Consort of A Thousand Faces
Chapter 2 : Kesedihan dan Keputusasaan Ekstrim
"Aku ingin kau mati dalam penderitaan dan keputusasaan! Kembalikan anakku!" Seakan-akan Ning An Lian menjadi gila, memukuli bahkan lebih keras lagi dengan cambuknya.
Ning Ru Lan tidak melawan, hanya mencengkeram Simpul Keberuntungan bersulam karakter 'Feng' di lengan bajunya. Terasa seperti ada banyak sekali semut yang menggerogoti hatinya.
Tepat di saat ini, sebuah mutiara melayang di udara. Thump! Mengenai bagian belakang kepala Ning An Lian.
Mata Ning An Lian melebar kaget sebelum kesadarannya memudar, membuatnya jatuh ke tanah.
"Putri Pertama." Suara seorang wanita dipenuhi dengan perhatian mendalam terdengar di dalam penjara. Orang yang datang adalah Lü Liu, dayang istana pribadi Ning Ru Lan.
"Putri Pertama ..." Lü Liu tak mampu membentuk kata apapun lagi, suaranya tercekat oleh isakan. Saat ia melihat rantai besi membelenggu majikannya, ekspresi sakit terpancar di mata Lü Liu.
"Putri Pertama, hamba akan membantu Anda melepaskannya." Lü Liu mengambil seikat kunci dari ikat pinggang sipir penjara, mencari satu per satu sebelum menemukan kunci untuk melepaskan pengekang Ning Ru Lan.
Ning Ru Lan menggenggam tangan Lü Liu. Terbukti dari suaranya kalau ia nyaris menangis. "Yun Ruo Feng sungguh tidak menginginkanku lagi? Dimana ia?"
Hati Lü Liu serasa diperas dengan kencang. Meskipun Putri Pertama Kekaisaran arogan dan tertutup di mata orang lain, dayang istananya ini melihatnya sebagai seorang anak kecil yang membutuhkan seseorang untuk diandalkan.
"Putri Pertama, Anda harus melupakan Jenderal Yun. Anda tidak bisa tinggal di sini terlalu lama. Hamba telah mengatur semuanya. Kereta kudanya berada tepat di pintu gerbang barat laut istana, yang paling dekat dengan penjara ini." Lü Liu melepaskan jubah luarannya selagi ia berbicara dan mengenakannya pada Ning Ru Lan.
"Ia tidak menginginkanku lagi. Ia akan bersama-sama dengan Ning An Lian." Ning Ru Lan akhirnya menangis, merintih pedih.
"Putri Pertama, tentang apakah Jenderal Yun menelantarkan Anda, Anda harus bertanya secara langsung padanya!" Lü Liu mencoba membangkitkan semangatnya. Tidak masalah, selama Putri Pertama bisa keluar.
Selama ia keluar, masih ada harapan untuk tetap hidup.
Mata Ning Ru Lan berbinar saat ia melihat harapan. "Benar, aku tidak boleh mendengarkan Ning An Lian; aku harus bertanya secara langsung kepadanya!"
Dengan itu, ia mengabaikan rasa sakit yang menghancurkan tubuhnya, merapikan pakaiannya, dan mengikatkan ikat pinggang di pakaian luarnya sebelum ia berjalan keluar.
Lü Liu mengikuti tepat di belakangnya. Akan tetapi, ia tidak menyangka kalau ada cahaya menyilaukan berasal dari api membara di luar penjara. Telah mengecat malam gelap gulita dengan rona merahnya.
Tepat di tengah-tengah keramaian itu adalah tangan kanan Yun Ruo Feng, Komandan Pasukan Penjaga Kekaisaran, Wei Mo Hai. Di sisinya, berdiri sebaris penjaga kekaisaran dilengkapi dengan busur dan panah.
"Putri Pertama." Terdapat keresahan dalam suara Lü Liu. Kenapa begini? Siapa sebenarnya yang mengkhianatiku?!
"Lü Liu, mundurlah!" Saat panahnya ditembakkan ke arah mereka, Ning RuLan mendorong Lü Liu menjauh. Sebelum ia punya kesempatan untuk melarikan dirinya, panahnya sudah menyarangkan diri mereka dengan berbahayanya dekat di kakinya.
Pasukan Penjaga Kekaisaran, Pengadilan Peninjauan Kembali, begitupula dengan berbagai pasukan Nan Zhao, semuanya berada di bawah administrasi tunggal Yun Ruo Feng.
Kali ini, ia melancarkan taktik yang kejam. Mengapa ia melakukan ini? Mengapa ia berubah pikiran?!
"Ning Ru Lan, kau sudah diusir dari keluarga kekaisaran. Sekarang, identitasmu adalah seorang pendosa. Jika kau tidak melarikan diri dari penjara, mungkin Jenderal Yun akan mengampuni nyawamu. Meskipun begitu, sekarang ini ..."
Wei Mo Hai berekspresi sangat serius. Segera ia mengangkat tangannya, memberi tanda pada para penjaga kekaisaran untuk terus menembakkan panahnya.
Ning Ru Lan tersenyum, tersenyum hingga menyilaukan mata orang-orang. Diasingkan keluar perbatasan. Itu adalah hutan belantara yang kejam. Bagaimana mungkin tinggal di sana sepanjang tahun ada bedanya dari kematian?
Jika kau ingin mengambil nyawaku, katakan saja secara terus terang. Jangan berpura-pura berbudi luhur.
Karena Yun Ruo Feng memperlakukanku seperti ini, aku akan membunuh saudara yang telah disumpahnya, Wei Mo Hai! Meskipun aku mati, aku masih tetap ingin kenangan Yun Rou Feng akan diriku terukir dalam di pikirannya.
