Three Lives Three Worlds, The Pillow Book 2
Chapter 18 Part 1
Fengjiu sudah memiliki rencananya.
Urutan pertama dalam urusannya ketika mereka keluar dari Lembah Fanyin adalah untuk mendatangi bibinya dan meminta maaf. Saat itu, bibinyalah yang membawa Fengjiu ke Jiuchongtian.
Setelah ia diculik oleh Dijun, mereka kehilangan kontak terlalu lama. Walaupun keluarga Bai umumnya tidak membatasi anak-anak mereka, biarpun begitu, bibinya pasti sangat mencemaskannya. Fengjiu harus datang untuk menenangkan kekesalan bibinya.
Hal kedua yang harus dilakukannya adalah untuk menghidupkan kembali Ye Qingti. Demi menyelamatkan Fengjiu, Ye Qingti terbunuh oleh sebilah pedang iblis dan sebagai hasilnya, jiwanya telah terinfeksi dengan energi iblis.
Bahkan jikalau ia bereinkarnasi, Ye Qingti hanya bisa terlahir kembali sebagai seorang iblis, menderita seumur hidup.
Satu-satunya cara untuk menyelamatkannya adalah menciptakan sebuah tubuh dewa yang mampu menampung dan menyucikan jiwanya, kemudian membawanya ke Kolam Giok dan membersihkan semua ketidakmurnian demi menjadikannya seorang makhluk abadi.
Dulu, Fengjiu telah mengumpulkan jiwa Ye Qingti dan mengawetkannya di tempat Xie Guchou. Dikarenakan buah Saha terlahir dari White Bone Spirit, dan White Bone Spirit bukanlah sebuah rahim manusia melainkan entitas dewa, ia dapat dengan mudah menghidupkan kembali Ye Qingti sekarang karena ia sudah memiliki buah Saha.
Setelah memohon maaf pada bibinya, selanjutnya Fengjiu dapat pergi ke tempat Xie Guchou dan mengambil jiwa Ye Qingti darinya.
Setelah ia mendapatkan jiwa Ye Qingti, Fengjiu lalu dapat melakukan perjalanan menemui neneknya, Dewi Tetua Fumi. Ini merupakan tugas ketiga dalam agendanya.
Meskipun ia dan Dijun sekarang telah menikah, mereka masih belum melakukan upacara pernikahan dengan keluarga sebagai saksinya. Jenis upacara semacam ini tidak begitu berarti bagi Dijun, tetapi ini sangat penting bagi para tetua di Qingqiu.
Sebuah pesta pernikahan itu merupakan keharusan. Namun, pertama-tama, Dijun bukan berasal dari sebuah keluarga yang bergengsi, kedua, ia tidak memiliki kekuasaan apa-apa, dan yang terburuk adalah, Dijun merupakan seorang petarung luar biasa.
Tidak akan mudah bagi mereka untuk mendapatkan restu dari neneknya. Setelah bekerja begitu keras untuk mendapatkan Dijun, Fengjiu tidak mungkin membiarkan neneknya merenggut pernikahannya. Untuk alasan inilah, Fengjiu harus datang menemui neneknya secara pribadi untuk mendapatkan restunya.
Namun, banyak hal jarang terjadi sesuai dengan apa yang diinginkan oleh orang.
***
Di sebuah paviliun di Istana Xiwu, Putra Mahkota Yehua dari Langit, paman ipar Fengjiu yang tampan, sedang melukis dengan santai.
Bai Qian, bibinya, sedang bersandar di sebuah dipan rendah, membaca sebuah jurnal perjalanan. Si buntalan kecil, sepupunya, sedang meringkuk di dalam pelukan bibinya selagi ia tertidur.
Fengjiu datang dengan gugup untuk menyapa bibinya. Paman iparnya, si putra mahkota tersenyum padanya tetapi bibinya bahkan tidak mengangkat matanya.
Fengjiu hanya mendengarkan suaranya datang dari balik buku: “Oh, Fengjiu, ya? Apakah kau sudah melupakan apa yang menjadi tanggung jawabmu akhir-akhir ini?”
Ini adalah nada bicara yang digunakan bibinya kapan pun ada sesuatu yang tidak beres.
Fengjiu bergidik dan tergagap mundur, “Aku ... aku tidak ingat.”
Bibinya masih tidak mendongak di saat ia melanjutkan: “Kalau begitu biar kuingatkan kau. Upacara Bingcang-mu (senjata rahasia) akan diadakan lima belas hari lagi.”
Upacara Bingcang.
Fengjiu mendadak teringat dan terlihat suram ke arah bibinya.
“Bibi, apakah kau mau menunggu sampai matahari terbenam baru mau melihat ke arahku? Bagaimana kalau aku tidak kembali dalam lima belas hari?”
