Sabtu, 07 November 2020

3L3W TPB 2 - Chapter 8 Part 2

Three Lives Three Worlds, The Pillow Book 2

Chapter 8 Part 2

Maksud membunuh terpancar dari pedang Xize. Fengjiu tidak merasakan jenis pertentangan mematikan semacam ini beberapa saat yang lalu bahkan ketika Xize sedang memotong ekor ular perak itu.

Si ular perak pun tampaknya merasakan hal ini juga, ia menunjukkan rasa senangnya tersendiri. Tetapi hanya berselang beberapa detik, perutnya sudah menerima tusukan dari bilah pedang itu.

Peti mati es itu mulai jatuh dari langit.

Selama proses jatuhnya, ada masa ketika Fengjiu merasa dirinya melihat dengan jelas wajah orang yang berada di dalam peti mati itu. Walaupun begitu, tanpa punya waktu untuk terkejut, ia mengalami sebuah sensasi dari dunia lain, merasa seolah jiwanya meninggalkan tubuhnya, pikirannya menggelap total.

Di saat Fengjiu berhasil menenangkan diri dan setelah pusingnya reda, ia kaget mengetahui bahwa dirinya tengah terjatuh dari udara.

Sebuah tangan melingkar di sekitar pinggangnya selagi Fengjiu menyelami dada yang diselimuti aroma cendana putih dan darah. Angin kencang kontras dengan detak jantungnya yang mantap.

Fengjiu mencoba mendongakkan kepalanya. Ia menangkap sepasang mata berkabut selagi ia mendongak. Mata ini sedingin salju membeku, tetapi mereka tiba-tiba saja membesar ketika melihat wajah dan mata Fengjiu.

Betapa indahnya. Bahkan di cahaya bersinar musim semi terindah Qingqiu di lapangan bersalju pun tak akan bisa dibandingkan.

Di tengah pemikiran Fengjiu yang melayang, ia merasakan pelukan di sekitarnya mengerat dan napas yang terdengar di telinganya entah bagaimana menjadi tidak stabil.

Terdapat kegelisahan tertentu dalam diri Xize Shenjun.

Apakah kemunculan Fengjiu di sini merupakan hal yang begitu menggembirakan? Ia dibuat kebingungan.

Angin mulai bertiup, tetapi hanya dalam sekejap, suara serak mengucapkan dua patah kata ke dalam telinga Fengjiu, “Bersembunyilah dengan baik.”

Hal berikutnya yang diketahui Fengjiu, ia sudah didorong pergi. Meskipun itu merupakan saat kritis, Xize menggunakan tenaga yang tepat, tidak menyebabkan ketidaknyamanan ketika ia jatuh menimpa dahan pohon Bailu.

Ketika Fengjiu mendongak lagi, Xize telah mengendarai angin menjauh, jauh sekali, menuntun ular perak itu sejauh mungkin dari rawa dan tampaknya berniat mencari sebuah medan pertempuran baru di gunung gundul dekat sana.

Fengjiu menduduki sebatang dahan Bailu. Ia mengangkat tangannya ke keningnya dan melirik ke arah pegunungan yang gundul itu. Ia tidak melihat apa-apa; yang didengarnya adalah pekikan menyakitkan si ular itu sesekali.

Walaupun Fengjiu memang menduga kalau Xize jauh lebih unggul, ia tetap tidak bisa menghentikan dirinya yang mencemaskan Xize.

Bulan baru ini merupakan bulan sabit, danau layaknya cermin yang bersinar. Bertengger di atas lekukan pohon, Fengjiu terkejut menemukan seorang wanita cantik terpantul di atas permukaan danau.

Fengjiu melihat lebih dekat pada wajah cantik di atas air jernih dan terjatuh dari atas dahan pohon.

Setelah gemetaran merangkak keluar dari dalam air, Fengjiu sungguh ingin menangis. Akhirnya ia tahu mengapa Xize terlihat begitu kaget. Ternyata, si cantik di dalam peti mati es sudah terbangun.

Kemana perginya si cantik itu? Semenit yang lalu, Fengjiu berada dalam pelukan Xize; sekarang ia berbaring di pinggir danau, nyaris menangis.

Fengjiu yang nyaris saja menangis pun merasa kalau keberuntungannya benar-benar buruk hari ini. Siapa lagi orang di dunia ini yang memiliki jenis keberuntungan seperti dirinya?

Fengjiu hanya keluar untuk bersenang-senang, tetapi entah bagaimana caranya malah membiarkan jiwanya masuk ke dalam tubuh orang lain.

