Three Lives Three Worlds, The Pillow Book 2
Chapter 16 Part 2
Setelah hening sesaat, mereka mendengarkan Chen Ye perlahan berbicara: “Pedang Canghe?”
Sekarang karena Chen Ye telah mengenali pedang Canghe, bagaimana mungkin ia tidak mengenali dewa terhormat di hadapannya?
Si penyihir ini memanglah cerdas. Ia menengadah pada Dijun lagi, ekspresinya membawa suatu ketidakpastian.
“Aku sungguh merasa terhormat karena Yang Mulia telah datang ke dunia ini. Meski demikian, aku tidak yakin kebaikan apa yang kumiliki hingga membuat Anda sudi untuk datang kemari. Apakah Anda peduli dengan urusan pribadiku?”
Seseorang tidak dapat melihat ekspresi macam apa yang digunakan Dijun ketika ia berhadapan dengan bayangannya sendiri ....
Mata Dijun sedikit mengarah ke botol kaca kosong yang berada di atas meja batu, ia berkata pada Chen Ye, “Tampaknya kau telah mengumpulkan esensi yang dibutuhkan untuk membuat jiwa lain bagi Aranya. Apakah kau meletakkan mereka semua ke dalam tubuh Xiao Bai?”
Su Moye melirik Fengjiu yang sedang berbaring dalam pelukan Dijun.
Karena perkataan Dijun cukup tenang, tampaknya tidak ada yang perlu benar-benar dicemaskan dengan tubuh Fengjiu.
“Memang, tidak ada yang bisa lepas dari mata Anda di dunia ini,” kata Chen Ye setelah terdiam sekian lama.
“Walaupun aku tidak tahu mengapa Anda sekarang ada di sini, wanita di pelukan Anda adalah satu-satunya orang di dunia ini yang tak dapat kulepaskan. Aku harap, Yang Mulia dapat bermurah hati dan mengembalikannya padaku.”
Donghua duduk di atas kursi malas di sebelah meja batu, membiarkan Fengjiu yang tertidur jatuh ke atas dadanya.
Melingkarkan satu lengan di sekitar Fengjiu, Donghua menatap ke atas sekilas dan berkata, “Dia milikku. Mengapa aku harus memberikannya padamu?”
Chen Ye mendongak terkejut.
Donghua dengan hati-hati mengayunkan tangannya yang bebas, menyingkirkan mantra pengoreksi di atas tubuh Fengjiu.
Donghua berucap enteng, “Xiao Bai jatuh ke dalam dunia ini. Aranya yang dibuat olehmu telah digantikan olehnya.”
Melihat ekspresi syok di wajah Chen Ye, Donghua berkata enteng lagi, “Xize Shenjun dari generasi sebelumnya memanglah seseorang yang ulung. Jika Aranya hanyalah seorang Biyiniao, sihir ini, yang diajarkannya padamu untuk membangkitkannya kembali, masih mungkin, walaupun melanggar norma kesucian.
"Tetapi Aranya hanyalah jiwa yang terbentuk dari sebuah bayangan. Sejak awal ia memang hanya memiliki satu kehidupan. Setelah hidupnya berakhir, Aranya akan berubah menjadi asap dan abu. Tidak peduli berapa banyak kau mengumpulkan esensi kehidupan Aranya, kau tetap tak akan bisa menciptakan jiwa lain. Tidak peduli apa pun yang kau lakukan, kau tidak akan bisa menghidupkannya kembali. Aranya tidak akan kembali.”
Seruling yasper di tangan Su Moye jatuh berdentum ke atas tanah.
Chen Ye berkata melongo, “Apa yang ... sedang Anda katakan?”
Cermin Miaohua dari lengan jubah Dijun lagi-lagi dikeluarkan menyapa sinar matahari, berdiri tegak di atas meja batu. Donghua masih memeluk Fengjiu selagi ia dengan tenang mengangkat tangannya untuk memunculkan sebatang kuas dan secarik kertas dari udara kosong.
Donghua menggambarkan satu gambar kecil Aranya, lalu menuliskan beberapa kata di sebelahnya dan melemparkan kertas itu ke dalam cermin dan berkata, “Mengapa Aranya terlahir sebagai bayangan, aku juga sedikit penasaran. Mari kita lihat.”
***
Sebelumnya ketika mereka mengintip ke dalam kehidupan Chen Ye, hal pertama yang muncul adalah kelahirannya. Sekarang ini, ada sebuah sekolah yang terlihat di dalam Cermin Miaohua.
Di luar sekolah, beberapa dewa burung dan hewan-hewan sedang bermain di atas padang hijau. Dari sebuah ruang kelas datang suara yang sedang membaca; kalimatnya berasal dari Prajna Sutra.
