Three Lives Three Worlds, The Pillow Book 2
Chapter 19 Part 2
Di ujung dunia adalah Laut Biru suci. Di sana, pegunungan terus metang tertutupi mata air suci. Disebut dengan mata air suci tetapi itu sebesar separuh dari Laut Utara.
Hal yang paling menakjubkan dari tempat ini adalah tumbuh-tumbuhan dan bunga-bunga tumbuh subur di atas air seolah mereka berada di atas tanah. Burung-burung bahkan tinggal di sini.
Kemudian jauh di dalam hutan ini terdapat sebuah istana batu yang megah berdiri di tengah mata air suci.
Ketika bibi ipar Fengjiu mengatakan kalau ia adalah seorang yang bermulut manis, komentarnya tidaklah salah. Semakin berbahagia Fengjiu, maka semakin manis pulalah ia.
Fengjiu sedang berada dalam suasana hati yang baik hari ini. Ditambah lagi, orang yang paling disukainya, Dijun, berada di sisinya. Ia merasa sangat senang dan bahagia, seolah tidak ada apa pun di dunia ini yang dapat mengganggunya lagi. Karena hanya terdapat rasa manis dalam hatinya, Fengjiu merasa ia sanggup mengucapkan segala kata-kata manis yang ada.
Meskipun mereka dapat menaiki awan menuju ke istana, itu akan merenggut pengalamannya. Dijun membawa Fengjiu ke atas sebuah perahu kecil di sepanjang jalur bunga menuju gerbang istana.
Fengjiu mencelupkan tangannya ke dalam air saat ia dengan gembira bertanya, “Kenapa kau tidak bilang padaku sebelumnya kalau rumahmu begitu indah? Menurutku, Laut Biru suci jauh lebih cantik ketimbang Jiuchongtian. Kenapa kau tidak tinggal di sini?”
Dijun menarik tangannya, berjaga-jaga jika Fengjiu jatuh ke dalam air.
Melihat betapa senangnya suasana hati Fengjiu, ia melembutkan suaranya untuk menjawab: “Tempat ini terlalu besar. Terasa agak kosong berada di sini sendirian.”
Fengjiu meraih tangannya dan berkata cerah, “Kita harus lebih banyak tinggal di sini mulai sekarang. Dengan aku yang ada di sisimu, tidak akan terasa kosong lagi.”
Ia kemudian lanjut menunjuk ke kiri dan kanan sisi perahu.
“Bisakah kita benar-benar menanam tumbuhan apa saja yang kita mau di atas air di sini?”
Fengjiu dengan gembira menawarkan ide-idenya seolah ia adalah nyonya rumah dari tanah ini, “Hei, bagaimana kalau menanam beberapa pohon pir di sini, jeruk bali di sana, dan beberapa anggur di sebelah sana?”
Fengjiu dengan kuat bersandar pada Dijun, meletakkan tangan kanannya di atas milik Dijun.
“Pernahkah kau memakan ham cock dengan pir salju? Ada juga udang dengan anggur, serta kerapu dengan jeruk bali. Ini semua adalah keahlianku. Mari tanam lebih banyak pohon buah-buahan di sini. Tidak lama, aku bisa membuatkan mereka tiap hari untukmu.”
Ketika Fengjiu berbicara manis, ia sungguh dapat melelehkan hati siapa saja.
Dijun memerhatikannya dengan kelipan di dalam matanya dan tersenyum, “Kalau begitu, kita sudah memiliki pir salju, anggur, jeruk bali, udang dan kerapu. Tetapi dimana kita akan menemukan ham cocks?”
Fengjiu tersenyum nakal, “Kita bisa memotong beberapa dari tubuhmu.”
Dua burung kecil terbang di atas kepala mereka.
“Kau tega melakukannya?”
“Tentu saja.”
Fengjiu mengangguk serius.
Tidak mendengar balasan dari Dijun yang hanya menautkan alisnya, Fengjiu bengong untuk sesaat kemudian berpaling, di wajahnya terdapat penahanan diri tertentu.
“Jangan mengernyitkan alismu. Setiap kali kau melakukan itu, aku merasa sedikit, sedikit ....”
Dijun terus mengernyitkan alisnya penasaran.
“Sedikit apa?”
