Ten Miles of Peach Blossoms
Chapter 5 Part 1
Aku
kehilangan ranting dari Mi Gu, dan langitnya mulai gelap. Aku sudah menggunakan
semua keberuntunganku keluar dari Laut Timur sebelum malam tiba, dan aku tidak
punya harapan tinggi dapat kembali ke Qing Qiu sebelum subuh.
Laut
Timur terdiri dari empat jalur laut, satu di tiap arahnya. Karena aku adalah
rubah yang berjalan dengan empat kaki, aku adalah penghuni daratan, dan jalur
laut ini semuanya tampak mirip bagiku. Ketika aku keluar dari air barulah aku
menyadari kalau aku sudah mengambil jalan Laut Utara, mengira kalau itu adalah
timur.
Bulannya
sudah tinggi di atas langit sekarang, dan bersinar dengan terangnya. Aku duduk
di atas sebuah batu karang di pinggir pantai bagian utara Laut Timur, merasa
gelisah.
Aku
bisa saja kembali ke dalam air Laut Timur dan kembali ke jalan aku datang,
tetapi aku tidak ingin mengambil risiko kemungkinan malu jika bertemu Ye Hua
lagi. Aku mempertimbangkan semua pilihanku dan memutuskan yang terbaik adalah
menghabiskan malam di pinggir pantai bagian utara ini dan memutuskan apa yang
harus dilakukan pada pagi hari.
Bulan
April adalah bulan yang paling harum dan hijau. Harinya hangat, tetapi malamnya
cenderung dingin. Aku hanya mengenakan pakaian tipis, dan kabut putih bergulir
di lautan membuatku bersin-bersin tiga kali berurutan. Pada akhirnya, aku
memutuskan untuk melompat turun dari batu karang dan menuju hutan terdekat.
Hutan
ini tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan milik Zhe Yan, tetapi pepohonannya
tinggi, cabang-cabang bermonggol, dan dedaunannya rimbun, membantu menghadang
angin dan cahaya. Walaupun ada bulan bundar yang jernih, bergantung di Jiu
Chong Tian, memancarkan cahayanya, di dalam hutan ini aku bahkan tidak bisa
melihat tanganku sendiri.
Aku
menarik sutra putih dari mataku, melipatnya, dan menyimpannya dengan hati-hati.
Dari lengan jubahku, kukeluarkan mutiara malam seukuran telur merpati dan
berkelana di sekitaran untuk mencari sebatang pohon dengan cabang yang mirip
ayunan yang dapat kupanjat dan kutiduri malam ini.
Itu
adalah hutan liar, dan meskipun sinar mutiara malamku menuntunku, aku kesulitan
menentukan arah dalam kegelapan. Aku tersandung sejauh sepuluh kaki sebelum
akhirnya kehilangan pijakanku dan jatuh terguling ke dalam sebuah gua bawah
tanah yang besar.
Anehnya,
aku merasa aku dapat melihat lebih baik di dalam gua itu. Bulan dan beberapa
bintang bersinar menerangi dari sihir langit buatan di dalam gua, sementara di
bawahnya aku bisa melihat aliran sungai dan sebuah kolam dan di dalamnya
terdapat sebuah paviliun jerami, agak lebih besar daripada Gua Rubah Ayah dan
Ibu.
Di
dalam paviliun jerami itu, aku bisa melihat pasangan yang sedang bercinta.
Aku
sudah bersiap-siap akan kemungkinan bertemu nyaris semua hal, tetapi aku tidak
pernah mempertimbangkan kalau aku akan bertemu pasangan yang sedang berhubungan
intim, dan pertemuan itu mengejutkan juga membuatku malu.
Punggung
si pria menghadap ke arahku, dan setengah menghalangi wajah gadis itu dengan
bahunya. Apa yang dapat kulihat adalah wajahnya lembut dan cantik. Aku mendarat
dengan perlahan, tetapi ia jelas menyadarinya, saat mata berbentuk almondnya
tampak penuh keterkejutan.
Aku
tersenyum manis untuk mencoba menenangkannya, tetapi ia terus saja menatapku.
Mereka berdua masih saling berpelukan, tetapi prianya pasti merasakan ada yang
salah, saat ia mencondongkan diri, menjulurkan lehernya untuk melihat ke
arahku.
Bahkan
dengan jarak setengah kolam di antara kami, melihat wajahnya, rasanya seperti
mendidihkan lemak babi di atasku di hari yang panas. Aku diliputi perasaan
canggung dan ketidaktenangan. Kejadian-kejadian masa lalu, kenangan yang susah
payah kuhilangkan mulai membanjir kembali ke dalam pikiranku, satu per satu.
