Three Lives Three Worlds, The Pillow Book 2
Chapter 19 Part 3
Ketika itu waktunya untuk bangun dari ranjang di hari berikutnya, Fengjiu tidak bisa bangkit. Hari berikutnya, tragisnya ia masih belum bisa bangkit juga. Cukup beruntungnya, kemampuannya untuk pulih tidak mengecewakannya. Tidak peduli seberapa menyiksanya suatu hal, semua yang dibutuhkannya adalah tidur malam yang nyenyak dan ia akan kembali baik-baik saja.
Di samping itu, bukannya karena ia tidak menyukai kegiatan ini. Hasrat Dijun akan ekplorasi sedikit berlebihan, agak melelahkannya. Selain dari hal ini, ia sama sekali tidak keberatan.
Bersenang-senang merupakan bakat alami Fengjiu. Saat ia memikirkan soal banyaknya hal serius yang masih harus diurus setelah pernikahan, dan bahwa tidak banyak lagi waktu santai yang tersisa, ia menghabiskan seluruh waktu yang tidak digunakannya untuk tidur, dengan memikirkan berbagai cara untuk bersenang-senang.
Dijun menemaninya, melakukan berbagai macam hal menyenangkan. Pencapaian terbaik mereka adalah dibawah instruksinya, Dijun berhasil membuat ikan asam manisnya yang dapat dimakan.
***
Sepuluh hari berlalu begitu saja. Malam sebelum kembali ke Istana Taichen, Dijun membawa Fengjiu pergi melihat pemandangan malam Laut Biru. Laut Biru bukannya tampak paling indah ketika matahari bersinar hangat. Sebaliknya, pada malam hari segelap tinta di tiap akhir bulan.
Di hari terakhir setiap bulannya, langit dan bumi akan menjadi gelap gulita dengan buruknya setelah matahari terbenam di jam Ayam (5-7 malam). Kegelapan total berlanjut terus sampai awal jam Babi (11 malam) ketika bintang mulai bertaburan di sepanjang langit sekelam kain satin hitam di atas sana, dengan Venus berada di barat dan diikuti dengan bulan keperakan raksasa di ujung lautan.
Bulan seharusnya berbentuk sabit di akhir bulan, tetapi agak bundar di sini, di Laut Biru, dan bahkan bersinar berbarengan dengan bintang-bintang, menampilkan pemandangan malam yang indah.
Dengan bulan yang dimabuk cinta bergantung di angkasa, pemandangan romantis pun tercipta di atas tanah. Segera setelah sinar bulan mulai menyebar, kabut putih muncul dari atas air dan menyebar di sepanjang air yang jernih.
Bunga dan tumbuhan yang menyembul dari dalam kabut juga bersinar lemah yang memberi bintik pada pemandangan seperti lautan dari lentera permohonan berbagai warna.
Di tengah angin dan awan yang berayun, burung-burung Luan yang menukik tiba-tiba saja membelah angkasa di cakrawala tempat tanah dan air bertemu. Pemandangan yang tenang meledak penuh kehidupan.
Burung-burung tak terhitung jumlahnya berterbangan keluar dari pegunungan, kicauan mereka membentuk sebuah lagu yang indah. Burung-burung ilahi dengan bulu-bulu lembut menari mengikuti suara magis, rahmat mereka sungguh mempesona.
Dari teras tempat menontonnya, Fengjiu tergagap dalam kegembiraan, “Apakah burung-burung ilahi ini datang kemari untuk menari di saat ini tiap bulannya?”
Donghua sedang duduk di atas karpet anyaman terbuat dari bulu Qinyuan dan bersandar di pilar batu ketika ia menjawab, “Kau mengatakannya seolah-olah mereka sangat bebas.”
Fengjiu langsung paham bahwa ini adalah ulah Dijun. Ia berlari menghampirinya dan dengan manis bergelayut di lengannya.
Matanya masih berbinar saat ia berkata gagap pada Dijun, “Bisakah ... bisakah kau menyuruh mereka sedikit mendekat dan menampilkan tarian ‘Seratus Burung Menghormat Pada Phoenix’ untukku ....?”