Pipi Fengjiu merona merah.
Ia berseru setelah beberapa lama merasa tertindas, “Tidak mampu ... menahan diriku, ingin menciummu.”
Seketika itu juga, Fengjiu melihat Dijun mencondongkan dirinya.
Suaranya rendah dan dalam: “Kau mendapat izin dariku.”
Fengjiu tampak sedikit malu.
“Itu bukan ide yang sangat bagus di siang bolong begini.”
Dijun membujuknya: “Jangan cemas, hanya ada kita berdua di seluruh Laut Biru ini.”
Fengjiu merapatkan bibirnya sambil berpikir, dan kemudian dengan sopan dan benar memegangi wajah Dijun dan memberinya sebuah ciuman.
***
Setelah pensiun dan menyendiri, Donghua jarang datang untuk menetap di Laut Biru. Istana batu ini telah dibiarkan kosong untuk waktu yang sangat lama. Biarpun ia mengirimkan Zhonglin untuk membersihkan tempat ini sedikit, masih tetap sangat terpencil dibandingkan dengan kediaman permanennya, Istana Taichen.
Menjadi kunjungan pertama Fengjiu, semua yang dilihatnya adalah hal baru. Bahkan keterpencilan istana ini pun menarik baginya. Ia menarik lengan jubah Dijun, berlarian maju dan mundur seraya merencanakan dengan penuh kehebohan tentang bagaimana akan mendekorasi istana ini di masa yang akan datang.
Kamar tidur Dijun cukup lengkap. Secara umum, Fengjiu merasa senang. Ia dengan bersemangat memikirkan tentang dimana akan meletakkan beberapa benda, atau dimana akan menambahkan sebuah meja dupa.
Saat Dijun membawanya ke taman untuk memetik loquat, Fengjiu merasa kalau tanaman di taman itu terlalu berantakan. Dijun duduk di atas sebuah bangku batu untuk mengupaskan loquat untuknya.
Fengjiu mengeluarkan beberapa lembar kertas dan tinta, dan berpikir tentang bagaimana ia harus mengatur ulang pemandangan di dalam taman itu. Dijun mengupaskan dan mengeluarkan biji loquatnya saat menyuapi Fengjiu.
Fengjiu memakannya saat ia menunjuk kuasnya ke atas kertas, bertanya pada Dijun, “Bagaimana seharusnya kita meletakkan batu di sini, menurutmu? Haruskah kita meletakkan sebuah beranda, kemudian membangun sebuah bukit dan menanam beberapa pohon maple dekorasi di atasnya?
"Di atas bukit, kita dapat menanamkanmu beberapa anakan pohon cendana itu. Mari bersihkan hutan di belakang bukit. Karena kau menyukai bunga Fuling, kita akan menanam banyak Fuling di sana. Dan di sini, kita membangun sebuah pembakaran porselen untukmu, ditambah dengan ruang pembuatan dupa.”
Fengjiu menatap Donghua dengan mata berbinar, “Apakah masih ada hal lainnya yang kau inginkan?”
Dijun memerhatikannya agak lama.
“Apakah mereka semua untukku? Bagaimana denganmu?”
Fengjiu menggambar dan terus menggambar.
Ia menunjuk sebuah sudut dari gambarannya dan menekan bibirnya untuk berkata, “Aku ingin memiliki sebuah kolam teratai kecil di sini. Kita akan membangun sebuah faviliun di atas permukaan air untuk menikmati angin sepoi-sepoi dan mengamati bintang. Dan di sini, aku ingin punya sebuah kebun sayur-sayuran jadi aku bisa menanam beberapa tumbuhan untuk hidangan sampingan. Kita akan menanam lobak putih kesukaanku, dan kita akan menanam mallow dan bayam kesukaanmu.”
Mata Dijun melembut saat ia berpikir sejenak sebelum membalas, “Beberapa waktu yang lalu, Istana Xiwu mengirimkan salad chasteberry, apa kau ingat? Mereka bilang kalau itu dibuat sendiri oleh Yehua. Itu lezat juga.”
Fengjiu dengan sombong berkata, “Masakan paman iparku hanya biasa saja; ia tidak sehebat diriku. Apa kau suka makan itu? Kalau begitu kita harus menanam beberapa pohon chasteberry juga.”
