Minggu, 15 November 2020

3L3W TMOPB - Chapter 4 Part 2

Ten Miles of Peach Blossoms

Chapter 4 Part 2


Buntalan Ketan Kecil bercermin pada kata-kataku sejenak sebelum menghentakkan kakinya. “Ia tidak mengerti kalau ia sudah melewati batas. Ia tahu dengan jelas kalau Ayahanda sudah memiliki seorang istri, tetapi ia tetap ingin menjerat Ayah. Ia tinggal di kamar Ibu, menggunakan peralatan memasak Ibu, dan ingin mencuri suami Ibu.”

Aku menatap ke langit, dan bayangan akan wajah Ye Hua terlintas dalam benakku, terlihat mirip sekali dengan Mo Yuan. Kemiripan mereka benar-benar menakjubkan.

Aku tidak bisa menyalahkan Miao Qing. Aku pernah melihat wajah itu selama ribuan dan ribuan tahun, dan sebagai seorang Dewi Agung, aku berhasil mengatur hasratku dalam kendali. Menjadi seorang wanita biasa di hadapan wajah seperti itu pasti jauh lebih sulit untuk tidak melewati batas.

Bagian dari cerita ini yang membingungkanku adalah hubungannya dengan Gunung Jun Ji di Dong Huang. Kapan Su Jin punya rumah di sana?

Aku menanyakan pada Buntalan Ketan Kecil tentang ini, dan ia memberikan penjelasan yang agak kacau. Meskipun aku benar-benar memfokuskan diri pada perkataannya, aku hanya bisa menentukan inti apa yang dikatakannya.

Rupanya, ibu Buntalan Ketan Kecil bukanlah selir Ye Hua yang bernama Su Jin, tetapi seorang manusia. Buntalan Ketan Kecil masih menyimpan sebuah lukisan dari ibu manusianya di dinding kamar tidurnya. Di lukisan itu ia mengenakan gaun hijau dan menggunakan sehelai sutra putih untuk menutupi matanya, seperti diriku.

Tiga ratus tahun yang lalu, tak lama setelah melahirkan Buntalan Ketan Kecil, sesuatu membuatnya melompat dari Zhu Xian Tai. Jika seorang dewa yang melompat dari sana, mereka akan kehilangan penempaan energi spiritual mereka, tetapi jika seorang manusia yang melompat, jiwa dan roh mereka akan melayang dan akan langsung menghilang seutuhnya. Buntalan Ketan Kecil sudah jelas tidak memahami bagian ini.

Sebelum ia dibawa ke Istana Langit, manusia ini tinggal di Gunung Jun Ji. Pangeran Ye Hua sangat menghargai kenangan akan dirinya sampai ia meletakkan sebuah segel di pondok tuanya untuk melindunginya. Setiap tahunnya, ia akan membawa putranya untuk berziarah ke pondok kecil itu, dimana mereka menghabiskan seminggu atau dua minggu.

Aku mengagumi keberanian Ye Hua. Ia tidak mencoba menyembunyikan satu pun penderitaan dan kepedihan ini dari Buntalan. Ia percaya diri kalau putranya mampu menghadapi pengetahuan menyakitkan ini tanpa menutupinya dalam bayangan pada pikiran mudanya.

Buntalan dan Ye Hua ditakdirkan mengenal Miao Qing selama sekitar seratus tahun.

Buntalan sedang ada di dalam hutan gunung, bermain dan memburu kelinci, ketika roh spiritualnya menarik perhatian seekor iblis ular yang lewat. Iblis ular ini tahu siapa anak lelaki kecil ini dan baru saja akan memakannya untuk menambah nutrisi keabadian dari tubuhnya.

Beruntungnya, Putri Miao Qing dari Laut Timur berkunjung ke Gunung Jun Ji dan menyelamatkan nyawanya. Buntalan membawanya kembali bersama dengannya ke pondok kecil di gunung. Pondok itu telah tersegel jadi tidak terlihat oleh orang luar, tetapi Buntalan sangat berterima kasih kepadanya karena menyelamatkannya, sampai ia menunjukkan identitas aslinya dan membawanya masuk untuk minum teh. Sang Putri baru saja akan pergi saat Ye Hua kembali. Putri Miao Qing sedang dalam usia menyadari hal romantis, dan melihat Ye Hua, seperti tersambar oleh petir. Ia jatuh cinta setengah mati.

