Three Lives Three Worlds, The Pillow Book 2
Chapter 11 Part 2
Xize menyikat bintik cahaya kecil di kepala Fengjiu.
“Kau sering diganggu semasa kecil?”
Fengjiu menaikkan alisnya.
“Bagaimana mungkin? Seluruh teman sekelasku tidak sabar untuk memujiku. Hanya adik Serigala Abu-abu saja yang berani menentangku dari waktu ke waktu. Tentu saja, aku selalu berhasil membalas dendam.
"Guru kami pernah membawa kami ke pegunungan untuk pelajaran herbologi. Di perjalanan pulang, kami menginap di gunung. Aku pergi ke dalam hutan untuk menangkap seekor kelinci, dan selagi adik Serigala Abu-abu tertidur, aku menjejalkan kelinci itu ke bawah perutnya.
"Besok pagi-pagi sekalinya aku memberitahu kalau ia melahirkan dalam mimpinya, dan bahkan aku membantunya untuk melahirkan bayi itu. Adik Serigala Abu-abu ketakutan hingga menangis di tempat.”
“Kerja bagus,” Xize terkekeh.
“Tetapi kemudian, ia mengetahui kalau aku mempermainkannya,” Fengjiu mendesah, “Jadi ia mengejarku selama dua bulan penuh.”
“Hanya dua bulan?”
Fengjiu malas-malasan melirik Xize.
“Karena dua bulan setelahnya adalah ujian akhir. Ia ingin menyalin jawaban dari sejarah kuno milikku.”
Xize mengangguk.
“Jadi kau pintar dalam sejarah kuno.”
Fengjiu terguncang sejenak, tetapi ia langsung menyingkirkan pikiran mengganggu itu dan menjawab terus terang, “Itu karena dulunya aku memuja seorang dewa besar ketika aku masih muda. Ia adalah seorang pahlawan besar di masa prasejarah. Seluruh koleksi buku sejarah itu pada dasarnya adalah rentetan prestasinya yang luar biasa, jadi tidak heran kalau aku memang pandai dalam sejarah.”
Melihat Xize mendadak berhenti berjalan, Fengjiu pun berhenti.
“Sejujurnya, aku bahkan berpikir untuk belajar giat di mata pelajaran kesukaannya pada saat itu. Sayang sekali, pelajaran kesukaannya adalah filosofi Buddha, sesuatu yang tidak mampu kulakukan meskipun jika aku berusaha. Aku agak bingung, mengapa ia mencoba untuk mempelajari sesuatu seperti ke-Buddha-an padahal ia bertarung dan membunuh sepanjang hari di masa lalunya. Kemudian, suatu hari aku akhirnya paham.
"Orang yang mengayunkan pedangnya untuk membunuh bukan berarti tidak boleh membahas soal Buddha. Sebenarnya, ia juga suka memancing, tetapi sayang sekali guruku tidak punya kelas memancing.”
Fengjiu selesai berbicara dan mendesah dalam rasa nostalgia. Saat ia mendongak, mata Xize mengandung sesuatu yang tidak dimengerti olehnya.
Tangan Xize mengelus rangkaian bunga yang sedikit bengkok di atas kepala Fengjiu selagi ia menurunkan suaranya, “Kau sudah melakukan begitu banyak untuknya.”
Mengetahui kalau itu adalah sebuah pujian untuknya, Fengjiu menarik topeng cypress malu-malu untuk menutupi wajahnya.
Suara tertahan keluar dari balik topeng: “Itu ... bukan apa-apa. Hanya kebodohanku di masa kekanak-kanakan itu.”
Tiba-tiba mendengarkan sorakan riuh rendah di depan, Fengjiu berjinjit untuk melihat dan memegangi lengan jubah Xize.
Terdengar jauh lebih senang dari beberapa saat yang lalu, ia berkata penuh semangat, “Tampaknya para gadis sedang melemparkan kantong bedak potpourri di depan. Ayo, kita pergi melihatnya.”
