Minggu, 08 November 2020

3L3W TPB 2 - Chapter 18 Part 2

Three Lives Three Worlds, The Pillow Book 2

Chapter 18 Part 2


Si bijaksana Fengjiu ini begitu sibuknya beberapa hari ini sampai-sampai kakinya tidak menyentuh tanah.

Sebelum para dewa bahkan mengenakan jubah mereka untuk pertemuan pagi, Fengjiu sudah mendudukkan dirinya di dalam ruang baca. Ia duduk dari fajar hingga siang hari, lalu dari siang sampai sore hari, kemudian dari sore hingga tengah malam.

Dijun pun menyibukkan dirinya di dalam sebuah kebun kecil di belakang.

Di hari ketiga, saat Zhonglin memindahkan semua barang-barang Fengjiu ke kebun kecil, ia akhirnya menyadari apa yang disibukkan Dijun di kebun itu selama beberapa hari ini.

Paviliun hexagonal di kolam teratai itu sudah benar-benar berubah tak peduli kemana pun ia melihatnya. Keenam sisinya kini telah diselimuti dengan layar penahan angin.

Meja dan kursi kristalnya telah digantikan dengan sebuah meja panjang. Sehelai selimut tebal terbaring di atas lantai kaca tembus pandang untuk menghadang rasa dingin di kaki.

Dari apa yang dikatakan Zhonglin, Dijun tampaknya merasa bahwa ruang baca itu agak sempit dan oleh karena itulah dengan sengaja mengatur paviliun kecil ini untuk digunakan Fengjiu.

Hari pertama ia pindah kemari, Fengjiu merasa kalau paviliun kecil ini jauh lebih menyenangkan ketimbang ruang baca.

Karena pemandangan di kebun ini lebih hidup entah saat siang ataupun malam, ketika ia kelelahan membuat kotaknya, Fengjiu hanya perlu mendongak untuk memulihkan diri dari lelahnya.

Saat ia ingin tidur, ia hanya perlu menurunkan layarnya menjadi sebuah ruangan tertutup. Pertimbangan Dijun sedikit membuat Fengjiu terharu.

Fengjiu makan dan tidur di paviliun itu. Ia sangat sibuk, tetapi kalau Jiuchongtian akan menyusun sebuah daftar dari dewa-dewi yang santai, ia dengan tulus merasa bahwa Dijun sudah pasti ada di posisi tiga teratas.

Fengjiu terpaksa berdiam di dalam paviliun ini karena urusan resminya, tetapi Dijun sebenarnya pindah ke paviliun ini atas keinginannya sendiri.

Meskipun kebanyakan tehnya diantarkan oleh Dijun, dan ketika Fengjiu terlalu sibuk dan melewatkan waktu makan, Dijun juga menyuapinya, seringnya, Dijun benar-benar hanya melakukan bacaan santai di dalam paviliun.

Saat Fengjiu sedang menggambar sarung pedangnya, Dijun duduk membaca di sampingnya. Saat ia sedang memilih balok kayu untuk kotaknya, Dijun sedang berbaring sambil membaca di sampingnya.

Ketika Fengjiu sedang memahat kayunya, Dijun membaca sembari mengantuk di sampingnya. Di saat ia sedang berusaha menggabungkan sarung pedangnya .... Dijun sudah tertidur dengan buku yang menutupi wajahnya ....

Sepuluh hari berlalu dalam sekejap. Kotaknya sebagian besar sudah selesai. Hanya bagian memahat hiasan giok Yufu saja yang masih hilang. Fengjiu akhirnya merasa tenang. Dalam mimpinya semalam, ia mendadak teringat akan sesuatu.

Dijun tampaknya bertanya padanya beberapa hari yang lalu kapankah Fengjiu akan membawanya kembali ke Qingqiu untuk menemui orang tuanya.

Bagaimana Fengjiu menjawabnya waktu itu? Ketika itu, ia sedang memahat balok kayu. 

Ia tanpa memerhatikan, mengatakan yang sebenarnya, “Setelah aku meyakinkan nenek dan ayahku, aku akan membawamu kembali.”

Fengjiu terlalu sibuk bekerja. Sekarang saat ia mengingatnya lagi, jantungnya langsung berdebar. Bagaimana bisa ia berkata secara terus terang begitu waktu itu?

Wajah Dijun ditutupi dengan sebuah buku kala itu. Untuk sekian lama, Dijun tidak berbicara, dan Fengjiu pun tidak memerhatikannya. Sekarang setelah ia memikirkannya lagi, Dijun pasti merasa kecewa. Tetapi, Dijun tidak menunjukkan keanehan beberapa hari terakhir ini.

