Minggu, 15 November 2020

3L3W TMOPB - Chapter 2 Part 1

Ten Miles of Peach Blossoms

Chapter 2 Part 1


Sebuah pondok jerami kecil yang Kakak Keempat bantu Zhe Yan bangun masih berdiri tak pasti di sebelah Kolam Giok. Kapan saja aku datang ke kebun persik, ini adalah tempatku bermalam. Selalu terlihat reyot, bahkan ketika aku masih mendatangi kebun persik ini secara berkala. Puluhan ribu tahun diterpa angin yang mengamuk, hujan, dan teriknya matahari telah mengoyak keindahan pondok ini, tetapi masih tetap berdiri.

Aku mengeluarkan mutiara malam untuk menerangi bagian dalam pondok yang gelap. Sinar dari mutiaranya memperlihatkan kalau Zhe Yan masih tetap teliti tentang segala hal, dan ranjang di pondok kecil ini dibuat tepat seperti yang kusukai.

Ada sebuah bajak batu yang bersandar di dinding di sebelah pintu, yang biasa kugunakan untuk menggali lubang dan menyemaikan bibit persik ketika aku masih muda. Aku menggenggamnya lagi sekarang, dua botol anggur bunga persik itu tidak jauh dari benakku.

Bulan di Jiu Chong Tian bulat luar biasa, dan di bawah sinarnya yang bertumpahan, mudah untuk menemukan pohon jahe liar yang Zhe Yan beritahukan kepadaku.

Aku menggunakan bajak batu untuk menggali tanah di bawah tanaman itu dan mendapati diriku beruntung. Langsung saja aku melihat kendi anggur dari batu kuarsa yang bersinar di antara tanah kekuningan, warna kehijauan berkilaunya terefleksi pada beberapa daun jahe liar. Dengan riang aku mengeluarkan botol-botolnya dan melompat ke atas atap pondok dengan kedua botol di tanganku. Pondoknya agak bergetar sebelum stabil kembali.

Angin malam terasa dingin di atas atap, dan membuatku mengigil. Setelah sedikit meraba-raba moncong botol yang tertutup rapat, gabusnya akhirnya melesat ke atas, dan aroma dari anggur Sepuluh Mil Kebun Persik pun membuatku kewalahan. Aku memejamkan mataku dan menghirupnya dalam-dalam, mengagumi bakat Zhe Yan.

Aku tidak diberikan banyak kesempatan dalam percintaan di kehidupan ini, tetapi aku mempunyai satu cinta yang besar, dan itu adalah anggur.

Saat minum-minum, penting untuk melengkapi anggurnya dengan kondisi alam yang tepat, pemandangan, dan ditemani seseorang. Malam ini bulan purnama, dan ada gugusan bintang terang di atas. Kebun persik Laut Timur menyediakan pemandangannya, dan ada pula beberapa gagak bertengger di atap pondok di sebelahku, menemaniku.

Aku menghirup dari mulut botolnya, menabrakkan bibirku dan membiarkan anggur membasahi lidahku. Aku merasakan sesuatu yang agak berbeda tentang rasa dari sebotol anggur bunga persik ini.

Aku meminumnya seteguk demi seteguk, dan meskipun aku tidak punya kudapan untuk menemaninya, memandangi bulan dingin yang terefleksi di permukaan Kolam Giok memberikan pengalihan yang bagus, dan tak lama, aku sudah menghabiskan setengah botol.

Angin mulai bertiup kencang, dan rasa mabuk mulai merayapiku, memburamkan tepian pikiranku. Tampak ada tirai merah muda tipis berkibar di atas malam berkilau, selagi api mulai membengkak di dalam tubuhku. Aku melemparkan kepalaku dari satu sisi ke sisi lainnya, dan dengan tangan bergetar aku mencoba melonggarkan kerah bajuku.