Saat matahari bergeser, suara bacaan pun perlahan makin kecil, kelihatannya membawa kelas menuju akhirnya. Segera setelahnya, seorang dewa tua berjanggut membawa buku-bukunya dan berjalan keluar dari sekolah.
Satu per satu, para siswa keluar ke lereng bukit dan naik ke atas dengan hewan tunggangan mereka, terbang menjauh dari pegunungan secara berkelompok berdua atau bertiga.
Perlahan keluar terakhir, dengan beberapa anak lelaki tampan mengerumuninya, adalah seorang gadis muda berpakaian serba merah. Rambutnya sehitam tinta dan tampak selezat awan. Alisnya melengkung layaknya sepasang bulan sabit.
Di keningnya terdapat bunga bulu phoenix merah. Matanya serupa bintang, bibirnya semerah ceri. Dalam ekspresinya terdapat ketidaksabaran. Ini adalah Yang Mulia Fengjiu dari Qingqiu.
“Apakah ini juga dari tiga ratus tahun yang lalu?” tanya Su Moye.
Dijun terus mempertahankan tatapan stabilnya pada Fengjiu yang berada di dalam cermin: “Dua ratus sembilan puluh lima tahun yang lalu, sedikit sebelum Aranya dilahirkan.”
Untuk mengatakan kalau Aranya mungkin saja merupakan bayangan Fengjiu adalah satu-satunya tebakan Dijun. Tetapi ketika Donghua menjatuhkan gambar Aranya ke dalam Cermin Miaohua dan Fengjiu muncul di permukaannya, itu menjadi cukup jelas.
Sesuai dugaan Donghua, jiwa Aranya betul-betul terbuat dari bayangan Xiao Bai.
Tetapi mengapa Xiao Bai juga mengirimkan bayangannya untuk bereinkarnasi di Lembah Fanyin?
Di saat bersamaan, Xiao Bai juga tampaknya tidak tahu kalau Aranya merupakan bayangannya sendiri. Ini yang sedang dipikirkan oleh Dijun.
Di dalam cermin, anak-anak lelaki yang mengikuti Fengjiu mendekat secara bertahap. Tiga orang yang terdekat yang menyesakkan Fengjiu masing-masing mengenakan jubah biru, jubah putih, dan jubah hijau.
Dari bagaimana cara mereka berpakaian, mereka kelihatannya bukanlah dewa-dewa yang berasal dari Qingqiu, tetapi lebih mirip dengan pemuda-pemuda dari Klan Langit.
Ketika suara-suara terdengar dari dalam Cermin Miaohua, ini adalah giliran si pemuda berjubah biru. Sepertinya ia adalah tipe yang romantis.
Penuh dengan perasaan yang tak terucapkan, ia menatap ke arah Fengjiu dan berkata, “Aku sudah lama mendengar kalau Qingqiu adalah tanah ajaib yang diberkati. Aku bermaksud untuk berjalan-jalan selama masa belajarku di sini. Kebetulan sekali aku bertemu dengan Bai Zhi Dijun beberapa hari yang lalu.
"Bai Zhi Dijun mengatakan bahwa Yang Mulia Fengjiu sangat mengenali tempat wisata lokal. Setelah hari ini, kita akan mendapatkan libur selama sepuluh hari. Aku penasaran apakah Yang Mulia Fengjiu dapat meluangkan sedikit waktu untuk menemaniku berjalan-jalan di sekitaran Qingqiu.”
Fengjiu melewatkan mata penuh makna pemuda itu dan berkata, “Aku ....”
Si pemuda berjubah hijau menyikut pemuda berjubah biru supaya minggir. Ia menatap Fengjiu dengan mata tulus berkilau.
“Satu hari sudah lebih dari cukup untuk melihat-lihat. Aku mendengar soal kemampuan memasak Yang Mulia Fengjiu yang luar biasa. Saat libur kita, bagaimana kalau Anda pergi bersamaku ke dunia manusia untuk minum-minum? Aku punya beberapa restoran favorit yang ingin kutunjukkan pada Anda. Ada beberapa makanan yang bahkan tidak dimiliki Langit. Pastinya, Yang Mulia Fengjiu akan tertarik.”
Fengjiu melewati mata bersemangat pemuda itu: “Aku ....”
Pemuda berjubah putih menarik si jubah hijau dan biru ke belakangnya. Dalam matanya mengandung melankolisnya danau di musim gugur.
Ia berkata pada Fengjiu, “Biar bagaimanapun juga, makan dan minum-minum adalah kegiatan yang biasa. Aku mendengar kalau Yang Mulia Fengjiu cukup berbakat dalam persenjataan ajaib dan sejarah kuno. Sayang sekali, ini adalah dua mata pelajaran terburukku. Bersediakah Yang Mulia Fengjiu untuk meluangkan waktu selama liburan untuk membantuku memperbaiki mereka?”