***
Fengjiu pernah mendengar soal Festival Gadis klan Biyiniao dan tradisi dari para gadis yang melemparkan kantong bedak wanginya.
Dikatakan di dalam kota, satu menara akan muncul dari tanah di malam hari. Disebut dengan Menara Vega. Jutaan tahun yang lalu, Ratu Vega dari bintang Vega menghadiahkannya untuk pangeran Biyiniao sebagai tanda cinta.
Meskipun penguasa bintang Vega itu royal, para Biyiniao tidak menikahi orang luar. Meskipun hanya memiliki masa pacaran yang singkat, keduanya hanya mampu menyesal pada akhirnya bahwa itu memang tidak ditakdirkan.
Mereka meninggalkan menara tunggal yang hanya muncul kembali di malam Festival Gadis. Gadis-gadis dengan kerinduan rahasianya akan memanjat menara dan mengutarakan perasaan mereka malam ini.
Menurut cerita rakyat, gadis-gadis akan membawa kantong wangi bersulaman mereka dan menaiki menara. Jikalau pujaan hati mereka kebetulan muncul, mereka akan melemparkan kantong wangi itu pada mereka.
Pemuda yang memiliki rasa yang sama akan menangkap kantong itu, bagi yang tidak, maka kantong itu akan dibuang. Pemuda yang menangkap kantong itu akan menemani pemilik kantong untuk berjalan-jalan malam hari.
Fengjiu sungguh merasa kalau tradisi ini romantis juga menyenangkan. Jika Qingqiu memiliki hal semacam ini sepuluh ribu tahun yang lalu, Migu tidak akan menyendiri hingga sekarang.
Dengan semangat yang tinggi, Fengjiu membawa Xize menuju Menara Vega. Di perjalanan, mereka melihat pemuda yang menjual patung tanah liat tadi.
“Nona, tampaknya kau terburu-buru,” ia memanggil mereka.
“Apakah kalian akan pergi ke Menara Vega? Aku punya satu nasihat untuk kalian. Kekasihmu di sini terlalu tampan, kau tidak boleh pergi ke tempat itu!”
Fengjiu tidak lupa berbalik meskipun sedang terburu-buru dan berterima kasih pada si pemuda.
Ia berkata riang, “Kami hanya ke sana untuk bergabung dengan keramaian. Ia sudah ada yang punya; ia tidak akan sembarangan menerima kantong gadis-gadis. Terima kasih untuk nasihatmu.”
Pemuda itu mengatakan sesuatu yang tertelan dalam keramaian, tetapi apa yang dikatakannya mengingatkan Fengjiu yang bertanya cemas pada Xize, “Apakah kau mendengar yang kukatakan?”
Dengan ketenangan yang biasa, Xize mengamit tangan Fengjiu agar jangan sampai terpisah di tengah keramaian.
“Mm, aku sudah ada yang punya.”
Fengjiu menarik turun topengnya dan memasang ekspresi serius: “Ah, aku mengatakan itu juga, tetapi itu bukan poinnya. Hal pentingnya adalah kau tidak boleh sembarangan menerima satu pun kantong dari para gadis itu, apa kau mengerti?”
Fengjiu lupa memberitahunya beberapa saat yang lalu. Xize adalah orang yang kesepian tanpa masa kecil. Sekarang ini, apa pun yang dilihatnya akan terasa seperti hal yang baru.
Fengjiu bisa menebaknya dari cara Xize mengekspresikan ketertarikannya pada bola bulu, topeng, dan bagua lock. Jika ia juga merasa kantong para gadis itu seperti hal yang baru dan menangkap salah satunya karena penasaran ... gadis itu akan berpikir kalau impiannya telah terkabulkan.
Ketika mereka mengetahui Xize hanya berniat bermain, gadis-gadis itu akan merasa tersakiti. Dan jika mereka terlalu memasukkannya dalam hati, mereka bahkan mungkin saja melompat dari Menara Vega.
