Sabtu, 07 November 2020

3L3W TPB 2 - Chapter 15 Part 3

Three Lives Three Worlds, The Pillow Book 2

Chapter 15 Part 3


Chen Ye membawa Aranya kembali dari ambang kematian, memberikannya sebuah nama, dan menyalurkan semua perhatiannya kepada Aranya.

Chen Ye memiliki perasaan yang mendalam, dan itu adalah Aranya. Tetapi sekarang, sudah ada pilar yang lebih baik yang dapat disandari Aranya. Sudah waktunya, pikir Chen Ye, bahwa ia harus segera melepaskan perasaan mendalamnya sebelum menjadi jahat.

Sepuluh tahun telah berlalu. Chen Ye selalu memikirkan Aranya, tetapi tidak sekali pun ia menyebutkan sepatah kata pun soal Aranya ataupun mendekatinya.

Lady Qinghua melahirkan Changdi selagi ia sedang pergi menjalani retretnya. Chen Ye menduga bahwa, kebencian Qinghua pada Xiangli Que telah berkurang cukup banyak saat itu, sebab dibandingkan dengan Aranya, Changdi menjalaninya lebih mudah sebagai seorang putri.

***

Saat Chen Ye kembali dan datang ke istana, Junuo dan Changdi sering mengikutinya kemana-mana dan sengaja membicarakan soal Aranya di depannya.

Junuo memang lebih pendiam dan tidak berniat untuk memperdebatkan sesuatu. Meskipun begitu, Junuo melupakan kebaikan yang pernah dimilikinya pada Aranya di masa kecil mereka. Dan ketika Changdi berbicara dengan penuh semangat, Junuo tidak bisa merasa jengkel meskipun ia ingin.

Suatu hari, Changdi lagi-lagi membicarakan Aranya: “Hari ini, aku dengar dari seorang pelayan tua istana mengatakan bahwa, waktu Aranya masih berada di sarang ular, ia meminum darah dan memakan daging tikus untuk hidup. Bisakah kalian membayangkan itu? Karena Aranya telah meminum begitu banyak darah tikus, kebanyakan darah yang mengalir di tubuhnya pastilah sudah berubah menjadi darah tikus, kan? Tsk, begitu kotor dan hina, aku tidak mengerti, kenapa Ayah akhirnya membiarkan Aranya kembali masuk ke dalam klan, dan sebagai tambahannya, menjadi seorang Putri. Ia tidak pantas! Sepupu Chen Ye, aku benar tidak?”

Chen Ye berpikir sendiri, jika apa yang mengalir dalam nadi Aranya adalah darah tikus karena ia telah meminum darah tikus, maka bukankah darah Chen Ye yang mengalir di dalam tubuh Aranya jika ia meminum darah Chen Ye? Gagasan ini sedikit mengganggunya.

Changdi bersikeras menyakinkan Chen Ye. 

“Sepupu, apa yang kukatakan ini benar atau tidak?”

Tidak sabaran, Chen Ye berkata dingin pada Changdi, “Jika kita akan mendiskusikan soal garis darah, kau tahu dengan jelas jenis darah macam apa yang dianggap hina oleh Istana Qinan.”

Warna di wajah Changdi terkuras habis. Yang dipandang hina oleh Istana Qinan adalah garis darah yang tidak suci. Dalam hal ini, tidak ada bedanya antara darah Changdi dan Aranya. Bahkan jikalau begitu pun, Aranya dibesarkan oleh Chen Ye dan telah meminum darahnya. Bahkan jika Aranya mewarisi darah tak setia milik ibunya, apa masalahnya?

***

Xize memimpin upacara semakin sedikit selama beberapa tahun terakhir dan membangun sebuah pondok bambu di belakang Gunung Qinan. Xize kemudian menyebarkan berita kalau ia terserang penyakit serius dan harus pindah demi memulihkan diri.

Mempercayai perkataan Xize pada awalnya, Chen Ye pergi mengunjunginya di pondok. Ia melihat Xize sedang memegangi celana panjangnya, memancing ikan tanpa alas kaki di sungai. Wajah Xize bahkan tampak lebih bersemangat ketimbang wajah Chen Ye.