Tidak ingin berutang pada si Putri Laut Timur, Ye Hua menjanjikan akan mengabulkan satu permintaannya. Dan selama seratus tahun terakhir, Miao Qing tinggal di Gunung Jun Ji, dan kapanpun Ye Hua dan Buntalan datang berkunjung, ia akan mencucikan pakaian mereka, memasak, dan membuatkan mereka kue kukus.

Ye Hua rasa, tidak pantas bagi seorang Putri untuk melakukan tugas rendahan seperti itu, tetapi saat ia menunjukkan soal ini, Putri itu menundukkan kepalanya dan dengan rendah hati berkata, “Ini adalah keinginanku, Pangeran Ye Hua. Mohon jangan halangi aku.” Ye Hua tidak punya pilihan selain mengalah.

Aku mendengarkan ini sepenuhnya dari sudut pandang si Buntalan Ketan Kecil. Sudah jelas Ye Hua merupakan pria berhasrat, dan ia mungkin saja sudah merasakan cinta pada si putri yang baik dan pengertian ini dalam hatinya.

Kesedihan mulai merayapi. Ye Hua baru hidup tak lebih dari 50.000 tahun, selama waktu itu ia sudah membangkitkan begitu banyak minat wanita. Jelas sekali itu adalah bakatnya.

Apa yang kulakukan saat aku berusia 50.000 tahun?

Buntalan Ketan Kecil memasang ekspresi aneh di wajahnya. Ia memandangiku ragu, seolah ada sesuatu yang ingin dikatakannya, tetapi ia tidak yakin apakah harus dikatakannya.

“Sebagai seorang anak lelaki, hal terburuk yang dapat kau lakukan adalah kelihatan goyah,” aku memberitahunya tegas. “Kau tidak ingin berakhir terlihat menyedihkan. Kalau ada sesuatu yang ingin kau katakan, cukup maju dan katakan saja.”

Dengan air mata di matanya, ia menunjukku dan berkata, “Ibu, kau bertingkah seolah kau tidak peduli. Apakah hatimu sudah milik orang lain sekarang? Apakah itulah mengapa kau tidak lagi menginginkan A Li dan Ayahanda?”

Aku tidak sanggup berbicara. Ye Hua dan aku punya janji pertunangan, tetapi ini merupakan kali pertama kami bertemu. Sulit untuk dikatakan, dan Buntalan Ketan Kecil mundur beberapa langkah dan menutupi wajahnya.

Terdengar pahit dan menyedihkan, ia berkata, “Ayahanda akan menikahi ibu tiriku, dan Ibu akan menikahi ayah tiriku, dan aku tidak akan pernah merasakan keutuhan keluarga. Aku akan selalu sendirian. Tidak ada satu pun dari kalian yang menginginkanku.”

Ia meraung begitu kerasnya hingga hatiku melompat ketakutan.

Aku tersenyum perhatian dan meletakkan lenganku di sekitarnya. “Aku adalah ibumu. Mana mungkin aku tidak menginginkanmu?” kataku.

“Tetapi kau tidak menginginkan Ayahanda,” tuduhnya. “Dan karena kau tidak menginginkan Ayahanda, Ayahanda akan berakhir menikahi Miao Qing. Jika Ayahanda menikahi Miao Qing, mereka akan mempunyai bayi lain, dan mereka tidak akan menginginkan A Li lagi.” Air mata mengalir turun dari wajahnya sekarang.

Aku merasakan sakit kepala parah menyerang. Aku tidak ingin mengecewakannya, jadi aku berpura-pura terlihat jatuh cinta mabuk kepayang, dan dengan deritan gigiku, aku berkata, “Ayahmu adalah hatiku dan jiwaku. Ia adalah kekasihku yang berharga. Mana mungkin aku tidak menginginkannya?”

Di saat aku selesai mengucapkan semua ini, aku merasa enek sampai aku bergetar.

Buntalan Kecil kelihatan senang. Ia memeluk kakiku dan menyeretku ke dalam taman, tak memberiku pilihan selain ikut bersamanya. Aku berdoa agar Ye Hua tidak lagi berada di taman, jadi aku dapat menghindari drama yang mengharuskanku menyebabkan perpisahan antara pasangan itu.

