Three Lives Three Worlds, The Pillow Book 2
Chapter 12 Part 1
Fengjiu telah mempelajari banyak mata pelajaran sebagai bagian dari pendidikan formatifnya. Sekolahnya telah mengajarkan segala sesuatu yang mungkin dapat diajarkan, karena itulah ia juga mempelajari tentang Buddha dan Tao.
Menurut kepercayaan Fengjiu, harmoni merupakan hal yang paling penting.
Sebagai contoh, jika ada Langit, maka ada Bumi; harmoni semacam ini. Jika ada pria, maka ada wanita; ini juga merupakan sebuah harmoni. Xize pergi, lalu Su Moye kembali; ini termasuk jenis harmoni yang lain.
Pada saat Mo Shao mendadak muncul di paviliun, Fengjiu sedang memanjat pagar untuk memberi makan ikan. Ketika ia mendengarkan suara di belakangnya, Fengjiu dengan santai menoleh ke belakang. Setelah menangkap penampilan Su Moye, ia bergidik dan nyaris jatuh ke bawah dari pagar.
Sekarang ini, Pangeran Kedua Laut Barat yang paling sopan dan menawan, Su Moye, berambut acak-acakan dan sepasang mata memerah. Ia memegang sebuah mangkuk besar di tangannya selagi ia menuangkan teh untuk dirinya sendiri.
Ada keheningan sesaat.
Fengjiu mencubiti dirinya sendiri untuk melihat apakah ia sedang bermimpi atau tidak, lalu mendekat dan bertanya dengan ragu-ragu, “Mo Shao, dari tampangmu ... jangan bilang kalau kau menerobos masuk ke kamar tidur anak gadis seseorang semalam dan diusir oleh ayahnya dengan sebatang kayu?”
Su Moye meletakkkan mangkuknya dan melirik Fengjiu. Matanya penuh kebencian juga kepedihan.
“Xize mengundangku ke istana suci agar aku bisa membantunya membuat sebuah objek sihir. Di saat paling kritis, kau menyuruh Chacha membawakan toffee rubah atau apa pun itu untuk Xize. Ia menerima benda sialan itu dan melemparkan segalanya padaku bahkan tanpa sepatah kata pun. Setelah ia turun, ia tidak pernah kembali. Aku sangat kelelahan. Sekarang ini, tanganku kaku. Bahkan wajahku juga kaku.”
Ketika Mo Shao melihat ekspresi kaget Fengjiu, ia menghela napas dan berkata, “Aku berkata begini bukan untuk menyalahkanmu, tetapi kau harus mengerti. Penampilanku sekarang ini murni dikarenakan oleh berhari-hari kelelahan dan kurang tidur. Sungguh suatu berkah dari Laut Barat dan ketabahan hidupku sendiri bahwa aku masih punya cukup napas untuk berbicara denganmu saat ini.”
Fengjiu memang sempat syok, tetapi tidak ada hubungannya dengan rasa bersalah. Ia hanya mendesah pada keseriusan Xize untuk menunjukkan rasa terima kasihnya.
Sekarang melihat wajah lesu Mo Shao, simpati yang tak dapat dijelaskan bangkit dari dalam selagi Fengjiu berusaha menghiburnya: “Kau tahu, Xize adalah orang yang tahu terima kasih, dan kau membantunya begitu besar. Setelah objek sihir itu selesai, aku penasaran bagaimana ia akan membalasmu. Hanya memikirkannya saja membuatku semangat.”
Fengjiu tampaknya sungguh-sungguh bersemangat selagi ia mengucapkan perkataan ini.
“Sekali lagi, kau tidak akan kehilangan harta apa pun, maupun kau mempedulikan soal wanita cantik. Aku bertaruh kalau Xize akan memilih pembalasan budi yang lebih tulus sesuai dengan persahabatanmu, seperti misalnya memasak sendiri untukmu ...”