Walaupun angin dingin sepoi-sepoi, aku jadi lebih panas, akhirnya tulangku seperti menyala, sumsum di dalam memerah dengan bara yang menyala. Kepalaku berkabut dan pikiranku karut, tetapi aku masih bisa merasakan samar kalau ini bukan kemabukan yang biasa. Aku tidak dapat lagi menahan panasnya, tetapi aku tidak merasa cukup jelas untuk melafalkan sebuah mantra untuk membuyarkannya.

Aku terhuyung-huyung sebelum aku berhasil berdiri. Aku ingin menyelam di dalam Kolam Giok untuk mendinginkan diriku, tetapi aku tersandung dan melangkah ke udara tipis sebelum terjatuh dari atap pondok.

Aku mempersiapkan diriku untuk jatuh yang menyakitkan, tetapi anehnya, tidak ada bunyi gedebuk saat tubuhku menghantam tanahnya. Malahan, aku merasa diriku dipeluk oleh sesuatu yang sangat dingin, balsem menenangkan yang menyejukkan tubuhku.

Setelah berjuang, aku berhasil membuka mataku, dan melihat figur samar di depanku, mengenakan sebuah jubah hitam. Aku langsung tahu itu bukanlah Zhe Yan.

Aku merasa pusing seolah kepalaku berputar. Cahaya putih bulannya menyebar di seluruh kebun persik, menyinari bunga-bunga dan dedaunan rimbun di cabang-cabangnya, membuatnya terlihat mempesona. Lapisan kabut melayang di atas permukaan Kolam Giok yang ada di dekat sana mendadak berubah menjadi api yang berkobar.

Aku memejamkan mataku erat, merasa kepanasan sampai sakit. Aku bergerak menuju ke arah kesejukan ini, menekankan diriku secara buru-buru terhadap figur di hadapanku. Aku mengangkat pipiku untuk merasakannya, kulit telanjang dari rahang dan lehernya, sedingin sebongkah giok.

Tanganku sepertinya memiliki jiwa mereka sendiri; gemenatar, mereka mulai menyingkirkan tali pengikat di pinggangnya. Ia bereaksi dengan mendorongku menjauh. Aku menekankan diriku padanya sekali lagi.

“Tolong, jangan takut,” kataku, mencoba meyakinkannya. “Aku hanya mencoba mendinginkan tanganku.”

Tetapi ia mendorongku lebih kuat.

Aku belum menggunakan mantra pemikat pada siapa pun selama ribuan tahun ini, tetapi malam ini aku tidak punya pilihan. Berusaha menjernihkan pikiran dan memfokuskan perhatianku, aku membuka mataku untuk menatapnya. Aku masih merasa resah: Aku tidak tahu berapa lama semenjak aku menggunakan mantra semacam ini dan apakah masih bisa efektif.

Ia tampak kebingungan. Matanya terlihat redup dan resah. Tetapi kemudian, perlahan, dengan sengaja, ia meraih dan memelukku.

***

Seekor ayam pegar berkokok tiga kali, dan aku perlahan mulai terbangun. Aku teringat samar tentang sebuah mimpi menarik yang kuimpikan. Sebuah mimpi yang bergairah, dimana aku bertingkah kurang sopan dengan seorang pemuda terhormat.  Tampilan nafsuku tidak lebih dari sebuah taktik untuk menempel padanya dan mendinginkan diriku menggunakan tubuhnya.

Memang ada yang aneh tentang botol-botol anggur yang Zhe Yan berikan padaku untuk Kakak Ketiga. Aku mengusap kepalaku dan mencoba mengingat bagaimana wajah pemuda itu, tetapi yang dapat kuingat di antara kekaburan itu adalah jubah hitamnya dan kebun persik yang mempesona di belakangnya. Terasa seperti mimpi, dan tidak juga.

Kebun persik Zhe Yan tidak jauh dari Laut Timur, dan jadilah aku tidak terlalu terburu-buru. Aku pergi mengitari gudang anggurnya di balik gunung dan mengambil tiga kendi anggur yang ditanam. Aku meletakkan mereka di dalam saku lengan jubahku bersamaan dengan satu botol penuh dan setengah botol anggur sisa semalam dan pergi berpamitan pada Zhe Yan.