Fengjiu tidak bisa menahan diri untuk membuka matanya. Di depannya ada Dijun yang sedang tertidur damai.

Ia menyentuh wajah Dijun dan berbisik dalam perasaan bersalah, “Aku pasti akan segera meyakinkan nenek dan ayahku, kemudian membawamu kembali ke Qingqiu. Maaf untuk saat ini. Jangan marah padaku karena ini.”

Lalu, Fengjiu dengan lembut menepuk rambut Dijun. Karena ia telah meminta maaf pada Dijun, batu besar dalam hatinya sudah terangkat.

Melihat ke angkasa, tampaknya masih tersisa setengah jam lagi untuk tidur. Ia membaringkan dirinya di dada Dijun, menjauhi sinar bulan dan tertidur.

***

Upacara Bingcang diadakan tanggal 18 Februari. Fengjiu bekerja keras selama empat belas hari, siang dan malam. Tepat sebelum fajar di tanggal 16, ia akhirnya menjatuhkan pisau pahatnya setelah menyelesaikan pembuatan sarungnya.

Selesai! Sekarang Fengjiu bisa melupakan segalanya tentang ini.

Sarung kayu hitam sepanjang empat kaki itu dibuat menjadi sebuah peti. Jahitannya tak meninggalkan bekas. Sekelompok, lima rubah yang sedang bermain-main terpahat di bagian bawah dan sisinya. Tutupnya bertatahkan dua bunga Fuling yang dipahat dari giok Yufu.

Karena keterampilan memasak Fengjiu luar biasa, ia sering memahat lobak dan labu sebagai makanannya. Tanpa menyebutkan soal yang lainnya, pola di atas sarung pedang itu telah dibuat dengan sangat elegan.

Fengjiu penasaran apakah sarung pedang ini mampu dibandingkan dengan sarung pedang milik kakek atau paman-pamannya atau tidak. Tetapi, paling tidak, dibandingkan dengan yang dibuat oleh bibinya tahun itu, miliknya masih lebih baik.

Fengjiu menatap sarung yang diletakkan di ujung meja panjang dan merasakan gelombang kebanggaan. Ia merasa bangga paling tidak selama sedetik selagi ia berpikir pada diri sendiri bahwa itu tidak terlihat buruk.

Kemudian, Fengjiu berpikir untuk tidur. Di dalam cahaya mutiara malam, ia melihat Dijun berbaring di sebelah meja panjang itu. Ia tidak tahu kapan Dijun tertidur.

Fengjiu mengulurkan tangannya untuk menarik selimut awan itu ke atas tubuh Dijun, kemudian dengan hati-hati berbaring tepat di sebelahnya.

Sayangnya, Fengjiu sudah berbaring cukup lama tetapi tidak kunjung tertidur. Setelah bolak-balik selama beberapa waktu, Fengjiu berbalik lagi, bangkit berdiri, dan membentangkan kertas serta tinta.

Fengjiu berpikir sejenak kemudian mulai menggambar. Ia mencorat-coret sampai rasa kantuk muncul dalam bentuk kuapan-kuapannya.

Ketika Fengjiu mengesampingkan kuasnya, ia mendadak mendengar suara baru bangun tidur Dijun datang dari belakang: “Aku kira kau sudah selesai menggambar sarungnya. Apa lagi yang masih kau gambar di larut malam begini?”

Fengjiu suka sekali mendengarkan suara baru bangun tidur Dijun. Suara nasal yang seraknya sangat enak terdengar di telinga. Menginginkan Dijun untuk mengucapkan beberapa kata lagi sehingga ia bisa terus mendengarkannya, Fengjiu  sengaja tidak berbicara.

Karena mutiara malamnya terlalu terang untuk tidur, Fengjiu hanya menyalakan sebatang lilin di atas meja. Hanya terdapat sebuah lingkaran cahaya yang tenang kali ini di dalam paviliunnya. Dijun meletakkan sebelah tangannya di pundak Fengjiu dan mencondongkan diri.

Ia melihat gambar Fengjiu dalam cahaya lilin dan berkata, “Ini tampak seperti ... sebuah rumah?”

Dijun memiringkan kepalanya untuk menatap Fengjiu dan bertanya, “Benar, kan? Kenapa kau tidak mengatakan apa-apa?”

Setelah selusin hari menggila, Fengjiu menyadari ia sudah mengabaikan Dijun sampai akhir. Ia ingin memiliki percakapan menyenangkan dengan Dijun.

