Three Lives Three Worlds, The Pillow Book 2
Chapter 16 Part 4
Jika Su Moye ingin menjawab dengan jujur, Dijun mungkin akan berpikir kalau ia memiliki perasaan tertentu pada Fengjiu, dan itu tidak baik.
Jika Su Moye ingin menyembunyikan kebenarannya, ketika Dijun mengetahui yang sesungguhnya di masa depan, Dijun mungkin saja berpikir ia menyembunyikannya karena ia memang punya perasaan pada Fengjiu, dan itu pun tidak akan baik.
Su Moye meragu sejenak.
Merasa kalau Dijun tidak menanyakan dalam bentuk apa mereka bertemu dan hanya menanyakan soal kapan, ia pun menjawab berhati-hati, “Sekitar seribu tahun yang lalu, aku kebetulan saja bertemu dengan Yang Mulia Fengjiu. Bolehkah aku bertanya, kenapa kau menanyakannya ....?”
Tatapan Donghua terpaku pada wajah Fengjiu yang sedang tertidur dalam pelukannya.
Ia meletakkan tangannya di atas wajah tidur Fengjiu yang memerah, menyatukan alisnya, dan berkata, “Jika ia ingin menemuimu, ia akan selalu bisa pergi menemuimu. Fengjiu menyukaiku, ingin bertemu denganku, menjadi seorang pelayan di Istana Taichen selama lebih dari empat ratus tahun, tetapi kami tidak ditakdirkan untuk bertemu satu sama lain bahkan hanya sekali. Secara teori, kami seharusnya tidak akan kesulitan untuk bertemu. Lalu menurutmu, mengapa seperti itu?”
Su Moye mengingat saat Fengjiu menceritakannya kisah ini, ia bilang mereka bernasib buruk. Pada saat itu, Su Moye tidak sungguh-sungguh menanggapi perkataan Fengjiu dengan serius.
Ia selalu merasa bahwa apa yang disebut ‘bernasib buruk’ seharusnya adalah seperti dirinya dan Aranya. Ia memiliki perasaan untuk Aranya tetapi Aranya tidak demikian padanya.
Meskipun begitu, baik Fengjiu atau Dijun belum menikah. Terlebih lagi, mereka memiliki perasaan untuk satu sama lainnya. Hanya saja kebetulan hidup ini penuh dengan ketidakpastian, dan terdapat beberapa kekeliruan di sepanjang jalannya. Bagaimana mungkin itu disebut dengan ‘bernasib buruk’?
Pertanyaan mendadak Dijun membuat Su Moye jadi berpikir sendiri.
Ia pun menjawab dengan bijaksana, “Yang Mulia Fengjiu pernah mengatakan bahwa ia tidak punya takdir dengan Yang Mulia. Tetapi aku pikir, itu hanya karena Yang Mulia Fengjiu mengalami masa yang sulit, oleh karena itulah ia mencari sebuah alasan untuk menyerah, tetapi itu tidak benar.”
Donghua mengangkat tangannya dan membentuk sebuah segel.
“Xiao Bai benar. Mungkin ini memang nasib buruk yang sedang bermain.”
Tiba-tiba saja, embusan angin keluar dari tanah. Ubin hijau di atas paviliun terus-terusan berbunyi. Terlindungi di dalam pelukan Dijun, Fengjiu masih belum menunjukkan pertanda akan terbangun.
Rembulan di atas langit tanpa diduga mendekat. Di depannya terbaring sebongkah batu, dimana terdapat seorang dewa tua dengan rambut keabuan dan janggutnya sedang bersandar.
Ini adalah Sihir Diezhou.
(T/N : sihir mengguncang dunia.)
Dunia ini dapat dengan mudahnya runtuh jika seseorang yang jatuh ke dalamnya terpaksa menggunakan sihir yang kuat. Dengan ini, sihir Diezhou merupakan salah satu sihir yang terkuat.
Cermin ini, jika hancur, dapat dengan mudah diperbaiki. Tetapi jika mereka jatuh dalam bahaya, seseorang tidak bisa mengatakan apa yang mungkin terjadi.
Su Moye melangkah maju.
“Kau tidak boleh menggunakan sihir ini. Tanahnya sudah mulai bergoncang di sini. Yang Mulia, mohon tenanglah.”
Si dewa tua yang ada di atas batu berkata murah hati, “Dari apa yang kulihat, Yang Mulia justru jauh lebih tenang darimu, Tuanku. Mungkin karena Anda berada di dalam sana, Anda belum menyadari kalau dunia ini sudah mulai runtuh? Jika Yang Mulia tidak menggunakan sihir Diezhou dan memanggilku kemari untuk menanyakan kehendak ilahi, mimpi ini tetap tak akan mampu bertahan lebih lama lagi.”