Pria
itu tampak serius. Ia terpaku menatapku lama sebelum berkata, “Si Yin.”
Aku
menurunkan mataku.
“Jadi,
Raja Iblis Li Jing,” aku berkata tenang. “Sudah lama sejak aku memutuskan
hubungan denganmu, Raja Iblis, dan Si Yin bukan lagi namaku. Aku akan berterima
kasih jika kau memanggilku dengan sebutan Dewi Agung.”
Ia
tidak mengatakan apa pun, dan gadis dalam pelukannya agak terguncang, membuatku
bisa melihatnya dengan lebih jelas. Membuatku frustasi, makhluk abadi kecil
zaman sekarang tampaknya berhubungan baik dengan Klan Iblis. Aku merasa
prihatin, dan mencoba untuk tidak membiarkan dingin yang kurasakan tampak di
wajahku.
“Si
Yin,” desahnya. “Kau bersembunyi dariku selama 70.000 tahun. Apakah kau
berencana untuk terus bersembunyi?” Ia terdengar luar biasa tulus, seolah ia
benar-benar merasakan penyesalan dan kesedihan tidak bisa bertemu denganku selama
ini.
Caranya
berbicara membangkitkan minatku. Hubungan kami benar-benar hancur dan
digantikan dengan perjuangan hidup dan mati yang menyebabkanku berharap agar
kami berdua tidak pernah bertemu. Aku tidak mengerti mengapa sekarang ia
berbicara padaku dengan mesra seperti ini.
Komentarnya
soal bagaimana diriku bersembunyi darinya tampaknya sangat tidak benar. Aku
hidup selama ini, dan mudah untuk melupakan kejadian dan hal-hal rinci. Aku
memijat pelipisku, mencoba mengingat-ingat apa yang sebenarnya terjadi. Aku
masih merasa, kurangnya komunikasi kami selama 70.000 tahun terakhir bukan
dikarenakan aku yang sengaja menghindarinya, hanya Takdir saja yang menjauhkan
kami.
***
70.000
tahun yang lalu, Raja Iblis sebelumnya, Qing Cang, sedang dalam perjalanan berburu.
Ia menyukai salah satu kakak seperguruanku, Murid ke-9, Ling Yu, mengikatnya,
dan membawanya ke Istana Da Si Ming, dimana ia berencana untuk menjadikannya
sebagai permaisuri pria. Aku keluar bersama Ling Yu waktu itu dan sialnya
diculik bersamaan dengannya.
Aku
menjadi murid Mo Yuan ketika aku masih berusia 50.000 tahun. Mo Yuan tidak
menerima murid wanita, tetapi Ibu menggunakan sebuah mantra untuk membuatku
terlihat seperti seorang anak lelaki dan memberiku nama Si Yin.
Meskipun
Ling Yu dan aku diculik bersamaan, Qing Cang tidak menyukaiku, dan aku
diberikan kebebasan, termasuk makan tiga kali sehari. Aku diizinkan berkeliaran
dan selama tidak menyangkut meninggalkan batas istana, aku bisa melakukan apa pun
sesukaku.
Selanjutnya,
pikiranku sering kembali pada apa yang mungkin terjadi di hari ketigaku di
Istana Da Si Ming jika saja aku tidak memakan semangkuk tambahan daging babi
rebus itu. Apabila aku membiarkannya, hari ini, Empat Lautan dan Delapan
Dataran mungkin akan jadi tempat yang sangat berbeda.
Aku
sudah menyelesaikan makan siangku hari itu ketika kokinya datang dan
mempersembahkanku si daging babi rebus yang mengubah takdir itu, yang, sesuai
penjelasannya, datang dari babi hutan yang diburu oleh Qing Cang pagi itu.
Kokinya
memotong pahanya dan merebusnya jadi beberapa mangkuk, memberikan satu untuk
Ling Yu dan, karena aku ada di sana, satu untukku juga. Terlihat lezat,
berkilau penuh minyak, dan aku melakukan hal yang sopan dan memakannya.
Memakan
semangkuk daging babi rebus ini setelah makan siangku membuatku sangat
kekenyangan. Aku memutuskan untuk berjalan sedikit lebih lama dari biasanya
setelah makan siang. Langkah tambahan itulah yang membawaku bertemu dengan
Pangeran Li Jing, sebab itulah mengubah alur kehidupanku.
