Ten Miles of Peach Blossoms
Chapter 7 Part 1
Aku tidak
langsung pulang ke rumah. Aku memutuskan untuk muncul di tempat Kakak Ketiga di
jalanku dan mengantarkan anggur bunga persiknya. Kakak Ketiga dan Kakak Ipar
sedang tidak ada di rumah, akan tetapi, setelah menerima sesuatu untuk dimakan
dari pelayan kecil mereka, aku mempercayakan botol anggur itu padanya dan
memunculkan sebuah awan keberuntungan untuk membawaku kembali ke Qing Qiu.
Aku melewati
Xia Zhou di perjalanan dan memutuskan untuk menziarahi Tian Wu, yang terkubur
di pemakaman di sana. Kebanyakan dewa prasejarah memiliki wajah yang tampan,
tetapi Tian Wu merupakan pengecualian.
Meski demikian,
apa kekurangannya dalam kualitas, ia mengimbanginya dengan kuantitas: ia
mempunyai total delapan kepala. Kami berteman baik selagi aku belajar di Gunung
Kun Lun di bawah bimbingan Mo Yuan. Biarpun begitu, setelahnya, saat malapetaka
tak terhindarkan menimpa kawasan tinggal para dewa prasejarah, ia binasa di
dalam api dan petir.
Aku bergegas
dari Qing Qiu ke Xia Zhou segera setelah aku mendengarkan tentang malapetaka
tak terhindarkan itu, tetapi di saat aku tiba, sudah terlambat. Yang tersisa
dari dirinya adalah setumpuk tulang belulang.
***
Aku kembali di
Qing Qiu pada siang hari.
Kakiku baru
saja menyentuh tanahnya ketika aku melihat satu sosok kecil berpakaian hijau
berkilauan merangkak keluar dari Gua Rubah.
Mi Gu mendatangiku,
memasang tampang bersalah di wajahnya.
“Pelan-pelan,
Yang Mulia,” katanya cemas.
Aku mengusap
mataku.
Si sosok kecil
memekik dan melompat ke arahku, matanya dipenuhi air mata.
“Ibu,
kata-katamu tidak bisa dipegang,” serunya penuh penderitaan. “Kemarin kau
bilang kau akan kembali ke Istana Langit bersama kami!”
Mi Gu
mempertahankan matanya menatap tanah, tetapi sering kali ia melirik ke arahku,
jelas sekali sedang menahan diri tidak bertanya. Aku melihatnya dan melambaikan
lenganku, memberinya izin untuk berbicara. Ia menyatukan tangannya, mengucapkan
terima kasih, dan membungkuk di hadapanku.
“Aku pantas
mati, Gu Gu. Aku sudah mengecewakanmu
dan instruksimu untuk menjaga Qing Qiu dengan baik. Tetapi, apa lagi yang dapat
kulakukan dengan dewa kecil ini? Akan tidak pantas untuk menghadang pewaris Takhta
Langit. Dan ia memberitahuku ia menitipkan anakmu, Gu Gu. Seseorang dengan status sepertinya, pilihan apa lagi yang
kumiliki selain membiarkannya masuk ke Qing Qiu? Aku mohon maaf karena tidak
berhasil mengirimkan sebuah pesan kepada Gu
Gu untuk meminta instruksi lebih dulu, jadi silakan hukumlah aku sesuai
keinginanmu.”
Aku tercengang.
Pangeran Ye Hua kemari? Apakah ia sengaja kemari demi membalas dendam padaku
atas adegan yang kusebabkan selama pertemuan rahasianya dengan putri itu?
Aku mundur dari
adegan itu secepat kilat dan tidak tahu bagaimana jadinya di antara mereka
berdua. Putri Miao Qing sudah jelas sangat mengabdikan diri kepadanya, dan
dalam keadaan bingungku, aku membiarkan putranya meyakinkanku untuk membuat
masalah di antara mereka. Apabila Ye Hua ingin memenangkan putri itu kembali,
seharusnya tidak sulit baginya. Sengaja datang kemari untuk memberi pelajaran
padaku tampaknya adalah hal yang tidak perlu, dan aku jadi gemetaran
membayangkan kemungkinan itu.
Si Buntalan
Ketan Kecil memeluk lenganku dan mengangkat kepalanya.
“Ayahanda
memberitahuku kalau kau tidak ingin kembali bersama kami, Ibu,” katanya
cemberut. “Ia bilang, kau khawatir, kau tidak suka tinggal di Istana Langit.