Donghua berkata dingin, “Aku tidak akan melakukannya secara gratis. Apa yang akan kau lakukan untukku sebagai balasannya?”
“Kenapa kau picik sekali?” sungut Fengjiu.
“Aku bahkan mengajarimu bagaimana caranya membuat ikan asam manis.”
Matanya mendadak bersinar.
“Kalau begitu biarkan aku menari untukmu juga.”
Tangannya berpindah dari lengan Dijun menuju pundaknya.
“Jangan meremehkanku, aku cukup pandai menari juga. Aku tidak lebih buruk dari adik angkatmu, Zhi’he. Hanya saja tidak pantas bagiku menari untuk orang lain, itu saja.”
Ia tersenyum malu-malu: “Aku sudah hidup selama ini tetapi aku masih belum pernah melihat tarian ‘Seratus Burung Menghormat Pada Phoenix’ yang benar-benar ditampilkan oleh seratus ekor burung. Kalau kau menyuruh mereka menari untukku, aku akan menari untukmu ....”
Melihat bulu matanya yang berkedip-kedip, Dijun mendadak teringat saat Fengjiu masih bayi rubahnya di masa lalu, ia persis seperti ini setiap kali ia terpaksa bersikap genit. Tentu saja, ia tidak memiliki suara luwes ini dulu, tetapi ia masih memiliki mata berkaca-kaca yang sama.
Kapan pun Fengjiu sedang dalam suasana hati yang baik, ia akan dengan penuh cinta menempelkan kepalanya pada tangannya. Demi membujuk sesuatu darinya, Fengjiu bahkan menangis, menangis, menangis dalam rengekan palsunya.
Dulu, Dijun punya caranya sendiri dalam mengatasinya. Setiap kali ia melihat Fengjiu menangis seperti itu, ia hanya merasa geli. Hal semacam “Aku suka menggoda orang sampai menangis, menangislah lebih kencang” mudah diucapkan.
Tetapi sekarang, melihat Fengjiu memperdayanya dengan cara ini, akan tetapi tiba-tiba saja tidak memiliki cara menolaknya membuat Dijun sedikit lengah.
Fengjiu selalu bersikap sopan dan pantas di depan orang luar, berpura-pura menjadi bermartabat dan dewasa. Namun, ia tahu Fengjiu sesungguhnya cukup genit.
Fengjiu telah menjaga sopan santun di hadapannya, baik itu di Lembah Fanyin maupun di Mimpi Aranya. Dibandingkan dengan ketika Fengjiu menahan diri di hadapannya, ia lebih memilih kepolosan dan kemanisan ini. Ini adalah Fengjiu yang sebenarnya.
Saat Miaoluo berkomentar bahwa terdapat lautan Fuling dalam hatinya, dan penasaran mengenai siapakah yang tersembunyi di baliknya, ia sudah mengetahui kalau yang tersembunyi itu adalah si rubah merah kecil. Walaupun bukanlah cinta yang romantis saat itu, Fengjiu memang sudah spesial baginya.
Di bawah sinar bulan yang lembut di atas teras untuk menonton, Fengjiu jadi gelisah melihat Dijun memerhatikannya sekian lama tanpa mengatakan apa pun.
“Jangan mengabaikanku seperti itu. Bukankah ini sebuah kesepakatan yang bagus?”
Donghua kembali dari lamunannya dan setuju dengannya.
“Memang kesepakatan yang bagus.”
Ia tersenyum, “Kalau begitu, kenapa tidak kau menari lebih dulu untukku?”
Fengjiu sedikit ragu: “Mari jangan membuat burung-burung ilahi ini menungguku. Biarkan mereka menari lebih dulu. Ini sudah larut. Mereka masih harus kembali dan beristirahat setelah mereka selesai. Kau adalah dewa yang dihormati, seharusnya kau tahu bagaimana caranya bersimpati pada bawahanmu.”
Di bawah taburan cahaya bintang, Donghua membiarkannya berpegangan pada pundaknya selagi ia memiringkan kepalanya dan berkata pada Fengjiu, “Aku hanya mencegah seseorang dari menarik kembali perkataannya. Bukankah kau bilang kau akan dengan tulus menebusnya padaku? Dimana ketulusanmu kalau kau menawar seperti ini denganku?”
Fengjiu dengan enggan meninggalkan sisinya dan mundur ke teras pengelihatan dimana ia berdeham dan berkata, “Karena tidak ada musik pengiring, aku hanya akan menarikan tarian pendek untukmu, oke ....?”
Seolah-olah ia telah memprediksi Fengjiu akan menggunakan jalan melarikan diri ini sebagai alasan, Donghua sedikit melambaikan lengan jubahnya dan secara magis menciptakan sebuah harpa. Ia menarik senarnya selagi tersenyum samar pada Fengjiu.
“Karena kau akan menari, paling tidak kau harus melakukan tarian penuh. Aku akan memainkan musik pengiringnya untukmu.”
Fengjiu menutupi mulutnya terkejut dan bertanya tak percaya, “Kau bahkan tahu bagaimana caranya memainkan harpa? Aku ... bagaimana mungkin aku tidak pernah mengetahuinya?”
“Aku jarang memainkannya jadi tentu saja kau tidak tahu.”
Donghu dengan santai mendongak ke arahnya.
“Apakah kau sedang berpikir bahwa suamimu ini sangat berbakat?”
Wajah Fengjiu langsung terbakar merah.
“Su ... suami terdengar sangat aneh darimu. Erm, ‘suami’ memang kata yang terdengar aneh sejak awal. ‘Dijun’ lebih baik ....”
Donghua terhenti di tengah mencoba senarnya.
Ia melambai ke arah Fengjiu: “Kemarilah.”
Fengjiu mendatanginya tanpa perlawanan dan baru saja akan mengatakan, “Untuk apa?” ketika Dijun sudah menangkup wajahnya dan meremasnya. Ia menatap ke bawah pada Fengjiu dengan serius.
“Pikirkan baik-baik. Siapa aku bagimu?”
Wajah Fengjiu kehilangan bentuknya dalam telapak tangan Dijun. Ia hanya bisa mengibarkan bendera putih.
“Su ... suamiku. Lepaskan aku, lepaskan!”
Puas, Donghua melepaskannya dan menepuk kepalanya.
“Pergilah.”
Ia memerhatikan punggung Fengjiu dan mendesah, “Kau yang bilang akan menari untukku. Kau membuang waktu sepanjang hari dan masih juga tidak ada pergerakan. Aku bisa mati menunggu, kau tahu.”
Fengjiu mengusap pipinya dan mengeluh, “Itu karena kau terus menggangguku.”
Bulan yang terang dan bintang-bintang menyinari latar belakang lembut, cahaya tenang mereka berkilauan di sepanjang Laut Biru. Burung-burung ilahi hinggap di atas pohon. Musik lembut mengalun dari harpanya selagi si gadis berjubah merah menari luwes mengikutinya.
Di bawah sinar bulan, rambut hitam panjangnya tampak seperti terlapisi seberkas cahaya. Lengan jubah yang menutupi wajahnya pelan-pelan berpindah, menampilkan wajah yang cantik dibaliknya.
Jemarinya menyatu membentuk dua kembang sepatu. Saat ia mengangkat tangannya, lengan jubahnya meluncur ke bawah dan memperlihatkan sepasang lengan sewarna gading. Langkahnya selembut riak dalam malam yang hening, dan seindah bunga mekar di atas air.
Donghua melewatkan satu nada. Ia selalu tahu kalau Fengjiu itu cantik, tetapi tidak pernah tipe yang berpengalaman dalam hal-hal duniawi. Kecantikannya terletak khususnya pada sikap elegan dan cerahnya. Pada saat ini, ia menemukan bahwa wajah elegan Fengjiu sebenarnya dapat dikatakan menyilaukan.
Kapan saja Fengjiu ingin menyenangkannya, tatapannya akan secara alami jadi memikat. Tentu saja Donghua tahu siapa yang membuat Fengjiu jadi terlihat seperti ini. Bahkan Fengjiu sendiri mungkin tidak menyadari seberapa menariknya tatapan lembutnya itu.
Tiba-tiba saja senarnya terhenti. Fengjiu mendongakkan kepalanya kebingungan. Keheningan sesaat mengelilingi teras.
Pada akhirnya, ia melihat Dijun membuka lengannya lebar dan memanggilnya dengan suara serak, “Kemarilah.”
Cara Dijun duduk di sana memberi isyarat padanya sangat tidak tertahankan.
Meskipun sedikit curiga, Fengjiu berlari ke arahnya tetapi tak lupa untuk mengeluh: “Menyuruhku pergi, lalu menyuruhku datang. Kenapa kau selalu memanggilku? Tidak bisakah kau mendatangiku? Dan lagipula, kau tidak boleh meremas wajahku lagi.”
Dijun langsung setuju: “Tidak akan.”
“Sungguh?”
“Sungguh.”
Dijun memang benar-benar tidak meremas pipinya lagi. Malahan, ia langsung menekan Fengjiu ke atas karpet. Fengjiu menjerit kaget.
Pada awalnya, ia masih memikirkan soal membuat burung-burung ilahi itu mempertunjukkan tarian ‘Seratus Burung Menghormat Pada Phoenix’ untuknya, oleh sebab itu ia berjuang melepaskan diri dari cengkeraman Dijun.
Namun, tenaganya memang tidak sekuat Dijun. Segera setelahnya, Dijun mengernyitkan alisnya dan bahkan menggunakan suara rendah yang dalam itu, yang sangat dicintai Fengjiu, untuk merayunya.
Kepalanya begitu pusing dengan cara menyihirnya sampai ia membiarkan Dijun melakukan apa pun yang diinginkannya. Fengjiu bahkan sedikit bekerja sama.
Pagi hari berikutnya adalah ketika Fengjiu terbangun. Matahari telah terbit tinggi di atas pegunungan. Tentu saja, bulan keperakan semalam sudah kembali beristirahat, dan burung-burung ilahi juga telah kembali ke hutan. Jika ia ingin melihat mereka menari, ia harus menunggu lagi sampai akhir bulan depan.
Fengjiu menggigiti jari di bawah selimutnya dan ingin meratap. Sayang sekali semuanya. Bai Fengjiu, betapa bodohnya dirimu. Bagaimana bisa kau mendengarkan omongan Dijun? Bagaimana bisa kau mempercayai omong kosongnya? Kau benar-benar seorang yang idiot!
***
Ketika sampai waktunya meninggalkan Laut Biru, Zhonglin dan ibu Fengjiu masih belum tiba. Karena ia tidak mendapatkan keinginannya semalam, Fengjiu terlihat letih saat ia dengan muram mengikuti Dijun kembali ke Istana Taichen.
Saat mereka sampai di istana, Fengjiu msaih tanpa semangatnya yang biasa. Bahkan ketika bibinya, Bai Qian mengundangnya datang untuk menonton pertunjukkan, ia juga dengan sopan menolaknya.
Hanya sampai Dijun berjanji membawanya kembali ke Laut Biru bulan depan dan memerintahkan burung-burung ilahi agar menari untuknya, barulah Fengjiu mendapatkan kembali semangatnya.
Tetapi, wataknya masih belum sepenuhnya ada. Sebelumnya, ia mengabaikan semua orang. Sekarang, ia hanya tidak responsif.
Dijun memerhatikannya sekian lama sebelum dengan sukarela membawa keluar beberapa lembar kertas dan tinta untuk menuliskan perjanjian dengannya. Ia menulis di atas hitam dan putih atas apa yang akan terjadi padanya apabila ia tidak melakukan sesuai dengan yang dijanjikannya.
Kemudian, Dijun bahkan memberikan cap jarinya di atas perkamen itu sebelum dengan rapi melipatnya dan menyerahkannya kepada Fengjiu. Semangat Fengjiu akhirnya meningkat dan ia bahkan bisa menyeringai pada Dijun.
Tak diragukan lagi, Laut Biru suci akan menjadi riuh dalam beberapa hari yang akan datang. Zhonglin telah menyarankan agar pasangan Dong-Feng kembali ke Istana Taichen karena ia tahu Dijun lebih menyukai kedamaian dan ketenangannya di masa-masa seperti ini.
