Three Lives Three Worlds, The Pillow Book 2
Chapter 17 Part 1
Bagian Kelima – Menyalahi Takdir
Liansong Jun bukanlah seorang dewa yang sangat jujur, jadi ia tidak merasa malu melakukan hal-hal yang tak bertanggung jawab. Tetapi karena ia tidak pernah merasa ada yang bermasalah dengan hal-hal tak bertanggung jawab ini, ia jarang merasa bersalah.
Menurut ucapannya, ini merupakan cara orang yang acuh tak acuh. Menurut kata Chengyu Yuanjun, pujaan hatinya, ini merupakan cara orang yang tak bertanggung jawab dan bajingan.
Si bajingan Liansong Jun sekarang merasa sedikit sedih dan tertekan karena rasa bersalah. Untuk membicarakan soal kesedihan dan rasa tertekan Liansong, kita harus membicarakan Donghua Dijun.
Setelah ketiganya kembali dari Mimpi Aranya, para pelayan Biyiniao yang cerdas berkedip satu sama lain dan menyiapkan ketiganya kamar-kamar terdekat bahkan tanpa menunggu untuk diperintahkan.
Melihat Dijun dengan bebasnya membawa Fengjiu memasuki salah satu kamar ini, Liansong mendapatkan gambarannya dan baru saja akan memberitahu para pelayan kalau mereka tidak perlu ikut masuk ke dalam saat ia terkejut untuk menemukan Dijun, yang sudah berada di dalam sana beberapa saat lalu, mendadak muncul di depan pintu: “Masuklah sebentar.”
Liansong Jun sedikit tercengang. Ia sengaja memberikan mereka kesempatan untuk berada di ruangan yang sama agar mereka dapat mengekspresikan beberapa kata penuh kasih terhadap satu sama lain.
Tepat setelah melarikan diri dari marabahaya selalu menjadi waktu yang tepat untuk melakukan pengakuan. Inilah saatnya ketika seorang gadis paling lemah. Dijun dapat dengan mudah memenangkan Fengjiu hanya dengan beberapa kelembutan. Di masa kritis semacam ini, untuk apa pula Dijun memanggilnya masuk?
Liansong Jun pun memasuki kamar itu dalam keadaan tidak mengerti.
Ketika ia melihat Fengjiu berbaring dengan pakaian lengkap di atas ranjang, ia berkata dalam kebingungannya, “Mengapa kau menggunakan mantra tidur padanya? Saat kalian semua keluar, aku melihat Fengjiu sudah menunjukkan pertanda ia akan tersadar. Aku bisa mengerti kalau kau mencemaskannya dan oleh karena itulah ingin agar ia dapat tidur sedikit lebih banyak, tetapi terlalu banyak tidur juga sebenarnya bukanlah hal yang baik ....”
Dijun menggunakan dua helai pita hitam untuk mengikat lengan jubahnya dan menjawab, “Bantu aku mengawasinya. Jangan biarkan ia terbangun sebelum aku kembali.”
Liansong melihat ke arah lengan jubah Dijun yang sudah kencangkan.
“Bukankah ini busana pembuatan obatmu?”
Ia pun menambahkan dengan cemas, “Jangan bilang padaku kalau Fengjiu sakit parah?”
Dijun memelototinya.
“Kalau kau terus mengutuk Xiao Bai untuk sakit parah, aku akan menghajarmu sampai kau sakit parah.”
Liansong Jun mendekati dan dengan berhati-hati mengamati raut wajah Fengjiu.
“Kalau begitu kenapa kau ....”
Dijun mendesah, “Ia tidak ingin bertemu denganku, jadi ketika aku berada dalam Mimpi Aranya bersamanya, aku harus meminjam identitas Xize. Tetapi jika Fengjiu terbangun dan mulai mengingat semuanya, itu akan jadi sedikit merepotkan. Botol obat yang kau bawakan dari Laojun akhirnya akan berguna juga sekarang.”
Liansong terkejut.
“Apakah kau akan memberi Fengjiu obat itu agar ia melupakan semuanya dari Mimpi Aranya?”