Masakan Dijun sungguh misterius dan adalah hal yang sangat berbahaya. Komentar penuh penyesalan milik Liansong berdering di telinga Su Moye. Cangkir tehnya hanya bisa bergemerincing sedikit di dalam genggaman Mo Shao.
Ia pun berkata, “Jika Xize tidak bisa memikirkan cara apa pun untuk membalas budiku, jangan pernah mengingatkannya.”
Su Moye melihat kebingungan muncul pada wajah Fengjiu dan menambahkan datar: “Melakukan hal baik setiap harinya merupakan peraturan di kediaman Laut Barat. Kami tidak pernah meminta bayaran. Jika kami menolong orang lain hanya demi mengharapkan imbalan, kami tidak lebih hanya mengambil keuntungan dari yang malang. Aku hanya akan dibenci oleh anggota klanku.”
Fengjiu mendadak paham. Dalam matanya muncul ekspresi yang menghargai.
Mo Shao terbatuk dan cepat-cepat mengubah topiknya: “Mari hentikan dulu pembicaraan ini sekarang. Aku kembali kali ini untuk mengambil beberapa barang dari Istana Kerajaan dan juga untuk bertanya padamu: apakah semuanya baik-baik saja selama beberapa hari ini di tempat Chen Ye?”
Apa yang dianggap baik-baik saja, dan apa yang tidak baik-baik saja?
Fengjiu merenungi perihal ini. Chen Ye mengurung dirinya sendiri di dalam Kediaman Mengchun selama beberapa hari belakangan.
Chen Ye begitu tenang, kalau Mo Shao tidak mengingatkan Fengjiu, ia pasti sudah lupa kalau kediamannya sedang menerima tamu seorang dewa yang luar biasa. Dalam pikirannya, hal itu berarti cukup baik. Namun, Fengjiu tidak tahu apakah ini yang definisi dari kata ‘baik-baik saja’ menurut Mo Shao.
Fengjiu bertanya ambigu, “Chen Ye tidak datang menggangguku; itu seharusnya baik-baik saja, kan?”
Mo Shao tertawa, tetapi tidak ada senyuman dalam ekspresinya. Tentu saja, akan sedikit sulit untuk melihat sebuah senyuman dari wajahnya sekarang ini.
“Chen Ye tidak akan mengganggumu lebih dulu. Ia memang begini pada Aranya di masa lalu, dan ia akan berlaku sama padamu sekarang.”
Ini memberikan rasa penasaran pada Fengjiu.
“Aku juga mendengar kalau Chen Ye, demi Aranya, telah menyembunyikan tiga musim dengan satu sayatan pedangnya. Ini adalah rumor yang paling populer, jadi Chen Ye pasti punya perasaan yang sama untuk Aranya. Segala hal terjadi karena sebuah alasan, kan. Aku tidak berpikir kalau perasaan yang sama ini terlahir hanya dari angin belaka semenjak Aranya meninggal. Kau memberitahuku separuh dari cerita mereka waktu itu, apakah kau ingin menceritakan yang separuhnya lagi hari ini?”
Su Moye setengah bersandar di sandaran kursinya dan menatap dedaunan teratai yang rimbun di kejauhan danau dan berkata, “Separuhnya lagi? Aku juga tidak tahu banyak. Hanya ada satu atau dua hal yang dapat dibuktikan.”
Kemudian, Su Moye berkata, “Sampai dimana aku waktu itu? Chen Ye mengetahui bahwa surat-suratnya ditulis oleh Aranya, pergi ke ruang bacanya, dan kemudian mengatakan beberapa perkataan yang merenggangkan hubungannya dengan Aranya?”
Fengjiu mendesah penuh penyesalan: “Orang asing, musuh, musuh bebuyutan, Chen Ye mengatakan bahwa hanya inilah kemungkinan yang ada di antara mereka.”
Mo Shao mencibir, “Chen Ye seharusnya mengingat kalimat ini seumur hidupnya dan mematuhi kata-katanya. Bagi Aranya, itu bisa menjadi sebuah berkat.”
