Three Lives Three Worlds, The Pillow Book 2
Chapter 21 Part 5
Belum lama semenjak Ye Qingti menjadi seorang makhluk abadi. Ia hanya memiliki sedikit sekali pengetahuan perihal bagaimana pertarungan dewa-dewi dilaksanakan. Untuk alasan inilah, adegan yang terpampang di hadapan matanya memberikan Ye Qingti kejutan besar ketika ia tiba bersama Fengjiu di rawa berair di luar Laut Biru.
Sebuah dinding transparan keperakan berdiri di atas tanah di samping rawa. Bersamaan dengan bintang-bintang yang terus berjatuhan dari langit layaknya bunga-bunga layu berguguran, mereka menempel di dindingnya dan membuatnya tampak seperti itu adalah pelindung yang terbuat dari cahaya bintang.
Di balik dinding, gelombang biru menerjang kian tinggi. Di puncak gelombang, seorang dewa berjubah ungu sedang melakukan pertarungan sengit dengan seorang iblis wanita yang menggunakan sehelai selendang merah sebagai senjatanya.
Racun hitam di belakang iblis wanita itu bergabung menjadi seekor piton dengan tiga ekor yang bertingkah seperti monster raksasa dengan kesadarannya sendiri.
Ular itu secara serampangan mencari kesempatan untuk menyerang dindingnya demi menghancurkannya dan terlepas dari kurungannya. Saat itu, cahaya keperakan di balik si dewa berjubah ungu berubah menjadi seekor naga, kadang menjadi phoenix, di waktu lainnya jadi seekor unicorn, bertekad melawan piton berekor tiga tersebut.
Jeritan amarah dari si monster pun beresonansi di balik dinding, mengguncang tanah dan mengirimkan gelombang yang berkecamuk melempari hujan deras.
Kebencian tampak di mata si iblis wanita berjubah merah. Dewa berjubah ungu kelihatan pucat, tetapi ia berdiri tegak di tanah seperti pinus yang tak dapat dipindahkan. Pedang Canghe menambah kecepatan dan menjadi lebih mematikan dengan tiap pergerakannya.
Di saat bersamaan, binatang suci yang terlahir dari sinar keperakan itu telah menggigiti sedalam tujuh inci ke dalam si piton. Piton itu berjuang keras untuk melepaskan diri, tak berdaya, menarik si binatang suci bersama dengannya dan menghantamkan diri mengenai dinding dekat rawa berair itu. Tanahnya langsung bergemuruh sementara baik si iblis wanita maupun sang dewa memuntahkan batuk darah.
Ye Qingti mengikuti sampai ke tempat ini untuk mencegah Fengjiu melakukan hal yang bodoh. Saat ia tiba, dan selagi perhatian Fengjiu terarah pada pertarungan, ia menggunakan sihir untuk mengikat tangan mereka bersama-sama.
Walaupun Fengjiu bertekad bergabung dalam perkelahian ini dan cari mati bersama Donghua, jika tangannya terikat dengannya, Ye Qingti menduga Fengjiu tidak akan sesembarangan itu untuk menariknya masuk dalam bahaya bersamanya. Tentu saja, Ye Qingti tahu Fengjiu mungkin akan membencinya seumur hidupnya, tetapi dibandingkan dengan memastikan keselamatan Fengjiu, itu hanya masalah kecil.
Ia menunggu Fengjiu menangis dan memohon padanya untuk melepaskannya, tetapi yang mengejutkannya, Fengjiu hanya memiringkan kepalanya seraya menatapnya dengan pandangan aneh, lalu mengangkat tangan mereka yang terikat ke atas untuk dilihatnya, dan dengan lembut memintanya dengan ekspresi yang sangat tenang, meski wajahnya masih ternoda oleh air mata:
“Apakah kau tahu kalau dinding di sekitar rawa itu adalah medan pelindung yang telah dijalin oleh Dijun dari bintang-bintang di langit? Dengan medan pelindung sekuat itu, tidak ada orang luar yang diperbolehkan masuk kecuali si pembuat sendiri yang mengizinkannya.”
Fengjiu dengan pandai meyakinkannya, “Lepaskan saja aku, oke? Meskipun kau tidak mengikatku, aku tetap tidak akan bisa masuk ke dalam.”
Baguslah, pikir Ye Qingti, Fengjiu masih bisa menggunakan alasan untuk menggoyahkan orang lain, ia jauh lebih tenang dari yang dibayangkannya. Namun, tentu saja ia tidak memiliki pemahaman yang sama tentang dunia dewa seperti Fengjiu. Bagaimana ia bisa tahu kalau Fengjiu tidak membohonginya?