Segera setelah ia selesai berbicara, Fengjiu menambahkan area lainnya ke atas gambarannya.
Setelah ia selesai mengupas loquat, Dijun mencondongkan tubuhnya mendekat untuk mempelajari gambaran itu dengan Fengjiu.
“Itu bisa jadi sedikit lebih besar. Apa ini? Panggung untuk seni bela diri? Kita tidak memerlukannya. Buat itu semua jadi kebun sayur-sayuran. Mari tanam tumbuhan yang terlihat cantik dan lezat. Apakah ada sayuran seperti itu?”
“Benar, ada cabai aneka warna yang terasa lezat dan cantik. Tetapi kau makan cukup ringan dan kau tidak suka makanan pedas. Coba kupikirkan, kita bisa menanam sesuatu seperti okra, kubis, lobak pedas, atau labu .... Benar, kita juga bisa membuat punjung labu. Tumis labu sangat enak.”
Fengjiu mendadak berhenti di tengah kegembiraannya.
Dijun menengadah dan melambaikan tangannya di hadapan Fengjiu.
“Ada apa?”
Ekspresi Fengjiu tampak samar-samar linglung selagi ia menjawab tergagap: “Oh, hanya saja mendadak aku menyadari kita sedang mendiskusikan jenis sayuran macam apa yang akan kita tanam di rumah kita. Ini terasa tidak nyata ....”
Mata penuh mimpi Fengjiu bertemu dengan mata dalam miliknya saat ia bertanya pada Fengjiu, “Di rumah kita?”
“Benar,” Fengjiu menjawab.
Ia melihat ke sekitar mereka dan bertanya tidak yakin, “Ini adalah domainmu, kan?”
Donghua mengangguk.
Fengjiu menarik napas lega dan berkata, “Maka aku tidak mengatakan sesuatu yang salah. Ini adalah rumah kita, kan? Meskipun kita hanya menetap di sini sebentar setiap tahunnya, ini tetaplah rumah kita.”
Semenjak Donghua Dijun muncul dari Laut Biru ratusan ribu tahun yang lalu, ia tidak pernah memiliki keluarga. Walaupun ia kemudian diadopsi oleh orang tua Zhi’he, mereka tidak pernah benar-benar menyayanginya karena kepalanya berambut perak.
Namun, karena mereka mengasihani dirinya yang anak yatim piatu, mereka membesarkan Donghua hanya karena rasa kebaikan. Akan tetapi, mereka tidak banyak memberikannya cinta yang bersifat emosional, jadi mereka bukan benar-benar keluarganya.
Kata ‘rumah’ adalah kata yang sangat aneh bagi Dijun. Mendengarnya secara tiba-tiba dari Fengjiu, mengaduk sesuatu dalam hatinya.
Melihat Dijun hening sekian lama, Fengjiu berpikir tentang apa yang baru saja ia katakan, membuat bibirnya jadi sebuah garis tipis dan menggerutu, “Kenapa kau berwajah seperti itu? Aku tidak berpikir kalau aku mengatakan sesuatu yang salah.”
Dijun mengangkat jarinya untuk mendorong bibir Fengjiu jadi sebuah senyuman. Wajahnya mengungkapkan kelembutan.
“Aku menyukainya saat kau mengatakan ‘rumah kita’.”
Fengjiu masih tidak begitu paham, tetapi melihat Dijun senang membuatnya senang juga.
Ia terus berkata dengan sangat manis, “Aku suka rumah kita juga. Ini sudah sangat cantik, setelah kita merapikannya sedikit, ini akan jadi lebih cantik lagi. Saat keluarga dan teman-teman kita datang kemari untuk berkunjung, kita akan menjadi tuan rumah yang berbangga hati.”
Dijun setuju.
“Benar, orang lain mengisi kebun mereka dengan bunga-bunga. Kita mengisi milik kita dengan sayur mayur. Tentu saja kita akan jadi tuan rumah yang membanggakan.”
Menyadari adanya sarkasme dalam suaranya, Fengjiu mengerucutkan bibirnya.
“Terus, siapa yang tadinya dengan senang hati mengusulkan untuk menghapus panggung seni bela diri dan mengubah semuanya menjadi kebun sayur-sayuran?”