Ia melanjutkan tentang bagaimana saat aku kembali ke Qing Qiu, aku meminta Kakak Keempat datang kemari dan membantunya menggali sebidang tanah di depan gunung.

“Itu mungkin tidak dapat terjadi. Burung tunggangannya, Bi Fang, kabur, dan Kakak Keempat sedang keluar mencarinya,” jelasku. “Sudah cukup lama semenjak ia ada di Gua Rubah.”

Zhe Yan terlihat serius selama beberapa saat, sangat jarang baginya, sebelum mengeluarkan helaan napas panjang. “Aku tahu seharusnya aku tidak membantunya untuk menangkap Bi Fang dari Pegunungan Barat. Ah, yah, kau hidup dan belajar.”

Aku mengutarakan beberapa kata untuk menghiburnya, dan ia mengambilkan beberapa buah persik segar dari lengan jubahnya dan memberikan mereka padaku sebagai bekal di perjalanan.

***

Menatap ke depan, aku melihat ombak biru Laut Timur yang bergelombang  dan kepulan demi kepulan awan keberuntungan di langit. Itu adalah hari baik dan kau bisa merasakan kalau semua makhluk abadi sedang berkumpul.

Aku mengeluarkan sehelai selendang selebar empat jari dari lengan jubahku dan mengikatkannya kencang di sekitar mataku demi persiapan memasuki air. Istana Kristal Air Laut Timur sangat indah tetapi luar biasa terang, dan selama tiga ratus tahun terakhir, aku menderita sebuah kondisi mata yang membuatku sensitif terhadap cahaya terang.

Itu merupakan sebuah cacat bawaan, menurut Ibu. Saat Ibu mengandungku, bertepatan dengan banjir besar yang ditimbulkan oleh Kaisar Langit untuk menghukum penduduk Empat Lautan dan Delapan Dataran. Ibu menderita mual-mual pada saat itu, dan yang dapat dilakukannya hanyalah memakan buah-buahan dari Gunung He Xu.

Akan tetapi, banjirnya, naik begitu tinggi sampai-sampai airnya mencapai Gunung He Xu, membuat seluruh area jadi gundul dan meniadakan buah untuk Ibu. Tanpa apa pun untuk dimakannya, ia jadi sangat lemah, dan saat ia melahirkanku, anak rubah kecil yang kurus, aku terkena kondisi mata yang aneh ini.

Cacat di mataku tetap berdiam di dalam diriku selama puluhan ribu tahun, tetapi tiga ratus tahun yang lalu, berbarengan dengan serangan tipus, cacatnya jadi aktif. Sangat kuat dan tidak ada ramuan yang bisa membuat perubahan.

Ibu yang bijak meminta Ayah mengumpulkan beberapa cahaya misterius dari bawah Mata Air Kuning dan menggunakannya untuk menciptakan sehelai sutra putih yang akan memberikan efek gelap total padaku. Sekarang, kapan pun aku berpetualang ke tempat-tempat yang sangat terang, aku menggunakannya untuk melindungi diriku dari cahaya.

Aku mencelupkan tanganku ke dalam air dangkal. Air Laut Timur terasa dingin, dan rasa menggigil merayapi lenganku. Aku memunculkan sejumlah energi abadi untuk melindungi diriku sendiri dari rasa dingin.

Aku sedang menggunakan mantra ini ketika aku mendengar seorang gadis di belakangku memanggil, “Kakak? Kakak?”

Ayah dan Ibu melahirkan hanya empat kakak lelaki dan diriku; aku bukanlah Kakak siapa pun, dan sudah pasti tidak memiliki saudari. Kebingungan siapa yang mungkin memanggilku, aku menoleh, dimana aku jadi bertatap muka dengan sederetan gadis dengan gaun sutra, barangkali anggota keluarga salah satu tamu perjamuan.

