Minggu, 15 November 2020

3L3W TMOPB - Chapter 7 Part 1

Ten Miles of Peach Blossoms

Chapter 7 Part 1


Aku tidak langsung pulang ke rumah. Aku memutuskan untuk muncul di tempat Kakak Ketiga di jalanku dan mengantarkan anggur bunga persiknya. Kakak Ketiga dan Kakak Ipar sedang tidak ada di rumah, akan tetapi, setelah menerima sesuatu untuk dimakan dari pelayan kecil mereka, aku mempercayakan botol anggur itu padanya dan memunculkan sebuah awan keberuntungan untuk membawaku kembali ke Qing Qiu.

Aku melewati Xia Zhou di perjalanan dan memutuskan untuk menziarahi Tian Wu, yang terkubur di pemakaman di sana. Kebanyakan dewa prasejarah memiliki wajah yang tampan, tetapi Tian Wu merupakan pengecualian.

Meski demikian, apa kekurangannya dalam kualitas, ia mengimbanginya dengan kuantitas: ia mempunyai total delapan kepala. Kami berteman baik selagi aku belajar di Gunung Kun Lun di bawah bimbingan Mo Yuan. Biarpun begitu, setelahnya, saat malapetaka tak terhindarkan menimpa kawasan tinggal para dewa prasejarah, ia binasa di dalam api dan petir.

Aku bergegas dari Qing Qiu ke Xia Zhou segera setelah aku mendengarkan tentang malapetaka tak terhindarkan itu, tetapi di saat aku tiba, sudah terlambat. Yang tersisa dari dirinya adalah setumpuk tulang belulang.

***

Aku kembali di Qing Qiu pada siang hari.

Kakiku baru saja menyentuh tanahnya ketika aku melihat satu sosok kecil berpakaian hijau berkilauan merangkak keluar dari Gua Rubah.

Mi Gu mendatangiku, memasang tampang bersalah di wajahnya.

“Pelan-pelan, Yang Mulia,” katanya cemas.

Aku mengusap mataku.

Si sosok kecil memekik dan melompat ke arahku, matanya dipenuhi air mata.

“Ibu, kata-katamu tidak bisa dipegang,” serunya penuh penderitaan. “Kemarin kau bilang kau akan kembali ke Istana Langit bersama kami!”

Mi Gu mempertahankan matanya menatap tanah, tetapi sering kali ia melirik ke arahku, jelas sekali sedang menahan diri tidak bertanya. Aku melihatnya dan melambaikan lenganku, memberinya izin untuk berbicara. Ia menyatukan tangannya, mengucapkan terima kasih, dan membungkuk di hadapanku.

“Aku pantas mati, Gu Gu. Aku sudah mengecewakanmu dan instruksimu untuk menjaga Qing Qiu dengan baik. Tetapi, apa lagi yang dapat kulakukan dengan dewa kecil ini? Akan tidak pantas untuk menghadang pewaris Takhta Langit. Dan ia memberitahuku ia menitipkan anakmu, Gu Gu. Seseorang dengan status sepertinya, pilihan apa lagi yang kumiliki selain membiarkannya masuk ke Qing Qiu? Aku mohon maaf karena tidak berhasil mengirimkan sebuah pesan kepada Gu Gu untuk meminta instruksi lebih dulu, jadi silakan hukumlah aku sesuai keinginanmu.”

Aku tercengang. Pangeran Ye Hua kemari? Apakah ia sengaja kemari demi membalas dendam padaku atas adegan yang kusebabkan selama pertemuan rahasianya dengan putri itu?

Aku mundur dari adegan itu secepat kilat dan tidak tahu bagaimana jadinya di antara mereka berdua. Putri Miao Qing sudah jelas sangat mengabdikan diri kepadanya, dan dalam keadaan bingungku, aku membiarkan putranya meyakinkanku untuk membuat masalah di antara mereka. Apabila Ye Hua ingin memenangkan putri itu kembali, seharusnya tidak sulit baginya. Sengaja datang kemari untuk memberi pelajaran padaku tampaknya adalah hal yang tidak perlu, dan aku jadi gemetaran membayangkan kemungkinan itu.

Si Buntalan Ketan Kecil memeluk lenganku dan mengangkat kepalanya.