Mo Shao bilang kalau tempat ini sedikit kacau; Fengjiu tidak menyangka bahwa akan sekacau ini.

Fengjiu kini berada dalam tubuh si cantik peti mati es. Ia bahkan tidak tahu bagaimana caranya bisa memasuki tubuh ini. Ia telah meninggalkan tubuh Aranya, dan tidak tahu bagaimana keadaan tubuh Aranya sekarang ini.

Sebelum air mata Fengjiu dapat mengalir, jeritan terdengar dari balik pepohonan Bailu. Ia mengenali ratapan itu datangnya dari roh ikan kecil yang duduk di sebelahnya. Dua baris roh-roh ikan yang mengelilinginya pun diam-diam mengusap air mata mereka. Di tanah tempat mereka berdiri, berbaringlah tubuh kaku Aranya.

Si roh ikan kecil yang baru saja Fengjiu temui secara kebetulan, menangis histeris hingga nyaris pingsan: “Kakak cantik, bagaimana bisa kau tidak tahan takut, bagaimana bisa kau ketakutan sampai mati?”

Tubuh kecil itu berjuang keras mempertahankan diri agar tidak pingsan selagi ia mendenguskan hidungnya. 

“Ibu bilang ketika seseorang meninggal dunia, kita harus membakarkannya dua batang dupa. Kami tidak punya dupa; kami akan memberikanmu beberapa kacang kedelai.”

Sisa roh ikan itu pun mengikutinya. Tubuh Aranya pun dengan cepat terkubur dalam kacang-kacangan.

Budi baik roh-roh ikan kecil ini membuat Fengjiu terharu; ia tetap terharu sampai mareka mengeluarkan batu api untuk mengkremasi Aranya. Sebelum api nyala, Fengjiu mengeluarkan sebuah mantra dari tempat persembunyiannya di balik pohon untuk mendorong tubuh Aranya ke dalam air.

Segera setelah mayat itu menyentuh air, Fengjiu mengelap keringat dingin di keningnya dan diam-diam menyelam ke dalam danau.

Fengjiu menduga kalau sekalinya ia mendekati tubuh Aranya, akan ada kesempatan mereka dapat kembali bertukar. Itu artinya, ia dan si gadis cantik peti mati es ini bisa kembali ke posisi mereka semula. Bukankah itu akan sangat beruntung?

Fengjiu memegangi tangan Aranya di bawah air; tidak ada respon. Ia memeluk Aranya; masih, tidak ada reaksi. Fengjiu melafalkan mantra pengangkat jiwa, tetapi kali ini ia merasa seolah ketiga jiwa dan tujuh rohnya terperangkap dalam tubuh si gadis cantik peti mati es, tidak dapat keluar.

(T/N : 三魂七魄 three souls seven spirits – dalam kebudayaan Tiongkok, semua orang memiliki jiwa dan roh. Bagian jiwa adalah bagian spiritual dan akan pergi meninggalkan tubuh kita ketika kita meninggal, sementara bagian roh adalah jasmaniah dan tetap berada di sana dengan mayat selama beberapa waktu lagi.)

Masalah ini perlu sedikit pemikiran.

Fengjiu bukanlah Aranya yang asli, jadi ia tidak begitu emosional kalau ia tidak dapat kembali ke tubuh itu. Tetapi dengan wajah Aranya, ia tidak perlu mengkhawatirkan soal makanan dan biaya pakaiannya.

Kalau tidak, dengan wajah si cantik peti mati es ini, haruskah Fengjiu mengikuti para roh ikan itu tiap hari untuk makan kacang kedelai? Rasa dari kacang kedelainya unik ketika dimakan sesekali, tetapi memakan mereka setiap hari akan jadi hal yang traumatis.

Terlebih lagi, Fengjiu sudah berjanji pada Mo Shao untuk menggunakan identitas Aranya guna membantunya. Menyerah setengah jalan tidak sesuai dengan prinsipnya.

Fengjiu merenung di bawah air. Karena ia tidak bisa kembali, ada cara lain apa untuk membuat semua orang tetap percaya kalau ia adalah Aranya?

Ah, menggunakan mantra pengoreksi. Menggantikan semua ingatan Biyiniao terkait penampilan Aranya dengan wajah si cantik peti mati es mungkin bisa jadi caranya.

Fengjiu mengingat sebuah perkataan terkenal dari bibinya, Bai Qian: hanya orang-orang dengan akademis yang rendah adalah jenius yang sesungguhnya.

