Ten Miles of Peach Blossoms
Chapter 5 Part 2
Suatu
malam, aku bermimpi, Ling Yu berakhir dengan menikahi Raja Iblis, menjadikannya
seorang Ratu, sementara aku dipaksa menikahi saudari Li Jing, Putri Ruo Ge.
Li
Jing dengan lembut meraih tanganku di mimpi itu dan menujuk ke arah Ling Yu,
berkata, “Si Yin, kau boleh menyapa Ibunda Ratumu.”
Ling
Yu menggenggam tanganku dan meletakkannya di atas perutnya, sebuah cahaya
keemasan bersinar di atas kepalanya.
“Dalam
beberapa bulan, Ibunda Ratu akan mempunyai seorang bayi. Ia akan jadi adikmu,
Si Yin. Apakah kau senang?”
Wajahku
kaku, dan aku tertawa canggung. “Sangat senang,” kataku.
Aku
terbangun dan menyadari pakaianku basah kuyup oleh keringat. Aku baru saja akan
bangun dari ranjang untuk meneguk air dingin guna menenangkan syarafku, saat,
menarik gorden ranjang, aku melihat Li Jing berdiri diam di ranjangku,
mengenakan jubah putih, mengamatiku dengan mata berbinarnya.
Aku
terkejut melihat wajahnya. Sekitar tengah malam, dan mekipun bulan di luar
jendela tidak begitu terang, menghasilkan cukup cahaya untuk menyinari kamar
kecilku. Aku berbaring di lantai, memberitahu diriku sendiri, tidak seaneh itu.
Tidak seaneh itu. Mungkin ia tidak bisa tidur dan datang mencariku karena
bosan.
Ia
berjongkok dan bergumam tak jelas pada dirinya sendiri selama beberapa saat
sebelum akhirnya berkata, “Si Yin, aku punya rahasia yang ingin kubagi
denganmu. Apakah kau mau mendengarnya?”
Apabila
aku tidak mengizinkannya mengurangi bebannya, aku tidak akan menghormati
persaudaraan kami.
Jadi
aku mengangguk tak antusias dan berkata enggan, “Ya, silakan.”
“Aku
menyukaimu, Si Yin, dan aku ingin tidur denganmu,” katanya malu-malu.
Aku
baru saja memanjat naik dari lantai, tetapi mendengarkan ini begitu
mengejutkanku sampai aku kembali terjatuh ke bawah.
Li
Jing selalu tampak tidak menyetujui orientasi seksual ayahnya dan sejauh yang
kuketahui, selalu mengincar gadis. Wanita-wanita yang disimpannya di kamar
tidurnya semua wanita cantik berdada besar, berpinggang ramping, dan berkaki
jenjang. Aku memiliki tubuh pria, dan walaupun wajahku sama seperti biasanya,
dadaku benar-benar rata.
Ia
menduga, dengan aku mendengarkan pernyataan cintanya sama dengan menyetujuinya,
dan jadilah ia menghampiriku dan mencoba merobek pakaianku. Aku mati-matian menjaga
kerah bajuku.
“Kau
sudah setuju, Si Yin. Untuk apa kau berlagak malu?” ucapnya marah.
Aku
masih terlalu terkejut untuk bicara, bagaimana mungkin aku menyetujuinya?
Pertama kali ia melihatku, ia mencoba menarik bajuku, dan kurang dari sepuluh
hari setelahnya, ia kembali melakukannya.
Memutuskan
sudah cukup, aku memukulnya, dan ia terjatuh. Aku terkejut dengan kekuatanku
sendiri. Aku memukulnya di titik yang lemah di belakang kepalanya, dan
beruntungnya ia pingsan. Ia jatuh dengan keras, menimpa perutku, dan aku bisa
mencium aroma alkohol menguar dari dirinya.
Aku
bertanya-tanya apakah semua ini hanya karena itu, kegilaan yang terlahir akibat
mabuk. Berpikir kalau pastilah dingin di atas lantai, aku mengangkat selimutnya
dan menyelimutinya longgar di sekitarnya, menggelindingkannya dan mendorongnya
ke ujung ranjang, sebelum merangkak kembali ke atas kasurku dan kembali tidur.
***
Pagi-pagi
sekali esok harinya, aku membuka mataku dan melihatnya tergulung menyedihkan di
sisi ranjangku.
“Bagaimana
aku bisa tidur di sini?” tanyanya, mengernyit dan mengusap lehernya.