Dengan pemikiran ini, ledakan kepahitan merayapi hati Fengjiu.
Ia berkata lagi pada Xize, “Kau sama sekali tidak boleh mengambil kantong mereka, mengerti?”
Tatapan Xize tetap pada wajah Fengjiu.
“Mm, mengerti,” ia berkata, sebuah senyuman yang tak terlihat muncul di bibirnya.
“Apa kau yakin?”
“Aku yakin.”
Fengjiu menarik napas lega.
***
Sayang sekali, ia terlalu naif dalam pemikirannya. Tepat ketika mereka tiba di Menara Vega, kantong-kantong wewangian yang tak terhitung jumlahnya berterbangan ke arah mereka.
Fengjiu mengernyit. Dalam legenda, tindakan dari pelemparan kantong ini tidak lebih dari sebuah usaha dalam kesempatan yang tergantung pada takdir. Tetapi kantong yang berjatuhan ke atas tubuh Xize sekarang ini menempel erat padanya. Tidakkah ini sedikit agresif?
Fengjiu akhirnya mengerti apa yang dikatakan oleh si penjual patung tanah liat.
Dari arah menara datanglah gelombang aroma yang harum. Serentetan gadis tertawa kecil bersandar di balkon selagi yang lainnya mengantre dengan gembira untuk menuruni tangga untuk bertemu dengan pria yang terkena kantong, Tuan Xize, untuk menagih janji tak tertulis itu.
Penjual kosmetik yang berdiri di sebelah Fengjiu memberikan tampang simpatinya.
“Nona, kau pasti berasal dari tempat lain. Apakah kau kemari malam ini bersama kekasihmu?”
Fengjiu tidak memperhatikan soal Xize yang dipanggil sebagai kekasihnya.
Ia melangkah mendekat dan berkata, “Bibi, bagaimana kau tahu kami tidak berasal dari sini? Kalau begitu kau pasti tahu kenapa kantong-kantong ini tidak jatuh juga?”
Wanita yang lebih tua yang telah berjualan kosmetik di bawah Menara Vega nyaris seumur hidupnya, tentu saja ia tahu mengapa.
Ekspresinya terlihat rumit saat ia memberitahu Fengjiu, “Sebelumnya, kantong-kantong ini hanya kantong biasa dan Menara Vega merupakan lahan paling beruntung untuk mengharapkan kisah percintaan. Kemudian, seratus tahun yang lalu, seorang pria yang sangat tampan muncul, suami idaman bagi banyak wanita muda. Karena mereka ingin menjadi pasangannya meski hanya semalam, mereka menyatukan kekuatan dan membuat kantong-kantong ini agar mereka dapat menempel di tubuhnya tanpa terjatuh ke tanah.”
Ibu tua itu mendesah sedih, “Jadilah si pria tampan itu dipaksa menemani 73 wanita muda untuk berjalan-jalan di sekitar Ibu kota di Festival Gadis dengan tenaga satu orang. Aku masih ingat malam itu. Sungguh tontonan yang patut dilihat.”
Fengjiu membayangkan adegan ini dalam kepalanya dan berkomentar, “Itu pastinya jadi tontonan. Aku penasaran, siapa di antara ke-73 gadis itu yang dinikahi oleh si pria tampan setelahnya. Namun, tak peduli siapa, pastinya jadi sebuah kisah yang indah.”
Si wanita tua lagi-lagi memberikan lirikan simpatiknya.
“Setelahnya? Setelahnya, si pemuda, putra satu-satunya dari kesembilan generasi berubah jadi homoseksual.”
Tercengang, Fengjiu mendadak berbalik dan melihat kembali pada Xize. Tidak heran kebanyakan pria yang melewati menara malam ini adalah yang pria lajang biasa dan tidak tampan.