“Ayahanda memberitahuku kalau kau tidak ingin kembali bersama kami, Ibu,” katanya cemberut. “Ia bilang, kau khawatir, kau tidak suka tinggal di Istana Langit. Baiklah, Ibu, kau tidak perlu mencemaskan soal itu lagi. Sebaliknya, Ayahanda dan A Li sudah memutuskan untuk pindah kemari dan tinggal bersama Ibu. Selama aku bersama denganmu, Bu, A Li bisa tinggal di mana saja.”

Mendengarkan ini membuatku merasa pusing.

“Maksudmu, kau dan Ayahandamu berencana pindah kemari bersamaku?” kataku, wajahku memucat.

Buntalan Ketan Kecil mengangguk cepat dan kekanakan. Lututku melemas, tetapi Mi Gu, sebagai seseorang yang penuh perhatian dan intuitif, menghampiri dan memegangi lenganku.

“Tenanglah, Gu Gu,” bisiknya.

Kami berdua menyadari apa yang menanti di depan.

Selagi ia masihlah pewaris takhta, Tian Jun yang sekarang ini adalah mata keranjang. Untuk mengekang ini, ayahnya, yang merupakan Tian Jun saat itu, mengatur agar ia menikahi sepupunya. Saat ia protes, ayahnya mengeluarkan titah langit, mengirimkannya ke rumah bibinya selama sebulan penahanan. Semantara ia berada di sana, ia dan sepupunya jadi sangat akrab dan menikah segera setelah ia kembali ke Istana Langit. Itu adalah sebuah kisah yang sering kali diceritakan orang-orang.

Oleh sebab itu, keinginan Pangeran Ye Hua untuk tinggal bersamaku di Qing Qiu sepenuhnya dibenarkan, dan tidak ada seorang pun yang bisa menolaknya melakukan haknya. Sayang sekali, kunjungan ini hanya menyebabkan masalah bagiku, dan aku mulai merasa cemas.

Mi Gu menjelaskan bagaimana Ye Hua mempercayakan Buntalan Ketan Kecil padanya dan jelas sekali merasa nyaman meninggalkannya sendirian di sini, sementara dirinya sendiri sudah kembali ke Istana Langit. Sebagai seorang pria yang akan memerintah semua makhluk abadi di Empat Lautan dan Delapan Dataran suatu hari nanti, Ye Hua menghabiskan waktunya mengatasi berbagai urusan terkait dengan peran ini. Meskipun ia berencana untuk kemari dan tinggal sementara waktu di Qing Qiu, tampaknya ia masih harus berpergian secara berkala menuju Istana Langit untuk bekerja.

Buntalan Ketan Kecil menatap langit, dan setelahnya menatapku.

“A Li agak lapar, Bu,” katanya resah.

Sudah lama semenjak api di Gua Rubah ini dinyalakan.

“Apakah ada sesuatu yang bisa dimakan di tempatmu?” tanyaku pada Mi Gu.

“Tidak ... tidak ada,” tanggapnya malu-malu.

“Apakah kau tidak makan dengan Feng Jiu belakangan ini?” tanyaku. “Bukankah ia selalu kemari tiap hari, memasak untukmu? Pastinya ia tidak kembali ke gua orang tuanya?”

“Setengah tahun yang lalu ia memberitahuku ia harus mengunjungi dunia manusia untuk membalas budi,” katanya, terlihat gundah. “Ia mengepak barangnya dan pergi, belum kembali sejak saat itu. Aku mulai bertanya-tanya apakah orang yang membuatnya berutang budi itu mungkin menahannya. Saat akhirnya ia kembali, mungkin saja bersama dengan seekor bayi rubah di belakangnya.”

“Ah,” kataku sembari mengangguk.

Aku cemas, saat Buntalan Ketan Kecil mengetahui tidak ada apa pun yang bisa dimakan, matanya akan mulai berair dan dipenuhi air mata lagi. Aku baru mengenalnya sehari-dua hari, tetapi aku sudah punya firasat yang tepat soal temperamennya.

Ia akan sering kali menatap dengan ekspresi menyedihkan, mata berair, tetapi tidak pernah benar-benar menangis. Melihat air mata di pinggir matanya membuatku merasa seolah ada seekor kucing mencakar hatiku. Ketidakpedulianku membuatku merasa benar-benar tidak manusiawi.

Akhirnya, Mi Gu tidak tahan lagi dengan wajah mengenaskannya.

Ia menggenggam tangan Buntalan Ketan Kecil dan berkata, “Apakah kau ingin Kakak ini membawamu mencari sesuatu untuk dimakan? Apakah Yang Mulia Kecil menyukai buah loquat?”

Aku merasa mulutku mulai berkedut. Usia Buntalan Ketan Kecil tidak lebih dari tiga ratus tahun, sementara Mi Gu akan berusia 137.000 tahun. Dengan menyebut dirinya sebagai Kakak, ia melakukan triknya yang biasa, merendahkan dirinya.

Aku mengikuti mereka ke pasar di timur kota. Segera setelah mereka melihatku, para dewa-dewi muda di kios buah-buahan itu menghentikan apa yang sedang mereka kerjakan.

Gu Gu,” mereka menyapa dengan hormat, mereka semua baik dalam beretika.

Ada beberapa orang yang terlihat tua di antara mereka, dengan rambut memutih dan kulit keriput, tetapi kebanyakan lebih muda dibandingkan denganku. Saat Buntalan Ketan Kecil mendengarkan panggilan mereka padaku, ia jadi sangat marah.

Ia berlari menuju dewa pohon pinus yang menjual kacang pinus dan meletakkan tangannya di atas pinggul bulat kecilnya untuk berkata, “Ibuku begitu muda, bersemangat, dan cantik. Mengapa kau memanggilnya dengan sebutan seperti itu, membuatnya terdengar begitu sombong dan tua?”

Rahang si dewa pohon pinus pun menganga. Akhirnya ia berhasil berkata, “Gu Gu? Kapan Anda punya seorang anak, Gu Gu?”

“Kemarin,” kataku, menatap ke langit.

Tahun ini tahun yang baik bagi loquat, dan ada banyak tumpukan buah itu dalam keranjang bambu, menerangi seluru area pasar. Buntalan Ketan Kecil berada di samping, dirinya sangat gembira melihat begitu banyak loquat.

Mi Gu menghabiskan banyak waktu mencari kesana kemari, mencicipi produk salah satu kios ke kios lainnya. Akhirnya ia memutuskan membeli dari keranjang bambu hijau tua.

“Pilihkan setengah keranjang,” ia mengisntruksikan kami, menunjuk ke arah keranjangnya.

Feng Jiu mengajarkan Mi Gu bagaimana caranya memilih buah-buahan dan sayuran, dan oleh sebab itulah aku mempercayai penilaiannya. Aku mengangguk dan berjongkok di sebelah keranjang bambu yang dipilihkannya dan dengan hati-hati mulai memilih loquat yang kuinginkan.

Buntalan Ketan Kecil berlari mendekat dan mencoba melakukan hal yang sama, tetapi ia terlalu kecil, dan berjongkok, ia benar-benar terhadang oleh keranjangnya. Ia berkeliaran enggan, mengeluh. Ia berjinjit dan mencondongkan diri di bagian atas keranjangnya, memilih satu loquat dan membuat gestur memperhatikannya dengan saksama sebelum mengambil yang lainnya dan melakukan hal yang sama dengan yang satunya.

Aku terlalu fokus memilih buah sampai tidak menyadari ada yang mendekat hingga sebuah tangan yang sangat ramping dengan tulangnya yang terlihat menusuk ke depanku.

Aku pikir tadinya itu adalah Mi Gu dan berpindah ke samping, memberi tempat untuknya. Aku terkejut saat tangannya mulai berdesakan denganku dan merebut buah yang kupilih. Aku sadar, tidak mungkin itu Mi Gu. Aku mengikuti lengan jubah hitam legam ke atas dan menemukan diriku sedang memandangi ayah Buntalan Ketan Kecil, yang kukira masih akan sibuk dengan tugas-tugasnya di Jiu Chong Tian. Ia membungkuk dan memberiku sebuah senyuman ceria.

Ye Hua tampak sangat mempesona saat ia tersenyum.

Aku tidak benar-benar menginginkannya untuk tinggal di Qing Qiu, tetapi ia berada di sini sekarang; seorang tamu tak diundang. Aku selalu sangat sopan terhadap tamu dan sudah pasti tidak akan terlibat dalam argumen. Sebaliknya, aku mengaktifkan mode tuan rumahku yang menawan.