Pikiranku
berpacu saat aku mencoba memikirkan cara terbaik untuk menanggapinya.
“Semalam
kau mabuk,” aku mulai perlahan. “Kau datang ke kamarku di tengah malam,
memberitahuku kau menyukaiku dan kau ingin tidur denganku.”
Ia
sedang menggaruk kepalanya, dan mendengar ini, ia menghentikan tangannya di
udara dan menjadi kaku sementara awalnya wajahnya berubah kehijauan, lalu
memutih.
“Aku
... aku, aku, aku tidak mungkin ...,” gagapnya. “Tidak mungkin aku homoseksual.
Jika, jika, jika aku memang homoseksual, bagaimana ... bagaimana aku
menjelaskan pada saudariku kalau kau akan menjadi istriku?”
“Kau
bukan homoseksual,” aku memberitahunya, menarik baju di sekitarku, sebuah
tindakan yang tidak kusangka akan memprovokasikan kekacauan.
Ia
menunjuk dengan jari bergetar kepadaku. “Lihat dirimu ... kau takut kalau aku
akan mengambil keuntungan, kan!”
Aku
tercengang. “Yah, kau memang mencoba merobek pakaianku semalam,” aku
memberitahunya masam.
***
Aku
tidak melihat Li Jing selama beberapa hari setelah ini. Sebelumnya, ia selalu
menempeliku nyaris hampir setiap hari, tetapi setelah insiden itu, bahkan tidak
sedikit pun.
Meskipun
ia kurang ajar, Li Jing membawakan anggur yang enak, dan menonton sabung ayam dan
adu jangkrik memang menghibur. Setelah beberapa hari tidak berjumpa dengannya,
aku mulai merindukannya.
Selama
masa ini, Putri Rou Ge mengunjungiku untuk berjalan-jalan di taman, dan
menyebut soal kakaknya sambil lalu. Aku mengetahui kalau Li Jing menghabiskan
malamnya bersama dengan wanita-wanita cantik, melakukan hal tak bermoral dan
bersenang-senang.
Putri
Rou Ge bersifat manis dan perhatian.
“Apakah
kau dan kakakku sedang bertengkar?” tanyanya penuh perhatian. “Biasanya kalian
seerat pencuri. Aku tidak pernah melihat kalian berdua terpisah.”
Aku
mengusap bagian belakang kepalaku dan merenungi kembali persahabatanku dengan
Li Jing, menyadari bahwa selain dari gerakan mabuk yang dilakukannya padaku
malam itu, kami berdua memang selalu sangat akur.
Tetapi,
itu membuatku berpikir tentang pepatah yang mengatakan istri seperti tangan dan
kaki sementara saudara seperti pakaian. Selagi ia menghabiskan malam bersama
tangan dan kaki ini, aku adalah pakaian yang tak dibutuhkan yang dapat
disingkirkan.
Memiliki
seorang wanita cantik di pelukanmu itu romantis. Memiliki seorang teman yang mengintai bagaikan seekor macan di sisimu dan
memandangi wanita cantik dalam pelukanmu tidaklah romantis.
Meskipun
aku bukanlah seorang pria, dan tidak tertarik terhadap istri-istrinya, Li Jing
tidak mengetahui itu, dan sudah jelas ia akan menjaga jarak dariku. Menjadi
seorang pria tidaklah mudah, dan terlebih lagi menjadi seorang pria dengan
banyak istri; aku merasakannya.
Rou
Ge memandangiku gelisah, menanti tanggapanku. Tampaknya bukan sebuah penjelasan
yang pantas diberikan kepada seorang gadis, dan setelah beberapa saat yang
canggung, aku terpikirkan beberapa alasan acak yang berputar-putar.
***
Segera,
tibalah bulan Februari.
Istana
Da Si Ming telah didekorasi untuk pernikahan, dan makanannya meningkat pesat.
Menerima
suratku jelas menenangkan Ling Yu, dan ia berhasil tetap tenang. Akan tetapi,
rencana untuk mengeluarkannya dari istana adalah rahasia besar, dan aku tidak
menyebutkannya dalam suratku. Saat pernikahannya mendekat, tentu saja ia mulai
panik. Di satu pagi, ia mencoba mengigit lidah, meracuni, dan menggantung
dirinya sendiri.