Bibinya akhirnya mendongak; di dalam matanya terdapat sebuah senyuman.
“Jika kau benar-benar tidak kembali dalam lima belas hari, aku akan menyamar menjadi dirimu dan membantumu sedikit, tetapi sekarang karena kau sudah kembali, jangan harap untuk mengambil keuntungan dariku. Masih ada lima belas hari tersisa. Kau masih punya cukup waktu untuk bersiap-siap kalau kau tidur lebih sedikit setiap harinya.”
Air matanya berjatuhan saat Fengjiu berseru, “Tetapi aku membutuhkan delapan jam sehari untuk tidur!”
Bibinya menatapnya penuh simpati.
“Aww, malangnya anakku ini. Tetapi kau masih sangat muda. Tidur beberapa jam tidak akan membunuhmu.”
Fengjiu melihat ke arah paman iparnya, mencari bantuan.
Pangeran Yehua meletakkan kuasnya dan berkata, “Memang, anak yang malang.”
Harapan segera menyala dalam mata Fengjiu.
Pangeran Yehua menukarnya menjadi kuas bulu kelinci dan berkata, “Hal yang bagus kau kembali lebih cepat. Jika kau kembali minggu depan, kau mungkin harus begadang semalaman.”
Harapan di mata Fengjiu berkedip dan menghilang begitu saja.
Bahkan walaupun Kerajaan Qingqiu tidak memiliki etika berat seperti Jiuchongtian, tetap masih ada beberapa ritual penting seperti upacara Bingcang.
Ini adalah sebuah upacara yang harus dilakukan oleh penguasa yang baru ditasbihkan setelah ia menaiki takhta. Tanggal upacaranya akan diramalkan oleh Bai Zhi Dijun, dimulai dari tanggal penobatan dan hari ulang tahun Raja yang baru, biasanya adalah seabad setelahnya.
Selama masa ini, raja yang baru harus membuat sendiri sebuah senjata. Di hari upacara Bingcang, ia harus menyarungkannya di hadapan semua saksi di tanah suci untuk digunakan oleh generasi berikutnya.
Sebagai contoh, pedang Taozhu yang sedang digunakan Fengjiu merupakan hasil karya agung bibinya, Bai Qian, yang ia buat sendiri untuk upacara Bingcangnya.
Semenjak Fengjiu mengambil alih posisi bibinya dan menggantikannya sebagai penguasa baru di wilayah Timur, ia menghabiskan separuh dari dua ratus tahunnya untuk belajar dan yang separuhnya lagi untuk menempa senjata ajaib ini.
Karena pedang ini terbuat dengan bahan-bahan yang berasal dari Gunung Hexu, pedang itu disebut dengan pedang Hexu.
Pedang Hexu ini sebenarnya telah ditempa beberapa hari sebelum pernikahan bibinya, tetapi Fengjiu sama sekali tidak tahu kemana terbangnya sarungnya.
Fengjiu tadinya berpikir bahwa masih banyak waktu tersisa. Setelah pesta pernikahan bibinya, seharusnya tidak ada masalah meskipun jika ia menetap di Jiuchongtian untuk bermain-main selama beberapa bulan.
Tanpa diduga, Fengjiu melupakan semuanya soal ini setelah ia terjatuh ke dalam Lembah Fanyin.
Kalau ia hanya membawa sebilah pedang tak bersarung saat upacara untuk dilihat semua orang, akan aneh jika kakeknya, Bai Zhi Dijun, tidak mengulitinya hidup-hidup.
Fengjiu mendesah pada langit. Sekarang tidak perlu lagi melakukan satu pun dari rencana cermatnya. Membuat sarung pedang adalah prioritas utamanya saat ini.
Lima belas hari, lima belas hari. Ia hanya perlu untuk mengepakkannya sekarang.
Fengjiu terus menghela napas sepanjang jalannya ke Kolam Pundarika di Langit ke-13 sebelum ia kebetulan bertemu dengan Liansong Jun. Keduanya berjalan bersama sepanjang sisa perjalanan.
Melihat ekspresi menyedihkan Fengjiu, Liansong Jun hanya bisa menunjukkan perhatiannya. Tergerak oleh perhatiannya, Fengjiu memberitahu Liansong segala hal yang tengah membebaninya.
Liansong melambaikan kipasnya dan tertawa, “Bukankah kau punya Dijun di rumah? Kemampuan pembuatan sarung pedang Donghua adalah yang terbaik di dunia. Ia pasti bisa melakukannya hanya dalam satu atau dua hari. Bukankah akan sia-sia kalau kau tidak membawanya keluar untuk digunakan dalam keadaan genting seperti ini?”