Ye Qingti menggelengkan kepalanya kuat.
Fengjiu tidak marah.
Malahan, ia berkata padanya lebih lembut lagi, “Serangan Dijun begitu cepat sampai aku menduga, ia ingin cepat-cepat menyelesaikan pertarungan dan secepatnya memenggal Miaoluo. Mungkin ... ia pikir, ia tidak punya cukup banyak tenaga tersisa. Apabila ia terus menghabiskan tenaganya, ia tidak akan bisa memurnikan ketiga racunya dikarenakan kelelahan memberantas Miaoluo.”
Suara Fengjiu terdengar lembut dan enteng, seolah dirinya hanya mengomentari pertarungan. Membuat Ye Qingti lengah. Dalam sepersekian detik, Fengjiu menarik tangan kiri Ye Qingti yang terikat dengan tangan kanannya dan menabrak langsung memasuki medan pelindung.
Ye Qingti belum bisa bereaksi di saat ia terpental dari medan pelindungnya. Akan tetapi, untuk beberapa alasan, Fengjiu sudah berada di dalam sementara hanya tangannya yang terikat tetap berada di luar.
Dengan tenang, ia memunculkan pedang Taozhu dari tangan kirinya. Pedang itu langsung meninggalkan sarungnya. Melihat niat Fengjiu untuk memotong tangan kanannya, Ye Qingti tercengang dan mulai melafalkan mantra untuk melepaskan anggota tubuh mereka.
Pedang Taozhu menembus masuk lengan jubahnya, melewatkan dagingnya hanya beberapa inci saja. Ye Qingti berkeringat dingin, tetapi Fengjiu tersenyum padanya, kemudian langsung terbang menuju pertempuran.
Mengapa Fengjiu bisa memasuki medang pelindungnya? Ye Qingti tiba-tiba saja teringat akan cincin kaca di tangan kiri Fengjiu, yang terbuat dari separuh hati Donghua Dijun. Dengan separuh hati milik si pembuat, tentu saja Fengjiu bisa masuk tanpa masalah.
Tenggorokan Ye Qingti tercekat saat ia memerhatikan sosok putih Fengjiu terbang menuju hujan es. Ia terhuyung dua langkah, lalu merosot ke tanah.
Fengjiu bersembunyi di satu sisi dari medan pelindung itu dan hanya mampu merasakan angin kencang bertiup. Saat Zhonglin membicarakan tentang Alam Miaoyi Huiming, ia menjelaskan, karena esensi ilahi tiap orang berbeda-beda, hanya satu esensi ilahi yang dapat digunakan dari awal hingga akhir untuk memurnikan ketiga racun itu. Apabila ada esensi ilahi lain yang ikut campur, situasinya bisa berubah jadi bencana besar.
Fengjiu tahu ia tidak bisa membantu Donghua memurnikan racun tersebut, tetapi ia bisa membantunya mengalahkan Miaoluo. Fengjiu pernah bertarung melawan jelmaan Miaoluo di Lembah Fanyin.
Ia sudah tahu dirinya bukanlah lawan Miaoluo.
Fengjiu tidak menghiraukan hidup dan matinya sekarang, tetapi otaknya tidak sekosong itu sampai segala pikiran jadi hilang. Ia tahu, kadang kala hanya ada garis tipis antara membantu seseorang dengan menyusahkannya, dan ia sudah pasti tidak ingin membawa masalah bagi Donghua.
Fengjiu hanya punya satu cara untuk mendekati Miaoluo, dan itu adalah cara yang diajarkan Donghua kepadanya di Lembah Fanyin.
Pada saat itu, Donghua melingkarkan lengannya di sekitar pinggangnya, memegangi tangannya yang menggenggam pedang, dan membisikkan sebuah peringatan di telinganya: “Perhatikan.”
Pada awalnya, Fengjiu tidak melihat dengan jelas, tetapi ia sudah mengingat-ingat dan melatihnya berkali-kali setelahnya. Kenapa? Ia tidak tahu.
Apa pun yang diajarkan Donghua padanya, apa pun yang diberikan Donghua padanya, Fengjiu secara naluriah ingin mempelajari dan memahaminya.
Sekarang ini, Fengjiu sangat waspada. Di atas gelombang yang sedang pasang, Miaoluo hanya mampu menangkis serangan gencar Donghua satu per satu. Piton berekor tiga telah dipancing menuju rawa berair untuk melawan binatang suci Donghua. Celah besar yang tersisa adalah di belakang Miaoluo. Ini merupakan satu-satunya kesempatan Fengjiu.
Pedang Taozhu menusuk ke depan dengan segala yang dimiliki Fengjiu, membawa ribuan cahaya yang mirip dengan bintang jatuh dari langit hari ini, mengeluarkan suara menusuk dari langit.
Serangan yang diajarkan Donghua kepadanya tidak membutuhkan kecepatan. Yang terpenting adalah perubahan konstan dalam posisinya yang mencegah musuh menebak arah serangan yang sebenarnya. Pedang Taozhu mengarah tepat ke dada Miaoluo, tetapi target sebenarnya adalah pinggangnya.
Sudah tentu, biarpun Fengjiu menggunakan seluruh tenaganya dalam serangan itu, si iblis wanita berjubah merah masih bisa menghindar. Tetapi, kekuatan angin dari serangan pedang Taozhu memotong segumpal daging di sisi pinggang Miaoluo.
Marah besar, Miaoluo menyerang dada Fengjiu dengan serangan telapak tangannya, membuat Fengjiu melayang di udara. Pada saat ini, pedang Canghe menusuk masuk ke bagian belakang Miaoluo yang teralihkan.
Rasa dingin menusuk dadanya saat pedang itu mengoyaknya dari kiri ke kanan, memotong Miaoluo jadi dua bagian. Serangan bengis yang membuat darahnya menyembur dan mewarnai hujan yang turun menjadi kemerahan.
Di tengah hujan darah, Fengjiu menatap Donghua di kejauhan. Ia melihat amarah dan kesakitan muncul di matanya saat Donghua menghampiri dirinya tergesa, mulutnya tampak memanggil namanya. Dengan susah payah, Fengjiu memberikan senyuman untuk mengantar jalannya.
Monsternya telah dihancurkan. Piton berekor tiga tiba-tiba saja kehilangan bentuknya, kembali menjadi racun tak berbentuk. Naga perak itu mengangkat kepalanya seraya meraung dan setelahnya juga kembali berubah jadi cahaya keperakan.
Terjebak dalam medan pelindung, pedang Canghe langsung berubah menjadi sebilah pedang raksasa setinggi medan pelindungnya, kemudian berlipat menjadi sebaris yang terdiri dari tujuh puluh dua pedang dan memisahkan medan pelindung itu jadi dua bagian.
Racun yang bercampur terperangkap dalam satu sisi pedang. Di sisi sebelah sini hanya ada mereka berdua.
Imajinasi Fengjiu sedang berterbangan saat ini. Segala impresi indah yang dimilikinya dalam hidup ini mungkin tengah berkumpul tepat di saat ini.
Ia merasa dirinya adalah seorang gadis yang beranjak dewasa, tunas bunga lili, atau sebuah kolam yang dibanjiri dengan sinar bulan yang lembut. Itu semua merupakan hal-hal indah yang dapat dibayangkannya saat ini.
Fengjiu merasa ia harus jatuh dalam pelukan Donghua seindah bayangannya itu. Ini mungkin akan menjadi saat terakhir mereka dapat bertemu satu sama lain, bagaimana mungkin ia tidak kelihatan cantik?
Fengjiu bergelayut di leher Donghua. Donghua menariknya dalam dekapan erat dan meringankan luka di dadanya, bertanya dengan mendesak apakah ia kesakitan.
Fengjiu membenamkan wajahnya di dada Donghua dan menggigiti bibirnya kuat sampai muncul warna sebelum mendongakkan kepalanya untuk menatap Donghua dan menggelengkan kepalanya.
Donghua lega ketika ia melihat bibir Fengjiu masih memerah walaupun pipinya pucat dan dengan lelah bertanya padanya, “Kenapa kau datang kemari? Apakah karena kau tidak belajar dengan giat di sekolah, jadi kau tidak tahu betapa berbahayanya medan pelindung ini? Apa kau tahu kalau kau tidak akan bisa keluar?”
Fengjiu menganggukkan kepala dalam pelukannya.
“Aku tahu.”
Fengjiu tahu mengapa Donghua harus menggunakan cahaya bintang surgawi untuk menjalin medan pelindung ini. Medan pelindung yang terbuat dari cahaya bintang biasanya digunakan untuk memerangkap makhluk jahat.
Sekalinya dimasuki, tidak ada seorang pun yang dapat meninggalkannya kecuali si pembuatnya dibunuh. Dan jika si pembuatnya ingin pergi, ia harus menghancurkan semua kejahatan yang terperangkap di dalamnya.
Donghua menciptakan medan pelindung cahaya bintang, supaya ia dapat binasa bersama dengan Alam Miaoyi Huiming. Meskipun Fengjiu bukan seorang yang jenius, paling tidak ia masih mengerti sebanyak ini.