Aku
mondar-mandir di kamarku, penasaran, haruskah untuk pergi dan menemui Li Jing
untuk mendiskusikan ini dengannya, melihat apakah kami bisa menjalankan rencana
kami sehari lebih cepat.
Tetapi
saat aku sampai di kamar tidur Li Jing, dua pelayan istana menghentikanku dan
memberitahuku kalau Pangeran sedang tidak ada. Rupanya, ia sedang pergi keluar
berburu bersama beberapa istrinya. Aku meninggalkan sebuah pesan untuknya
ketika ia kembali, mengatakan kalau Si Yin punya permainan baru yang menarik
dan tidak sabar ingin memainkan itu dengannya.
***
Aku
duduk di kamarku, dengan lesu mengupas kuaci di antara gigiku.
Pada
akhirnya, bukan Li Jing yang datang ke kamarku, tetapi Guru Mo Yuan.
Ada
satu sosok yang terbungkus dalam selimut di bawah lengannya, sudah jelas adalah
Kakak ke-9, Ling Yu, yang beruntungnya tidak berhasil dalam percobaan bunuh
dirinya.
Mo
Yuan melepaskan Ling Yu dan menghampiri untuk memelukku, melingkarkan lengannya
erat di sekitar pinggangku. Kami tetap seperti itu untuk waktu yang lama
sebelum pada akhirnya ia melepaskanku.
“Tampaknya
kau tidak terlalu buruk, Xiao Shi Qi. Ling Yu kehilangan banyak berat badannya,
tetapi kelihatannya kau malah menambah berat badan. Semua hal dipertimbangkan,
akan tampak seolah kita tidak banyak menderita di sini.”
Aku
menyeringai malu-malu dan mengulurkan segenggam kuaci, berkata, “Guru, makanlah
kuacinya.”
Pelarian
kami malam itu sangat mulus.
Mempertimbangkan
persahabatan antara para dewa dan iblis, Mo Yuan berharap tidak sampai harus
bertarung. Rencananya adalah menyelinap ke dalam Istana Da Si Ming dan mencuri
Ling Yu serta diriku kembali tanpa perlu menarik banyak perhatian. Dengan
begini, ia membiarkan Raja Iblis mempertahankan sedikit martabatnya.
Tetapi
si Pangeran Iblis terlalu bodoh untuk menghargai ini, dan ia memindahkan
pasukannya ke depan gerbang istana untuk menghadang jalan keluar kami. Mo Yuan
tidak punya pilihan lain selain bertarung, dan semuanya meningkat jadi
pertarungan berdarah.
Ling
Yu tidak sadarkan diri sepanjang waktu dan tidak menyaksikan pertumpahan
darahnya. Tetapi, aku menyaksikan semuanya—darah dan tengkorak yang pecah dan
daging yang terkoyak. Mengerikan sekali.
Mo
Yuan tidak pernah kalah dalam sebuah pertempuran selama hidupnya, tak
terkecuali yang ini. Ia melompati gerbang istana dengan Ling Yu dan diriku
dalam pelukannya.
Aku
menoleh, dan yang dapat kulihat adalah Qing Cang dengan tombak delapan
cabangnya, berdiri di lautan darah, matanya begitu penuh akan amarah, terlihat
seolah mereka bisa saja meledak dari lubangnya.
Aku
tidak melihat Li Jing selama itu.
Mo
Yuan membawa Ling Yu dan diriku menjauh dari Istana Da Si Ming. Kami terbang
menjelajahi malam, akhirnya tiba di belakang Gunung Kun Lun. Ling Yu masih
tidak sadarkan diri, dan Mo Yuan dan diriku tidak mengatakan apa-apa satu sama
lain sepanjang perjalanan.
Aku
akan mengingat malam itu untuk selama-lamanya, meskipun aku tidak berharap
untuk mengingatnya.
***
Setelah
membawa kami kembali ke Gunung Kun Lun, Mo Yuan menyerahkan Ling Yu pada Kakak
ke-4 dan bergegas denganku menuju kamar alkimianya. Ia membuatku tak sadar dengan
sebelah lengan dan mengunciku di dalam kamar alkimianya.
Aku
siuman, penasaran apakah Mo Yuan sedang menghukumku, mengeluarkanku dengan
peringatan karena kegagalanku menjaga Ling Yu dengan baik. Aku penasaran apakah
ia menyalahkanku atas trauma emosional yang dialami murid malangnya dan juga
kerusakan fisiknya.