Gadis yang mengenakan serba ungu di depan barisan memelototiku. “Mengapa kau tidak segera menjawab Putri kami?”

Aku menatap kosong ke arah tujuh gadis itu. Gadis muda di tengah bergaun putih dan mempunyai tusuk rambut emas terberat dan mutiara terbesar di sepatu bersulamnya.

Aku berhenti dan mengangguk saat bertanya, “Mengapa kau memanggilku?”

Gadis bergaun putih berpipi seperti giok putih, mendadak memerah.

“Namaku adalah Lu Xiu. Aku lihat kau diselubungi oleh energi abadi dan mengira kau pasti sedang menuju perjamuan Laut Timur. Aku ingin merepotkanmu, menanyakan arah. Aku tidak menyadari kalau matamu ...”

Sutra putih yang terbuat dari sinar misterius di bawah Mata Air Kuning berbeda dengan sutra putih biasanya, dan menutupi matamu dengan itu tidak akan menghalangimu melihat. Selama aku memiliki ranting pohon Mi Gu, bukan masalah bagiku untuk menemukan istananya.

“Kau benar. Aku sedang menuju ke perjamuannya,” aku memberitahu gadis itu sembari mengangguk. “Dan mataku baik-baik saja. Kau bisa mengikutiku.”

Gadis bergaun ungu yang bicara sebelumnya kini menunjukkan perangai aslinya. “Putri kami berbicara padamu dan kau menanggapi dengan gaya seperti itu! Apakah kau tidak tahu siapa Putri kami ...”

Sang Putri menarik lengan jubah gadis ini untuk mendiamkannya.

Dewa-dewi zaman sekarang sangat menarik, begitu bersemangat dan lebih keras kepala daripada diriku saat seusia mereka. Berjalan di bawah air cukup membosankan, dan segera saja gadis-gadis pelayan Putri Lu Xiu berbincang satu sama lainnya. Mereka bergumam sepanjang jalan, memberikanku sumber hiburan ringan selagi berjalan bersama mereka.

“Aku rasa, Putri Pertama sengaja menghiraukan kita agar kita tidak bisa sampai di perjamuannya dan ia dapat menjadi pusat perhatian,” kata seorang gadis.

“Yah, yang tidak diketahuinya adalah kita bisa menemukan jalan kita ke sana. Kita harus memberikannya pembalasan besar di hadapan Raja Air ketika kita sampai di sana. Beliau akan menghukumnya dengan mengirimkannya ke Laut Selatan selama beberapa ratus tahun. Itu akan memberinya kesempatan untuk berpikir hati-hati tentang apa yang dilakukannya. Kita lihat apakah ia masih berani berlaku seburuk itu lagi setelah itu.”

Jadi, mereka adalah anggota keluarga Raja Air Laut Selatan.

“Putri Pertama mungkin cantik, tetapi ia seperti setitik air di lautan dibandingkan dengan Putri kita,” kata yang lainnya. “Jangan khawatir, Putri Lu Xiu. Selama Anda berada di perjamuan, Putri Pertama tidak akan terlihat.”

Tampaknya, aku sedang menyaksikan pertengkaran dan persaingan antar saudari.

“Tian Hou mungkin sudah ditetapkan, tetapi Pangeran Ye Hua tidak mungkin menyukai wanita tua dari Qing Qiu itu!” kata yang lainnya. “Ia berusia 140.000 tahun, bahkan lebih tua beberapa kali lipat dari keluarga Pangeran kita. Aku merasa kasihan pada Pangeran Ye Hua. Putri kita adalah seorang gadis yang cantik jelita, dengan penampilan yang tak tertandingi di antara langit dan bumi. Ia adalah pasangan serasi untuk Pangeran Ye Hua. Jika ia berhasil membuatnya jatuh cinta padanya selama perjamuan ini, akan menjadi peristiwa baik yang terjadi setelah Pan Gu membelah langit dan bumi.”