Liansong menggodanya, “Katakan beberapa hal manis dan aku yakin ia pasti akan membantumu. Kenapa kau malah di sini dan terus menghela napas?”
Pada saat ini, separuh pikiran Fengjiu sedang memikirkan bahan apa yaang akan dipilihnya dan gaya apa yang akan digunakannya.
Ketika ia mendengar Liansong Jun, Fengjiu menjawab samar, “Aku hanya berpikir kalau aku harus mengurus urusanku sendiri. Tidak ada salahnya meminta bantuan Dijun, tetapi aku tidak akan pernah jadi lebih baik apabila aku bergantung padanya akan segala hal. Dijun juga tidak akan menginginkanku jadi seorang yang tak berguna yang terus-terusan bergantung padanya. Paling-paling, Dijun akan membantu merancang jadwal untuk melacak laju perkembangannya. Ia mungkin tidak akan membantuku banyak untuk hal lainnya.”
Fengjiu teringat sesuatu saat matanya mendadak berbinar: “Atau, bagaimana kalau kau bertaruh denganku untuk melihat apakah Dijun akan menawarkan bantuannya atau tidak? Kalau aku menang, kau harus membiarkanku memiliki giok Yufu yang pernah kau gunakan untuk membuat belati Chengyu Yuanjun terakhir kali. Jika kau menang, aku akan membuatkanmu ikan asam manis dengan ikan gemuk dari Kolam Pundarika ini selama setengah bulan.”
Keduanya memasuki gerbang istana sekarang.
Liansong Jun menyingkirkan kipasnya dan tertawa, “Meskipun taruhan ini cukup adil, memikirkan situasimu, kemungkinan aku akan menang.”
Ia mengetukkan kipasnya dan berkata, “Sebenarnya, tidak akan baik jika aku menang. Jika aku memakan ikan asam manismu, dengan kecemburuan Donghua, akan aneh kalau ia tidak membuatku memuntahkan semuanya kembali.”
“Yang Mulia, kau terlalu berlebihan. Dan aku yakin Dijun tidaklah seburuk itu ....”
Keduanya berjalan masuk sambil terus berbincang.
***
Liansong Jun memang beruntung dalam percintaan tetapi kurang beruntung dalam hal kekayaan belakangan ini.
Sudah pasti, setelah Dijun mendengarkan hasil perjalanan Fengjiu menemui bibinya, kuas dan kertas langsung muncul di udara bersamaan dengan dirinya yang membuatkan jadwal untuk Fengjiu guna pembuatan sarung pedangnya.
Dijun memasangkannya di tiang seberang meja Fengjiu di ruang baca itu, kemudian setelah berpikir, memberikan beberapa kata-kata penyemangat dan itu saja.
Ketika Donghua melangkah pergi dari ruang baca, Fengjiu dengan cepat menyelinap untuk mencari Liansong Jun dan memberitahunya dalam suara rendah dengan wajahnya yang bersemangat, “Terima kasih pada Yang Mulia, tampaknya Dewi Keberuntungan sedang mengetuk pintuku hari ini. Giok Yufu-mu sudah ditakdirkan menjadi milikku.”
Liansong Jun juga menjawab dalam suara rendah, “Kau terlihat begitu tertekan belum lama ini. Kenapa sekarang kau begitu bahagia? Hanya karena kau memenangkan sebuah giok Yufu dariku?”
Suara Fengjiu jadi lebih rendah lagi: “Sudah diputuskan kalau aku harus membuat sarung pedang yang bagus dalam waktu lima belas hari. Aku tidak bisa lebih sedih lagi dari yang seharusnya. Lebih baik melepaskannya setelah merasa resah sejenak. Ini merupakan kejutan menyenangkan karena aku bisa memberdayakan giok Yufu Yang Mulia untuk menambahkan aksen berkilau pada sarung pedangku. Bagaimana mungkin aku tidak tersenyum?”
Di luar, Donghua memerintahkan Zhonglin untuk mengatur sebuah papan catur dengan dua kursi batu di bawah sebatang pohon musim gugur. Ruang bacanya telah diambil alih oleh Fengjiu hari ini.
Sekarang ini, Fengjiu tengah mendesain sarung pedangnya di atas meja. Ia dan Liansong hanya akan mengganggu Fengjiu jika mereka bermain catur di dalam ruang baca. Karena cuaca hari ini hangat, bermain catur di dalam angin sepoi-sepoi bukanlah ide yang buruk.
Zhonglin membawakan papan caturnya kemana-mana selagi ia terus mencari lokasi yang lebih baik, bertanya pada Dijun apakah ini baik, atau apakah itu baik. Tetapi, tidak pernah baik. Tubuh Zhonglin pun jadi berkeringat.