Aku memberikannya seulas senyuman cerah dan anggun.

“Ah, siapa lagi kalau bukan Pangeran Ye Hua,” kataku. “Kami hanya sedang membeli loquat. Kalau kau belum makan, mari bergabung bersama kami untuk makan siang!”

Senyuman membeku di wajahnya. Ia memandangi loquat di tanganku remeh.

“A Li sedang dalam masa pertumbuhan,” katanya. “Apakah hanya itu yang akan kau berikan padanya?”

Aku mencubit ringan pipi Buntalan Ketan Kecil, bertanya, “Bukankah kau ingin memakan buah lezat ini?”

Buntalan Ketan Kecil memberi anggukan malu-malu.

“Iya, benar,” katanya pelan.

Ye Hua menatapku dalam diam, tangannya berada di keningnya, sebelum menarik tanganku dan berkata, “Dimana kau menemukan daging dan sayuran di sekitar sini?”

Sebelum aku punya waktu mengumpulkan pikiranku, aku sudah diseret pergi.

Gu Gu, apakah kau masih mau loquat ini?” Mi Gu meneriaki kami, Buntalan Ketan Kecil dalam dekapannya. Ye Hua berjalan dengan langkah yang wajar. Menggesturkan agar Mi Gu menyusul kami.

“Tentu saja!” aku balik meneriakinya. “Kita sudah menghabiskan waktu memilih mereka. Tidak adil kalau tidak membeli mereka sekarang.”

Dalam sekejap, semuanya dari utara, selatan, timur, dan barat area pasar mengetahui kalau ada seorang pemuda tampan dengan anak kecil yang tiba di Qing Qiu dan tinggal di Gua Bai Zhi Di Jun, dan kalau si anak lelaki gempal itu memanggilku Ibu dan pria itu Ayahanda.

Qing Qiu damai dalam waktu yang sangat lama, bahkan menghilangnya burung tunggangan Kakak Keempat, Bi Fang, menjadi subjek gosip di antara para dewa-dewi muda setempat. Mendengarkan kabar ini, tentang diriku, menyebabkan mereka begitu gembira sampai mereka tidak tahu apa yang harus dilakukan. Serigala abu-abu yang berjualan ikan di bagian utara kota memberikanku sekeranjang penuh ikan, gratis.

“Hanya beberapa ekor i-i-ikan, tetapi jika Anda mengukus mereka, Gu Gu, itu-itu-itu akan sangat baik untuk ke-ke-kesehatan Anda,” gagapnya.

Ye Hua menerima keranjang itu dan tertawa kecil, “Benar, melahirkan seorang putra berimbas besar bagi tubuh wanita. Ia butuh banyak nutrisi tambahan.”

Si serigala abu-abu menggaruk kepalanya dan tertawa cerdik.

Mendengarkan mereka terngiang-ngiang dengan permbicaraan gila tentang nutrisi tambahan paska persalinan, mulai membusukkan otak malangku.

Kami kembali ke Gua Rubah, dan Buntalan Ketan Kecil mengisi perutnya dengan begitu banyak loquat, sampai-sampai ia cegukan. Mi Gu yang perhatian, mengambil sapu dan menyapukan semua kulit loquat dari atas lantai.

Menuangkan secangkir teh dingin untuk dirinya sendiri, Ye Hua menatapku dan berkata, “Kalau begitu, pergi dan masakkanlah kami sesuatu.”

Aku melemparkan pandangan tanpa ekspresi ke arah Mi Gu dan duduk untuk menuangkan diriku secangkir teh dingin. Buntalan Ketan Kecil menepuk perutnya dan mengulurkan tangannya.

“Aku juga mau, Bu,” katanya jengkel.

Aku menghampirinya dan memberinya beberapa teguk teh dingin.

Mi Gu berdiri dengan sapu di tangannya, terlihat tertekan. “Gu Gu, kau sangat tahu ...”

“Selalu ada yang pertama untuk segala hal,” hiburku. “Kau pernah mengalami malapetaka petir. Bagaimana mungkin kau ketakutan karena ini? Aku akan membantumu.”

Enggan, ia pun berjalan lesu menuju dapur.

Related Posts:

0 comments:

Posting Komentar