Su Moye pun tercengang.
Si dewa tua pun menyapa Donghua dan berkata, “Setelah menjaga Batu Takdir selama puluhan ribu tahun, hamba masih tidak menyangka kalau orang pertama yang akan memanggil hamba untuk menanyakan kehendak ilahi adalah Yang Mulia. Sejak ciptaan terletak di tangan Anda, maafkan atas kebodohan hamba, apa itu yang ingin Anda ketahui dari Batu Takdir hingga Anda tidak ragu untuk menggunakan sihir Diezhou, memanggil hamba kemari bahkan meskipun Anda bukanlah seseorang yang akan memusingkan soal Kehendak Langit?”
Batu Takdir di depan bulan membesar dengan perkataan dari si dewa tua. Nuansa tulisan terlihat di atasnya.
Donghua berkata tanpa tergesa, “Apa yang dikatakan Batu Takdir soal takdir antara Fengjiu dari Qingqiu denganku?”
Su Moye jelas terlihat terkejut. Begitu pula dengan si dewa tua, terkejut.
“Batu Takdir terukir penuh dengan takdir para makhluk abadi. Hamba yakin Anda mengetahui bahwa meskipun takdir tertulis, itu bukan ditulis agar orang-orang dapat mengetahui soalnya. Jika ini diberitahukan, pasti ada perubahan. Bahkan jikalau hamba membiarkan Anda mengetahui bagaimana hubungan di antara Anda dan putri kecil itu terukir di atas Batu Takdir, besok, apa yang terukir tidak akan lagi sama seperti hari ini. Beberapa mungkin berubah menjadi lebih baik, beberapa mungkin berubah lebih buruk. Apa yang akan Anda lakukan jika benang takdir Anda dengannya malah jadi lebih buruk setelah Anda bertanya? Menurut hamba, akan lebih baik ... jika Anda tidak bertanya.”
Sihir Diezhou mendadak memicu angin yang tak berkesudahan.
Di tengah embusan angin itu, Donghua berkata enteng, “Apa yang bisa lebih buruk daripada kurangnya takdirku dengan si Ratu Qingqiu?”
Roman muka si dewa tua pun berubah.
Tetapi hanya dalam satu kejapan, ia menghela napas, “Tebakan Anda benar. Yang Mulia dengan wanita muda dari Qingqiu ini sebenarnya pada awalnya memang tidak memiliki bahkan satu ons pun takdir. Walaupun kegigihannya terhadap Anda sangat menyentuh, Takdir diluar kendali seseorang. Menurut ukiran asli di Batu Takdir, ketergila-gilaan membabi buta Yang Mulia Fengjiu ... akan terkubur di bawah es dan salju dimana rasa sakit dan penderitaannya akan meleleh seperti tak terjadi apa pun yang lebih dari air mengalir ke timur. Meskipun demikian ....”
Dewa tua ini mempertimbangkan beberapa saat sebelum berucap: “Tiga ratus tahun yang lalu ketika Yang Mulia mengirimkan bayangan Anda ke dunia bawah, Batu Takdir pun menunjukkan sebuah perubahan.”
Dijun menurunkan suaranya, “Teruskan.”
Si dewa tua membelai jenggotnya.
“Saat bayangan Anda datang ke dunia bawah, Yang Mulia Fengjiu juga mengirimkan bayangannya untuk mengikuti Anda kemari. Kegigihan semacam ini sangat langka, dan hamba sendiri bertanya-tanya mungkinkah ini menyebabkan Langit pun terharu. Setelah bayangan Yang Mulia Fengjiu dilahirkan di dunia bawah, Batu Takdir memang menciptakan sebuah takdir untuknya.
"Takdir yang tertulis untuk bayangan ini dimulai dari sebuah sarang ular. Yang diselamatkan akan membalas budi dengan nyawanya, dan penyelamatnya akan melihat keinginannya terkabulkan. Meskipun jalan mereka tidak ditaburi dengan bunga mawar, tetapi tidak terdapat hambatan yang besar. Mereka harusnya memiliki kehidupan yang bahagia.”
Si dewa tua memberi lirikan tak berdayanya ke arah Su Moye.
“Tetapi teman baik kita ini tanpa disadari menjepitkan kakinya di tengah semua itu dan sayangnya mencampur-adukkan beberapa detail. Sudah pasti, itu menyebakan efek riakan. Pada akhirnya, apa yang jadi takdir mereka pun tak terselesaikan. Memang sangat disayangkan.”
Raut Su Moye berubah pucat.
“Apakah aku secara tak sengaja telah menjadi seorang pendosa?”