Mata ketiga pemuda ini dipenuhi harapan.
Fengjiu melewati mata penuh harap mereka dan berbalik untuk menarik seorang pemuda mengantuk.
Ia berkata padanya, “Aku ... apakah ada rencana untuk liburan setelah hari ini?”
Si pemuda mengantuk mengusap matanya, mengeluarkan sebuah buku catatan kecil dari lengan jubahnya, membalikkan beberapa halaman, menguap dan berkata, “Ah, Yang Mulia Fengjiu punya banya sekali rencana. Bai Zhi Dijun telah memerintahkan, sebelum tengah hari, Yang Mulia Fengjiu harus berkunjung dan bertanya mengenai luka-luka yang dialami ketiga tuannya.
"Oh, mereka adalah tiga pemuda yang mengundangmu keluar selama sepuluh hari libur terakhir yang kakinya kau patahkan, yang tangannya kau retakkan, dan yang lehernya kau lukai. Di sore hari, biar kulihat dulu, ah, Yang Mulia Fengjiu masih harus segera ke Gunung Zhonghu untuk berduel dengan Lady Zhiyue. Ini adalah sebuah pertarungan hidup dan mati, jadi pada dasarnya, Yang Mulia Fengjiu hanya punya waktu luang di malam hari.”
Si pemuda berjubah biru, hijau, dan putih berdiri membeku seperti patung.
Fengjiu menutup catatan itu dengan wajah kosong untuk si pemuda mengantuk kemudian berbalik ke depan menghadapi ketiganya dan bertanya dengan ramah, “Duel dengan Lady Zhiyue tidaklah seserius pertarungan hidup dan mati. Hanya masalah memutuskan satu atau dua anggota tubuhnya saja. Aku mungkin bisa menyelesaikan pertarungan itu dan kembali sekitar jam Ayam (5 sore – 7 malam). Tuan-tuan, siapa di antara kalian yang bersedia menungguku?”
Ketiga pemuda itu saling berpandangan ngeri satu sama lain dan berlari ke atas bukit, bahkan melupakan sementara untuk pergi dengan menunggangi hewan tunggangan mereka. Mereka melarikan diri bahkan jauh lebih cepat daripada kelinci.
Mata seperti obor milik Dijun terhenti di atas permukaan cermin; sedikit lengkungan berkedut di bibirnya.
Sekarang jadi makin larut di dalam cermin. Si pemuda mengantuk melirik ke arah Fengjiu, memunculkan sebatang kuas dari udara kosong, membuka kembali buku catatan kecil di dalam tangannya, menjilati ujung kuas dan mencoret beberapa nama yang ada di bagian atas.
“Tiga lagi yang berhasil ditakuti,” ia berkomentar.
“Walaupun keluargamu agak mepercepat pernikahanmu, tidak perlu juga menakuti mereka seperti ini. Meskipun kau belum berniat sekarang juga, bagaimana kalau kau ingin menikah di masa depan? Kau mungkin membutuhkan mereka nantinya.”
Fengjiu mengusap alisnya dan mengubah topik: “Aku tidak punya hewan tunggangan. Adik serigala abu-abu, kau juga tidak punya. Tunggangan Paman Kecil, Bifang, tampaknya punya urusan hari ini dan tidak sempat menjemput kita. Apakah menurutmu kita harus memanggil awan atau berjalan menuruni pegunungan?”
Si pemuda mengantuk menutup buku catatan kecil dan menujuk ke cakrawala, “Hei, apa gumpalan awan keberuntungan itu?”
Tatapan Fengjiu mengikuti arah jarinya ke kejauhan dimana ia tidak melihat adanya awan keberuntungan. Itu hanyalah cakrawala yang terwarnai oleh sinar matahari terbenam ke dalam sebuah untaian keemasan. Tetapi, beberapa gumpalan awan tebal memang tampak tertarik ke dalamnya.
Walaupun Dijun telah mengubah Cermin Miaohua untuk menujukkan masa lalu dan masa sekarang dari kehidupan dewa-dewi yang menghuni bumi, Su Moye tidak menyangka cermin ini akan menunjukkan masa lalu kehidupan seorang dewi Qingqiu.
Jika memang bisa, maka masa lalu ini pastilah entah bagaimana terkait dengan kehidupan Aranya. Su Moye tidak melihat adanya hubungan di antara adegan barusan dengan Aranya, tetapi tepat ketika awan tebal di dalam cermin mendarat dan buyar, akhirnya ia mengerti mengapa Cermin Miaohua akan menunjukkan sekolah ini.