Dengan tekadnya yang bulat, Ning Ru Lan dengan gesit mendekati Wei Mo Hai. Tepat saat ia akan sampai di hadapannya, sebuah panah cepat dan ganas mendesing di udara, membidik tepat ke jantungnya.
Menembakkan panah dengan ketepatan luar biasa. Panah yang mampu menembus jantung. Hanya ia yang mampu menembakkannya.
"Putri Pertama!" mata Lü Liu melebar. Ia bergegas ke depan menghadang panah itu.
Wei Mo Hai melambaikan tangannya, memberi tanda pada para penjaga kekaisaran untuk berhenti menembakkan panahnya.
"Lü Liu!" Ning Ru Lan berteriak penuh kecemasan.
Lü Liu perlahan-lahan jatuh. Dengan sisa tenaganya, ia menggenggam tangannya, "Putri Pertama, hamba ..."
Wajahnya merona merah dan tubuhnya tak hentinya bergetar seolah ada hal penting yang harus disampaikannya pada Ning Ru Lan.
Pada akhirnya, tubuhnya berhenti gemetaran dan matanya terbuka lebar. Bahkan ketika ia berhenti bernapas, mulutnya tetap terbuka.
Air mata Ning Ru Lan mengaliri wajahnya sekali lagi. Orang yang ia anggap sebagai saudari kandungnya mati secara tragis.
"Yun Ruo Feng, apakah kau sungguh sangat menginginkanku mati?!" Ning Ru Lan membaringkan Lü Liu. Ia berbalik dan meraung ke arah kanannya.
Ia tahu pria itu ada di sana.
Apa yang menjawabnya adalah suara angin. Dari awal hingga akhir, ia tidak benar-benar muncul di hadapannya.
Ning Ru Lan tertawa terbahak-bahak. "Bersembunyi di tempat rahasia dan tidak keluar bukanlah gaya Jenderal Yun sama sekali!"
Sedikit demi sedikit, anginnya jadi lebih kencang, meniup rambut hitam indahnya hingga helaian-helaiannya kusut. Mengenakan jubah merahnya dan diterangi cahaya obor, tragisnya, ia tampak begitu cantik hingga membuat orang nyaris berhenti bernapas.
Ning Ru Lan mengangkat kepalanya dan dengan cekatan melepaskan tusuk rambut mutiara dari sanggul rambutnya. Ini merupakan senjata pembunuhnya yang tajam.
Ia memutar tubuhnya dan mengangkat tangan kanannya. Tusuk rambut mutiaranya melayang cepat dan ganas ke arah Panah Penembus Jantung ditembakkan.
(T/N : Teknik memanah dalam novel ini. Dari apa yang disimpulkan, ini adalah sebuah teknik yang membutuhkan presisi yang luar biasa dan panahnya menembus tepat ke jantung, membunuh orang itu langsung dalam satu tembakan.)
Clatter! Tusuk rambut mutiaranya jatuh ke tanah, bersinar putih keperakan di bawah cahaya bulan.
Di sebelah area dimana tusuk rambut itu terjatuh, berdirilah seorang pria tinggi dan ramping berjubah motif awan, secara alami memancarkan aura bangsawan.
Pria itu perlahan-lahan berjalan menuju ke arah Ning Ru Lan. Matanya seperti salju yang belum mencair, membawakan keseriusan yang tidak pernah dideteksi olehnya.
Ning Ru Lan tersenyum sengsara. Akhirnya aku berhasil memaksanya keluar.
"Yun Ruo Feng, biar kutanyakan sesuatu padamu. Apakah semua perasaanmu padaku adalah palsu?" Ia memfokuskan pandangannya padanya, senyumnya menguap.
Ia tertawa kecil dan mengangkat satu untaian rambut Ning Ru Lan. "Apa yang paling mahir kulakukan adalah berpura-pura. Berpura-pura bahwa aku sangat mencintaimu."
"Berpura-pura kalau kau sangat mencintaiku?" Napas Ning Ru Lan terjeda dan ekspresinya menegang. Mencintaiku hanyalah pengalihan. Yang dicintainya adalah Ning An Lian!
Setelah aku mati, mereka, tiga anggota keluarga itu bisa hidup bahagia bersama-sama. Ning An Lian sudah menang, sementara aku benar-benar kalah.
"Demi menyelamatkanmu, adik lelaki bodohmu, Ning Lian Chen, bersedia menjadi Kaisar Boneka kecil."
Tubuh Ning Ru Lan bergetar. Ia bahkan tidak melepaskan Lian Chen!
"Yun Ruo Feng!" Matanya dipenuhi kebencian. Aku terlalu bodoh karena sepenuhnya mempercayainya.
Ia terus tersenyum saat menatapnya. Tangannya mencubiti pipinya. "Waktunya sudah habis. Kau harus pergi."
Ia segera mengambil langkah mundur.
Wei Mo Hai menarik busurnya dan melepaskan panahnya. Sebuah panah kuat melayang tepat menuju ke arah Ning Ru Lan.
Kali ini, ia tidak menghindar. Panahnya tepat menembus jantungnya dari belakang.
Ia bergantung pada napas terakhirnya. "Apabila ada kehidupan selanjutnya, aku pasti tidak akan membiarkanmu mati secara alami!"
Ia sedikit tersenyum. Ia secantik mimpi dan ilusi.
Di saat ia jatuh ke tanah, ia melihat pria itu berjalan menuju sel penjara. Ning An Lian ada di sana.
Dengan tegas pria itu meninggalkannya, dan begitu risau mencari wanita yang sungguh-sungguh dicintainya.
0 comments:
Posting Komentar