Paviliun menjadi hening sejenak.
Pada akhirnya, Su Moye dengan cepat berkata, “Di antara ribuan makhluk hidup di dunia ini, aku hanya melihat kebahagiaan semacam itu dalam hidupku dari Aranya.”
Beberapa kebahagiaan Aranya dapat dilihat setelah perpisahannya dengan Chen Ye di ruang baca. Sudah biasa bagi wanita lain, kalau tidak menangis sepanjang hari, paling tidak untuk mengurung diri di kamarnya, sakit hati selama beberapa hari jika ia diberikan kata-kata kasar semacam itu oleh orang yang disukainya.
Walaupun begitu, kelakuan Aranya, tampaknya seolah tak terjadi apa pun di dalam ruang bacanya hari itu.
Tidak perlu lagi mengubah caranya untuk mempertimbangkan Chen Ye, hari-hari Aranya berlalu dengan sangat santai. Selain dari kegiatan kaligrafinya yang biasa serta menghadiri opera, secara kebetulan, guru memanah di Akademi Kerajaan pulang kampung untuk mengunjungi keluarganya, jadilah Aranya datang ke sekolah untuk menggantikannya selama beberapa hari.
Aranya pergi tiap hari ketika matahari terbit dan kembali saat matahari terbenam. Ia dapat hidup dengan Chen Ye, yang merasa tercekik di dalam Kediaman Mengchun, dalam damai dengan cara ini.
Karena Aranya sedang menggantikan di Akademi Kerajaan, ia sering bertemu dengan Wen Tian, terburu-buru dengan sebuah buku pelajaran di lengan jubahnya. Wen Tian, sesuai dengan namanya dalam temperamennya yang tenang.
Seusai sekolah, Wen Tian tidak keluar bersama teman gurunya, menjalani hidupnya dengan begitu teratur. Aranya merasa kasihan pada Wen Tian sejak beberapa hari yang lalu. Ia bisa membayangkan Wen Tian mengubur wajahnya dalam setumpuk buku, kemudian duduk di rumahnya dalam keadaan yang sama.
Menduga kalau Wen Tian pastilah bosan, sekarang dan lagi-lagi Aranya meminta bagian dapur untuk menyiapkan sepasang sumpit lagi dan membawa Wen Tian pulang ke rumah untuk makan malam.
Wen Tian mencintai catur hingga nyaris menjadi sebuah obsesi. Wen Tian pernah memiliki kesempatan untuk bermain dengan Chen Ye. Walaupun Aranya tidak tahu bagaimana permainan mereka hasilnya hari itu, tampaknya itu sebuah permainan yang tak terlupakan dari bagaimana Wen Tian kelihatannya.
Akhirnya, ketiga kalinya Aranya membawa Wen Tian pulang, pelajar itu sempat ragu selama beberapa lama, kemudian dengan hati-hati bertanya apakah mungkin baginya untuk bertamu ke Kediaman Mengchun dan mempelajari beberapa hal dari Chen Ye.
Tanpa perlu dikatakan, Aranya menyetujuinya.
Wajah Wen Tian dipenuhi rasa terima kasih.
Setelahnya, Pelajar Wen mengunjungi Mengchun Yuan secara berkala.
Pada hari-hari awal, si pelayan tua seringkali datang untuk melaporkan pukul berapa Pelajar Wen tiba di kediaman dan pukul berapa ia pergi, apa yang dikatakannya pada Chen Ye, dan berapa kali mereka bermain catur.
Pernah, pelayan itu menambahkan penuh kecemasan, bahwa meskipun ia dapat melihat Chen Ye memang bukan orang yang hangat, paling tidak ia masih bersedia menganggapi Pelajar Wen. Lalu, akankah ini baik-baik saja untuk terus membiarkan pelajar ini mengunjungi Kediaman Mengchun?