Si dewa tua berkata, “Ada dua sisi di setiap koin, jadi Anda tidak boleh menyamaratakannya. Mungkin akan tampak seperti sebuah dosa dari pandangan ini, tetapi itu dapat pula menjadi jasa dari sudut pandang lainnya. Tidak perlu membuat diri Anda sedih. Jikalau kita hanya membicarakan masalah ini, Yang Mulia malah sebenarnya harus berterima kasih pada Anda.”
Ia mendesah, “Mereka berdua memiliki takdir yang belum selesai, tetapi bayangan tidak memiliki kehidupan berikutnya. Itulah yang terjadi, Batu Takdir meletakkan garisan dari takdir yang belum selesai ini ke atas takdir milik Yang Mulia dan si putri muda. Inilah satu-satunya alasan mengapa Anda dapat bertemu dengan sepantasnya satu sama lain. Apabila bukan karena ini, Anda sudah bisa dipastikan tidak akan pernah berpapasan jalan satu sama lain.”
Di titik ini, dewa tua itu sempat ragu sebelum berucap: “Sejujurnya, Yang Mulia dengan putri muda kini bisa dianggap telah ditakdirkan. Tetapi karena Yang Mulia bertanya, besok Batu Takdir tak diragukan lagi pasti akan tertulis ulang. Itu diluar kemampuan hamba untuk mengetahui apakah Yang Mulia dengan putri muda ini memiliki takdir mulai dari sekarang. Hamba hanya merasa kalau akan sangat disayangkan jika takdir yang rapuh ini jadi hancur karena Yang Mulia menanyakan agar dapat mengetahui soal ini.”
“Memangnya kenapa jika Takdir mengatakan kami ditakdirkan, dan kenapa kalau ia bilang kami tidak ditakdirkan?”
Donghua menjawab dingin.
“Aku tidak pernah takut akan Takdir, dan aku sudah pasti tidak membutuhkan belas kasihannya.”
Kebingungan, si dewa tua pun menyatukan kedua telapak tangannya bersamaan dan berkata, “Hamba mendengar bahwa Yang Mulia menjadi sangat acuh tak acuh semenjak Anda memutuskan untuk hidup mengasingkan diri dari dunia. Namun, hamba menyaksikan sendiri hari ini bahwa Anda masih tetaplah Raja yang sama yang pernah kami kenal. Hamba memohon ampun atas perkataan hamba yang telah melewati batasan, tetapi hamba sungguh sangat senang melihat Anda seperti ini.”
Saat si dewa tua mengucapkan salam perpisahan, atap paviliun mendadak bergoncang keras bersamaan dengan ubin hijau, jatuh ke atas tanah, pepohonan juga bebatuan mulai berjatuhan.
Su Moye berpegangan pada sebuah kolom selagi berkata pada Donghua, “Apakah ini disebabkan oleh sihir Diezhou?”
Dijun mengangkat tangannya untuk menyingkirkan pedang Canghe yang masih menancap di dalam kolom.
“Ini Chen Ye.”
***
Udara sepoi-sepoi, bulannya masih seperak sebelumnya, tetapi di bawah langit yang diterangi cahaya bulan berangin ini, dunia buatan Chen Ye mulai bergerak.
Pegunungan runtuh, sungai mengubah arahnya. Semua di sekitar mereka meratap dan menangis. Ini merupakan pertanda bahwa dunia ini akan segera hancur.
Si tuan pemilik mimpi, Chen Ye, telah kehilangan semangatnya untuk hidup. Oleh karena itulah, dunia ini mulai hancur. Ketika mereka menemukan Chen Ye di pinggir sungai Si’xing, tentu saja, ia sudah tenggelam di bawah air.
Si’xing yang biasanya selalu bergejolak sekarang setenang cermin. Airnya yang keruh juga berubah menjadi bening. Terefleksikan di dasar sungai adalah wajah tampan si Archmage, kelihatan sangat damai seolah tidak pernah ada rasa sakit yang membuatnya kesusahan.
Su Moye tidak bisa mengatakan apakah ia merasa simpati atau bersalah pada Chen Ye. Ia masih tidak percaya bahwa sebuah romansa dapat tanpa sengaja kandas seperti ini.
Mereka jelas-jelas berbahagia, tetapi dibuat untuk terpisah di masing-masing ujung dunia. Pertama, mereka terpisahkan dalam kehidupan, lalu mereka terpisahkan pula dalam kematian.
Orang-orang bilang bahwa hal paling menyakitkan adalah sebuah percintaan dimana kau tidak dapat bersama dalam kehidupan dan tidak dapat bertemu dalam kematian. Tetapi itu masih belum cukup.
