Minggu, 08 November 2020

3L3W TPB - Extra Chapter Ayah yang Ideal

Three Lives Three Worlds, The Pillow Book

Extra Chapter : Ayah yang Ideal

T/N : Ini juga dari sudut pandang Bai Gungun ya, sekuel dari adegan “Gungun, aku adalah ayahmu”. :D


Di tengah malam, Bai Gun Gun bangun dari tempat tidur. Meskipun ia setengah tertidur dan kelopak matanya terasa berat, dalam hatinya, ia tahu bahwa itu adalah waktu Yin dan itu waktunya untuk bangun dan menyelimuti ibunya.

Gun Gun butuh waktu sejenak sebelum akhirnya membuka matanya. Ia melihat ke samping, hanya menemukan kalau selimut di sebelahnya ternyata kosong. Ia kaget dan hampir jatuh dari ranjang. Akhirnya, ia teringat bahwa ia sudah tidak tidur sekamar dengan ibunya selama sebulan. Ibunya terluka dan berada dalam kondisi koma selama lebih dari sebulan. Si paman yang tampan, yang menyatakan sebagai ayahnya, sudah merawat ibunya, dan mereka tidur di sebelahnya.

Bai Gun Gun teringat hari itu, sebulan yang lalu.

Paman Xie Gu Chou membawanya mencari ibunya dan ia bertemu dengan paman tampan yang warna rambutnya sama dengannya. Si paman tampan ini bertanya padanya, siapa dirinya, dan ia memberitahunya secara jujur, bahwa ia adalah putra Jiu Jiu. Si paman tampan menumpahkan mangkuk obatnya di tempat.

Kemudian, penasaran, Gun Gun pun bertanya pada paman itu, siapakah dirinya. Si paman menjawab kalau ia adalah Jūn-nya. Di alam makhluk abadi, apakah artinya Jūn? Meski Bai Gun Gun, sebagai anak dewa kecil yang baru saja kembali ke alam makhluk abadi, ia sangat memahami bahwa Jūn berarti ayah.

Waktu itu, ia merasa terkejut. Karena, ia sudah lama mencurigai penjelasan ibunya bahwa ia adalah orang tua tunggal adalah suatu kebohongan. Tetapi, di waktu bersamaan, ia adalah bocah dewa yang hati-hati/bijaksana. Ia tidak akan bisa ditipu semudah itu.

Ia menghindari tangan besar yang menepuk kepalanya dan bertanya pada si paman tampan dengan hati-hati, “Kau bilang, kau adalah Jūn-ku, yang berarti kau adalah ayahku, tetapi, ibu memberitahuku kalau aku tidak punya ayah, jadi bagaimana kau bisa membuktikan kalau kau memang adalah ayahku?”

Paman itu tampak tercengang, kemudian berwajah sedih.

Ia menatap Gun Gun untuk waktu yang lama dan bertanya padanya, “Ibumu memberitahumu begitu?”

Gun Gun mengangguk jujur.

Paman tampan itu menepuk kepalanya lagi: “Itu adalah salahku, aku membuatmu dan ibumu menderita.”

Pada hari itu juga, mereka berdua tinggal di sisi ibunya yang tertidur pulas dan merawatnya bersama-sama, untuk waktu yang lama.

Selanjutnya, Bai Gun Gun secara pribadi mendengarnya dari Paman Xie Gu Chou, orang yang dipercayainya, bahwa si paman tampan yang menyatakan dirinya sebagai ayahnya, merupakan seorang dewa yang sangat hebat di alam makhluk abadi, mantan penguasa langit dan bumi, dan penguasa dari laut biru. Seluruh alam makhluk abadi, dari tiap sudut dunia, menghormatinya sebagai seorang Kaisar. Di waktu yang sama, Paman Xie Gu Chou juga memberitahunya bahwa orang ini memang adalah ayahnya.

Saat Paman Xie Gu Chou memberitahukannya semua ini, paman lainnya yang sedang memegangi sebuah kipas keras pun tertawa dan berkomentar bahwa ia seorang putra yang ayahnya adalah orang yang sudah tua.

Kakak lelaki bernama Zhong Lin, yang melayani ayahnya, melirik kesal ke arah pria itu.

Apa itu penguasa langit dan bumi, apa itu Laut Biru Suci, dan apa artinya seorang putra yang ayahnya adalah orang yang sudah tua?

Bai Gun Gun tidak bisa memahami semua ini dengan baik. Tetapi, apakah si paman tampan sungguh adalah ayahnya? Ia merasa agak bergembira, agak gugup, agak malu, dan sedikit gelisah saat memikirkannya.

Saat ia dan ibunya tinggal di tempat terpencil, Gun Gun sudah sering kali memikirkan tentang itu. Jika ia memiliki seorang ayah, akan seperti apakah rupa ayahnya?

Ayah ideal yang didambakannya, meskipun dari tampangnya, mungkin tidak setara dengan ibunya, tetapi ayahnya seharusnya lebih hebat dalam keterampilan memasaknya, ilmu berpedangnya semestinya lebih baik daripada ibunya, dan ia seharusnya bisa bangun tepat waktu, dan tidak pernah mendendang selimutnya.

Oleh sebab itu, suatu sore di Istana Langit, saat ia yakin kalau paman ini adalah ayahnya, Gun Gun berinisiatif untuk menjelajah ke dalam kamar ibunya untuk menjaga ibunya, bersama-sama dengan ayahnya. Kemudian, ia mengambil kesempatan untuk memulai sebuah percakapan serius dengan ayahnya, walaupun merasa agak gelisah.

Bai Gun Gun duduk di atas sebuah bangku yang satu kepala lebih tinggi darinya. Karena kakinya tidak bisa menyentuh lantai, ia merasa kehilangan martabat dan memutuskan untuk menegakkan punggungnya. Ia mengepalkan kedua tangannya dan meletakkannya di atas lututnya untuk menenangkan dirinya sendiri.

Dengan hati-hati, ia menatap ayahnya yang sedang duduk di atas ranjang di sebelah ibunya dan berkata, “Paman Xie Gu Chou bilang bahwa kau memang adalah ayahku, dan aku harus memanggilmu dengan sebutan Jūn. Jadi, aku datang kemari untuk mencarimu hari ini, Jūn. Sebenarnya, ada beberapa hal penting yang ingin kubicarakan denganmu.”

Ayahnya sedang mengelap tangan ibunya dengan kapas lembap. Ketika ia mendengar kata ‘ Jūn’ dilontarkan, sudut bibirnya pun agak bergerak. Melihat bahwa itu adalah senyuman, Bai Gun Gun merasa sedikit rileks. Tetapi, terpikirkan betapa pentingnya percakapan ini, ia segera menegakkan punggungnya.

Ayahnya menaruh kapas itu ke dalam baskom giok, dan memasukkan tangan ibunya ke bawah selimut.

Kemudian, ia menatapnya, melirik dari atas ke bawah, dan berkomentar, “Gun Gun, mengapa kau duduk begitu tegak?”

Bai Gun Gun tidak berani menganggapnya enteng dan membalas dengan tampang serius, “Karena aku ingin menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang sangat penting pada Jūn.”

Ayahnya memandanginya sejenak dan berkata: “Kalau begitu, tanyakan saja.”

Dengan nada suara yang akan diasosiasikan seperti tengah menceritakan kisah hantu, Bai Gun Gun bertanya pada ayahnya, “ Jūn, apakah kau lebih hebat dalam memasak daripada ibu?”

Ayahnya diam-diam berkata, “Kurasa masih oke.”

Pot giok yang sedang dibersihkan oleh Kakak Zhong Lin jatuh ke lantai.

Bai Gun Gun tidak begitu mengerti apa itu artinya, dan bertanya lagi dengan hati-hati: “Masih oke, berarti lebih hebat daripada kemampuan memasak ibu?”

Ayahnya terdiam lagi dan menjawab, “Dibandingkan dengan ibumu, agak sedikit kurang.”

Baskom giok yang sedang dibereskan Kakak Zhong Lin pun jatuh lagi ke lantai.

Gun Gun mengangguk. ‘Agak sedikit kurang’, berarti mungkin keterampilan memasak ayahnya tidak sehebat ibunya. Ini membuat Gun Gun merasa agak kecewa.

Ia menghela napas dan bertanya lagi, “Pertanyaan kedua adalah, apakah ilmu berpedangmu lebih hebat daripada ibu?”

Kali ini, ayahnya menjawab dengan sangat cepat: “Dibandingkan dengan ibumu, perbedaannya sama seperti langit dan bumi, aku langit, ia bumi.”

Setelah berpikir sejenak, ia mengoreksi: “Tidak, aku langit, ia dasar laut.”

Mulut Gun Gun terbuka lebar dan merintih.

Merasa agak bersemangat, ia pun hanya bisa bertanya, “Apa kau akan bangun tepat waktu, apa kau akan menendang selimutmu?”

Ayahnya tetap diam lagi, dan kemudian menjawab dengan sungguh-sungguh, “Tentu saja.”

Gun Gun berpikir sejenak dan memastikan dengan bertanya, “Tentu saja kau bangun tepat waktu, tentu saja kau tidak akan menendangi selimutmu?”

Ayahnya mengangguk kalem.

Hmm.”

Setelah membersihkan pot giok itu, Zhong Lin melirik ayahnya. Tampaknya seolah ia ingin mengatakan sesuatu tetapi langsung berhenti. Kemudian, ia pun membungkuk dan meninggalkan ruangan.

Gun Gun beringsut di kursinya, merenungi jawaban yang diberikan oleh ayahnya dan merasa lumayan puas dengan mereka. Meskipun kemampuan memasak ayahnya tidak sehebat ibunya, tetapi tidak terlalu jauh berbeda. Apalagi, ilmu berpedangnya hebat, ia bangun tepat waktu dan tidak menendang selimutnya. Meskipun semua kualitas ini tidak terlalu ideal, mereka lumayan bisa diterima sebagai seorang ayah yang ideal. Ia merasa lega, kembali bersandar di bangkunya, menghela napas puas, dan senyum penuh suka cita pun muncul. Ayahnya sepertinya tampak lega juga.

Tetapi, saat ini, sepiring kue di atas meja menarik matanya.

Tiba-tiba saja, Bai Gun Gun teringat sebuah pertanyaan yang sama pentingnya yang sudah dilupakannya, dan cepat-cepat duduk lagi: “Ayah, aku punya pertanyaan lain!”

Ayahnya juga duduk tegak, “Katakan.”

Bai Gun Gun mengulurkan kedua tangan kecilnya, mengangkat tiga jari dengan satu tangan, dan empat jari di tangan lainnya.

“Seandainya ibu membuat tujuh kue asin dan menaruhnya ke dalam dua piring; satu piring berisi tiga kue dan yang lainnya empat kue. Di keluarga kita, menurutmu, bagaimana kita harus membagi kuenya?”

Ayahnya berpikir sejenak dan menjawab, “Kau mendapatkan tiga kue dan ibumu empat kue.”

Tidak pernah terpikirkan oleh Bai Gun Gun bahwa, meski kembali ke dunia dewa, ia tetap hanya akan mendapatkan tiga kue jika ibunya membuatkan tujuh kue. Ia merosot di kursinya, merasa jawaban itu tidak bisa diterima.

Melihat tampangnya, ayahnya menjawab acuh tak acuh, “Atau, untuk menunjukkan rasa bakti, menurutmu, kita harus memberikan ayahmu ini tiga kue dan ibumu empat kue?”

Bai Gun Gun berpikir bahwa itu adalah jawaban yang menjengkelkan sampai ia menatap ayahnya tak percaya, gemetaran sembari turun dari bangku dan berjalan keluar tanpa kata. Sosoknya yang menjauh menyatakan kesedihan dan kesepiannya yang terdalam. Ketika ia sampai di pintu, akhirnya ayahnya menyadari masalahnya dan dengan tulus ingin menebusnya.

Jadi, ia pun berkata, “Gun Gun, memberikanmu tiga potong kue adalah tanda dari pertimbanganku yang bijaksana. Kalau kau terlalu banyak makan kue, gigimu akan rusak.”

Tanpa berbalik untuk membalasnya, ia menjawab dengan suara yang bosan, “Jangan bicara padaku seolah aku tidak berakal sehat, makan banyak kue manis akan menyebabkan gigiku berlubang, tetapi memakan kue asin tidak akan.”

Setelah berbicara, ia membuka pintunya dan berjalan keluar.

Di dalam hati Gun Gun, ia sudah bertekad untuk menguji ayahnya dan ayahnya sudah sepenuhnya gagal. Ia merasa tidak puas dengan ayah ini dan merasa bahwa, sulit menjadi seorang anak dewa. Apa yang tidak disadarinya adalah, bukannya sulit menjadi seorang bocah lelaki dewa, tetapi memang lebih sulit untuk menjadi seorang anak lelaki dewa di dalam keluarga Bai.

***

Dan malam ini, saat Bai Gun Gun bangun untuk menyelimuti ibunya di kamar sebelah, mendadak ia teringat akan pemikiran sedih ini. Ia pun mendesah sungguh-sungguh, dan setelahnya membuka pintu kamar ibunya. Di atas ranjang mahoganinya, ada sebuah mutiara malam yang bersinar, dan kamarnya diterangi dengan cahaya yang lembut.

Bai Gun Gun mendongak, tetapi tidak melihat ibunya. Ia hanya melihat punggung satu sosok tinggi seperti giok yang berbaring di bagian luar ranjangnya, dengan rambut peraknya yang mengalir ke bawah seperti air terjun; ia tahu kalau ini adalah ayahnya.

Meskipun sosok itu tidak berbalik, ia menyadari kalau ayahnya tidak tidur, karena ia sedang mengangkat tangannya ke bagian dalam dan membenarkan selimutnya. Gun Gun merasa ia seperti sedang tidur sambil berjalan, dan tidak benar-benar sadar. Terpikir olehnya bahwa, ibunya yang tak terlihat mungkin sedang tidur jauh lebih ke dalam ranjang dan berbaring di dalam pelukan ayahnya. Semua ini memperlihatkan kalau ayahnya sedang menyelimuti ibunya.

Tiba-tiba saja terpikir oleh Gun Gun bahwa selama sebulan terakhir, meskipun ia akan ingat untuk menyelimuti setiap malam di larut malam, setiap kali pintunya tertutup rapat, dan ia tidak bisa membukanya. Jadi, ia pun kembali ke jalan darimana ia datang, memanjat kembali ke dalam ranjangnya dan lanjut tidur. Ini adalah pertama kalinya malam ini ia bisa masuk ke dalam kamar ibunya.

Melihat pemandangan di depannya, Bai Gun Gun berpikir, “Oh, ternyata, sebulan penuh ini, ayahku yang sudah menyelimuti ibuku. Baiklah, biarpun ayah ini tidak begitu sesuai dengan harapanku dari seorang ayah yang ideal, tetapi poin ini (menyelimuti ibunya), ia melakukannya dengan sangat baik. Sepertinya, ia merawat ibuku dengan baik.”

Ia tidak pernah terpikir bahwa ibunya akan tetap terluka dan tidak sadarkan dirinya untuk waktu yang sangat lama. Tidak mungkin ia akan menendang selimutnya di malam hari. Tetapi, Gun Gun terlalu muda dan ia sangat naif. Jadi, tindakan menyelimuti ini cukup membuatnya tersentuh, dan akhirnya, ia merasa sepertinya ia bisa menerima ayah semacam ini. Lalu, ia pun meninggalkan kamar ibunya dengan hati yang tenang, dan kembali tidur dengan nyenyak.

(T/N : dalam hal ini, Gungun polos sama kayak ibunya, mau aja kena tipu Dijun hahaha.)

0 comments:

Posting Komentar