Sekarang karena ia sudah mendengarkan suara Dijun, ia memindahkan lilinnya sedikit lebih dekat dan berkata, “Sarung pedangnya sudah selesai. Aku tidak bisa tidur saat ini jadi aku mengambil rancangan rumah bambu untuk dilihat. Sebenarnya, aku tidak terbiasa tinggal di Gua Rubah yang ditinggalkan bibi untukku di Qingqiu. Sejak dulu, aku berpikir tentang membangun sebuah rumah bambu kecil di luar hutan bambu, tetapi rancangan yang kugambar sebelumnya tidak termasuk sebuah kamar cadangan untukmu dan anak-anak, jadi aku ingin mengkonfigurasi ulang sedikit dan menyuruh Migu membangunnya. Meskipun kau mungkin hanya akan menetap selama enam bulan dari satu tahunnya di Qingqiu, aku pikir itu ....”

Dijun kelihatannya tertarik untuk mendengarkan lebih banyak. 

Ia menunjuk pada gambaran itu dan bertanya, “Apakah area ini untukku?”

Dijun menambahkan, “Aku sebenarnya sangat fleksibel dengan waktu. Tidak jadi masalah apakah aku menetap di Istana Taichen atau datang ke Qingqiu. Aku selalu bisa menetap secara permanen juga di Qingqiu. Tetapi kupikir aku akan tinggal di kamarmu. Kenapa perlu ada kamar cadangan?”

Fengjiu dengan bangga memberitahunya, “Ini adalah hasil dari pertimbanganku yang sangat bijaksana. Jika kita bertengkar dan aku mengusirmu keluar, kau tidak akan punya tempat untuk tidur. Meskipun ada ruang baca, kalau kau tidur di sana, Migu akan direpotkan untuk menyiapkan tempat tidur sementara untukmu. Itu akan sangat merepotkan.”

Dijun terdiam sejenak sebelum berkata, “Aku merasa bahwa, tak peduli seberapa banyak aku membuatmu kesal, kau tetap tidak boleh mengusirku keluar.”

Fengjiu melambaikan tangannya dan berkata, “Oh, itu tidak penting. Lupakan itu untuk sekarang. Yang lebih penting lagi adalah menambahkan beberapa kamar untuk anak-anak. Aku berencana untuk menetap di rumah bambu ini selama sekitar delapan ratus tahun, jadi kita harus memikirkan soal jumlah kamar cadangannya. Menurutmu, berapa banyak kamar yang harus kita miliki?”

“Rupanya berapa banyak kamar cadangan yang ada adalah sejumlah dengan anak yang akan kita miliki, apakah ini maksudmu? Kalau begitu, satu saja cukup.”

Fengjiu jadi mengantuk lagi di tengah percakapan mereka. Ia menguap dan berkata, “Sebenarnya, aku menginginkan dua kamar karena bukankah dua anak kecil akan lebih menyenangkan? Tetapi kemudian aku sedikit cemas kalau mereka akan asyik bermain satu sama lain dan tidak akan dekat dengan ibu mereka. Apa yang harus kulakukan jika mereka tidak mau bermain denganku? Dalam rumah tangga bibi hanya ada si buntalan kecil jadi ia selalu menempel pada bibi. Aku pikir itu lebih baik, jadi aku hanya menggambarkan satu kamar ekstra pada rancangan ini, kalau kau tidak menyetujuinya . ..”

Dijun bertindak tegas dan memberitahunya, “Kalau begitu dua, jangan cemaskan tentang gambaran ini lagi. Aku akan mengurus kamar-kamar untuk mereka. Kalau begitu sudah beres.”

Fengjiu baru saja selesai menguap. 

Ia menutupi mulutnya dan berkata, “Tapi ....” bersamaan dengan Dijun yang meniup padam lilinnya.

Dikarenakan bunga Reborn Bodhi yang menyala di temboknya, tidak begitu gelap di dalam paviliun. Dijun sedikit mengangkat tangannya. Keenam layar pun turun dan menghalangi cahaya. Bibir Dijun tetap berada di kening Fengjiu. Dijun menyelimuti Fengjiu dengan selimut awannya, lalu menariknya masuk dalam pelukannya.

“Kalau kau tidak tidur sekarang, akan segera pagi lagi. Kau sudah bekerja keras selama berhari-hari, apakah kau tidak merasa lelah?”

Fengjiu langsung melupakan segala hal yang ingin dikatakannya. Ia menarik kelapak Dijun dan mengangguk samar.

“Aku tidak lelah saat aku ngobrol denganmu barusan ini, tetapi aku tidak tahu kenapa aku merasa lelah dan mengantuk sekarang setelah lampunya padam. Tetapi, apakah kau melihat sarung pedangnya? Apakah aku membuatnya dengan baik?”