Fengjiu mengagumi dirinya sendiri karena merasa dirinya jenius dan memuji pemahaman Bibinya sekarang karena ia berhasil memikirkan ide sebagus ini hanya dalam waktu singkat.

Tetapi, menjadi murid yang nakal pun punya masalahnya sendiri. Fengjiu ketiduran ketika gurunya mengajarkannya mantra pengoreksi ini; apa sajak yang digunakan untuk mantra ini?

Peti mati es yang dikeluarkan oleh si ular perak sekarang tergeletak di dasar danau tepat di bawah kaki mereka. Fengjiu memasukkan tubuh Aranya ke dalam peti mati es itu sembarangan, dengan sembarangan pula menggunakan mantra pengoreksi mengikuti ingatannya yang kabur, kemudian, secara sembarangan pula meyakinkan dirinya kalau ia sungguh seorang yang jenius, mantra pengoreksi kecil ini bukan masalah baginya.

Setelah menyelesaikan tindakan ini, Fengjiu melenyapkan segala masalah dari pikirannya dan melangkah keluar di atas gelembung air untuk menuju permukaan danau, berniat memberikan perhatiannya pada proses pertarungan Xize.

Para roh ikan yang datang karena keramaian telah pergi menjauh, meninggalkan sebaris daun teratai layu di pinggiran danau. Tampaknya tidak ada pergerakan dari gunung di kejauhan. Untuk sejenak, Fengjiu merasakan kekosongan yang tak dapat dijelaskannya.

Fengjiu menatap ke bawah ke dalam danau sekali lagi. Pantulan dalam permukaan air memiliki rambut panjang terurai; jubah pria berwarna ungu melapisi bagian luar gaun putihnya. Ia bahkan tampak samar-samar familier.

Pencerahan mendadak berkilat di otak Fengjiu. Mungkinkah gadis di dalam peti mati es ini merupakan tubuh aslinya? Ia tidak dapat kembali ke tubuh Aranya, apakah karena ia beruntung kembali ke tubuhnya sendiri? Ide ini menyebabkan Fengjiu mengambil langkah mundur tak stabil.

Namun, Fengjiu tidak punya waktu untuk merenung. Petir kuat mendadak muncul di cakrawala; tepukan guntur pun terdengar. Iblis pasti baru saja lenyap hingga terjadilah fenomena aneh ini di angkasa.

Sesuai dugaan, raungan kesakitan ular air itu beresonansi dari atas gunung yang gundul. Hujan dingin pun turun. Melalui kecerahan hutan Bailu, Fengjiu dapat merasakan hujan badai itu berwarna merah tua.

Fengjiu mengangkat kepalanya dan dengan cemas mencari jejak Xize. Tetapi di dalam kabut tebal dan hujan, ia hanya melihat sosok dewa berjubah ungu itu, terhuyung di kejauhan.

Tubuhnya tetap tanpa perlindungan sihir, rambut perak panjangnya tertiup angin. Pedang di tangannya tampaknya telah meminum cukup banyak darah, memancarkan kekeruhan samar selagi mengeluarkan kekuatan menakutkan.

Darah memenuhi tubuh ular itu; tidak ketahuan lagi warna asli dari sisik peraknya. Matanya menampilkan pertentangan, memperlihatkan penampilannya yang sangat mengancam.

Fengjiu hanya bisa merinding.

Karena marah, binatang besar yang terperangkap itu melemparkan kepalanya dengan raungan yang besar. Layaknya petir, ia menabrakkan tanduknya ke arah dewa berjubah ungu menggila seolah mengabaikan segala kemampuan sihirnya dan hanya ingin menggunakan kekuatan semata dalam satu pertarungan terakhir.

Seolah jantung berada di tenggorokannya, Fengjiu meneriaki Xize supaya menghindar. Namun, ketimbang menghindar, si dewa berjubah ungu menaikkan pedangnya untuk bertemu dengan kepala ular itu, pergerakannya stabil dan cepat, memotong tepat lurus di kepala ular itu dengan kekuatan yang mampu memotong menembus angin dan hujan.

Selagi Xize berdiri di sana tanpa bergerak, tanduk keras ular itu mau tak mau menusuk tubuhnya. Dalam sekejap, pengelihatan Fengjiu menajam. Ia melihat Xize membalikkan tangannya dan memisahkan tanduk ular itu dari bahunya. Kecuali kernyitan ringan, tidak ada ekspresi lain yang dapat mengindikasikan rasa sakit di wajah Xize.

Dalam sekejap mata, pancaran terang di Hutan Bailu menghilang, memberi jalan bagi kegelapan.

Fengjiu membayangkan ia merasakan getaran yang dahsyat ketika kepala ular perak itu jatuh ke tanah. Ia meneriakkan nama Xize, tetapi tidak ada seorang pun yang menjawab.

Fengjiu tersandung, melompat ke atas sebuah awan kecil dan mendekati pegunungan gundul itu. Udaranya dipenuhi darah. Ia berulang kali menjerit memanggil Xize, tetapi jeritannya tetap tak terjawab.

Ada bulan penuh di angkasa, suatu pemandangan aneh yang terjadi tanggal 2 April. Hujan turun lebih deras lagi, memudarkan pigmen darah. Setelah menyerap cukup banyak air hujan, awan kecil Fengjiu jadi basah dan tak mampu lagi terus mengambang; akhirnya berhenti di atas sebuah gua di gunung gundul itu.

Fengjiu basah kuyup terkena air hujan; rasa dingin merembes masuk ke dalam organnya.

Dimana Xize? Apakah ia terluka parah? Ataukah ia sudah ...?

Belakangan ini, Xize memperlakukan Fengjiu cukup baik. Ia berkelana ke Kongshan untuk memetikkan Huhuncao, mengiriminya ikan, dan ketika ia dijebak kedua saudarinya, Xize juga datang menyelamatkannya.

Fengjiu tidak tahu apakah kepanikannya dikarenakan rasa simpati ataukah sesuatu yang lain, atau apakah tubuh gemetarnya disebabkan kedinginan atau rasa takut sesuatu yang lain.

Fengjiu tidak yakin ia dapat terus menunggu di dalam gua ini. Terlebih lagi, di luar sana hujan turun cukup lebat. Terlepas apakah Xize terluka atau tidak, ia harus pergi mencarinya.

Selagi Fengjiu baru saja akan bergegas menerobos hujan yang terus mengalir itu lagi, di belakangnya muncul suara samar dari dalam gua. Di dalam gua gelap tua dalam hutan begini, sepertinya ada beberapa jenis makhluk eksotis.

Fengjiu bergerak di sepanjang dinding dan memeriksa beberapa langkah ke dalam. Ia mengambil selangkah dua langkah berikutnya saat ia tidak mendeteksi adanya deru napas binatang buas. Aroma darah yang familier melayang masuk ke hidungnya.

Sebelum Fengjiu bahkan dapat bersandar di dinding batu untuk menjaga keseimbangannya, ia meneriakkan nama Xize dengan suara bergetar dan jatuh ke dalam gua.

Agak lebih baik di pintu masuk ketika Fengjiu masih dapat melihat bayangan orang di bawah cahaya rembulan. Tetapi sekarang segelap tinta di dalam gua.

Fengjiu selalu takut akan gelap. Semenjak ia berjalan sendirian di malam hari dan terjatuh ke dalam lubang ular dalam masa kecilnya, ia tidak berani lagi keluar di malam hari.

Fengjiu tidak tahu darimana datangnya keberaniannya ia pinjam malam ini. Kegelapan berlimpah, tidak setitik cahaya pun ada di dalam gua lembab itu. Diambil alih oleh rasa takut, ia gemetaran bersiap untuk mengeluarkan sebutir mutiara bercahaya dari dalam lengan jubahnya untuk menerangi jalannya.

Kalau saja Fengjiu sudah memikirkan ini beberapa saat yang lalu di pintu masuk gua, ia tidak akan jatuh menggelinding di dalam gua dengan memalukan. Ia tidak tahu kenapa ia melupakan ini sebelumnya.

Jari Fengjiu baru saja menyentuh mutiara di dalam lengan jubahnya ketika ia mendadak merasakan tarikan kuat menariknya dari belakang. Ia memekik terkejut ketika ia mendengar suara mutiara itu jatuh ke atas tanah.

Mutiara itu berguling lurus menuruni lereng menuju kolam kecil. Secercah cahaya samar terpancar dari dalam air, tetapi itu hanya menyinari kakinya.

Fengjiu baru saja menyadari kalau dirinya berdiri tepat di sebelah seekor ular di atas tanah. Selangkah lagi dan ia pasti tidak akan bisa menghindari taring ular itu menusuk ke dalam kakinya. Saat ini, ular itu sudah tergeletak terbelah dua.

0 comments:

Posting Komentar