Donghua menatapnya dengan tampang kebingungan.
“Kalau kau sudah tahu, mengapa kau masuk kemari?”
Ia mendesah selagi bertanya pada Fengjiu, “Beritahu aku, bagaimana aku bisa mengirimu keluar sekarang?”
Fengjiu jadi agak jengkel.
“Kenapa kau ingin mengirimku keluar? Semua hal yang kukatakan pasti sangat menyakitkan dirimu. Apakah kau sudah tidak menginginkanku lagi? Tetapi kau juga menyakitiku, jadi kita impas sekarang, oke? Aku kemari untuk bersamamu. Dalam lubuk hatimu yang terdalam, kau juga ingin agar aku datang padamu, kan?”
Donghua membeku sekian lama, tetapi akhirnya tersenyum: “Kau benar, sebenarnya aku ingin kau datang padaku. Aku ingin membawamu kemana pun aku pergi, bahkan jika aku menuju ajalku ....”
Donghua memejamkan matanya.
“Tetapi itu tidak benar. Xiao Bai, kau masih sangat muda, kau masih memiliki kehidupan yang sangat panjang di depanmu.”
Fengjiu memerhatikannya masih mencoba untuk berani bahkan sampai sekarang. Mendadak, ia merasa sedikit bersyukur atas serangan Miaoluo.
Fengjiu menangkup wajahnya dan menghela napas pelan.
“Takutnya, itu sudah tidak mungkin lagi. Walaupun kau tidak ingin membawaku bersamamu, aku ... mungkin akan pergi lebih dulu daripada dirimu.”
Semburan batuk pun terjadi. Fengjiu sudah menahannya sangat lama, pada akhirnya ia tidak mampu menahannya lagi. Serangan Miaoluo tidak begitu kuat, tetapi ia sudah sangat kelelahan sampai-sampai kerusakan pada esensi ilahinya pun tak terelakkan.
Roman muka Donghua mendadak berubah pucat pasi.
Ia memeriksa nadi Fengjiu gemetaran, tetapi Fengjiu menggenggam tangannya, membawanya ke dadanya dan berkata, “Donghua, sakit. Rayu aku dengan sesuatu yang manis.”
Fengjiu jarang sekali memanggilnya Donghua karena ia merasa malu. Memanggilnya seperti itu membuat sedikit semburat kemerahan di pipi pucatnya, dan roman mukanya kelihatan sedikit membaik.
Donghua memjamkan matanya, memeluknya, dan berbisik serak: “Hal manis apa yang ingin kau dengar?”
Fengjiu berusaha menahan rasa amis manis yang naik ke tenggorokannya: “Katakan kau menyukaiku.”
Donghua meletakkan kepalanya di bahu Fengjiu.
Fengjiu merasakan kalau bahunya jadi semakin basah saat ia mendengar Donghua berbisik di telinganya: “Aku mencintaimu.”
Nyeri di dadanya perlahan menghilang dan menimbulkan perasaan lapang di seluruh tubuhnya.
Fengjiu membelai rambut peraknya dan menjawab pelan, “Aku juga.”
Suaranya menjadi agak samar, tetapi ia tidak lupa mengingatkan Donghua, “Sebentar lagi, ketika kau memurnikan racunnya, kau tetap harus menggenggam tanganku. Kita sudah sepakat. Kemana pun kau pergi, aku akan mengikutimu.”
Fengjiu bergumam, “Karena akulah satu-satunya yang paling mencintaimu, aku harus selalu berada di sisimu.”
Donghua memeluk bahu Fengjiu dan membiarkannya berbaring di dadanya.
Ia mencium kening Fengjiu dan berjanji padanya: “Baiklah.”
Mengantuk, Fengjiu menegaskan kembali: “Genggam tanganku dan jangan lepaskan.”
“Tidak akan pernah kulepaskan.”
Di dalam medan pelindung cerah yang terbuat dari cahaya bintang, pedang setinggi langit membelah medan pelindung menjadi dua bagian. Gelombang pasang pun naik, di ujung dimana racun tebalnya masih tersisa.
Di sisi lain, air kebiruan membentuk sebuah ranjang giok. Pria berjubah ungu memeluk wanita berjubah putih selagi mereka duduk diam seperti sepasang patung yang saling berpelukan.
Setelah sekian lama, pria berjubah ungu mengangkat tangannya dan mengumpulkan sinar keperakan. Kelopak bunga fuling melayang turun di dalam medan pelindung, begitu damai, mirip hujan salju yang tak akan pernah berakhir.
0 comments:
Posting Komentar