obat dari bawah bantalnya dan membantunya
membubuhkannya di bekas lukanya.
Hanya setelah ia selesai
melakukan ini, barulah ia tersadar kalau ia benar-benar membubuhkan sendiri
bubuk obat itu untuk Su Xi-er. Pertama kalinya ....
Tidak menghiraukan pikiran Pei
Qian Hao, Su Xi-er masih menggeliat, berupaya melepaskan diri dari
genggamannya.
Pei Qian Hao menyingkirkan botol
porselen putih itu sebelum ia melingkarkan tangannya di pinggang gadis itu,
membalikkan posisi mereka dengan satu lemparan.
Matanya diliputi bahaya selagi ia
mengamati Su Xi-er, yang kini tertindih di bawah tubuhnya. "Kau kira tubuh
Pangeran ini lemah?"
Su Xi-er menengadahkan kepala,
menatapnya. "Hamba tidak pernah bilang begitu."
"Ketiga hidangannya
mengandung telur. Bukankah itu artinya tubuh Pangeran ini lemah?" Kepala
Pei Qian Hao sedikit demi sedikit menurun selagi ia berbicara, pada akhirnya,
berada tepat di sebelah telinganya.
Merasakan kehangatan napas Pei
Qian Hao yang mengenai kulitnya, Su Xi-er merasa sangat tak nyaman. Ia tidak
suka dikendalikan orang lain.
"Pangeran Hao, Istana
Kecantikan penuh dengan para wanita yang berdandan dengan sangat cantiknya
hanya demi satu tujuan, yaitu menyambut Anda ke kamar mereka. Pangeran Hao
...." Sebelum ia selesai bicara, ia sudah disela lebih dulu oleh Pei Qian
Hao.
"Kau juga berasal dari
Istana Kecantikan, meskipun Ibu Suri-lah yang mengutusmu ke sana."
Tangan Su Xi-er menahan dadanya
selagi ia menolak. "Hanya dengan nama mereka terukir di Istana Kecantikan,
barulah seseorang dianggap sebagai salah satu wanita Istana Kecantikan. Hamba
bukanlah salah satu dari para wanita itu karena namaku tidak terukir di sana.
Mohon jangan lupakan bahwa hamba berasal dari Istana Samping."
Pei Qian Hao tertawa kecil.
"Pangeran ini tahu kalau kau menggosok pispot."
Kemudian, tangannya terulur untuk
mengamankan Su Xi-er, tatapannya tertuju pada bibir gadis itu.
Wajah tampannya perlahan-lahan
membesar di depan matanya.
Tepat sebelum bibir pria itu
menekan bibirnya, Su Xi-er mengangkat kakinya dan dengan kejam menendang
bokongnya. Di waktu bersamaan, dengan tangkas ia mengangkat kepala dan
membenturkannya pada Pei Qian Hao dengan seluruh tenaganya.
Pei Qian Hao tidak menduga kalau
ia masih mampu meluncurkan serangan sekuat itu meskipun sudah dikekang olehnya.
Selama sepersekian detik, tenaganya melemah, memperbolehkan Su Xi-er lepas dari
tangannya.
Namun, Pei Qian Hao bukanlah
target yang mudah untuk dibodohi.
Ia mengulurkan tangan kanannya
dan membuat gerakan meraih yang cekatan, tepat sewaktu Su Xi-er mengelak. Tali
korset Cina-nya pun renggang, dan kain abu-abu itu jatuh ke atas tanah.
Ekspresi Su Xi-er berubah.
Tangannya memeluk erat dirinya sendiri selagi ia memandangi Pei Qian Hao
waspada.
Pei Qian Hao berkomentar gembira,
"Orang yang semestinya makan telur adalah dirimu. Tubuhmu lemah. Tidak ada
besarnya dimana pun."
Ada nada tersembunyi di balik
perkataannya, menyebabkan wajah Su Xi-er berubah pucat di sisi kiri dan memerah
di sisi kanan, menahan amarah serta rasa malu.
"Kau tidak perlu menatap
Pangeran ini seperti itu. Pangeran ini masih belum melahapmu."
"Pangeran Hao, hamba sudah
menerima hukumannya. Hamba boleh pergi sekarang." Lalu, ia pun membungkuk
untuk memungut korset Cina abu-abunya.
Tepat saat ia baru saja akan
memungutnya, satu tangan besar menghadang jalannya dan membawanya menuju tepian
ranjang.
Dalam sekejap, seluruh tubuhnya
terlempar ke atas ranjang.
"Korset Cina yang jelek
sekali. Lebih baik kau tidak mengenakannya."
Su Xi-er sungguh tidak
mengerti. Bagaimana warna korset Cina yang kukenakan, menjadi
urusannya?
(T/N :
korset cina bahkan dapat satu chapter sendiri, sepenting itulah korset buat si
pangeran hao wkwkwk)
0 comments:
Posting Komentar