Aranya tersenyum dan menatap pelayannya, kemudian berkata, “Hal yang baik untuk mendapatkan seorang teman yang memiliki hobi yang sama denganmu. Kau mengikuti mereka kemana-mana seperti itu sudah cukup membuat orang kehilangan minat. Apa yang ingin dilakukan oleh Yang Mulia Archmage adalah urusannya sendiri. Ia tertimpa musibah kali ini. Kita membukakan pintu kita untuk menolongnya, bukan untuk memenjarakannya. Sepertinya aku ingat pernah mengucapkan kata-kata ini padamu sebelumnya.”
Si pelayan tua menerima teguran ini dan kembali untuk merenunginya dengan serius. Ketika ia mengerti, ia ingin menjahit mulutnya sendiri.
Meski demikian, si pelayan tua sudah berada di sisi Aranya sepanjang hidupnya. Ia seperti anak yang loyal. Dalam benaknya, meskipun Yang Mulia Aranya tampaknya memberi petunjuk bahwa ia tak perlu lagi melaporkan padanya soal masalah Chen Ye di masa yang akan datang, ia merasa bahwa ia tetap harus melaporkan apa yang perlu dilaporkan. Sebagai contohnya, Tuan Chen Ye telah bermain catur dengan Pelajar Wen selama beberapa hari belakangan ini.
Hal ini perlu dilaporkan.
Hati si pelayan tua ini layaknya seekor laba-laba yang berhati-hati menenun jaringnya. Menyadari bahwa meskipun Chen Ye sering melamun belakangan ini, ia tidak melulu melamun. Hanya ketika ia sedang bermain catur di Paviliun Boxin atau ketika berada di miniatur hutan batu barulah ia terlihat melamun.
Chen Ye sering menatap ke arah pohon omorsia di samping paviliun. Dari apa yang dilihat si pelayan, tidak ada hal menakjubkan dengan pohon itu. Hanya terlihat sangat cukup gagah ketika sudah tumbuh, dan cabang kokohnya kebetulan saja kehilangan sebagaian kulit kayunya.
Pelayan ini mengingat kalau pohon ini punya satu atau dua baris dari tulisan Aranya di atasnya sebelumnya.
Miniatur hutan batu di Kediaman Mengchun adalah tempat dimana Aranya biasanya berlatih memanah. Formasi batunya diatur dalam ruang terbuka yang sunyi.
Di hari berangin, bermain catur di sini dapat mendatangkan kedamaian pada hati juga pikiran seseorang.
Dalam tangan Pelajar Wen terdapat sebuah bidak catur batu. Kecantikannya terlihat begitu tenang dan elegan. Bagi mereka yang tidak tahu mungkin akan mengira kalau Chen Ye sedang memperhatikan Pelajar Wen dalam lamunannya.
Tetapi siapa si pelayan tua? Ia, tentu saja, mengetahui mata Chen Ye menyapu melewati kepala Pelajar Wen dan terfokus pada batu besar di belakangnya.
Di atas batu besar itu terdapat beberapa baris sebagai berikut:
“Aku tidak mampu menghilangkan kerinduan yang menyedihkan ini, jadi tidak ada gunanya untuk mempercepatnya. Berbagai perubahan dalam keberadaan yang tidak kekal ini, hanyalah permainan nasib yang telah ditentukan. Kesedihan dan kepedihan ini, kecemasan dan rasa takut ini, semuanya pada waktunya akan melanjutkan perjalanan mereka.”
Meski tidak ada tanda tangan yang ditinggalkan, pelayan ini tahu tulisan tangan siapa itu. Hanya ada Aranya yang senang menulis kaligrafi di kediaman ini. Namun, menulis serius dengan kuas dan kertas tidak sesuai dengan kesukaannya.
Ketika bersenang-senang, Aranya akan memungut objek acak apa saja dan menggambarkan beberapa goresan kapan pun memungkinkan.