Kesedihan terburuk adalah ketika kau jelas-jelas mencintainya tetapi ia bahkan tidak pernah mengetahuinya sampai hari dimana ia meninggal, dan kau tidak bisa lagi memberitahunya.
Su Moye mengeluarkan suaranya: “Aku selalu bertanya-tanya. Jika Chen Ye membuat dunia ini, mengapa ia masih menyelamatkan Junuo dan membiarkan tragedi ini muncul seperti sebelumnya?”
“Menyelamatkan Junuo akan mendorong Qinghua untuk mengkhianati Shangjun. Setelah Shangjun meninggal, ia mungkin ingin membawa Aranya menaiki takhta. Di masa lalunya, Aranya meninggal karena ia tidak memiliki kekuasaan apa pun. Chen Ye mungkin ingin memberikan ini pada Aranya agar meskipun ia tidak ada di sisinya, Aranya masih tetap terlindungi.”
Su Moye tercengang. Di saat ia tersadar, ia melihat Dijun membelai kening Fengjiu, cahaya keperakan menyatu di ujung jarinya.
Su Moye keceplosan, “Ini ....”
“Walaupun Xiao Bai telah mengkonsumsi esensi Aranya yang telah susah payah dikumpulkan oleh Chen Ye, tidaklah sulit untuk memisahkan mereka.”
Bersamaan Dijun berbicara, ia membelah permukaan sungai menjadi gelombang biru melonjak. Cahaya keperakan itu perlahan mencari jalannya menuju tubuh Chen Ye.
Ketika ombaknya tertutup, si penyihir berpakaian hitam tak lagi terlihat di dasarnya. Malahan, dari dalam air tumbuh sepasang pohon empat musim, tinggi dan rimbun penuh dengan bunga.
Donghua mengangkat tangannya. Pohon empat musim itu berubah menjadi pohon muda dan jatuh ke atas telapak tangannya.
Setelah memerhatikannya sejenak, ia menyerahkannya pada Su Moye dan berkata, “Setelah kita keluar dari sini, berikan itu pada Xize agar dapat ditanam di Istana Qinan.”
Su Moye mengambil anak pohon itu dan berkata hati-hati, “Karena Chen Ye telah tiada, jiwanya sudah pasti akan kembali menjadi bayanganmu. Atau mungkinkah kau ....”
Donghua mengangguk.
“Aku telah menyegelnya di dalam pohon ini.”
Ia berhenti.
“Aku juga menyegel yang satunya, setengah dari bayangan Xiao Bai yang berubah menjadi Aranya di dalam sini. Mereka berdua seharusnya berubah menjadi abu setelah mereka meninggal, tetapi jika dunia ini selalu berjalan sesuai aturan, maka itu tidak akan menarik lagi. Sekarang aku menyegel mereka di sini. Setelah jutaan tahun, apakah ini akan menuju jadi suatu keberuntungan akan tergantung pada takdir.”
Di belakang mereka mendadak meledak dipenuhi api. Kemudian sesuatu terdengar seperti kaca rusak yang mulai retak. Pedang Canghe meninggalkan sarungnya dan langsung berubah menjadi gambaran yang tak terhitung jumlahnya, membentuk sebuah medan pelindung kuat yang melindungi dengan kuat ketiga orang yang berada di dalamnya.
Sebuah celah memekakkan telinga melintasi angkasa. Di saat mereka membuka mata mereka, mereka sudah kembali di Mata Air Jieyou di Lembah Fanyin.
Di danau yang berlubang dikelilingi oleh dinding air, pangeran ketiga Jiuchongtian memutar tubuhnya dari hadapan meja catur dan menyapa mereka dari atas, “Hei, ketiga pahlawan akhirnya sudah kembali.”
Ia tersenyum di seberang meja catur.
“Mereka kembali tanpa cedera. Aku menang secara jujur dan adil. Haha, bayar, bayar.”
Di atas meja, kepala mengantuk langsung terbangun, dengan demikian menampilkan wajah seindah giok.
Ia melihat ke arah tiga pahlawan yang telah kembali dengan selamat kemudian langsung menujuk marah: “Apa yang terjadi pada Xiao Jiu? Mengapa Muka Es berjalan tetapi Xiao Jiu dibawa keluar menyamping? Aku tahu kalau aku bijaksana. Aku selalu bilang bahwa Muka Es tidaklah seterhormat diriku. Ia sama sekali tidak memiliki sifat ksatria!”
Su Moye memerhatikan kedua orang yang berada di atas danau kebingungan dan berkata, “Aku yakin perdebatan memang menyenangkan dan lainnya, tetapi dapatkah kalian berdua berhenti sebentar dan mencarikan kami sebuah tempat untuk beristirahat dulu?”
0 comments:
Posting Komentar