Mendengar suara decakan lembut tanpa kata milik Dijun, ia meningkatkan level manisnya, “Lihat? Kau juga merasa kalau lebih baik untuk membuat semuanya jadi sebuah kebun sayuran, kan? Setelah pernikahan kita dalam beberapa hari lagi, aku akan mulai mengurus mereka. Tetapi karena Qingqiu sangat berhemat, kami tidak punya banyak pelayan. Kita hanya bisa menempatkan beberapa pekerja dari Istana Taichen.”
Setelah memikirkannya lagi, Fengjiu mengempis.
“Bahkan meskipun aku adalah penguasa Wilayah Timur dalam nama, semuanya diurus oleh orang tuaku, jadi aku tidak sesibuk itu. Sekalipun demikian, aku masih tetap harus kembali ke sekolah. Aku tidak bisa terus-terusan berada di sini.”
Fengjiu melirik ke arah Dijun: “Aku tahu kau punya banyak sekali waktu, tetapi kalau aku tidak ada di sini, percuma juga kau di sini sendirian. Kita harus mengirimkan beberapa pengurus dari Istana Taichen untuk merawat kebun sayurannya.”
Dijun tampaknya berpikir bahwa apa yang dikatakannya masuk akal.
Ia membantu Fengjiu dengan beberapa ide: “Jika tidak ada hal mendesak di Istana Taichen, aku akan menyuruh Zhonglin kemari dan mengurus kebunnya.”
Fengjiu terkejut.
“Tetapi bukankah Zhonglin harus mengurusmu?”
Dijun mengangkat alisnya: “Kenapa ia harus mengikutiku saat aku datang ke Qingqiu untuk bersamamu? Apakah kau mau bilang kalau kau tidak bisa mengurusku?"
Fengjiu berpikir sejenak, mengelus wajah Dijun, memberikannya tatapan menggoda, kemudian mengerutkan matanya dan berkata, “Kau benar. Bagaimana mungkin Zhonglin mencintaimu lebih banyak daripada diriku?”
Setelah menggodanya, Fengjiu merasa geli sendiri. Ia mendadak melihat kilatan di mata gelap Dijun saat Dijun menarik tangannya ke bibirnya dan menempatkan sebuah ciuman di sana.
Dijun memeluknya erat, meletakkan kepalanya di atas pundak Fengjiu, dan berkata nyaris seperti dengan desahan, “Benar, kaulah yang paling mencintaiku.”
Fengjiu mengingat bahwa kalimat kekanakan ini merupakan perkataan favorit sepupunya untuk dikatakan. Jika orang tuanya melakukan sesuatu untuk membuatnya bahagia, si buntalan kecil mungkin akan melebarkan mata berairnya dan berkata dalam suara bayi terlembut, “Ayah, kaulah yang paling mencintaiku,” atau, “Ibu, kaulah yang paling mencintaiku.”
A Li terlihat menyedihkan dan menggemaskan di saat bersamaan.
Saat Dijun mengucapkan kata-kata ini, suaranya rendah dan napas familiernya tampaknya menyelimuti di sekitarnya. Dijun memiliki banyak penampilan, penampilan diam, penampilan tenang, tampilan acuh tak acuh, tampilan lesu, bahkan penampilan nakal termasuk penampilan agak genit yang mengejutkan ini.
Fengjiu begitu mencintai semuanya sampai-sampai ia tidak tahu harus melakukan apa.
Karena mereka telah mengupas sangat banyak loquat, perkataan Dijun tampaknya mengandung aroma yang melayang dari buah tersebut. Fengjiu hanya bisa memeluknya lebih erat.
“Tentu saja aku yang paling mencintaimu,” ia berbisik lembut.
***
Mengikuti upacara Bingcang, Donghua menginginkan pernikahannya diadakan dalam dua minggu di Laut Biru suci. Dengan perkiraan Zhonglin Xianguan, itu akan jadi tanggal 4 Maret.
Setelah mengirimkan undangan, Zhonglin Xianguan mengirimkan seekor bangau peri untuk meminta instruksi dari Dijun. Intinya, ia mengatakan bahwa ini sebuah keputusan yang tepat bagi Dijun memilih Laut Biru.
