Sabtu, 07 November 2020

3L3W TPB 2 - Chapter 8 Part 4

Three Lives Three Worlds, The Pillow Book 2

Chapter 8 Part 4

Fengjiu berpindah sedikit mendekat dan menghentikan tatapannya pada bahu Xize yang berdarah. 

Merasa sakit dan tidak nyaman untuk Xize, ia pun bertanya, “Ketika ular itu mendatangimu, kenapa kau tidak menghindarinya?”

“Aku sungguh tidak dapat mendengarmu. Bisakah kau bicara lebih keras?”

Fengjiu menggembungkan pipinya dan mendekat beberapa inci lagi selagi ia dengan kesal berkata, “Aku yakin kau dapat mendengarku.”

Tetapi wajah datar Xize terlihat seolah jika Fengjiu tidak duduk di sampingnya, ia tidak akan pernah membuka mulutnya. 

Jadi sangat penasaran, ia memegangi sebuah bantal jerami dan malu-malu mendatangi Xize, kemudian bertanya lagi, “Kenapa kau tidak menghindarinya?”

“Kenapa aku haru menghindarinya?” 

Xize berkata sambil memandangi Fengjiu.

“Aku sudah menunggu selama dua hari untuk kesempatan ini. Jika aku tidak menempatkan diriku dalam bahaya, bagaimana mungkin aku bisa membunuhnya?”

Xize mengucapkan kata-kata ini dengan sedikit penekanan, tetapi Fengjiu mendengarkannya dengan ketakutan, dan ia membalas dengan rasional, “Ada beberapa orang yang selalu memenangkan pertarungan setiap saat tanpa menempatkan diri mereka dalam keadaan sulit sepertimu. Kau terlalu ceroboh.”

Tetapi dalam pikirannya, Fengjiu tahu kalau Xize tidak ceroboh dan kalau semua hal yang dilakukannya dengan ketenangan. Kalau tidak, tanduk ular itu tak hanya akan menusuk ke bahunya.

Fengjiu belum pernah berada dalam medan pertempuran, tetapi secara umum memahami strategi yang menyangkut pertarungan.

Dan dalam sebuah adu mulut, hal terpenting adalah tentu saja memancing satu sama lain dalam provokasi. Kemenangan dalam kasus semacam ini masih tetap akan dianggap gagah.

Xize tidak terprovokasi seperti asumsi Fengjiu. Malahan, matanya dipenuhi kebingungan. 

“Apakah semua orang menyebut hal kecil sebagai sebuah pertempuran zaman sekarang? Ini hanyalah mainan anak-anak. Contoh pembunuhan ular ini juga tak pantas untuk disebutkan.”

Fengjiu menjawab kering, “Kau terlalu percaya diri tadi. Jika kau menggunakan sihir, tidak akan jadi separah ini. Kenapa kau tidak menggunakan sihir?”

Xize memikirkan pertanyaan ini sejenak dan sementara menawarkan jawaban, “Untuk membuktikan kalau aku jago dalam bertarung?”

Fengjiu mengambil sebuah batu kecil, ingin memberikannya cedera lagi, tetapi Xize menggenggam tangannya selagi mempelajari wajah Fengjiu.

Xize menurunkan suaranya: “Apakah kau marah karena ciumanku tidak cukup baik barusan ini?”

Fengjiu memegangi batu kecil itu selagi pikirannya mendadak kosong. Ia benar-benar bingung bagaimana mereka bisa tiba di topik ini. Bukankah mereka baru saja membicarakan sesuatu yang serius? Ia bingung sejenak, darahnya naik ke kepalanya.

Fengjiu menggertakkan giginya dan bertanya, “Bukankah mereka mengatakan kalau kau dewa yang tidak melakukan pantangan duniawi?”

Xize merenung sedetik dan menjawab, “Aku sudah terkena racun. Oleh darah ular air yang beracun.”

Fengjiu mengamati wajah Xize. Saat ini, wajah tampan dan pucat ini terlihat begitu tulus, dan ia merasa argumennya entah bagaimana dapat diterima.

Untuk beberapa alasan, Xize menjadi begitu ramah padanya belakangan ini. Memikirkan kembali di hari ketika ia diracuni oleh Junuo dengan ramuan cinta, Fengjiu telah menggoda Xize dengan berbagai macam cara yang mungkin dilakukan, namun tekadnya yang sopan tidak terguncang, dan Xize juga tidak memanfaatkan situasi saat itu.