Meskipun Zhonglin Xianguan selalu terlihat kaku, ia melakukan semua hal di dalam Istana Taichen sesuai dengan kesukaan Dijun dan diberi julukan ‘pembaca pikiran’.
Sekarang ini, ia bahkan tidak mampu meletakkan sebuah papan catur sesuai kesukaan Dijun. Ini memberikan si pembaca pikiran Zhonglin tekanan yang luar biasa.
Bergeser bolak-balik, Zhonglin baru saja akan pingsan ketika ia mendengar Dijun berkata tanpa tergesa, “Hmm, tempat ini tidak buruk.”
Zhonglin tidak mengerti. Papan caturnya sekarang berada tepat di bawah bayangan dedaunan berwarna. Terlalu jauh untuk menikmati bunga-bunga dari sini. Mengapa Dijun menyukai tempat ini?
Ketika ia bangkit dan mengusap keringatnya dengan lengan jubah, ia mendongak dan melihat meja panjang di dalam ruang baca. Di belakang meja, Fengjiu sedang membabarkan kertas dan tinta.
Zhonglin mendadak tercerahkan. Tampaknya, karena mejanya tidak terlalu menghadap ke pintu ruang baca, tidak peduli bagaimana orang melihat ke dalam dari luar, pemandangannya tidak terlalu jelas ....
Zhonglin berkata pada Dijun dengan sangat tulus, “Ada angin sejuk sepoi-sepoi di luar sini. Karena meja Yang Mulia Fengjiu terlalu jauh, mungkin ia tidak akan bisa terlalu menikmati anginnya. Izinkan hamba memindahkan meja Yang Mulia Fengjiu sedikit.”
Dijun memberikan wajah apresiasifnya dan mengangguk menyetujui: “Benar, pindahkan sedikit.”
Fengjiu sedang bekerja keras di dalam sana. Donghua dan Liansong juga bekerja keras di luar sini.
Batu catur hitam dan putih saling silang di sepanjang papan catur.
Liansong Jun tampak antusias: “Kita juga minum anggur selagi main catur tahun lalu di Istana Taichen. Aku ingat memberimu nasihat waktu itu. Aku mengatakan, jika kau mencari seorang ratu untuk melakukan pembelajaran spiritual suatu hari nanti, Zhi’he bukanlah pilihan yang buruk. Tetapi sejujurnya, agak memaksa untuk memasangkan Zhi’he denganmu. Hanya saja waktu itu, Zhi’he sudah berada di Istana Taichen selama bertahun-tahun .... Namun, sekarang aku lihat bahwa kau tidak menunggu sia-sia jika kau menghabiskan bertahun-tahun ini menunggu Fengjiu. Ia sungguh satu-satunya yang cocok menjadi ratumu.”
Donghua melengkungkan sebelah alisnya dan berkata, “Apakah kau datang kemari dalam keadaan mabuk? Jarang-jarang kau mengatakan sesuatu yang masuk akal begini.”
Liansong tidak begitu memerhatikan dan tertawa, “Tidak, aku tidak sedang mabuk. Tetapi aku membuat sebuah taruhan.”
Ia menambahkan, “Walaupun kesanku terhadap Zhi’he tidaklah buruk, erm, ia cukup baik dalam menari, tetapi jika kita bicara soal kecantikan dan auranya, bicara sejujurnya, Zhi’he tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan Fengjiu.”
Liansong meletakkan sebuah bidak catur batu putih dan melanjutkan, “Hari ini, aku memberitahu Fengjiu bahwa ia bisa meminta bantuanmu dalam membuat sarung pedangnya, tetapi ia bilang ia harus mengurus urusannya sendiri. Ia tidak bisa terus-terusan bergantung padamu dan jadi tidak berguna. Aku tadinya berpikir, kalau itu hanyalah ucapan manis belaka karena seorang wanita muda pasti akan selalu ingin dimanjakan. Aku tidak menyangka bahwa, meski kau tidak membantunya, ia benar-benar tidak peduli. Fengjiu benar-benar serius dengan apa yang dikatakannya.”
Donghua menatap ke arah ruang baca di mana Fengjiu berada. Gadis bergaun merah itu sedang berkonsentrasi di atas selembar perkamen putih di hadapannya ... ada kalanya ketika ekspresinya tenang.
Jika dibayangkan, inilah bagaimana wujud Fengjiu di masa depan ketika ia meninjau kembali dokumen-dokumen para anggota istana.
Dijun meletakkan sebuah bidak catur batu hitam di atas papan dan berkata lembut, “Xiao Bai memang selalu bijaksana.”
0 comments:
Posting Komentar