Akan
tetapi, mendengarkan ledakan guntur yang keras, aku menyadari kalau ujian
langitku telah tiba. Mo Yuan pasti mengurungku di sini agar aku dapat
bersembunyi dan melarikan diri.
Aku
terlahir sebagai seorang makhluk abadi, tetapi tumbuh melalui peringkat
membutuhkan kerja keras dan pengembangan keterampilan. Meningkatkan dirimu dari
seorang makhluk abadi biasa menjadi dewa atau dewi, dan setelah dewa atau dewi,
menjadi seorang Dewa atau Dewi Agung, membutuhkan antara 70.000-140.000 tahun,
dan mengharuskan dirimu mengalami dua ujian langit.
Jika
kau berhasil, kau akan hidup selama dan seluas langit, tetapi jika kau tidak
berhasil, hidupmu akan berakhir begitu saja.
Aku
sudah menjadi murid Mo Yuan selama 20.000 tahun pada saat itu dan sedang
menantikan ujian langit untuk menimpaku kapan saja, dimana saja dan dalam
bentuk atau wujud apa pun. Kalau aku berlatih sihir, melalui ujian langit
seperti ini tidak akan menjadi sebuah masalah.
Namun,
aku selalu membenci deduksi sihir dan merasa naskah-naskah membosankan
sangatlah membosankan. Tiap kali Mo Yuan mengajarkan kelas ini, aku akan
menggunakannya sebagai alasan untuk tidur. Sekalipun sudah bertahun-tahun aku
belajar, yang kupelajari hanyalah memberitahu ramalan kepada manusia, dan ini
saja, aku masih salah setengahnya.
Aku
tahu dengan pasti bahwa aku belum melakukan penempaan energi spiritual yang
cukup. Menghadapi ujian langit dengan hal ini sama saja dengan mencoba
mendapatkan telur bebek dari perut ayam: sama sekali tidak mungkin.
Beruntungnya,
aku menghabiskan 70.000 tahun terakhir merasa bebas dan tak terkekang, dan
apabila jiwaku akan terbang dan rohku melayang, aku tidak akan merasakan
penyesalan. Aku sudah menduga kalau ujian langitku akan terjadi di suatu saat
di tahun depan, tetapi aku tidak benar-benar menganggap realita dengan sangat
serius.
Aku
menghabiskan beberapa waktu terkurung di dalam kamar alkimia sebelum akhirnya
mendadak tersadar: Apabila aku bersembunyi di dalam sini, siapa yang akan
dicari oleh ujian langitku untuk menggantikanku? Ujian langit sepenuhnya
berbeda dari ujian dunia fana yang sekalinya mereka turun, seseorang harus
menghadapi mereka, meskipun itu bukanlah orang yang ditujunya.
Suara
ledakan gunturnya membantu menjernihkan kepalaku, dan aku mencoba segala cara
yang kubisa untuk keluar dari sini, semua tidak berguna. Untuk pertama kalinya
dalam hidupku, aku dipaksa mengakui bahwa 20.000 tahun terakhir belajar
benar-benar membuang-buang waktu.
***
Hari
berikutnya, Guru datang dan membukakan pintu kamarnya.
“Xiao
Shi Qi, aku berdiri di depan kamar ini semalam dan dihantam oleh tiga sambaran
petirmu. Kau harus belajar lebih baik mulai sekarang dan meningkatkan
keterampilanmu. Jika kau berharap ingin menjadi seorang Dewa, kau tidak bisa
hanya mengharapkan Guru untuk terus menghadapi ujian langit untukmu. Bukan
begitu cara kerjanya.”
Mo
Yuan sudah menahan derita dari ujian langitku untukku, dan sebelum aku
merangkak keluar dari kamar, ia sudah pergi memasuki pemulihan tertutup. Aku
berlutut di depan guanya selama tiga hari, menangis tersedu-sedu dan meratap,
penuh kesedihan dan penyesalan.
“Guru,
apakah kau terluka sangat parah? Apakah lukamu sudah lebih baik?” tanyaku. “Murid
tidak bergunamu sudah menyusahkanmu. Tolong, jangan sampai sakit. Apabila Guru
sakit, aku akan merebus tubuhku menjadi sup obat dan memberikannya padamu untuk
menutrisi dirimu.”
Tidak
pernah dalam hidupku, aku menangis begitu saja dan penuh penderitaan.
0 comments:
Posting Komentar