Meskipun Xize sering melakukan hal yang membingungkan, Fengjiu yakin kalau ia memanglah seorang pria terhormat.

Dalam hatinya mempercayai kalau itu adalah sesuatu di luar kendali Xize. Walaupun Fengjiu sudah dimanfaatkan, Xize juga pasti merasa tidak enak, dan ia mendadak merasa simpati.

“Aku membaca buku bibiku, di sana dikatakan sering juga mereka terkena racun serupa, beberapa lebih parah dibandingkan denganmu. Jika itu dilakukan untuk menawarkan racunnya, maka aku bukanlah seorang dewi yang tidak memiliki hipokratik atau cara pikir apa pun itu. Jangan ungkit soal ini lagi, kau juga tidak perlu merasa bersalah, lupakan saja.”

(T/N : 懸壺濟世 xuanhu jishi – menggantungkan botol labu untuk menyelamatkan nyawa. Idiom ini berasal dari sebuah cerita dimana terdapat seorang pria tua yang menjual obat-obatan di pasar, dan diatasnya tergantung botol labu. Kemudian diketahui kalau pria ini adalah seorang dewa yang dihukum turun ke dunia, dan murid manusianya kembali dengan pengetahuan medis yang dipelajarinya untuk menyelamatkan nyawa. Setelah itu, klinik kesehatan menggantungkan botol labu di luar pintu mereka sebagai simbol medis.)

Xize setuju. 

“Baiklah, aku akan mencoba untuk tidak merasa bersalah.”

Xize berbalik ke samping dan berkata, “Nyanyikan sebuah lagu untukku.”

“Kenapa?” Fengjiu bertanya dengan ragu.

“Sakit sekali, aku tidak bisa tidur.”

Meskipun Xize penuh kebohongan, Fengjiu mempercayainya tanpa ragu, dan kata ‘sakit’ langsung menembus masuk ke hatinya. Seorang yang kuat terkadang menunjukkan kelemahannya bahkan akan lebih patut dikasihani, dan Fengjiu dibuatnya lebih dari simpati.

Fengjiu mencatat kalau Xize masih memegangi tangannya, tetapi ia tidak merasa Xize sedang memanfaatkannya lagi. Malahan, ia menduga Xize begitu kesakitan, dan ia hanya mencari dukungan.

Begitu hati welas asihnya keluar, hal itu tumbuh begitu saja. Menganggap bahwa Xize tidak nyaman menggenggam tangannya, Fengjiu langsung mengabaikan bantal kecilnya dan pindah duduk di sebelahnya.

Fengjiu tahu semangat Xize tidak bagus sekarang ini, jadi hanya memilih beberapa lagu anak-anak lembut untuk dinyanyikan.

Gema sedikit melayang dalam gua layaknya lembaran kabut. Kepala Xize berbaring di pangkuan Fengjiu selagi ia menggenggam tangannya dekat di dadanya. Mata Xize tampak terpejam, dan ia kelihatan damai.

Fengjiu mengira Xize sudah tertidur dan berhenti menyanyi, tetapi ia mendengar suara rendah Xize berkata, “Di masa kecilku, aku juga pernah mendengar beberapa lagu anak-anak; mereka berbeda dari nyanyianmu.”

“Kau tidak bisa menyanyi,” balas Fengjiu.

Mata Xize tetap terpejam. 

“Kata siapa aku tidak bisa menyanyi?” katanya, kemudian bersenandung lembut, “Bulan terang di malam tanggal lima belas, bukit hijau, cahaya bulan kemilau. Pagar pendek membatasi kaki, seorang gadis menaburkan kacang berwarna. Tanaman merambat hijau merusak pagar, dan dari mereka muncul green poises yang bersinar. Green poises itu dipetik untuk dijadikan toffee.”

Dalam kesadaran Fengjiu, bahkan ayahnya tidak pernah menyanyikan lagu anak-anak untuk menidurkannya di masa kecilnya. Seumur hidupnya, 30.000 tahun pengalaman, ia tidak pernah mengasosiasikan kata ‘lagu anak-anak’ dengan pria.

Namun, nyanyian Xize membuat Fengjiu menyadari kesannya mengenai lagu anak-anak dan pria sudah salah. Suara Xize memang sudah enak didengar, dan ketika ia bernyanyi, suaranya dalam, membuat lagunya terdengar menjadi nyanyian kuno.

Fengjiu pernah mendengarkan neneknya menyanyikan lagu ini sekali sebelumnya, tetapi tidak memiliki perasaan yang sama.