“Aku tidak berencana untuk membuatnya melupakan semuanya,” Dijun menjawab enteng selagi ia memperbaiki lengan jubahnya, “Jadi, aku akan merumuskan kembali obat itu untuk mengubah kegunaannya. Aku akan menulis ulang semua ingatan itu, terlebih lagi bagian dimana saat aku sedang menipunya.”
“Inilah yang terpikirkan olehmu?” tanya Liansong dalam kebingungan.
Sebagai dewa percintaan, Liansong tidak pernah menduga akan ada cara pendekatan kasar yang teramat bodoh. Ia terhenyak sampai tak mampu berkata-kata untuk waktu yang lama.
“Meskipun sedikit berisiko untuk memberitahukan kebenarannya pada Fengjiu, setelah ia terbangun, mengakui dengan jujur dan memohon maafnya merupakan cara terbaik untuk bisa sampai di akar permasalahannya. Tetapi, kalau kau melakukan ini, bukankah akan lebih bermasalah lagi ketika Fengjiu mengetahui kebenarannya suatu hari nanti? Pikirkan ini dengan hati-hati.”
Dijun mengangkat tangannya untuk mengusap keningnya.
“Aku memanggil Batu Takdir. Dikatakan bahwa takdir kami sudah terlalu rapuh dan tidak boleh sampai terkena banyak guncangan. Xiao Bai masih memiliki perasaan sangsi terhadapku ... di saat begini, jika ia mengingat aku telah membohonginya di Mimpi Aranya, aku tidak bisa mengatakan dengan yakin apa yang mungkin akan terjadi. Ini adalah satu-satunya risiko yang tidak berani kuambil. Tidak peduli bagaimanapun aku memikirkannya, ini tetap solusi terbaik.”
Liansong menarik napas dalam-dalam dan berkata, “Kalau kau sudah tahu ini, seharusnya kau tidak berpura-pura menjadi Xize untuk menipunya dalam mimpi itu.”
Ia kemudian bergurau, “Apakah kau tidak merasa cemburu melihatnya dan Xize versi dirimu jadi dekat?”
Donghua mengernyit dan terlihat kebingungan berkata, “Kenapa aku harus merasa cemburu? Aku hanya meminjam identitas Xize; aku masih tetap diriku. Bukankah Fengjiu jatuh cinta lagi padaku karena ia tidak akan pernah mencintai siapa pun kecuali diriku?”
Liansong hanya mampu tertawa kecil.
“Kau benar.”
Dijun pergi tepat setelah ia selesai berbicara, meninggalkan Lianson Jun duduk di pinggir ranjang dan menghela napas.
Di saat krusial, terlalu berhati-hati juga dapat menghancurkan segalanya. Keterusterangan memanglah gaya Dijun. Akan tetapi, entah mengapa Liansong mencemaskan keputusan Dijun kali ini.
Liansong juga sekarang merupakan komplotan dalam memperdaya si rubah kecil ini. Ia memandang sedih ke arah ranjang, kemudian dengan sedih mendesah lagi. Ia merasa jahat karena menipu si rubah polos dan baik hati ini, tetapi jika ia tidak menipu Fengjiu, Dijun akan mempersulit dirinya, dan itu akan menjadi saat yang sangat sulit untuknya.
Menipu atau tidak?
Liansong harus menipu Fengjiu.
***
Ketika Fengjiu membuka matanya, hari di luar sana sudah gelap. Bulan sabit bersinar di dalam sebuah bak mandi di dalam ruangan, airnya berkilauan seperti sisik ikan. Di udara terdapat aroma bunga yang ringan.
Fengjiu menatap ke atas, di atas sinar bulan ke tirai ranjangnya. Di sebelah kain sutra tergantung sebuah panel yang dipernis, di atasnya terdapat satu pot Maha Manjusaka yang mekar.
Kalau Fengjiu tidak salah mengingat, ini kelihatannya seperti isatana yang disiapkan ratu untuk Dijun selama di Lembah Fanyin. Apakah mereka telah kembali?