Dijun memeluknya erat. 

“Ya, aku sudah melihatnya. Kau membuatnya dengan sangat baik.”

***

Di luar Laut Timur di tengah daratannya merupakan Kerajaan Qingqiu. Sudah seratus ribu tahun semenjak Qingqiu mengadakan upacara Bingcang. Menurut sejarahnya, panggung upacaranya didirikan di atas Gunung Tangting di Wilayah Timur tahun itu.

Di atas panggung terdapat bunga-bunga eksotis membentuk seratus anak tangga yang menuju puncak tertinggi dari gunung tersebut. Berpakaian serba putih, Bai Qian muda memegangi sarung pedang dengan kedua tangannya dan berhasil menaiki anak tangga bunga itu.

Saat ia mencapai puncak suci Tangting dan menyarungkan pedang Taozhu, rahmatnya sedemikian rupa sehingga secara luas dipuji oleh semua dewa prasejarah yang hadir.

Sesuai dengan reputasinya sebagai tanah suci dari Timur, Gunung Tangting tetap hijau subur setelah seratus ribu tahun, tidak menunjukkan tanda-tanda penurunan.

Puncak yang digunakan sebagai panggung upacara Bingcang merupakan tempat dimana sinar fajar pertama kali menyinari setiap harinya. Panggung yang sangat besar dan tinggi itu sepenuhnya terdiri dari awan-awan keberuntungan, jernih, dan suci.

Kabut mengepul itu hanyalah sebuah gambaran keagungan yang halus. Seperti yang diharapkan, para makhluk abadi mengadakan upacara-upacara yang agak spektakuler.

Walaupun tribun penonton di seberang sana seluruhnya terbuat dari kayu kuno yang tumbuh di pegunungan, dan oleh sebab itulah cukup mewah, mereka masih tetap sedikit kurang dibandingkan dengan panggung dari awan itu.

Di atas tribun yang kurang itu kini duduk tiga orang. Jauh di sebelah kanan adalah Putra Mahkota Jiuchongtian, Pangeran Yehua dari Istana Xiwu. Di sebelah kirinya ada Liansong Jun dari Istana Yuanji dan Donghua Dijun dari Istana Taichen.

Dijun duduk di tengah-tengah, kadang kala memainkan sebuah kotak kristal di tangannya.

Ia menoleh dan berkata pada Liansong, “Aku bisa memahami kenapa kau datang seawal ini. Kau kemari, untuk apalagi kalau bukan untuk bersenang-senang. Tetapi apakah Yehua salah jam, sampai datang seawal ini?”

Liansong Jun tertawa tak jelas.

“Kau masih termasuk beruntung, kau tahu, dapat datang kemari untuk melihat upacara Bingcang Fengjiu. Qingqiu jarang sekali mengadakan ritus formal semacam ini. Kurasa ini pastilah yang paling penting dari semuanya yang mereka miliki. Legenda mengatakan bahwa, Bai Qian muda telah menyihir semua dewa prasejarah di upacara Bingcang-nya dengan kecantikannya yang tak tertandingi.

"Waktu minum-minum beberapa hari yang lalu, anak ini, Yehua mengatakan, betapa menyedihkannya karena ia tidak berkesempatan untuk melihat Bai Qian menampilkan upacara Bingcang-nya. Ia hanya bisa membayangkan seperti apa rupa Bai Qian di tahun itu dari penggambaran yang dicatat dalam buku-buku. Yehua mungkin datang lebih awal hari ini agar ia dapat melihat tempat dimana Bai Qian pernah melakukan upacara Bingcang tahun itu.”

Dijun melirik ke arah Pangeran Yehua, yang sedang memerhatikan teras awan itu kontempelatif di sisi lainnya, dan mendadak berkata, “Katakan ... bagaimana rupa Xiao Bai saat ia masih bayi?”

Liansong Jun tersedak tehnya.

“Di samping fakta bahwa kau mungkin tidak ingin Yehua mendengar soal ini, ia mungkin juga berpikir kau sengaja memprovokasinya. Yehua akan terus mengingat semuanya tentang dirimu di masa depan.”

Tatapan Liansong sementara tertuju pada kotak kristal di tangan Donghua. 

Ia menunjuk kipasnya ke arah kotak itu dan bertanya, “Benda apa itu yang ada di tanganmu?”

Dijun membuka telapak tangannya: “Kau membicarakan soal ini? Xiao Bai membuatkanku beberapa kudapan. