Three Lives Three Worlds, The Pillow Book 2
Chapter 15 Part 1
Tempat tertinggi di kediaman Putri adalah Paviliun Boxin. Pepohonan tua mengelilinginya, masing-masing setinggi langit. Dengan sinar matahari yang tersaring masuk, paviliun kecil itu diselimuti selapis aura kekunoan.
Pada saat ini, ada empar orang berada di dalam paviliun: Donghua Dijun dan Archmage Chen Ye yang duduk berhadapan satu sama lain, Fengjiu yang tertidur di pelukan Dijun, dan Su Moye yang sedang berdiri dengan tangan tergantung.
Semua orang yang tepat di tempat yang tepat di saat yang tepat pula. Bicara objektif, ini membuat gambaran yang agak bagus.
Karena kedua pria di hadapannya sama-sama tenang dan pendiam, pangeran kedua Su Moye cukup bingung menyaksikan pertunjukan di depan matanya.
Walaupun dirinya selalu jago dalam membaca wajah orang, Su Moye telah disiksa oleh Dijun beberapa hari ini dalam proses pembuatan instrumen ajaib itu.
Otak Su Moye yang kelelahan agak sedikit mati rasa saat ini.
Terlebih lagi, Su Moye masih belum sembuh dari rasa syoknya yang terjadi tiga hari sebelumnya.
***
Tiga hari sebelumnya merupakan sebuah hari yang beruntung. Langit bermurah hati sekali ini dan membuat surat kedua belasnya untuk Dijun akhirnya berdampak dalam memanggil Dijun kembali ke Istana Qinan.
Setelah mendesak Dijun hingga pada batas memuntahkan darah, Yang Mulia akhirnya kembali dan Su Moye akhirnya bisa menelan kembali darahnya.
Su Moye berharap dapat meninggalkan gunung untuk beristirahat setelah menyelesaikan objek ajaib itu.
Dijun sebenarnya tidak pernah bilang jenis objek ajaib macam apa yang sedang dibuatnya. Dengan semangat seorang bawahan, Su Moye tidak bertanya dan hanya melakukan apa yang disuruh.
Su Moye baru mengetahuinya setelah Dijun kembali ke kuil di saat objek ini selesai. Ini adalah sebuah cermin, bukan cermin biasa—itu adalah Cermin Miaohua.
Su Moye pernah mendengar Cermin Miaohua terletak di langit lapis ke-tujuh di Jiuchongtian sebelumnya. Dikatakan bahwa cermin ini mampu membuat ulang tebal tipisnya jutaan dunia manusia di dalam trichiliocosm yang agung.
Dengan dikatakan demikian, Lembah Fanyin merupakan tanah dewa, bukan manusia. Cermin Miaohua seharusnya tak akan mampun menunjukkan masa lalunya.
Su Moye sedikit kebingungan.
Jika bukan untuk kegunaan ini, untuk apa Dijun menghabiskan usahanya untuk membuat cermin pengintip ini? Tidak mungkin dibuat oleh Dijun hanya sebagai cermin riasan untuk Fengjiu, kan...?
Setelah dipikir-pikir, Dijun bisa saja melakukannya.
Terima kasih langit, Dijun tidak begitu memalukan kali ini. Ketika cerminnya sudah selesai, Yang Mulia mempelajarinya selama beberapa saat kemudian menuliskan sesuatu di atas secarik kertas dan melemparkannya ke dalam cermin. Segera setelahnya, muncul sebuah adegan kecil jelas terlihat.
Adegan di dalam cermin mengejutkan Su Moye hingga tercengang. Itu merupakan sarang ular di Mata Air Jieyou lebih dari dua ratus tahun yang lalu. Dalam hujan es, ular-ular piton dengan empat matanya semerah darah tengah mendesis menghadap langit, sarat akan kepedihan kehilangan anak mereka.
Gadis kecil di dalam pelukannya meregangkan tubuhnya keluar, berjuang keras untuk kembali ke dalam sarang ular. Matanya berkelip dengan air mata, mulutnya mendesis dengan bahasa seperti bahasa ular.
Su Moye sedang berdiri di atas awan bersama dengan seruling yaspernya yang mengambang di udara. Tidak ada seorang pun yang memainkannya, tetapi dari seruling itu terdengar lagu penolak ular.
Si gadis kecil ini terus memberontak dari pelukannya. Su Moye bisa saja menggunakan sihir untuk mengikatnya, tetapi apapun yang sedang dipikirkannya pada saat itu, ia hanya dapat menggunakan tangannya untuk mengunci gadis kecil yang senang bersembunyi di belakang bebatuan untuk mendengarkan seruling di tangannya.
Tak mampu melakukan apapun, mata gadis kecil itu dipenuhi air mata. Su Moye membelai keningnya dan berkata lembut, “Kau sangat cerdas. Meskipun kau tidak berbicara, kau dapat mengerti apa yang kukatakan. Kau bukan seekor ular, tetapi putri kedua dari Klan Biyiniao. Apakah kau ingin hidup sebagai seekor ular di dalam lubang kecil ini dan diperlakukan sebagai orang buangan oleh para anggota klanmu? Ataukah kau ingin melebarkan sayapmu dan terbang melambung tinggi di langit?”
Air mata menggenang di mata gadis kecil itu. Setelah sekian lama, ia mengiggiti bibirnya seolah sedang menahan rasa sakit luar biasa. Suara bergetar terdengar saat sepasang sayap putih secara langsung terbuka dari punggungnya.
Gadis kecil itu meniru suara Su Moye: “... Biyi ...”
Su Moye tersenyum. “Anak baik, apakah ini pertama kalinya kau mengepakkan sayapmu? Mulai sekarang, aku akan menjadi gurumu.”
Para Biyiniao dapat memiliki entah satu sayap atau dua sayap. Aranya merupakan Biyiniao dengan sayap ganda.
Tak perlu dikatakan, Su Moye menjadi takjub dengan mengunjungi kembali perasaan dari bertahun-tahun lalu. Dijun telah menyeduhkan seteko teh dan menuangkan dua cangkir untuk mereka.
Dijun berkata santai, “Aku telah mengubah cermin ini sedikit agar dapat melihat kehidupan sekarang dan masa lampau dari makhluk abadi.”
Sembari melihat ke arah Cermin Miaohua, Dijun menambahkan, “Sepertinya Chen Ye lah yang menciptakan dunia ini. Aku ingin melihat apa yang ingin dilakukannya dan melihat apakah Xiao Bai terhubung dengan Aranya. Tetaplah di sini untuk menyaksikannya bersamaku. Jika terjadi sesuatu, kau bisa mengurusnya untukku.”
Untuk sementara, Su Moye mengabaikan ucapan Dijun yang mengizinkannya untuk tetap tinggal selagi memintanya meneruskan pekerjaannya yang tak dibayar ini. Otak Su Moye jadi kebingungan selama beberapa detik.
Ada getaran dalam suara Su Moye: “Yang Mulia, apakah kau ingin bilang kalau cermin ini dapat menunjukkan bagaimana Aranya meninggal?”
“Apakah ini begitu mengejutkan?” Dijun bertanya, tampak keheranan.
Su Moye mengumpulkan emosinya dan menjawab, “Aku tidak tahu ada sebuah alat yang dapat menunjukkan kehidupan masa lalu dari para dewa dewi. Benar, sangat mengejutkan.”
Su Moye lalu mengatakan, “Aku dengar kalau Cermin Miaohua hanya dapat memperlihatkan satu sisi dari beberapa hal. Dijun, apakah masa lalu ini hanya berasal dari sudut pandang Chen Ye?”
Dijun menganggukkan kepalanya samar. Ia menuangkan teh lagi dan memperingatkan Su Moye, “Jangan menyentuh bingkai cerminnya. Berhati-hatilah untuk tidak membiarkan pikiranmu diganggu oleh pikiran dari orang-orang yang ada di dalam cermin.”
Sungguh disesalkan, peringatan Dijun begitu santai dan sembrono hingga tangan Mo Shao telah menyentuh bingkai cermin karena rasa penasarannya. Dalam sedetik, emosi berat menyambar ke dalam hati Su Moye melalui bingkai cermin yang terhubung dengan tangannya.
Seolah Su Moye mendadak membangkitkan kembali potongan kehidupan. Kehidupan orang lain. Kehidupan Chen Ye.
Mo Shao teringat, Aranya pernah memberitahunya bertahun-tahun lalu bahwa pertama kalinya ia bertemu dengan Chen Ye adalah beberapa hari sebelum ulang tahun ke-sepuluh Chen Ye.
Pada saat ini, Aranya baru saja meninggalkan sarang ular. Meskipun ia punya seorang guru yang memperhatikannya, istana yang luas itu sering terasa sepi, dan ia ingin berteman dengan semua orang yang ditemuinya.
Aranya sedang berkeliling di taman hari itu. Dari balik sebatang pohon aprikot tua, ia melihat Chen Ye, Junuo dan Changdi sedang bermain tebak-tebakan tanaman di antara hamparan bunga di depan sana.