Xize mengeluarkan batuk palsunya, kemudian berkata dengan ekpsresi yang tulus, “Aku tidak enak badan, tetapi karena aku adalah orang yang keras kepala, aku benar-benar membenci sakit-sakitan. Aku mungkin tidak terlihat sakit bagimu, tetapi sebenarnya aku ini sudah sekarat.”

Chen Ye meyakinkan Xize yang sudah nyaris mati: “Banyak kenalan kita memberitahuku kalau mereka akan datang kemari mengunjungimu tak lama lagi. Dirimu yang menjadi kuat pastinya akan membuat mereka terkesima.”

Senyuman di wajah Xize jadi kaku.

Dikatakan setelah itu, ada penyihir lain yang datang mengunjungi Xize di pondok. Yang dilihatnya adalah Xize terbaring di atas ranjang, terlihat tidak bersemangat.

Semenjak Xize menyebarkan soal penyakitnya, semua yang ada di kuil secara otomatis jatuh ke pundak Chen Ye.

Tahun ini, Taisang Laojun dari Jiuchongtian mengadakan sebuah ceramah mengenai teori zen di Taman Sinar Rembulan di langit ke-32. Chen Ye menghadirinya menggantikan Xize. Pada awalnya, perkumpulan menjemukan itu dikatakan akan bertahan selama delapan puluh satu hari.

Akan tetapi, karena begitu banyaknya dewa-dewi yang diundang mendatangi seminar, di sana terbentuk atmosfer yang hidup. Mengambil kesempatan dari semangat yang tinggi, dewa buah pun mengadakan pesta buah untuk para dewa-dewi, memperpanjang acaranya sembilan hari lagi.

Chen Ye tidak menyangka bahwa, disaat ia kembali ke Lembah Fanyin, ia akan mendengarkan musik pernikahan.

Aranya menikah. 

Pengantin prianya adalah Xize.

***

Hari itu berangin. Istana Qinan melayang di angkasa. Dari sana, tangga awan menggulung turun ke tanah. Di tengah suara kabur, Xize menuruni tangga dalam busana pengantinnya dan secara pribadi menuntun pengantin wanitanya yang berbusana serba merah, keluar dari tandunya.

Xize memegangi tangan Aranya dan bersama-sama, mereka menaiki tangga satu per satu menuju ke arah gerbang agung istana. Di belakang gerbang dimana Chen Ye berdiri adalah sebatang pohon Bodhi tanpa akar.

Chen Ye melihat kalau Aranya sedang mengenakan jubah merah dengan warna senada dengan gaun pernikahannya. Kerudungnya menutupi hampir seluruh wajah Aranya, hanya memperlihatkan sepasang bibir merah dan dagu kecil yang putih.

Chen Ye menyatukan alisnya, mengeluarkan sehelai bulu hitam dari lengan jubahnya, dan perlahan meniupkannya dari telapak tangannya. Angin kencang mendadak menuruni tangga awan dan mengangkat kerudung Aranya.

Aranya menekankan tangannya di helaian rambutnya yang berterbangan dan mendongakkan wajahnya, alisnya tampak sedikit jengkel. Sudah cukup lama semenjak terakhir kali Chen Ye melihat Aranya. Ia cantik seperti ini.

Chen Ye melamun. Bunga empat musim berjatuhan layaknya hujan salju di malam itu dulu, dulu sekali. 

Di bawah pohon yang berbunga, Chen Ye memeluk Aranya kecil dan membisikkan sebuah janji padanya: “Akulah satu-satunya keluargamu. Aranya, mereka tidak menginginkan dirimu, tetapi kau masih memiliki diriku.”

Dari waktu Chen Ye kembali sepuluh tahun yang lalu, janji itu tak lagi relevan. Aranya akan mendapatkan lebih banyak orang yang dicintainya: gurunya, suaminya, dan nanti anak-anaknya juga.

Dengan satu lirikan, anginnya perlahan reda. Xize merapikan lagi kerudung di atas kepala Aranya. Bibir merah Aranya memberikan satu jejak senyuman palsu. Itu bukanlah senyuman yang diajarkan oleh Chen Ye, tetapi Chen Ye tahu orang lain yang tersenyum seperti ini. Itu adalah pangeran kedua Su Moye dari Laut Barat.

***

Waktu berlalu tanpa henti layaknya air di sungai. Tidak ada lagi jejak Chen Ye yang tersisa pada Aranya. Seolah-olah Chen Ye tidak pernah muncul dalam hidup Aranya sebelumnya.

Xize membawa Aranya masuk ke dalam kuil dimana pintu tertutup keras di belakang mereka. Bulu hitam itu melayang kembali ke dalam tangan Chen Ye.

Chen Ye pernah kehilangan Aranya sepuluh tahun yang lalu, ia tidak bisa mengatakan bahwa ia kehilangan Aranya lagi kali ini. Hanya saja, orang yang keliru di samping Aranya kali ini entah mengapa membuat Chen Ye jauh lebih sakit ketimbang waktu itu.

Dua puluh tahun lainnya datang dan pergi. Xize melepaskan posisinya dan Chen Ye menggantikannya sebagai Archmage berikutnya, menjadi Archmage termuda dalam sejarah Lembah Fanyin.

Xize berpura-pura memasang penampilan sakit parah dan bersembunyi di balik Gunung Qinan.

Ketika Chen Ye datang ke hutan bambu, Xize bahkan menggodanya, “Kau ini sangat tampan, sangat cerdas, sayang sekali kau selalu memasang wajah datar itu sepanjang hari. Tentu saja, wajah seriusmu lebih tampan ketimbang wajah tersenyummu, tetapi kau masih harus tersenyum sedikit karena kau datang kemari untuk mengucapkan perpisahan padaku. Buat diriku merasa lebih nyaman, hmm?”

Chen Ye melirik di sekeliling pondok bambu namun tidak dapat menemukan aksesoris feminin. 

Akhirnya ia tidak mampu menahan diri dan bertanya, “Dimana istrimu?”

Xize mengguncangkan selimut basah yang dikeringkan di bawah sinar matahari. 

“Mengapa seorang wanita muda sepertinya tinggal menyepi bersamaku? Tentu saja ia sedang berada di rumahnya, jauh dari pegunungan.”

Chen Ye menatap pemandangan pegunungan dan berkata enteng, “Kau memperlakukannya dengan baik.”

Xize tersenyum dan dengan bangga mengiyakannya, “Aranya memang sangat beruntung bertemu dengan orang baik sepertiku.”

Dikatakan sebagai tambahan bahwa selain penampilannya yang tiada tara, Archmage ini juga memiliki kepribadian yang acuh tak acuh serta arogan, dan sulit didekati orang lain. Tingkah lakunya cukup sesuai dengan rumornya.

Semenjak Chen Ye mengambil alih Istana Qinan, kuil itu menjadi jauh lebih sunyi. Jika tidak ada upacara besar, akan sulit mendeteksi bayangan Archmage.

Di tahun kedua Chen Ye sebagai Archmage, Lady Qinghua meminta Shangjun untuk menjadikannya sebagai suami Junuo.

Pada saat itu, sulit bagi Chen Ye untuk menolak dengan fondasinya yang masih belum stabil. Meski begitu, mengingat bahwa Chen Ye masih di bawah umur dan masih harus berlatih lebih lama, mereka hanya melaksanakan upacara pertunangan; pernikahannya ditunda tanpa batas waktu.

Setelah pertunangan, Chen Ye mengurung diri di balik pintu di dalam kuil dan menghabiskan waktunya dengan berlatih kaligrafi dan ilmu berpedang, menanam pepohonan dan bermain catur.

Satu-satunya teman Chen ye adalah lampu minyak dan gulungan untuk menulis.

Di tahun Aranya menikah, Chen Ye menanam satu benih empat musim di taman tempatnya tinggal. Ia tidak mengairinya dengan air langit dan jadilah lambat untuk tumbuh. Setelah dua puluh tahun lamanya, tepat saat insiden Junuo terjadi, bunga pertama baru saja gugur dan menghasilkan buah pertamanya.

Bahkan walaupun Junuo telah bersalah besar padanya, Junuo merupakan satu-satunya darah Xiangli Yin dan Chen Ye tidak dapat mengabaikannya.