Baiklah, Ibu, kau tidak perlu mencemaskan soal itu lagi. Sebaliknya, Ayahanda
dan A Li sudah memutuskan untuk pindah kemari dan tinggal bersama Ibu. Selama
aku bersama denganmu, Bu, A Li bisa tinggal di mana saja.”
Mendengarkan
ini membuatku merasa pusing.
“Maksudmu, kau
dan Ayahandamu berencana pindah kemari bersamaku?” kataku, wajahku memucat.
Buntalan Ketan
Kecil mengangguk cepat dan kekanakan. Lututku melemas, tetapi Mi Gu, sebagai
seseorang yang penuh perhatian dan intuitif, menghampiri dan memegangi
lenganku.
“Tenanglah, Gu Gu,” bisiknya.
Kami berdua
menyadari apa yang menanti di depan.
Selagi ia
masihlah pewaris takhta, Tian Jun yang sekarang ini adalah mata keranjang.
Untuk mengekang ini, ayahnya, yang merupakan Tian Jun saat itu, mengatur agar
ia menikahi sepupunya. Saat ia protes, ayahnya mengeluarkan titah langit,
mengirimkannya ke rumah bibinya selama sebulan penahanan. Semantara ia berada
di sana, ia dan sepupunya jadi sangat akrab dan menikah segera setelah ia
kembali ke Istana Langit. Itu adalah sebuah kisah yang sering kali diceritakan
orang-orang.
Oleh sebab itu,
keinginan Pangeran Ye Hua untuk tinggal bersamaku di Qing Qiu sepenuhnya
dibenarkan, dan tidak ada seorang pun yang bisa menolaknya melakukan haknya.
Sayang sekali, kunjungan ini hanya menyebabkan masalah bagiku, dan aku mulai
merasa cemas.
Mi Gu
menjelaskan bagaimana Ye Hua mempercayakan Buntalan Ketan Kecil padanya dan
jelas sekali merasa nyaman meninggalkannya sendirian di sini, sementara dirinya
sendiri sudah kembali ke Istana Langit. Sebagai seorang pria yang akan
memerintah semua makhluk abadi di Empat Lautan dan Delapan Dataran suatu hari
nanti, Ye Hua menghabiskan waktunya mengatasi berbagai urusan terkait dengan
peran ini. Meskipun ia berencana untuk kemari dan tinggal sementara waktu di
Qing Qiu, tampaknya ia masih harus berpergian secara berkala menuju Istana
Langit untuk bekerja.
Buntalan Ketan
Kecil menatap langit, dan setelahnya menatapku.
“A Li agak
lapar, Bu,” katanya resah.
Sudah lama
semenjak api di Gua Rubah ini dinyalakan.
“Apakah ada
sesuatu yang bisa dimakan di tempatmu?” tanyaku pada Mi Gu.
“Tidak ...
tidak ada,” tanggapnya malu-malu.
“Apakah kau
tidak makan dengan Feng Jiu belakangan ini?” tanyaku. “Bukankah ia selalu
kemari tiap hari, memasak untukmu? Pastinya ia tidak kembali ke gua orang
tuanya?”
“Setengah tahun
yang lalu ia memberitahuku ia harus mengunjungi dunia manusia untuk membalas
budi,” katanya, terlihat gundah. “Ia mengepak barangnya dan pergi, belum
kembali sejak saat itu. Aku mulai bertanya-tanya apakah orang yang membuatnya
berutang budi itu mungkin menahannya. Saat akhirnya ia kembali, mungkin saja
bersama dengan seekor bayi rubah di belakangnya.”
“Ah,” kataku sembari
mengangguk.
Aku cemas, saat
Buntalan Ketan Kecil mengetahui tidak ada apa pun yang bisa dimakan, matanya
akan mulai berair dan dipenuhi air mata lagi. Aku baru mengenalnya sehari-dua
hari, tetapi aku sudah punya firasat yang tepat soal temperamennya.
Ia akan sering
kali menatap dengan ekspresi menyedihkan, mata berair, tetapi tidak pernah
benar-benar menangis. Melihat air mata di pinggir matanya membuatku merasa
seolah ada seekor kucing mencakar hatiku. Ketidakpedulianku membuatku merasa
benar-benar tidak manusiawi.