Aku tercengang, menyadari kalau “wanita tua Qing Qiu” yang sedang mereka bicarakan adalah diriku. Aku menggelengkan kepala, merenungi betapa tidak menentunya kehidupan dan betapa cepatnya waktu berlalu, tidak yakin apakah ingin tertawa atau menangis.

Semakin gadis-gadis pelayan itu berceloteh, semakin rendah pula nada percakapan mereka, sampai Putri Lu Xiu menyerukan dengan kesal, “Hentikan semua omong kosong kalian!”

Yang lebih ketakutan di antara mereka pun menutup mulut, sementara gadis yang lebih berani menjulurkan lidah mereka. Gadis yang paling berani, yang mengenakan gaun ungu, tetap berbicara apa pun risikonya.

“Rumor mengatakan kalau Pangeran Ye Hua membawa putranya di perjalanan ke Dataran Timur. Pangeran Ye Hua benar-benar menyayangi anak lelaki kecil ini. Aku dengar kalau Putri Pertama sudah menyiapkan sebuah hadiah spesial nan mahal yang direncanakannya untuk diberikan kepada anak lelaki kecil ini saat mereka bertemu. Putri Pertama tidak menyia-nyiakan upaya ini. Anda tidak akan membiarkannya muncul, kan, Putri Lu Xiu?”

Jelas sekali dari caranya berbicara kalau gadis bergaun ungu ini terpelajar dan familier dengan aturan klasik langit. Wajah Putri Lu Xiu memerah.

“Kakak dan aku memilihkan hadiah itu bersama-sama,” ia menjelaskan. “Lagipula, siapa yang tahu apakah Pangeran Kecil akan menyukainya atau tidak ...”

Sang Putri dan gadis-gadis pelayannya mulai berceloteh. Aku berjalan duluan, merasa agak kecewa. Aku tidak mempertimbangkan kalau Ye Hua, si pemuda cerdas dan berbakat yang membuat kakeknya, Tian Jun, begitu bangga itu juga seseorang yang banyak disukai. Bahkan sebelum aku bertemu dengannya, aku sudah bertemu dua gadis yang memelihara perasaan seperti bunga persik kepadanya. Mahir dalam urusan militer juga urusan hati, generasi muda dewa-dewi ini benar-benar sesuatu.

Kami berjalan selama satu jam sebelum akhirnya tiba di Istana Kristal Air, terletak tiga ribu kaki di bawah Laut Timur.

Aku jadi gugup karena mungkin saja sudah salah memilih belokan di persimpangan jalan, saat aula besar istana di depan sana tidak tampak seperti yang kuingat. Tidak ada apa pun yang berhubungan dengan namanya, tidak ada kilau kristal air yang bersinar.

Putri Lu Xiu pun sama kagetnya. “Apa yang menutupi ini, rumput lili air?” ia bertanya, menunjuk ke arah dinding istana yang hijau gelap.

“Ya, kurasa begitu,” kataku, meskipun aku sendiri tidak begitu yakin.

Aku salah karena telah meragukan ranting si tua Mi Gu, namun; ternyata istana gelap dan suram ini memang adalah Istana Kristal Air Laut Timur.

Kedua petugas yang berdiri di depan gerbang istana dibuat tak mampu berkata-kata saat melihat Putri Lu Xiu. Mereka cepat-cepat menerima undangannya dan memimpin kami berdelapan masuk ke dalam, memisahkan bunga-bunga dan menyisihkan pohon dedalu sepanjang jalan kami.

Saat aku berjalan masuk lebih ke dalam, aku menyadari kalau Istana Kristal Air yang berkilau sebelumnya, sekarang bahkan lebih suram daripada Gua Rubah milik Ayah dan Ibu. Beruntungnya, jalannya sudah digantungkan dengan mutiara malam yang bersinar lembut, yang mencegahku tersandung dan terjatuh.

Related Posts:

0 comments:

Posting Komentar