Pantas saja Xize diselimuti dengan kantong tepat ketika ia sampai kemari. Xize mampu melindungi Fengjiu dari kantong-kantong itu berkat kelincahannya, tetapi karena itulah, ia tidak dapat melindungi dirinya sendiri.
Fengjiulah yang bersikeras membawa Xize kemari. Tanpa disengaja, tetapi jika Xize berakhir mengikuti jejak dari pendahulu mereka dan juga berubah jadi homoseksual karena hal ini ... Itu sungguh tidak terpikirkan.
Tidak berani berandai-andai lagi, Fengjiu menggenggam tangan Xize dan menariknya melarikan diri.
Di belakang mereka terdapat bunyi samar dari wanita yang kesal: “Tuan, jangan kabur ...”
Fengjiu menarik Xize dan berlari secepat kakinya dapat membawanya.
Kerumunan minggir untuk membiarkan mereka lewat. Angin mendesak mengikuti mereka bersamaan dengan beberapa bunga kaktus malam yang berjatuhan, terinjak di bawah kaki mereka.
Penerangan jalanan perlahan berkurang.
Xize yang ditarik di belakangnya berbicara tanpa tergesa, “Kenapa kita mendadak melarikan diri?”
Mendengar perkataan ini, Fengjiu mengingat para gadis di menara dan merinding. “Mana mungkin kita tidak kabur? Apakah kau ingin bilang kalau kau mau menghabiskan sepanjang malam menemani mereka berkeliling ibu kota?”
Xize berhenti sejenak.
“Kau tidak mau aku pergi dengan mereka?”
Xize menarik Fengjiu ke dalam sebuah gang kecil. Meskipun cahaya penerangannya jarang, terdapat lebih banyak bunga Fuling dan bunga kaktus di sini ketimbang dengan lentera-lentera yang ada di pasar malam. Dengan sinar rembulan mengintip dari balik awan, sesungguhnya ini malam yang cukup terang.
Fengjiu berhenti dan terengah-engah selagi ia berpikir sendiri, betapa konyolnya pertanyaan yang diajukan oleh Xize. Tentu saja aku tidak ingin kau menjadi homoseksual karena mereka.
Meskipun demikian, Fengjiu telah berlari dan berbicara di saat bersamaan, dan hanya bisa bernapas terputus-putus. Ia bahkan tidak dapat mengatakan ‘mm’ detik ini dan hanya mampu mengangguk kecil. Anggukan ini tampaknya memuaskan Xize.
Bunga Fuling dan kaktus perlahan melayang di udara. Gang itu sangat sunyi dengan deru napas Fengjiu sebagai satu-satunya suara di sana.
Mereka telah berlari begitu tergesa, tetapi rangkaian bunga di kepalanya tidak terjatuh. Rambutnya yang terurai menggantung turun dari bawah rangkaian bunga layaknya kain satin hitam, segumpal rambutnya menempel di keningnya yang berkeringat.
Tanda bunga phoenix di kening Fengjiu terlihat begitu indah. Semu mulai muncul di wajah seputih saljunya.
Fengjiu memang sangat cantik, tetapi karena ia masih muda, ia belum mengalami dunia percintaan sama sekali. Namun, saat ini, ia sebenarnya memberikan daya pikat dari wanita yang lebih berpengalaman.
Topeng cypress bergantung di leher Fengjiu, telinga topeng rubah itu menggores rahangnya. Merasa tidak nyaman, ia menariknya tetapi hanya berakhir memantul kembali padanya. Ia mendorongnya lagi, terlihat entah bagaimana, agak kekanakan dalam usahanya.
Xize melangkah mendekat dan membantu Fengjiu memegangi topeng itu. Ia hanya memeganginya. Xize tidak bilang apakah ia akan membantunya untuk melepaskannya atau tidak. Mata indah Xize terus menatap wajah Fengjiu.
Tidak tahu apa yang harus dilakukan, Fengjiu juga menaikkan matanya untuk menatap balik Xize. Mereka berdiri saling menatap satu sama lain selama beberapa saat seperti ini ketika Fengjiu perlahan merasa kalau atmosfernya tidak benar.