Chen Ye tahu dengan jelas bahwa siapa pun yang menyelamatkan Junuo, mirip dengan berjalan menuju kematiannya sendiri. Sang raja memang mengambil kesempatan ini untuk mengusirnya dari kuil.

Tetapi dalam kehidupan, ada hal-hal yang tampaknya tak punya harapan lagi namun dalam kenyataannya masih memiliki sebuah jalan keluar yang tak terduga.

Xiangli Que adalah raja yang kejam. Ia telah membidik kuil semenjak ia mengambil alih takhta. Xize sudah melihat niatannya, tetapi ia merasa kalau itu terlalu merepotkan untuk diurus. Inilah mengapa, penerus Xize tak lebih dari seorang anak kecil ketika Xiangli Que mengambil alih kekuasaan.

Xize dengan gembira melemparkan segalanya pada Chen Ye untuk bisa hidup bebas di pengasingannya di balik Gunung Qinan. Dikarenakan kekuasaan yang rumit bermain di dalam kuil, tidak ada seorang pun yang menyadari bahwa ambisi Xiangli Que dan kerasnya pendiriannya telah berkembang cukup besar.

Walaupun ia adalah Archmage yang maha kuasa selama beberapa tahun terakhir ini, tetap ada kesulitan dan kendala dalam segala hal yang dilakukannya.

Sekalinya kuil kehilangan Archmage-nya, ambisi keras kepala Xiangli Que soal kuil pun tidak akan mereda. Jika sayangnya Xiangli Que berhati-hati beberapa tahun terakhir ini, ia masih punya cara untuk memprovokasinya.

Tidak peduli bagaimana Istana Qinan bersaing satu sama lain secara internal, mereka tidak akan pernah mengizinkan penodaan dari luar.

Semakin cepat Xiangli Que menyerang kuil, semakin cepat pula berbagai kekuatan dalam kuil akan menyingkirkan dendam mereka untuk bertarung dengan musuh luar mereka.

Chen Ye merupakan Archmage yang telah ditasbihkan sebelumnya. Bahkan jika Xiangli Que dapat memberhentikannya, sekalinya Istana Kerajaan dan Istana Suci berperang, hanya ia satu-satunya yang dapat melindungi Istana Qinan.

Bahkan, para tetua penyihir yang angkuh itu tidak akan punya pilihan lain selain menyambutnya kembali. Ini adalah sebuah gerakan mundur untuk maju.

Chen Ye memegang sebuah posisi yang tinggi, si Archmage muda tapi penuh teka-teki ini. Seluruh dunia menyembahnya, tetapi hidupnya tak lebih baik dari sebuah padang gurun.

Mungkin dengan bantuan dari angin timur yang menyapu debu duniawi, hanya di dalam Istana Qinan yang agunglah baru ia bisa melihat beberapa benih empat musim. Tetapi mereka tak lebih dari beberapa bibit terbengkalai.

Tetapi, takdir macam apakah yang mengizinkan Chen Ye untuk melihat Aranya lagi di panggung eksekusi Junuo?

Aranya berpakaian serba merah, sayap putihnya terbuka lebar. 

Melayang di udara, Aranya melihat ke bawah ke arahnya selagi bibirnya melengkung menjadi  senyuman kecil: “Apa kau juga ingat? Meskipun aku tidak tumbuh besar bersamamu seperti Junuo, aku juga adik perempuanmu.”

Aranya, ini adalah namamu. Mulai sekarang ketika aku mengucapkan kata ini, aku sedang memanggil namamu.

“Mereka semua memberitahuku kalau darah Archmage punya kemampuan untuk membersihkan kotoran ofensif. Setelah menerima darah Yang Mulia Chen Ye hari ini, aku bertanya-tanya, apakah darahku akan jadi lebih bersih sekarang.”

Kau masih begitu kecil. Aku bertaruh kau akan melupakanku ketika aku kembali nanti.

“Akulah yang menyelamatkannya; Chen Ye adalah milikku.”

Aku akan kembali. Saat aku menjadi Archmage, aku pasti bisa membawamu keluar dari sini.

“Lihatlah sekelilingmu, apa situasinya sekarang ini?”