Lama setelahnya, Fengjiu tersadar dan melembutkan suaranya, “Aku pernah mendengar lagu ini sebelumya, tetapi di baris terakhir tidak seperti itu. Itu untuk ‘mas kawin’. Dari tanaman merambat hijau tumbuhlah green poises. Green poises dipetik sebagai mas kawin. Kau mengubah liriknya, kan? Apakah kau suka makan toffee ketika kau masih kecil?”

Gua itu mendadak senyap sejenak. Apinya nyaris padam. Fengjiu bersandar pada pohon zen.

Suara Xize bahkan lebih rendah dari milik Fengjiu: “Aku mungkin akan menyukainya kalau aku memakannya. Aku tidak punya orang tua, jadi tidak seorang pun pernah memberikanku toffee saat aku masih kecil. Aku mungkin merasa iri melihat orang lain memakannya.”

Fengjiu sedang mengantuk, tetapi kata-kata Xize membuatnya sedikit sedih ketika mereka memasuki telinganya. Ia tidak bisa menahan genggamannya. Ia mempelajari lebih banyak tentang Xize malam ini.

“Kau akan membuatkannya untukku nanti?”

Fengjiu mengangguk lembut ketika ia mendengar Xize bertanya. Di tengah rasa kantuknya yang merajalela, ia menyadari Xize tidak dapat melihat dengan matanya yang terpejam dan mengelus jari Xize seolah sedang menenangkan seorang anak kecil. 

“Baiklah, aku akan membuatkannya untukmu. Aku paling jago membuat toffee.

Dalam cahaya api yang menyusut, bayangan wisteria perlahan mulai lenyap di dinding gua, delapan bunga teratai di dalam kolam pun sudah menutup.

Dewa berjubah ungu membuka matanya dan melihat wajah tidur si gadis. Rambut hitam panjangnya menggantung bebas di atas tanah layaknya hamparan hitam sutra. Tidak disanggul, memperlihatkan wajah elegan dan tampak kekanakan.

Tanda phoenix merah terang membentang di keningnya layaknya bulu phoenix, mempercantik wajah seputih saljunya dengan indah sekali.

Ini adalah Fengjiu, ratu yang telah dipilihnya.

Meski demikian, Fengjiu mengaplikasian mantra pengoreksi ini dengan sembarangan. Level mantra sihir pengoreksi seperti ini hanya mampu membodohi Chacha dan dewa biasa dengan sihir remeh ini.

Dijun membelai tanda bunga di kening Fengjiu dan memperbaiki mantra pengoreksi yang dipasang di tubuhnya. Fengjiu menggumamkan satu dua hal, tetapi tidak terbangun.

Persilangan tidaklah mudah antara seekor rubah putih berekor sembilan dengan seekor rubah merah. Sebagai satu-satunya rubah merah berekor sembilan di dunia, Fengjiu juga tumbuh dengan begitu indah, jadi ini juga bisa dianggap sebagai berkah leluhur.

Dijun memperhitungkan, ia sebenarnya memiliki mata yang perseptif.

Tetapi, ada beberapa masalah yang aneh.

Dijun yakin sekali ia sendiri yang meletakkan jiwa Xiao Bai ke dalam rahim Junuo, tetapi Fengjiu malah berakhir merasuki tubuh Aranya. Sebelumnya, Donghua menghubungkan ini dengan kekurangan dari dunia buatan ini, tetapi hari ini, jiwa Fengjiu sendiri sudah kembali ke tubuh aslinya.

Ini sangat tidak biasa.

Jika Dijun mengatakan kalau Xiao Bai adalah Aranya, dan Aranya adalah Xiao Bai ...

Dijun dengan nyaman melemparkan sebuah mantra tidur ke alis Fengjiu, bangkit, dan membawanya keluar dari dalam gua.

Bahunya masih sakit, tetapi ia sudah terbiasa dengan jenis sakit macam ini; Dijun memasang wajah bahagia di depan Fengjiu karena ia mengetahui kalau Xiao Bai berhati lembut.

Selama ia memasang tampang lemah, bahkan jika Dijun memancing amarah besar Fengjiu, ini bisa dengan mudah diselesaikan.

Ini merupakan kelemahan terbesar Xiao Bai, tetapi Dijun tidak khawatir apakah akan ada dewa lainnya yang akan memanfaatkan kelemahan Fengjiu ini. Bahkan jikalau mereka punya maksud demikian, mereka mungkin tidak punya kulit yang cukup tebal untuk melakukannya.

Terkadang, Dijun sungguh tidak paham dengan orang-orang ini. Kulit dan wajah adalah hal jasmaniah, apakah mereka sebegitu pentingnya?

Bintang-bintang bertaburan di luar, hujan dingin pun telah reda. Dalam sekejap, Dijun menemukan tubuh Aranya di dalam peti mati es di dasar air.

Dijun memeluk Fengjiu selagi ia memunculkan sebuah awan untuk membawa peti mati es Aranya. Ketika Dijun meninggalkan rawa dan mengalihkan perhatiannya pada peti itu, tubuh Aranya menghilang sedikit demi sedikit seperti dugaannya hingga tidak tersisa jejak apa pun.

Dalam beberapa saat, tidak ada lagi wanita cantik di dalam peti mati es itu.

Fengjiu yang lengannya melingkar di sekitar leher Dijun mendadak menggeliat dalam pelukannya. Dijun menemukan pohon tua untuk duduk dan membiarkan Fengjiu berbaring dalam pelukannya lebih nyaman.

Dijun sedikit mengernyitkan alisnya selagi ia termenung.

Ini adalah seorang pengganti.

Karena Xiao Bai adalah Aranya, atau karena Aranya merupakan reinkarnasi dari Xiao Bai, karena itulah jiwa Xiao Bai memasuki tubuh Aranya dan menggantikan jiwa Aranya, tidak peduli dengan gangguan dari sihirnya.

Jika Dijun tidak membawa tubuh Xiao Bai untuk beristirahat di Rawa Shui’yue, jika tubuh Xiao Bai juga beradaptasi dengan mekanisme dunia ini, ia akan mengambil alih Aranya dari cangkang hingga jiwanya, sama seperti kali ini.

Tetapi, kalau Xiao Bai memang benar-benar adalah Aranya ...

Jika Dijun tidak salah ingat, Aranya lahir 295 tahun yang lalu, di tahun kelima pemerintahan Raja Wude, Xiangli Que, selama hari-hari senja kejayaan kerajaan Klan Biyiniao.

Tiga ratus tahun yang lalu, Dijun menghabiskan sebagian besar penempaannya untuk menambal Alam Miaoyi Huiming ketika alam itu menunjuukkan tanda-tanda akan runtuh dan mengancam membawa malapetaka pertama pada dunia.

Untuk menutupi penempaan dirinya yang hilang, Dijun harus tertidur selama nyaris seratus tahun. Ketika Aranya dilahirkan, Dijun seharusnya sedang berada dalam tidur abadinya. Meskipun ia tidak mengetahui apa yang terjadi pada dunia, menurut laporan selanjutnya dari Zhonglin mengenai masalah dunia dewa, Xiao Bai seharusnya sedang menempa dirinya sendiri di Qingqiu saat itu.

Penjual gosip, Siming juga menyebutkan kalau dalam masa tiga ratus tahun itu, satu-satunya masa ketika Xiao Bai meninggalkan Qingqiu untuk waktu yang lama adalah 228 tahun yang lalu ketika ia pergi ke dunia manusia untuk membalas budi selama hampir satu dekade.

Kalau begitu, ketika Aranya lahir ke dunia, tidak mungkin bagi Xiao Bai untuk berada di Lembah Fanyin. Garis waktunya tidak sesuai, dan penampilan mereka juga tidak sama.

Tak perlu diragukan lagi, Xiao Bai dan Aranya pasti berhubungan, mekipun apa hubungannya, masih belum ada cara untuk menginvestigasinya sekarang ini.

Kalau ada sebuah cermin Miaohua di sini, Dijun dapat melihat masa lalu Aranya dan masa sekarangnya, dan semuanya akan lebih mudah dipecahkan. Tetapi sayang sekali, cermin Miaohua sekarang berada di Jiuchongtian.

Dijun selalu merasa kalau cermin air terjun ini tidak punya banyak kegunaan penting selain terlihat elegan. Ia tidak menyangka kalau akan tiba waktunya ketika cermin itu akan dibutuhkan.

Untuk sementara waktu, ia hanya bisa mencoba membuatnya. Dijun menduga ia perlu mencari tahu apakah ada bahan yang cocok di sekitar sini.

Dijun ingat kalau Lembah Fanyin memiliki beberapa puncak suci. Sudah lama sekali semenjak ia membuat sebuah cermin, dan cermin Miaohua dapat digolongkan sebagai salah satu yang tersulit untuk dibuat.

Ini akan memakan waktunya beberapa lama.

0 comments:

Posting Komentar