Akhirnya, Mi Gu
tidak tahan lagi dengan wajah mengenaskannya.
Ia menggenggam
tangan Buntalan Ketan Kecil dan berkata, “Apakah kau ingin Kakak ini membawamu
mencari sesuatu untuk dimakan? Apakah Yang Mulia Kecil menyukai buah loquat?”
Aku merasa
mulutku mulai berkedut. Usia Buntalan Ketan Kecil tidak lebih dari tiga ratus
tahun, sementara Mi Gu akan berusia 137.000 tahun. Dengan menyebut dirinya
sebagai Kakak, ia melakukan triknya yang biasa, merendahkan dirinya.
Aku mengikuti
mereka ke pasar di timur kota. Segera setelah mereka melihatku, para dewa-dewi
muda di kios buah-buahan itu menghentikan apa yang sedang mereka kerjakan.
“Gu Gu,” mereka menyapa dengan hormat,
mereka semua baik dalam beretika.
Ada beberapa
orang yang terlihat tua di antara mereka, dengan rambut memutih dan kulit
keriput, tetapi kebanyakan lebih muda dibandingkan denganku. Saat Buntalan
Ketan Kecil mendengarkan panggilan mereka padaku, ia jadi sangat marah.
Ia berlari
menuju dewa pohon pinus yang menjual kacang pinus dan meletakkan tangannya di atas
pinggul bulat kecilnya untuk berkata, “Ibuku begitu muda, bersemangat, dan
cantik. Mengapa kau memanggilnya dengan sebutan seperti itu, membuatnya
terdengar begitu sombong dan tua?”
Rahang si dewa
pohon pinus pun menganga. Akhirnya ia berhasil berkata, “Gu Gu? Kapan Anda punya seorang anak, Gu Gu?”
“Kemarin,”
kataku, menatap ke langit.
Tahun ini tahun
yang baik bagi loquat, dan ada banyak tumpukan buah itu dalam keranjang bambu,
menerangi seluru area pasar. Buntalan Ketan Kecil berada di samping, dirinya
sangat gembira melihat begitu banyak loquat.
Mi Gu
menghabiskan banyak waktu mencari kesana kemari, mencicipi produk salah satu
kios ke kios lainnya. Akhirnya ia memutuskan membeli dari keranjang bambu hijau
tua.
“Pilihkan
setengah keranjang,” ia mengisntruksikan kami, menunjuk ke arah keranjangnya.
Feng Jiu
mengajarkan Mi Gu bagaimana caranya memilih buah-buahan dan sayuran, dan oleh
sebab itulah aku mempercayai penilaiannya. Aku mengangguk dan berjongkok di
sebelah keranjang bambu yang dipilihkannya dan dengan hati-hati mulai memilih
loquat yang kuinginkan.
Buntalan Ketan
Kecil berlari mendekat dan mencoba melakukan hal yang sama, tetapi ia terlalu
kecil, dan berjongkok, ia benar-benar terhadang oleh keranjangnya. Ia
berkeliaran enggan, mengeluh. Ia berjinjit dan mencondongkan diri di bagian
atas keranjangnya, memilih satu loquat dan membuat gestur memperhatikannya
dengan saksama sebelum mengambil yang lainnya dan melakukan hal yang sama
dengan yang satunya.
Aku terlalu
fokus memilih buah sampai tidak menyadari ada yang mendekat hingga sebuah
tangan yang sangat ramping dengan tulangnya yang terlihat menusuk ke depanku.
Aku pikir
tadinya itu adalah Mi Gu dan berpindah ke samping, memberi tempat untuknya. Aku
terkejut saat tangannya mulai berdesakan denganku dan merebut buah yang
kupilih. Aku sadar, tidak mungkin itu Mi Gu. Aku mengikuti lengan jubah hitam
legam ke atas dan menemukan diriku sedang memandangi ayah Buntalan Ketan Kecil,
yang kukira masih akan sibuk dengan tugas-tugasnya di Jiu Chong Tian. Ia
membungkuk dan memberiku sebuah senyuman ceria.
Ye Hua tampak
sangat mempesona saat ia tersenyum.
Aku tidak
benar-benar menginginkannya untuk tinggal di Qing Qiu, tetapi ia berada di sini
sekarang; seorang tamu tak diundang. Aku selalu sangat sopan terhadap tamu dan
sudah pasti tidak akan terlibat dalam argumen. Sebaliknya, aku mengaktifkan
mode tuan rumahku yang menawan.