Di masa lalu, Aranya juga selalu menandatangani namanya di bawah setiap ukirannya. Tetapi, alhasil tulisannya jadi semakin banyak dan Aranya tidak mau repot untuk menandatanganinya lagi.
Si pelayan setia menyimpan apa yang dilihatnya dalam pikirannya, lalu mengambil kesempatan dari suasana hati Aranya yang baik suatu hari, ia membuka jahitan di mulutnya dan menyinggung soal masalah ini.
Rata-rata, Aranya meneruskan tulisannya.
Ia tersenyum dengan sebuah desahan, “Aku pernah menipunya. Tidak heran kalau ia akan marah ketika melihat kata-kataku. Kenapa kau harus mengatur permainan caturnya di tempat-tempat seperti itu?”
Tinta yang mengalir dari kuas Aranya menjadi lebih tebal.
“Tetapi tidak banyak tempat di Kediaman Mengchun dengan ukiranku juga. Jika Chen Ye sungguh tidak menyukai mereka, tolong lihat apakah mereka bisa di urus. Jika ukiranku terdapat di atas pohon, maka kau bisa merobek kulit kayunya. Jika mereka terukir di atas batu, maka pahat bersih mereka.”
Aranya membuatnya terdengar begitu mudah, tetapi si pelayan tua merasa enggan untuk menghapus ukiran-ukiran itu. Ada sebagian kecil dari dirinya yang berpikir kalau Aranya mungkin saja salah.
Kemudian, ia berpikir, bahkan jika Aranya ingin, Chen Ye tidak mengatakan ia tidak menyukai mereka dengan mulutnya sendiri. Pelayan itu ingin mendengar langsung dari Chen Ye sebelum memutuskan apakah ukiran-ukiran itu harus dihapus atau tidak.
Ada begitu banyak hal juga yang terjadi belakangan hari ini. Meskipun, penahanan Chen Ye di kediaman Putri untuk membuat sebuah cermin untuk Pangeran Mahkota Yehua merupakan sebuah hukuman dalih belaka, upaya dalam setiap bangunan telah dibuat.
Sebuah kamar telah lama dipersiapkan di Kediaman Mengchun untuk Chen Ye. Hari-hari telah dihabiskan untuk mengumpulkan bahan-bahan yang dibutuhkan.
Segalanya telah ditemukan sekarang, dan mereka hanya tinggal menunggu untuk memulai peleburan cermin itu. Di salah satu kunjungan Wen Tian pada Aranya, ia berkata ia mendengar beberapa rumor mengenai kemampuan pembuatan cermin milik Chen Ye dan ingin ikut untuk mendapatkan pengalaman.
Chen Ye akan membutuhkan seseorang untuk menolongnya, jadi Wen Tian menawarkan diri, bertanya pada sang putri untuk memberikannya kesempatan ini. Aranya memberikannya pada Wen Tian.
Su Moye mengetuk pinggir cangkirnya dan berkata pada Aranya, “Kelihatannya Pelajar Wen benar-benar sudah jatuh hati pada Chen Ye. Aku sungguh mengagumi kemurahatianmu untuk mengizinkan apa pun yang diminta Wen Tian.”
Aranya mencondongkan diri dan menuangkannya lebih banyak teh.
“Chen Ye memiliki pilihannya sendiri dalam cinta; bukan salahnya kalau ia tidak memilihku. Apakah kau kira aku akan menjadi seorang penjahat penuh kebencian karena kecemburuan?”
Aranya kemudian berkata, “Separuh dari kebencian di dunia ini berakar tak lebih dari pemikiran soal itu sendiri. Aku tidak berpikir kalau ada alasan untuk marah. Malam ini adalah sebuah kesempatan yang tidak pernah menunjukkan dirinya sendiri sebelumnya. Memberikan Chen Ye keromantisan ini hanya membutuhkan sedikit upaya dalam bagianku. Bagimana kita bahkan dapat menyebutnya sebagai sebuah kemurahatian?”