Di antara delapan penjuru di langit dan delapan daratan di bawah, Laut Biru suci adalah tempat di mana energi abadi terkuat berkumpul. Pemandangannya di sana juga tampak begitu surgawi, para tamu akan melupakan masalah mereka dalam kesenangan mereka.
Meski energi abadi yang berlebih dari istana batu mungkin akan membanjiri kebahagiaan ini, menurut Zhonglin, semuanya akan baik-baik saja jika mereka menggantungkan beberapa lampion merah dan pita-pita.
Ditambah lagi, ibu Fengjiu juga menyarankan untuk mengadakan resepsinya sedikit lebih awal agar para tamu dapat merasa lebih nyaman. Mereka telah mendiskusikan apakah harus datang beberapa hari lebih awal demi mempersiapkannya.
Secara kebetulan, Dewi Agung Bai Qian telah mengirimkan beberapa karya teater baru dari Teras Chengtian; mereka semua adalah kesukaan Yang Mulia Fengjiu. Di saat begini, Dijun seharusnya membawa Yang Mulia Fengjiu kembali ke Langit untuk beristirahat. Apa pendapat Dijun mengenai hal ini?
Perkataannya sangatlah bijaksana. Semua hal juga telah diurus dengan memuaskan. Para dewa-dewi di Langit yang tadinya mempertanyakan bagaimana Zhonglin Xianguan dapat memegang posisi pengurus di Istana Taichen selama puluhan ribu tahun walaupun berusia muda, sekarang dapat melihat semuanya memang beralasan.
Usulan Zhonglin sesuai dengan kesukaan Dijun. Ketika ia menerima suratnya, Dijun mulai memperhitungkan berapa banyak hari lagi yang mereka miliki untuk terus menetap di Laut Biru jika mereka akan menjalankannya sesuai dengan rencana Zhonglin. Ternyata tinggal sepuluh hari lagi.
Pada saat itu, Dijun merasa kalau sepuluh hari terlalu pendek. Tetapi ketika ia menghabiskan sepuluh hari itu, ia menyadari bahwa mereka jauh lebih pendek daripada yang dibayangkannya.
Awalnya, karena ia mengira Fengjiu telah bekerja keras beberapa hari belakangan ini, di pagi hari Dijun secara teratur mengajaknya jalan-jalan, kemudian di malam harinya membiarkan Fengjiu beristirahat lebih awal.
Sementara untuk dirinya, Dijun tetapi tinggal dan membaca di sebelah Fengjiu untuk mencari rasa kantuk.
Meskipun begitu, Fengjiu hanyalah seorang gadis muda. Dua hari beristirahat adalah segala yang dibutuhkannya untuk mendapatkan kembali energinya.
Sebelum pergi tidur di malam sebelumnya, Fengjiu mendengar dari Dijun bahwa ada burung Luan yang tinggal di pegunungan peri di dekat sana. Pagi hari berikutnya, dengan gembira Fengjiu menarik Dijun bersamanya kesana kemari untuk menangkap burung Luan.
Setelah ia menangkap mereka, Fengjiu bermain dengan mereka setengah harian sebelum melepaskan mereka kembali ke sarangnya. Kemudian, mengingat percakapan mereka di perahu hari itu perihal mereka yang akan menanam pohon buah-buahan, Fengjiu memilih banyak buah dari pegunungan dan mengikuti Dijun ke sana kemari, memintanya mengajarinya bagaimana cara menanam mereka.
Dijun membawanya menyelam hingga ke dasar mata air untuk menanam mereka.
Setelah muncul ke permukaan, ia bertanya pada Fengjiu sambil menerawang jauh, “Apakah kau sudah merasa lebih baik sekarang?”
Fengjiu sudah berlarian kesana kemari.
Berpikir bahwa angin di pegunungan yang mereka kunjungi pagi ini akan cocok untuk menerbangkan layang-layang esok hari, ia dengan senang hati memberitahu Donghua, “Aku sudah baik-baik saja.”
Khawatir kalau Dijun tidak membiarkannya untuk menerbangkan layang-layangnya, ia menambahkan cepat, “Aku sangat baik sampai aku tidak bisa merasa lebih baik lagi.”
Dengan tampang menerawang jauh, Dijun hanya menjawab dengan suara seraknya.
0 comments:
Posting Komentar