Sudah terlihat sangat tampan, sepupunya ini bahkan terlihat lebih gagah dan indah di bawah sinar mentari siang itu. Aranya semakin ingin menjadi temannya.
Tinggal beberapa hari lagi sampai hari ulang tahun Chen Ye. Aranya pikir, itu kesempatan yang baik untuk mencoba berteman dengan Chen Ye, jadi ia harus pergi untuk menyampaikan doa baiknya.
Mengingat sikap Chen Ye yang lemah lembut ketika sedang berdiri di antara bunga-bunga elegan hari itu, Aranya ingin mengunjungi taman untuk memetikkan segenggam bunga sebagai hadiahnya.
Tanpa diduga, rencana Aranya gagal karena bunga-bunga hidup begitu singkat. Dari bagaimana wujud mereka yang muncul dalam ingatan Aranya, ia menggambarkan mereka lagi secara amatir ke atas secarik kertas.
Lalu, Aranya dengan berhati-hati membawakan hasil gambarannya ke rumah pamannya. Di hari ulang tahun itu, Chen Ye tidak mengenakan pakaian sehari-harinya seperti yang dikenakannya di taman. Malahan, Chen Ye mengenakan pakaian kuil, tampak dewasa dan tampan jauh dari usianya.
Chen Ye lagi-lagi sedang bersama dengan Junuo dan Changdi. Ketika Chen Ye melihat Aranya dari kejauhan, ia dengan segera mengalihkan pandangan acuh tak acuhnya ke arah lain.
Pada sore harinya, Aranya menemukan hasil gambaran yang ia berikan pada Chen Ye di sebuah parit kecil di halaman belakang. Tintanya sudah basah kuyup sampai-sampai gambar aslinya sudah tak bisa terlihat lagi dimanapun.
Adik Aranya, Changdi, berdiri di sebelah parit dan mengejek Aranya, “Kakak Chen Ye bilang kau dibesarkan oleh ular, dan mengunyah rerumputan busuk untuk tumbuh. Sungguh sangat kotor. Ia tidak menginginkan gambaranmu...”
Ketika Aranya kemudian menceritakan pada Su Moye kisah ini, Aranya tertawa dan bilang kalau ia dan Chen Ye hanya pernah bertemu satu dengan yang lainnya seperti itu dua kali dalam masa kecil mereka.
Semenjak itu, Aranya tak lagi berpikir untuk mendekati Chen Ye, ataupun pergi mengunjungi rumah paman kandungnya lagi. Aranya dan Chen Ye memang tidak memiliki takdir sejak awal.
Ketika Aranya kemudian memaksakan untuk memiliki takdir bersama dengan Chen Ye, Su Moye sendiri tidak tahu apakah desakan Aranya itu benar atau salah.
Mo Shao yakin, Aranya memang bersikeras, dan ia dibuat yakin bahwa desakannya dalam percintaan ini telah menanamkan Aranya sebuah kutukan fatal.
Sementara mengenai perasaan Chen Ye kepada Aranya, Su Moye tidak percaya Chen Ye mungkin memiliki perasaan pada Aranya.
Jika Chen Ye mencintai Aranya, bagaimana bisa ia melihat Aranya berjalan menuju kematiannya seperti itu?
Melihat lagi ke belakang, Chen Ye selalu membenci Aranya selama puluhan tahun.
Mereka baru akur hanya selama dua tahun. Mungkin saja terdapat berbagai perasaan selama masa dua tahun itu, tetapi tak ada yang dapat dikatakan terlalu dalam.
Sementara mengenai tindakan Chen Ye setelah kematian Aranya, mereka hanyalah dipacu karena rasa penyesalan biasa akibat mengetahui apa yang ia miliki hanya setelah kehilangannya. Chen Ye tidak mencintai Aranya. Jika memang iya, maka itu adalah lelucon paling hebat.
Akan tetapi, Langit suka sekali menggoda. Emosi-emosi di dalam Cermin Miaohua melanda seperti banjir. Warna wajah Mo Shao perlahan berubah jadi putih.
Dijun menyesap tehnya dan bertanya pada Mo Shao, “Apakah kau masih sanggup menahannya?”
Wajah naas Su Moye mengerut membentuk senyuman: “Dijun, memangnya kenapa kalau aku bisa dan kenapa kalau aku tidak bisa?”
Dijun memberikan nasehat ringkas: “Bertahanlah.”