Pada akhirnya, Su Moye membalas, “Aku tidak berpikir kalau kau merupakan tipe yang pembenci, tetapi tetap saja sulit untuk menghindar dari rasa tersinggung akibat hal-hal ini. Aku hanya bertanya-tanya, jika kau menjadi seorang pembenci suatu hari ini karenanya, untuk alasan apakah itu?”
Aranya membalik cangkir di telapak tangannya.
“Maka itu pasti karena Chen Ye pernah menjadi milikku. Mari katakan, sebagai contohnya ia jatuh cinta padaku, kemudian tidak mencintaiku lagi dan malah jatuh hati pada yang lain.”
Aranya melanjutkan selagi ia tertawa, “Ide seorang gadis soal cinta sekabur debu, kau bisa muntah jika mendengarkannya. Mari, minum teh lagi.”
Su Moye menatap ke dalam cangkirnya.
“Ada hal besar dalam dunia ini, juga ada hal remeh. Entah besar atau kecil, mereka semua sulit dipisahkan. Kisah cinta Putra Mahkota Yehua dan Dewi Agung Bai Qian, sebagai contohnya, tidak boleh diremehkan.”
“Guru, kau benar, tetapi masalahku tidak benar-benar nyata. Aku bahkan tidak pernah memikirkan soal itu.”
Manusia bijak di masa lalu menasihati bahwa tidak ada di dunia ini yang absolut; mereka pasti membicarakan soal ini.
Makhluk abadi hanya membanggakan umur panjang mereka hingga mereka tidak pernah mencoba mengerti keinginan Langit sampai mereka bertemu dengan kekecewaan.
Makhluk abadi bukan hanya mereka yang lahir dari klan dewa-dewi. Entah iblis atau manusia, semua harus menghilangkan keenam keinginan dan ketujuh emosi demi mencapai kesempurnaan.
Sekalinya mereka menyingkirkan keinginan mereka, tidak ada lagi yang tersisa untuk dikecewakan. Jadi, kebanyakan dewa-dewi sebenarnya tidak lebih baik dari manusia jika seseorang berbicara tentang yang tidak diketahui.
Si guru memanah sudah kembali, membawa begitu banyak oleh-oleh yang berlebihan dari kampung halamannya sebagai bentuk terima kasihnya pada Aranya.
Tidak perlu lagi ke sekolah, Aranya menghabiskan beberapa hari santai di kediamannya. Kadang kala, ia membawa beberapa buku ke Paviliun Danau untuk menikmati angin sepoi-sepoi.
Saat Aranya sampai di pinggir danau, ia bertemu dengan Chen Ye dan Wen Tian yang baru saja kembali dari sana. Aranya tidak menghindar ataupun bersembunyi. Ia terus berjalan melewati mereka.
Wen Tian menyapa Aranya sambil tersenyum; Aranya pun balas tersenyum. Chen Ye menatap Aranya dalam diam.
Dua langkah melewati mereka, Aranya menolehkan kepalanya dan berkata, “Kemarin pelayanku bilang kau ingin sebuah bahan khusus untuk membuat cerminmu—sebongkah batu dari Gunung Qinan, aku baru teringat. Mereka belum mengumpulkan semuanya untukmu. Pelayan Xu tahu semua bahan-bahannya, tetapi mereka tetap membutuhkanmu untuk datang dan memilihnya sendiri. Aku sudah menginformasikannya pada Yang Mulia Raja. Aku akan pergi menemui Xize lusa, apakah kau akan ikut denganku?”
“Apa kau melakukan ini sebagai ganti rugi padaku karena kau menganggapku seperti seekor burung yang terperangkap begitu menyedihkan?” kata Chen Ye dingin.
Aranya mengangkat bukunya untuk menghadang sinar matahari dan membalas, “Kalau kau bilang itu ganti rugi, maka mari kita anggap itu sebagai ganti rugi.”
0 comments:
Posting Komentar