Kami pergi melalui gerbang yang melengkung, dan aku melihat sebuah paviliun yang sangat indah di kejauhan. Di dalamnya, seorang pria berjubah hitam sedang berdiri dengan kedua lengan disatukan di balik punggungnya. Ye Hua. Dan gadis muda yang duduk di sebelahnya bergaun kuning sudah jelas adalah Putri Miao Qing.

Buntalan Ketan Kecil menarik lengan jubahku.

“Ibu, kau harus masuk sekarang,” katanya.

Terasa terlalu cepat, dan aku tidak punya waktu untuk bersiap-siap. Kulit kepalaku kesemutan saat aku mempertimbangkan bagaimana aku harus muncul. Kakak Tertua adalah orang yang kutahu baik, yang hidupnya paling dipenuhi dengan persik bermekaran.

(T/N: persik bermekaran : kehidupan penuh kisah asmara)

Apa yang biasanya digunakan kakak ipar ketika menghadapi gadis cantik bunga persik Kakak Tertua? Oh, benar, aku ingat.

Pertama, matanya; matanya haruslah dingin. Berikan sainganmu lirikan; lihatlah dirinya seolah ia adalah sebonggol kubis.

Berikutnya adalah suaranya: ia akan menghadap ke Kakak Tertua dan dengan nada yang halus, berkata, “Aku sudah melihatnya dengan saksama, dan jika kau menyukainya, suamiku sayang, mohon jadikan ia sebagai selir. Benar-benar tidak masalah bagiku, akan menyenangkan, seperti memiliki adik perempuan lainnya.” Ini dikenal sebagai taktik serangan mundur. Walaupun Kakak Tertua memiliki banyak sekali pengagum, kesediaan nyata kakak iparku untuk menerima calon selirnya membuatnya memiliki perasaan bersyukur sampai ia tetap tak tergoyahkan, mengabdikan diri kepada kakak iparku selama bertahun-tahun ini.

Biarpun begitu, situasiku sekarang berbeda, dan taktik ini sepertinya tidak bisa digunakan. Aku masih mencoba memutuskan apa yang harus dilakukan saat aku melihat Buntalan Ketan Kecil mengambil langkah seribu ke arah mereka dan berlutut di depan ayahnya, berkata, “Aku melihatmu dari sebelah sana, Ayahanda.”

Ye Hua menyipitkan matanya, melihat ke belakang Buntalan Ketan Kecil, ke tempatku berada. Aku mencabut keberanian untuk berjalan menghampiri, dan menggelengkan kepalaku dalam etika observasi jelas, aku menarik Buntalan Ketan Kecil dari tanah, membersihkan debu dari lututnya, dan duduk di bangku paviliun, memangkunya.

Bahkan tanpa melihat pun, aku dapat merasakan mata Ye Hua tertuju padaku, membuat setiap pergerakanku terasa canggung.

“Dan kau adalah ...?” Putri Miao Qing berkata, mencoba membuka pembicaraan.

Aku memberinya apa yang sudah cukup jelas, sebuah senyum palsu, dan mengelus wajah Buntalan Kecil, berkata, “Anak ini memanggilku Ibu.”

Miao Qing mendadak terlihat seolah ia sudah tersambar petir. Aku mulai merasa bersalah. Putri Miao Qing merupakan seorang gadis yang sedap dipandang. Ia tidak setara dengan Putri Lu Xiu, tetapi ia jelas seorang gadis cantik.

Aku tidak punya dendam terhadapnya; caraku bertingkah ini hanyalah sebuah akting. Dan selain itu, aku seorang senior; jika seseorang mengetahui aku memulai pertengkaran dengan seseorang yang lebih muda, dan karena urusan percintaan, aku tidak akan pernah bisa menunjukkan wajahku di depan umum lagi.

Aku merasa menyedihkan di dalam, tetapi aku terus memainkan peranku, masih dengan senyum palsu yang sama di wajahku.

“Awan hitam di atas kepala kita ini menciptakan atmosfer yang baik. Putri Kecil, bagimu, tampaknya cocok sebagai tempat pertemuan, tetapi membuatku ingin menuliskan puisi.”

Ye Hua bersandar di pilar paviliun, mendengarkanku menyemburkan omong kosong ini.

Buntalan Ketan Kecil tidak tahu apa yang kurencanakan. Ia hanya duduk di sana dengan kepala tertunduk. Aku menunjuk ke keningnya dan tertawa marah.