Meskipun Istana Taichen tidak sepenuhnya terisolasi dari seluruh dunia, semua orang tahu dan akan bersimpati dengan persiapan sibuknya untuk pernikahan. Tidak akan ada yang datang ke Langit ke-13 untuk mengganggunya.
Dalam semua kelayakan, Zhonglin sangat teliti dengan pemikirannya. Tetapi dunia penuh dengan pengecualian dan ketidakpastian. Mereka tersembunyi sejak awal, menanti untuk meletus.
***
Di malam kedua di Langit, Istana Taichen menyambut kedatangan seorang kawan dekat. Kawan dekat ini mendaki tembok untuk masuk, menerobos masuk ke dalam kamar tidur Donghua dengan keakraban luar biasa, mengangkat tirai tempat tidur dan meraih lengan Donghua yang belum tersentuh.
“Muka Es, ayo pergi denganku!”
Itu sebenarnya adalah permintaan yang agak tegas. Sayangnya, ia langsung menerima tendangan segera setelah ia mengucapkannya.
Kamar itu diterangi oleh cahaya lilin. Donghua duduk di pinggir ranjang dan menghadang Fengjiu dari pandangan. Namun, ia dengan suka rela memunculkan kepalanya keluar dari dalam selimut dan melihat melalui pundak Dijun, terkejut mendapati tamu mereka sedang duduk di atas lantai.
“Huh? Xiao Yan? Kenapa kau di sini di tengah malam? Apakah kau tidur sambil berjalan ke tempat yang salah?”
Di dalam ekspresi kecewa Pendekar Xiao Yan terdapat sesuatu yang agak tragis.
“Jiheng memintaku untuk datang menemui Muka Es. Dia....”
Xiao Yan tersedak air matanya selagi ia menatap pada Donghua: “Jiheng sedang dalam bahaya serius. Ia ingin bertemu denganmu untuk terakhir kalinya.”
Fengjiu membeku dan melihat ke arah Donghua.
Donghua mengernyit.
“Ia tinggal di Lembah Fanyin. Kenapa ia bisa berada dalam bahaya?”
“Jiheng memohon padaku untuk membawanya keluar dari Lembah Fanyin,” kata Xiao Yan tak nyaman.
Donghua bangkit, mengenakan jubahnya, dan menuangkan dirinya sendiri secangkir teh.
“Bahkan jikalau ia meninggalkan Lembah Fanyin, ia seharusnya tidak dalam marabahaya yang serius. Apa yang dilakukannya?”
Yan Chiwu melepaskan seutas rantai dari lehernya. Tergantung di rantai itu adalah sebuah kristal putih. Tertanam di dalamnya adalah sebuah benda kecil yang mirip seperti sebuah cakar entah apa, sangat kecil dan indah.
Yan Chiwu tersedak berkata, “Ia memintaku memberikan ini padamu. Ia bilang kau akan mengetahuinya setelah kau melihatnya.”
Tangan Dijun yang tengah memegang teh pun terhenti di udara.
Ia menerima kalung itu dan mengelusnya sejenak sebelum mendadak menengadah ke arah Fengjiu: “Pergilah lebih dulu ke Laut Biru esok hari. Aku akan pergi melihatnya kemudian bertemu kembali denganmu nanti.”
Menerima jawaban ini dari Dijun, Yan Chiwu memberikannya tampang yang disengaja dan berkata, “Aku akan menunggumu di luar.”
Fengjiu sangat terkejut mendengar Jiheng hampir mati. Bahkan walaupun ia tidak terlalu menyukai Jiheng, ia masih merasa kasihan padanya. Untuk alasan inilah, ia mengangguk tanpa ragu ketika ia mendengar Dijun memintanya untuk datang ke perjamuan lebih dulu darinya.
Ia berjalan mendekat dan membantu Dijun mengenakan jubahnya. Cahaya lilin yang lemah merefleksikan figur kepergian Donghua, yang entah mengapa terlihat kabur dan samar.
Siluet kabur dan menjauhnya tampak seperti bayangan sesuatu, tetapi Fengjiu tidak begitu memerhatikannya pada waktu itu.
Hanya saja, ia tidak bisa tidur lagi malam itu.
0 comments:
Posting Komentar