Aku
memberikannya seulas senyuman cerah dan anggun.
“Ah, siapa lagi
kalau bukan Pangeran Ye Hua,” kataku. “Kami hanya sedang membeli loquat. Kalau
kau belum makan, mari bergabung bersama kami untuk makan siang!”
Senyuman
membeku di wajahnya. Ia memandangi loquat di tanganku remeh.
“A Li sedang
dalam masa pertumbuhan,” katanya. “Apakah hanya itu yang akan kau berikan padanya?”
Aku mencubit
ringan pipi Buntalan Ketan Kecil, bertanya, “Bukankah kau ingin memakan buah
lezat ini?”
Buntalan Ketan
Kecil memberi anggukan malu-malu.
“Iya, benar,”
katanya pelan.
Ye Hua
menatapku dalam diam, tangannya berada di keningnya, sebelum menarik tanganku
dan berkata, “Dimana kau menemukan daging dan sayuran di sekitar sini?”
Sebelum aku
punya waktu mengumpulkan pikiranku, aku sudah diseret pergi.
“Gu Gu, apakah kau masih mau loquat ini?”
Mi Gu meneriaki kami, Buntalan Ketan Kecil dalam dekapannya. Ye Hua berjalan
dengan langkah yang wajar. Menggesturkan agar Mi Gu menyusul kami.
“Tentu saja!”
aku balik meneriakinya. “Kita sudah menghabiskan waktu memilih mereka. Tidak
adil kalau tidak membeli mereka sekarang.”
Dalam sekejap,
semuanya dari utara, selatan, timur, dan barat area pasar mengetahui kalau ada
seorang pemuda tampan dengan anak kecil yang tiba di Qing Qiu dan tinggal di
Gua Bai Zhi Di Jun, dan kalau si anak
lelaki gempal itu memanggilku Ibu dan pria itu Ayahanda.
Qing Qiu damai
dalam waktu yang sangat lama, bahkan menghilangnya burung tunggangan Kakak
Keempat, Bi Fang, menjadi subjek gosip di antara para dewa-dewi muda setempat.
Mendengarkan kabar ini, tentang diriku, menyebabkan mereka begitu gembira
sampai mereka tidak tahu apa yang harus dilakukan. Serigala abu-abu yang
berjualan ikan di bagian utara kota memberikanku sekeranjang penuh ikan,
gratis.
“Hanya beberapa
ekor i-i-ikan, tetapi jika Anda mengukus mereka, Gu Gu, itu-itu-itu akan sangat baik untuk ke-ke-kesehatan Anda,”
gagapnya.
Ye Hua menerima
keranjang itu dan tertawa kecil, “Benar, melahirkan seorang putra berimbas
besar bagi tubuh wanita. Ia butuh banyak nutrisi tambahan.”
Si serigala
abu-abu menggaruk kepalanya dan tertawa cerdik.
Mendengarkan
mereka terngiang-ngiang dengan permbicaraan gila tentang nutrisi tambahan paska
persalinan, mulai membusukkan otak malangku.
Kami kembali ke
Gua Rubah, dan Buntalan Ketan Kecil mengisi perutnya dengan begitu banyak loquat,
sampai-sampai ia cegukan. Mi Gu yang perhatian, mengambil sapu dan menyapukan
semua kulit loquat dari atas lantai.
Menuangkan
secangkir teh dingin untuk dirinya sendiri, Ye Hua menatapku dan berkata,
“Kalau begitu, pergi dan masakkanlah kami sesuatu.”
Aku melemparkan
pandangan tanpa ekspresi ke arah Mi Gu dan duduk untuk menuangkan diriku
secangkir teh dingin. Buntalan Ketan Kecil menepuk perutnya dan mengulurkan
tangannya.
“Aku juga mau,
Bu,” katanya jengkel.
Aku
menghampirinya dan memberinya beberapa teguk teh dingin.
Mi Gu berdiri
dengan sapu di tangannya, terlihat tertekan. “Gu Gu, kau sangat tahu ...”
“Selalu ada
yang pertama untuk segala hal,” hiburku. “Kau pernah mengalami malapetaka
petir. Bagaimana mungkin kau ketakutan karena ini? Aku akan membantumu.”
Enggan, ia pun
berjalan lesu menuju dapur.
0 comments:
Posting Komentar