“Sebatang pohon pinus yang tumbuh subur, sarang yang menawan, seekor burung kukuk menyerang untuk bertelur.” Melihat lagi ke arah Putri Miao Qing, aku berkata, “Apakah itu terdengar cocok, Putri Kecil?”

Ia tampak terkejut. Dua baris air mata hangat mengalir dari matanya. Ia jatuh berlutut di hadapanku.

Niang Niang, mohon jangan marah ... aku tidak tahu siapa Anda barusan ini, atau aku tidak akan pernah berani bertindak begitu akrab. Aku menyayangi Pangeran Ye Hua, tetapi aku tidak meminta apapun darinya. Aku dikejar oleh pangeran kedua Laut Barat. Ia ingin menikahiku dan membawaku ke barat untuk tinggal bersamanya. Tetapi ia ... ia adalah seorang tukang pamer, selalu memamerkan dirinya.

“Pernikahannya mendekat, dan aku tidak tahu apalagi yang harus dilakukan. Aku mengetahui kalau Pangeran Ye Hua akan membawa putranya ke perjamuan Laut Timur, dan aku menggunakan tarian sebagai alasan untuk bertemu dengannya. Aku bersedia menghabiskan sepanjang hidupku mengikuti Pangeran Ye Hua, sebagai pelayannya dan menungguinya. Aku tidak punya motif tersembunyi, aku berjanji. Aku memohon pada Anda, Niang Niang, mohon jangan halangi jalan harapanku.”

Jadi, ini masalahnya. Gadis ini benar-benar menyukai Ye Hua. Aku terharu dengan caranya berbicara. Istana Langit begitu luas, dan aku tidak melihat ada masalah dengannya diberikan satu sudut kecil untuk tinggal. Tetapi ini adalah urusan istana Ye Hua sendiri. Jika ia tidak sungguh-sungguh dan setulus itu, aku mungkin tidak akan merasa bersalah menyebabkan perpisahan diantara mereka. Tetapi setelah melihat caranya bereaksi, aku tidak sampai hati melakukannya.

Masalah hati tidak bisa benar-benar dibicarakan dalam hal moral dan dibedakan sebagai benar dan salah. Buntalan Ketan Kecil masih sangat muda. Nantinya, ia perlu bimbingan yang hati-hati. Saat aku menyadari pada dasarnya aku menindas gadis ini, aku menghela napas. Aku benar-benar tidak bisa meneruskan taktik semacam ini lagi. Aku mengangkat Buntalan dan baru saja akan berdiri dan berlalu, tetapi ia meraih dan bergelayut di bangku paviliun, terlihat sangat kecewa.

“Ibu, barusan kau memberitahuku kalau Ayahanda adalah hati dan jiwamu, kekasih hatimu yang berharga. Bagaimana bisa kau membiarkannya merebutnya begitu saja? Kau berbohong kan tadi?”

Cobaan berat ini membuat sakit kepalaku makin parah.

Ye Hua yang sedang bersandar di pilar paviliun, menatap kosong. Tiba-tiba saja ia tersenyum dan melangkah maju, menghadang langkahku. Ia meraih seikat rambutku di antara jemarinya.

“Apakah aku adalah hati dan jiwamu?” ia bertanya perlahan.

Aku tertawa canggung dan mundur selangkah.

Ia maju selangkah lagi. “Kesayanganmu?”

Tawaku yang keluar terdengar lebih terpaksa lagi.

Ia menjebakku di sudut paviliun. “Kekasih hatimu?”

Aku tidak sanggup tertawa kali ini. Ada rasa pahit dalam mulutku.

Apa yang telah kulakukan? Apa yang telah kulakukan? Apa perbuatan jahat yang telah kulakukan?

Aku memejamkan mataku, jantungku berdebar kencang, dan berkata, “Dasar jahat, kau tahu itulah yang kurasakan. Memaksakanku mengucapkan kata-kata ini di depan umum benar-benar tingkah laku yang buruk.”

Buntalan Ketan Kecil gemetaran di tanganku, dan Ye Hua yang berdiri di hadapanku, agak bergetar juga.

Aku mengambil kesempatan dari keterkejutannya, dan mengempaskan Buntalan Ketan Kecil turun di atas bangku paviliun, aku berlari pontang-panting menjauhi mereka semua, merasa benar-benar dan sangat amat terperdaya.

Related Posts:

0 comments:

Posting Komentar