Dewa yang mendarat di hadapan Fengjiu dan Adik Serigala Abu-abu adalah penguasa alam baka, Xie Guchou.
Karena mereka juga merupakan hal-hal spiritual, kehidupan manusia menyangkut tiga dewa: pertama adalah Dewa Bintang Utara, kedua adalah Dewa Bintang Selatan, dan ketiga adalah penguasa alam baka, Xie Guchou.
Dewa Bintang Selatan mengatur kelahiran, Dewa Bintang Utara mengatur kematian, dan alam baka bertanggung jawab dalam penghakiman setelah kematian bersamaan dengan reinkarnasi.
Xie Guchou sesepi namanya. Ia berkeliaran sendirian dan selalu menyendiri di alam baka, jarang sekali berhubungan dengan dewa-dewa lain.
Setiap tahunnya, seseorang hanya dapat melihat dewa ini selama pertemuan dengan Tianjun. Dalam kesan Su Moye, setiap kali mereka bertemu, dewa ini selalu terlihat bermartabat.
Pada saat ini, Xie Guchou yang sedang berdiri di hadapan Fengjiu, terlihat seperti orang penyakitan.
Setelah menyuruh Fengjiu meminta Adik Serigala Abu-abu yang berada di sampingnya untuk meninggalkan mereka, Xie Guchou menunjuk ke jalan pegunungan yang terjal di depannya dan berkata, “Pemandangan malam hari di Qingqiu tidaklah buruk. Ayo kita berjalan-jalan di sepanjang jalan ini.”
Fengjiu mengikuti di belakang Xie Guchou. Sekarang karena para siswa telah pulang ke rumah, pegunungan benar-benar tenggelam dalam kesenyapan. Bersamaan dengan burung-burung yang terbang pulang ke rumah, ada beberapa kicauan sesekali di atas kepala mereka.
Keduanya melihat ke sekitar dan memilih untuk duduk di bawah sebatang pohon permohonan.
Xie Guchou melepaskan sebuah botol labu dari pinggangnya, meneguknya satu kali dan berkata, “Ada sesuatu yang kurasa harus kuberitahukan padamu.”
Fengjiu tertawa.
“Apakah ini hadiah anggurku yang terlambat? Ini, kau boleh tenang. Aku dan kau adalah teman. Karena aku sudah berjanji mengirimkanmu sebotol anggur persik Zheyan, aku tidak akan pernah mengingkari perkataanku. Hanya saja, yah, belakangan ini Zheyan dan paman kecilku sedang bertengkar. Meskipun ini aku, ini bukan waktu yang sangat tepat ....”
Xie Guchou memotong pemikiran Fengjiu: “Ini soal Donghua Dijun.”
Senyum Fengjiu jadi kaku di wajahnya.
“Tidak ada satu orang pun di dunia yang boleh tahu soal ini,” kata Xie Guchou.
“Aku membayangkan kalau Dewa Bintang Utara pun telah menyadarinya juga. Mungkin karena aku yang bertanggung jawab soal reinkarnasi, aku juga baru saja mengetahuinya.”
Ketika ia melihat kalau Fengjiu telah memberikan perhatian penuhnya, Xie Guchou menambahkan, “Baru-baru ini aku sedang melakukan penyortiran melalui pendaftaran jiwa, aku mendeteksi satu jiwa dari tempat yang aneh. Aku pergi untuk memeriksanya dan menemukan bahwa ternyata, itu adalah satu jiwa tanpa keberadaan sebelumnya ataupun kehidupan selanjutnya.
"Jenis jiwa semacam ini, yang dapat terlahir tanpa melalui reinkarnasi, hanya dapat diciptakan oleh para dewa, dan di dunia ini, mereka yang dapat menciptakan jiwa semacam ini sangat langka. Di antara para dewa dan ditambah diriku, hanya ada Tetua Yunzhuang dari Istana Taichen.
"Beberapa tahun yang lalu, aku mendengar karena Dijun ingin memahami delapan kepahitan hidup seorang manusia, ia berusaha memasuki dunia manusia. Walaupun sesuai dengan buku takdir Siming, Dijun tidak akan bereinkarnasi di dunia manusia hingga tiga puluh tahun lagi, dikabarkan bahwa Dijun telah mundur ke Istana Taichen selama bertahun-tahun ini.
"Meski demikian, selama ini, ia meminta Tetua Yunzhuang untuk menciptakan satu jiwa dari bayangannya dan mengirimkannya ke dunia manusia untuk mendapatkan pengalaman. Bukan ide yang buruk. Seharusnya tak ada masalah.”
Sampai di titik cerita ini, Xie Guchou merasa mulutnya jadi kering, karena itu ia mengangkat botol labunya dan meneguk isinya.
0 comments:
Posting Komentar