Semua orang mengatakan si Archmage yang dingin dan pandai menahan diri sangat penuh teka-teki. Seseorang dapat berspekulasi mengenai kehendak sang raja, tetapi hanya bermain tebak-tebakan seorang diri jika seseorang mencoba memprediksi pikiran sang Archmage.
Tetapi kali ini, pemikiran dari Archmage yang tak dapat diuraikan ini tersaji secara terus terang pada Mo Shao dalam pandangannya.
Begitu jelasnya, seolah Mo Shao adalah Chen Ye sendiri.
***
Kelahiran suci Chen Ye tidaklah berjalan dengan sangat damai. Ketika ibunya sedang mengandungnya, ia dibawa ke kuil untuk menunggu kelahirannya. Tetapi tidak nampak pertanda aneh di langit di hari Chen Ye dilahirkan.
Saat ibunya melahirkannya, Chen Ye merupakan bayi yang sangat lemah, saking lemahnya ia bahkan tidak menangis. Archmage yang menjabat, Xize, sedang tidak ada di sana waktu itu. Beberapa penyihir yang kurang baik sudah menggerutu dan bergumam, ingin melemparkan ibunya dan Chen Ye keluar dari kuil.
Beruntungnya, Shanjun Xiangli Yin kebetulan lewat di perjalanannya menuju kuil untuk mencari tempat berlindung dari panasnya musim panas. Berbaik hati, Xiangli Yin membawa Chen Ye dan ibunya kembali.
Ketika ia melihat napas Chen Ye yang melemah, Xiangli Yin mengiris pergelangan tangannya dan menyelamatkan nyawa Chen Ye dengan semangkok darahnya.
Tangisan pertama Chen Ye terdengar di sore harinya. Tadinya hanya ada matahari terik di ufuk timur. Tetapi mendadak, di sana naiklah bulan purnama.
Hanya untuk sesaat, matahari dan bulan bersinar secara bersamaan.
Xiangli Yin tertawa, “Wah, bukankah ini adalah Archmage kecil kita? Karena prosesi turunnya dari Langit begitu brilian dan indah, mengapa tidak menamakannya Ye (terang/berkilau).”
Ia menggunakan nama depan ibunya digabungkan dengan nama yang dianugerahkan oleh Xiangli Yin dan sejak itulah dipanggil dengan nama Chen Ye.
Raja Xiangli Yin memutuskan pernikahan ibu Chen Ye dan menikahkannya dengan adik iparnya. Jadilah ibu Chen Ye pindah keluar dari kuil ke rumah suaminya.
Pada saat itu, Chen Ye baru berusia satu tahun dan dirancang sebagai Archmage berikutnya. Ia tetap berada di Istana Qinan dimana ia dibesarkan dengan hormat.
Chen Ye mengikuti Archmage yang bertugas, Xize, dan mempelajari darinya kemampuan dari seorang pendeta tinggi.
Waktu berjalan tanpa terasa. Chen Ye berusia lima tahun ketika kekacauan muncul di kaki gunung. Tuan Xize memakan kue kacang mung selagi ia memperingatkan Chen Ye kalau, meskipun Istana Qinan merupakan sebuah tempat memonitor, jika kesalahan sang raja tidak cukup parah hingga menghasilkan kehancuran yang menyebar, itu bukan kekuasaan pihak kuil untuk ikut campur. Jika kita tertarik, kita akan datang untuk ikut menikmati kesenangannya. Jika tidak, kita akan menutup gerbang kita dan minum-minum juga makan kue.
Mereka menutup gerbang istana dan menikmati kue kacang mung selama beberapa hari ketika akhirnya datang kabar bahwa seorang raja baru telah menaiki tahta. Raja ini bahkan menikahi istri raja sebelumnya, Lady Qinghua, sebagai permaisurinya.
Pejabat ritus datang untuk meminta doa dari Archmage.
Xize mohon diri, mengatakan kalau ia terlalu kekenyangan karena kue kacang mung dan sedang tidak dalam kondisi untuk melakukan perjalanan.
Xize malah mengirimkan beberapa pelayannya untuk membawa Chen Ye ke istana. Itu merupakan kali pertama Chen Ye memimpin sebuah upacara doa.
Chen Ye baru berusia lima tahun, tetapi ia tidak membuat kesalahan sama sekali. Xize tampak begitu senang. Mulai sejak itu, Xize menjadi semakin malas.
Kapan saja ada sesuatu yang membutuhkan Archmage, ia tidak pernah gagal untuk mengirimkan Chen Ye menggantikannya.
0 comments:
Posting Komentar