Melihat Xize mencondongkan dirinya, Fengjiu cepat-cepat mundur selangkah dan berkata, “Aku sudah lama tidak lari begini ...”
Kata-kata Fengjiu selanjutnya terhalang oleh Xize.
Ia membuang topeng itu dengan satu tangan dan memeluk pinggang Fengjiu dengan tangan lainnya, kemudian menyamakan posisinya dengan bibir Fengjiu dan berbisik, “Aku juga.”
Fengjiu berkedip dan mendorong Xize menjauh, tetapi ia tidak bergerak. Napas Xize menyentuh bibirnya, menggelitikinya. Tangan Fengjiu terletak di atas dada Xize. Ia tidak bisa mendorong Xize, akan tetapi, aneh juga bila ia tidak mendorongnya.
Jadi Fengjiu mencoba sekali lagi, tetapi Xize tetap tidak bergerak. Selagi ia baru saja akan mencoba mendorongnya lagi, pelukan di sekitar pinggangnya mendadak mengetat, menarik seluruh tubuhnya hingga berhimpitan dengan tubuh Xize.
Fengjiu terkejut dan memekik. Tepat saat ia mendeteksi sebuah senyuman berkilat di mata gelap Xize, mulutnya langsung diinvasi oleh kelembutan. Kepala Fengjiu meledak, terkejut menyadari bahwa itu adalah lidah Xize.
Mata tenang Xize tampaknya bercahaya dengan sinar rembulan. Ia terus membelai lidah Fengjiu; Fengjiu tidak tahu sejauh apa Xize berniat untuk mendorongnya, samar-samar merasakan bahwa ini bukan cara yang tepat.
Fengjiu mulai menggerakkan lidahnya yang kaku dan merasakan mendadak kaku. Merasa berani, ia membelit lidah Xize dengan sembrono, ingin mendorongnya kembali.
Xize memperhatikan Fengjiu saksama, mengkoordinasikan tindakannya dengan Fengjiu untuk membiarkannya melumat lidahnya hingga Fengjiu benar-benar memasuki mulutnya.
Kadang kala, Fengjiu sangat kompetitif, dan sering kali pamer. Sekalinya keinginannya untuk melenturkan ototnya terbentuk, tidak dapat ditarik kembali.
Seberkas aroma cendana putih membuat Fengjiu kewalahan; asalnya dari tubuh Xize. Pikiran kosongnya dipasangkan dengan insting kompetitifnya, semua yang diketahui Fengjiu adalah bahwa ia ingin mendorong Xize hingga pria itu tidak mampu berpaling lagi.
Fengjiu meletakkan tangannya di atas bahu Xize, berdiri berjinjit, menabrakkan bibirnya ke bibir Xize, dan membiarkan lidahnya menjelajah di dalam mulut Xize, berpikir pada dirinya sendiri bahwa ia bersikap terlalu ofensif selama ini.
Lama setelah itu, Fengjiu perlahan melepaskan Xize dan merasa mati rasa juga sakit di lidahnya, dan terengah-engah.
Napas Xize menjadi lebih tenang, pucuk hidungnya bersentuhan dengan milik Fengjiu. Ia memindahkan bibirnya ke sudut bibir Fengjiu dan mencium bibir bawahnya.
Sentuhan lembut ini mengirimkan getaran ke seluruh tubuh Fengjiu. Xize tetap berada di bibir Fengjiu selama beberapa lama baru kemudian melepaskannya.
Topeng cypress itu sekali lagi diletakkan di leher Fengjiu, telinga rubahnya masih menyentuh dagunya.
Seolah-olah waktu yang terhenti kembali mengalir. Bunga kaktus yang terkumpul di dekat sana perlahan berpisah, membuat jejak bintik-bintik cahaya layaknya kunang-kunang musim panas.
0 comments:
Posting Komentar