Akulah satu-satunya keluargamu. Mereka tidak menginginkanmu, tetapi kau masih memiliki diriku. Bagaimana bisa aku lupa? Aranya.

Tetapi Chen Ye sekarang menyadari kalau ia telah meninggalkan Aranya terlalu lama. Ia bahkan tidak tahu sejak kapan Aranya juga mulai belajar untuk merebut dan mengurung tahanan.

Chen Ye memimpikan Aranya dalam ceruk terdalam mimpi-mimpinya. Dalam mimpinya, Chen Ye melihat, ialah yang menyelamatkan Aranya dari sarang ular dan dalam pelukannyalah Aranya melebarkan sayapnya.

Bukannya Chen Ye tidak berpikir kalau akan datang suatu hari ia jatuh dalam kehinaan. Tetapi jika ada satu orang yang tak ingin Chen Ye biarkan melihatnya dalam keadan hina, itu hanyalah Aranya.

Dan lagi, Chen Ye terkurung di kediaman Aranya saat ini. Di dalam sebuah ruangan sempit. Seperti seorang tahanan.

Tidak ada seorang pun yang suka dikurung.

Lalu, Aranya mengiriminya surat dengan menggunakan nama orang lain sebagai ejekan. Chen Ye adalah ahlinya dalam menyembunyikan emosinya. Ia tidak akan semarah itu jika yang melakukannya bukan Aranya.

Cahaya lilin berkedip di dalam ruang baca. 

Aranya bersandar malas di dipan rendah ketika Aranya berkata padanya, “Pernahkah kau berpikir kalau mungkin saja aku berbeda darimu, kalau kau mungkin membenciku, tetapi aku tidak membencimu? Mungkin aku bahkan benar-benar menyukaimu, dan semua yang kulakukan adalah untuk membuatmu bahagia.”

Jika Aranya ingin membuatnya bahagia, kenapa ia meminjam nama orang lain? 

Kenapa ia tidak menandatangani dengan namanya sendiri di bagian akhir surat? 

Chen Ye begitu marah.

Untuk pertama kali dalam hidupnya, ia tidak berhasil menemukan apa pun untuk dikatakan. 

Tetapi Aranya kemudian tertawa: “Aku mungkin saja mengatakan yang sebenarnya, atau aku bisa saja berbohong. Mungkin aku memang menyukaimu, mungkin aku hanya ingin menggodamu.”

Pada saat Aranya berkata ia mungkin menyukai Chen Ye, Aranya sedikit memiringkan kepalanya, di wajahnya terdapat kepolosan yang sudah lama sekali tak dijumpai Chen Ye.

Sebelum Aranya mengucapkan kata ‘suka’, Chen Ye tidak pernah mempertimbangkan kalau benih empat musim terbengkalai yang terkubur dalam di hatinya mungkin saja cinta.

Namun, saat Aranya mengucapkan kata-kata itu, seolah segel di kotak yang telah dimantrai pun akhirnya rusak dan semua yang tersembunyi di dalamnya mulai meluap.

Kenapa Chen Ye menjalani penempaan diri yang panjang itu? 

Kenapa ia ingin menyelamatkan Aranya? 

Kenapa hanya Aranya satu-satunya yang datang di dalam mimpi terdalam dan paling rahasia miliknya?

Chen Ye bertindak berdasarkan insting ketika ia menerobos masuk ke dalam labirin batu untuk menyelamatkan Aranya dari monster Quanyin. 

Setelah ia memeluk Aranya dan berguling keluar dari medan pelindung, Aranya membisikkan sesuatu di telinganya: “Kau memang menyukaiku, Chen Ye.”

Mendekap Aranya dalam pelukannya, Chen Ye melihat di dalam matanya, kecerdasan yang cemerlang seperti ketika Chen Ye pertama kali mengajari Aranya bagaimana mengeja namanya di bawah sinar rembulan di masa kecil mereka.

“Ye .... Ran ....”

Perkataannya tidak selesai. Dua kata yang tak selesai itu mungkin menjadi pelopornya.

Chen Ye ditakdirkan untuk jatuh cinta pada Aranya. Sebenarnya, Chen Ye tidak pernah berhenti merindukan Aranya.

0 comments:

Posting Komentar