Seperti
yang dikatakan, satu sarang semut dapat menghancurkan seluruh tanggul, ide
bahwa semangkuk daging babi rebus ini membuat hidupku sulitnya tak terhingga,
tidak sekonyol kedengarannya. Aku sering mengulas kembali dan berpikir tentang
betapa berbedanya keadaan yang mungkin terjadi dan berduka atas semua
kehilangan.
Aku
masih bisa mengingat hari itu dengan jelas. Langitnya cerah, dan mataharinya
bersinar di kejauhan, dan melalui pelindung berupa kabut putih keabu-abuan di
sekitar Istana Da Si Ming, terlihat seperti kuning telur asin yang melayang di
langit.
Pelayan
istana berjalan di sampingku mulai menceritakan padaku tentang teratai musim
dingin yang sangat langka yang baru saja mekar di istana. Karena aku masih
merasa kekenyangan, ia menyarankanku berjalan-jalan dan melihatnya, dan
menujukkanku arah yang benar.
Aku
berkeliaran sepanjang jalan, menggoyangkan kipas sutraku. Kemampuan mengenali
arahku yang payah berarti aku berkeliaran berputar-putar dalam waktu yang lama
tanpa menemukan si teratai langka ini.
Taman
istananya terdiri dari kolam buatan dan bebatuan, tetapi pepohonannya yang
rimbun dan bunga-bunganya menampung berbagai burung, dan aku dapat mendengar
kicauan dari burung layang-layang dan panggilan pada seekor burung Oriole, yang
membuatku berhenti dan terpesona mendengarkannya.
Aku
dengan senang hati asyik mendengarkan suara nyanyian burung dan terkejut saat
seorang pemuda melompat ke arahku, pakaiannya setengah terbuka di bagian
depannya dan rambutnya berantakan. Matanya merah, seolah ia belum benar-benar
bangun sepenuhnya, dan ada kelopak bunga tersangkut di pundaknya. Seorang
dengan kecantikan feminim yang bersinar, meskipun dengan penampilannya yang
berantakan.
Aku
mengangguk samar, menduga ia pastilah salah satu suami Raja Iblis. Ia menatapku
kosong, tidak membalas keramahanku. Dengan ayunan kipasku, aku melanjutkan
langkahku. Tetapi saat aku menyenggolnya, ia menarik lengan pakaianku, ekspresi
intens penuh keheranan ada di wajahnya.
“Pakaianmu
warnanya sangat aneh. Walaupun indah. Dimana kau membuatnya?”
Aku
kaget dan menatapnya resah, merasa lidahku kaku. Aku mengenakan pakaian
perak-keungunan, yang sudah kukenakan berhari-hari sekarang.
Pemuda
itu mengitariku, menatapku dari atas ke bawah. “Aku benar-benar belum pernah
melihat warna seperti ini,” katanya tulus. “Aku cemas apa yang harus kuberikan
pada ayahku untuk ulang tahunnya. Aku masih belum menemukan sesuatu yang cocok.
Tetapi ini yang paling tidak biasa. Jadilah lelaki yang baik dan tukarkan
pakaian ini untukku dengan sesuatu.”
Segera
setelah mengatakan ini, ia menarikku dan melepaskan pakaianku, wajah seputih
saljunya bersemu merah dan wajahnya berubah malu-malu.
Aku
mungkin saja bertubuh pria, tetapi aku tetaplah seorang gadis dewi kecil dalam
hatiku, dan aku harus melawan, walaupun aku tahu sepertinya itu tidak ada
gunanya.
Kami
berdua berdiri di pinggir kolam teratai, dan angin sepoi-sepoi bertiup membawa
aroma teratai yang indah. Pergumulan kami tidak melibatkan sihir, benar-benar
hanya tangan kosong, bertelanjang dada dan terjatuh. Aku memalingkan kepalaku
di tengah perebutan ini dan entah bagaimana berhasil menjatuhkan kami berdua ke
dalam kolam.
Anggota
Klan Iblis terkenal akan telinga tajam mereka, dan bunyi cipratannya membawa
sejumlah orang bergegas untuk melihat apa yang terjadi. Tertangkap seperti ini
akan sangat memalukan baginya, jadi ia mengisyaratkan agar aku tetap di diam di
sana. Aku mengangguk dan berjongkok berhadapan punggung dengannya di dasar
kolam.
Kami
menanti gelisah seperti itu sampai langitnya jadi gelap, saat kami menduga
sudah aman untuk keluar tanpa terlihat, dan kami pun memanjat naik, menggigil
di pinggirnya.
Selama
kami berjongkok di sana bersama-sama, kami berhasil berbaikan, bertukar nama,
dan bahkan mulai memanggil satu sama lain sebagai saudara. Pemuda cantik ini memang berhubungan dengan si Raja Iblis
homoseksual, tetapi bukan suaminya, melainkan putra keduanya. Ini adalah Li
Jing.
Aku
ingat, sangat terkejut mengetahui kalau si Raja Iblis homoseksual itu memiliki
seorang putra.
Mengikuti
insiden ini, Li Jing mengunjungiku secara berkala, minum teh bersamanya,
menonton sabung ayam, dan berbagi anggur. Akan tetapi, mendengarkan kalau Ling
Yu akan dipaksa menikahi Qing Cang tanggal tiga bulan Februari, aku tidak dalam
suasana hati untuk menikmati kegembiraan.
Ling
Yu sudah memutuskan ia akan lebih cepat mati ketimbang membiarkan pernikahan
ini terjadi, dan ia sudah mencoba membunuh dirinya sendiri dengan membenturkan
kepalanya ke sebuah pilar dan sekarang sedang dalam aksi mogok makan.
Aku
satu-satunya yang dapat membantunya, tetapi aku tidak cukup kuat untuk
menyelamatkan Ling Yu dan mengeluarkan kami berdua dari Istana Da Si Ming. Aku
mempercayai kalau Mo Yuan akan datang menyelamatkan kami, dan tetap menjaga
semangatku.
Aku
bergantung pada kesukaan Qing Cang pada Ling Yu untuk membuat kakak
seperguruanku itu tetap aman dan terawat. Aku tidak menyangka Ling Yu akan
sebegitu kelabakannya.
Aku
menghabiskan siang dan malamku dengan kecemasan terus menerus.
Li
Jing mulai kehilangan kesabarannya padaku. Suatu hari, ia berulah, memecahkan
gelas anggurnya ke lantai.
“Tetapi
itu sangat mudah dipecahkan!” katanya saat aku menjelaskan. “Mengapa kau
menghabiskan waktumu dengan tampang mengerikan di wajahmu, cemas saat kau hanya
tinggal meminta bantuanku? Kau jelas sekali tidak menganggap persahabatan kita,
atau tidak menganggapku sebagai saudaramu. Aku berjanji akan membantumu
mengeluarkan Ling Yu dari istana sebelum hari kedua bulan Februari.
“Tuliskan
apa saja yang ingin kau katakan, dan aku akan mengantarkannya kepada Ling Yu
malam ini dan sedikit memberikan ketenangan padanya. Aku dengar, ia melemparkan
dirinya ke dalam danau kemarin—aku tidak tahu mengapa dewa zaman sekarang
selemah itu sampai tenggelam di danau. Hanya Ayahku saja yang menganggap serius
percobaan bunuh dirinya.”
Aku
kehabisan kata-kata. Karena ia adalah putra Qing Cang, aku tidak ingin
melibatkannya, takut menyebabkan masalah baginya. Tetapi ia bersikeras, jadi
aku mengikutinya.
Sudah
jelas aku berhutang budi pada Li Jing setelah ini, jadi aku bergabung
dengannya, minum-minum dan bergembira, hanya itu yang dapat kutawarkan. Hal
yang paling menakutkanku tentang minum-minum adalah dipaksa untuk bermain
kata-kata.
Aku
masih muda dan menghabiskan kebanyakan waktuku dengan bermain-main. Aku selalu
keluar dan bermain dengan kakak-kakak seperguruanku, menonton sabung ayam, dan
lomba anjing dan berjalan dengan angkuh di jalanan. Oleh karenanya, puisi dan
bait jauh di belakangku, dan saat memainkan permainan yang melibatkan kemampuan
menguasai mereka, aku selalu jadi yang pertama menyerah.
Untuk
permainan minum-minum yang tak membutuhkan pengetahuan, lain lagi ceritanya.
Apakah itu menarik undian, melemparkan dadu, menebak jari, atau permainan
nomor, aku unggul dengan mudah.
Tetapi
aku ingin membiarkan Li Jing menang demi membuatnya senang, jadi aku
menyarankan kami memainkan permainan kata tingkat tinggi ini. Kalah merupakan
hal mudah bagiku, cukup bicara omong kosong dan menundukkan kepalaku untuk
minum. Mencoba untuk kalah di permaianan tanpa ketahuan justru akan lebih
sulit, dan kerja kerasnya akan membuatku menggaruk pipiku dan menjewer
telingaku.
Li
Jing gembira dan mulai merumuskan sebuah rencana. Ia memutuskan di malam kedua,
membantuku menculik Ling Yu keluar dari istana.
0 comments:
Posting Komentar