Fengjiu menatap bunga Manjusaka menyala di atas kepalanya untuk waktu yang lama.
Benar, Dijun telah menukarkan buah Saha untuk Jiheng. Saat Fengjiu mencuri buahnya, ia terjatuh dalam Mimpi Aranya. Dijun ikut masuk untuk menyelamatkannya.
Dijun juga menciumnya, dan mengatakan sangat, sangat banyak ucapan lembut, jadi Fengjiu memaafkannya. Setelahnya, jiwa Fengjiu untuk beberapa alasan mengambil alih tubuh Aranya dan Dijun entah bagaimana menjadi Xize.
Aranya dan Xize merupakan suami istri, jadi ia dan Dijun menjadi suami dan istri.
Dijun memberikannya rangkaian bunga, membawanya pergi ke Festival Gadis, membawanya pergi memancing, dan menikmati bunga dengannya. Rambut panjang Dijun yang basah, keintiman mereka di bawah dedaunan teratai, ciuman Dijun ....
Fengjiu terlonjak sadar.
Lama setelahnya, ia bergumam, “Semuanya pasti hanya mimpi ....”
Fengjiu perlahan berputar ketika merasakan sesuatu bergerak di sampingnya. Di dalam sinar bulan, ia sedang menatap wajah seseorang. Wajah tertidur milik Dijun.
Hati Fengjiu berdebar kencang. Atau, mungkinkah ia tidak sedang bermimpi?
Malahan, hasrat terdalamnya, hasratnya yang tak bisa Fengjiu tinggalkan tak peduli berapa banyak ia mencoba, sebenarnya telah berubah menjadi kenyataan. Karena ia masih belum terbiasa, Fengjiu terus berpikir semua ini adalah sebuah mimpi kapan pun ia terbangun di setiap malamnya.
Dijun senang tidur dengan tubuhnya yang miring dan suka sekali membiarkan rambutnya berantakan dalam tidurnya. Bibir Fengjiu melepaskan seulas senyum kecil selagi ia merapikan helai yang berantakan di kening Dijun. Perlahan, jemari Fengjiu meluncur di sekitar pengikat kepala Dijun kemudian menyelinap masuk ke dalam rambut perak di balik bahunya.
Benar, ini nyata.
Fengjiu tidak bisa tidur, jadi ia diam-diam memerhatikan wajah tidur Dijun. Ia mendadak merasa hangat dan kabur. Fengjiu membungkuk dan menciumnya. Setelah terhubung seperti itu selama beberapa lama, Fengjiu melihat mata Dijun yang agak grogi pun mengangkat terbuka.
Masih dengan bibir yang belum terpisah dari bibir Dijun, Fengjiu bertanya lembut padanya, “Apa kau sudah bangun?”
Dijun menatap Fengjiu sekian lama lalu memejamkan matanya lagi. Ia menarik Fengjiu ke dalam pelukannya dan menyarangkan kepalanya di atas pundak Fengjiu.
“Masih sedikit mengantuk, beri aku waktu sebentar,” ia berkata agak berkabut.
Napas Dijun menggelitiki Fengjiu.
Ia balas memeluk Dijun dan tertawa ringan, “Masih pagi. Tidurlah lagi. Aku tidak akan mengganggumu.”
Suara Dijun sepertinya sudah agak jernih ketika ia membisikkan: “Bagaimana denganmu?”
Fengjiu meletakkan telapak tangannya di atas titik akupuntur tidur di belakang telinga Dijun.
Ia mempertahankan tekanannya tetap ringan seraya memberitahu Dijun lembut, “Aku sudah cukup tidur. Agar kita dapat kembali, aku yakin kau telah menghabiskan banyak sekali energi. Aku akan membantu memijatmu, tidurlah.”
Dijun mengutarakan sebuah jawaban yang berakhir hanya terdengar seperti suara sengau yang dalam. Sangat berbeda dari ketidakpeduliannya yang biasa. Fengjiu langsung meleleh. Tekanan pijatan Fengjiu menjadi lebih ringan dan lembut. Bibir Dijun tiba-tiba saja jatuh di tengkuknya.
Fengjiu sedikit menjauhkan diri darinya.
“Bukankah kau bilang kau masih mengantuk?”
Suara berkabutnya terdengar di bahu Fengjiu: “Aku tidak terlalu ngantuk lagi.”
Fengjiu sedikit bergeser untuk memerhatikan wajah baru terbangunnya Dijun. Di bawah cahaya bulan, ia melihat sepasang mata gelap yang dalam, hidung yang lurus, dan bibir yang sedikit terbuka. Bersamaan dengan rambut yang sekarang telah berantakan lagi setelah Fengjiu merapikannya, mereka mengeluarkan rasa lesu yang menggoda.
Dijun pun memperhatikan Fengjiu.
Tidak mampu membuat suara apa pun, Fengjiu hanya membuka mulutnya: “Apakah kau sedang merencanakan sesuatu yang nakal?”
Fengjiu melihatnya sedikit mengangkat satu alisnya, menampilkan sebuah senyuman. Fengjiu terpana. Ia mengambil inisiatif dan mencium bibir Dijun. Tetapi, Dijun segera mengembalikan serangan itu tanpa ampun. Fengjiu pun berpegang erat padanya.
Tiba-tiba, ada bunyi pecahan di depan pintu. Gaun putih melintas, meninggalkan pecahan mutiara malam di atas lantai yang masih tampak bercahaya di dalam sinar rembulan. Terkejut oleh suara itu, Fengjiu mencoba bangun. Ia baru saja bangun setengah jalan ketika ia dihentikan oleh Donghua.
Di dalam selimut, Fengjiu berbisik dengan suara yang sangat bingung: “Bukankah sekarang ini ... adalah kediaman Xiao Yan? Kau tidak memberitahunya kalau kau sudah pindah lagi kemari, ya?”
Donghua menggunakan sihir untuk mengunci pintunya dan menghilangkan pecahan mutiara malam itu.
Ia berbaring dan menarik Fengjiu keluar dari selimut selagi ia memberitahu Fengjiu lembut, “Aku sudah bilang pada Yan Chiwu kalau aku pindah lagi kemari. Pemandian air panasnya bisa membantumu pulih dari kelelahan. Ia akan tinggal di Jifeng Yuan untuk sementara waktu. Yang barusan ini hanya seekor tikus yang membalikkan pot bunga.”
Melihat wajah memerah Fengjiu dan tanda bunga phoenix menyala di keningnya, Donghua menyentuh mata memerah Fengjiu: “Ada apa? Apakah itu menakutkanmu?”
Fengjiu meliriknya dan mengangguk.
Donghua bertanya lembut padanya, “Kau ketakutan walaupun saat aku ada di sini?”
Fengjiu menatap Donghua sejenak, kemudian memutar kepalanya ke samping dan berkata cepat, “Baik, aku tidak takut. Aku malu, oke?”
Donghua tertegun. Ketika ia tahu apa yang sedang dilakukannya, Donghua menemukan dirinya sedang mencium Fengjiu lagi.
Fengjiu juga perlahan menyelipkan lengannya di sekitar leher Donghua. Aroma bunga meningkat di dalam kamar. Bahkan, sinar bulan pun tampaknya terkena aroma ini.
***
Pagi-pagi sekali esok harinya, Fengjiu menerima sebuah pesan dari Xiao Yan.
Xiao Yan bilang, ia bertemu Muka Es dan Su Moye di jalan mereka ke Istana Qinan dan merasa senang mendengar bahwa Fengjiu sudah terbangun. Ia bertanya apakah Fengjiu dapat mulai minum-minum dan makan daging lagi.
Kalau Fengjiu dapat menelannya, ia diundang ke Zuilixian untuk pertemuan. Meng Shao ingin mengucapkan salam perpisahan pada Fengjiu.
Tulisan tangan Xiao Yan di sepanjang surat itu cukup elegan; hanya ‘pertemuan’ tidak digunakan dengan sangat tepat. Fengjiu hanya bisa menghela napas. Hanya dalam beberapa hari, Xiao Yan sudah jadi lebih terpelajar.
Di dalam suratnya, Xiao Yan juga mengoceh tentang beberapa hal lainnya. Pokoknya, Xiao Yan memberitahu Fengjiu bahwa Klan Biyiniao sudah mengetahui kalau identitas mereka adalah palsu ketika Fengjiu memasuki Mimpi Aranya.
Karena kehadiran Donghua dan Liansong, mereka takut untuk menyelidikinya lebih jauh. Meskipun begitu, Meng Shao sudah berulang kali bertanya padanya secara pribadi. Memikirkan soal persahabatan mereka, Xiao Yan memberitahu Meng Shao kalau ia sebenarnya adalah Raja Iblis, dan walaupun Xiao Yan membiarkan identitas Fengjiu tetap samar, Meng Shao malah jadi salah paham mengira Fengjiu juga berasal dari Klan Iblis.
Xiao Yan berkata dalam ketulusannya, bahwa, apakah ia akan meneruskan penipuan ini atau jujur pada Meng Shao, semuanya tergantung pada Fengjiu.
Lagipula, walaupun Meng Shao sangat tergila-gila dengan Fengjiu versi dongeng, Meng Shao tidak akan pernah bisa mengalahkan Muka Es. Demi keselamatan Meng Shao, akan lebih baik untuk tetap menyimpan kebenarannya dari Meng Shao.
Fengjiu memegangi suratnya merasa berat hati.
Dijun memberitahunya pagi ini kalau mereka telah berada di Lembah Fanyin cukup lama. Setelah ia mengurusi hal-hal di Istana Qinan, Dijun akan membawanya kembali ke Jiuchongtian.
Dijun pergi ke Istana Qinan adalah untuk menanam pohon empat musim yang mengandung esensi jiwa Aranya dan Chen Ye. Fengjiu mendengarkan sedikit masa lalu Chen Ye dan Aranya dari Dijun. Terasa seperti sedang mendengarkan sebuah cerita. Itu benar-benar sebuah masa lalu yang sangat disayangkan, menyebabkan Fengjiu sedih setelah mendengarkannya.
Fengjiu merecoki Dijun dengan pertanyaan-pertanyaan seputar beberapa hal lainnya dan juga mengetahui kalau ratu yang sekarang ini menguasai takhta memang adalah Junuo.
Junuo di dalam Mimpi Aranya tak diragukan lagi, mengerikan, tetapi Junuo yang asli juga tidak benar-benar penuh kebencian. Menjadi seorang ratu hanyalah bagian dari takdir baiknya.
Fengjiu mendengar Qinghua entah bagaimana bertemu dengan akhir yang suram. Dikatakan bahwa Junuo kemudian menikahi seorang Pangeran yang tegas, yang bersama-sama dengannya mengurung Qinghua di istana dalam. Di tahun kedua puluh pengurungannya, Qinghua akhirnya jadi gila. Kadang kala Qinghua akan mengucapkan satu dua hal, tetapi itu kebanyakan adalah tentang Aranya.
Bagi Fengjiu, hal-hal ini telah terselesaikan dan hanya sedikit sekali berhubungan dengannya. Hanya ada surat di tangannya dimana Xiao Yan membuat sebuah pengecualian langka dengan langsung membicarakan pokok permasalahannya.
Meng Shao.
Meng Shao cukup setia karena sungguh menganggap Xiao Yan dan dirinya sebagai sahabatnya. Sekarang karena Meng Shao tahu mereka akan pergi, ia ingin mengucapkan salam perpisahan pada mereka. Fengjiu seharusnya jujur sebagai seorang teman.
Akan tetapi, Meng Shao... Fengjiu tidak begitu yakin apakah ia harus memberitahu Meng Shao soal identitasnya atau tidak. Setelah sekian lama, Fengjiu mendesah dan berpikir pada dirinya sendiri kalau ia hanya akan mengikuti alurnya saja.
***
Setelah lebih dari satu bulan, Zuilixian masih semewah sebelumnya. Belakangan ini, Meng Shao suka duduk di aula utama. Ia bilang agar ia dapat lebih dekat dengan rakyatnya.
Saat Fengjiu tiba, ia samar-samar mendengar Meng Shao berbicara dengan kuat tentang sesuatu: “Meskipun aku belum pernah melihatnya, aku yakin ia adalah seorang yang cantik jelita yang wajahnya mampu meluncurkan ribuan kapal, seseorang yang setenang bayangan rembulan di danau musim gugur, kiprahnya yang berayun seperti pohon willow yang diterpa angin, seseorang yang sopan dan berbudi luhur, lembut dan baik hati, terhormat dan bijaksana. Apabila kita harus membandingkannya dengan setangkai bunga, hanya teratailah yang mampu dibandingkan dengannya. Ia memiliki keeleganan dan kesucian dari teratai ....”
“Siapa?”
Fengjiu bertanya bersamaan menggambil satu cangkir dari atas meja.
“Siapa yang sedang kau gambarkan dengan penggambaran berlebihan semacam itu? Apakah seorang musisi baru di Zuilixian?”
Xiao Yan menatap tak berdaya pada Fengjiu.
“Meng Shao sedang menggambarkan Yang Mulia Fengjiu dari Qingqiu.”
Fengjiu terpeleset dan terjatuh dari bangkunya.
Ia duduk di lantai dengan cangkirnya di dalam genggamannya sekian lama sebelum akhirnya berkata, “Oh.”
Melihat Fengjiu jatuh, Meng Shao akhirnya berhenti berbicara. Ia mendesah dan mengulurkan tangannya untuk menarik Fengjiu dari atas bawah.
“Meskipun kau selalu keluar bersama kami, kau tetap seorang gadis. Tolong perhatikan penampilanmu. Dimana kesopananmu duduk di atas lantai di depan begitu banyak orang di muka umum seperti ini? Seorang gadis tetap harus bertingkah sebagai seorang gadis, kau tahu.”
Fengjiu menerima nasihatnya dan memanjat naik.
Meng Shao dengan gembira lanjut memberitahu Xiao Yan: “Aku yakin Yang Mulia Fengjiu adalah wanita bangsawan terbaik di antara semuanya. Karena ia begitu suci dan baik, ia menyukai binatang kecil dan tidak akan pernah menyentuh benda vulgar seperti daging dan arak. Ia adalah seorang dewi suci yang hanya mengkonsumsi angin dan embun, dan sangat welas asih, ia bahkan akan enggan untuk membunuh seekor nyamuk.”
Fengjiu, yang baru saja menangkap seekor lalat besar dengan sumpit bambunya, melihat ke arah Xiao Yan dalam ketidakpastian.
Xiao Yan akhirnya tidak bisa menahannya lagi saat ia menyela: “Walaupun Fengjiu memang adalah seorang ... apa itu? Ah, seorang wanita cantik yang wajahnya dapat menghancurkan ribuan kapal. Lain kali kau bicara denganku, tolong gunakan kosakata yang praktis. Mencoba mengingat frasa-frasa ini membuatku sakit kepala. Lagipula, sampai dimana aku? Benar, Meng Shao, ini adalah bagaimana bayanganmu soal Fengjiu, tetapi bagaimana kalau ia tidak seperti itu? Apakah kau akan tetap mencintainya?”
Xiao Yan menunjuk Fengjiu: “Kalau ia seperti ini, apakah kau akan tetap mencintainya?”
Meng Shao melihat Fengjiu dan tertawa sampai ia kehabisan napas.
“Bagaimana mungkin?”
Meng Shao menunjuk Fengjiu dan berkata, “Kalau Yang Mulia Fengjiu mirip dengannya, aku lebih baik membenturkan kepalaku ke dalam sebalok tahu dan membunuh diriku sendiri.”
Xiao Yan berpaling penuh kesakitan.
0 comments:
Posting Komentar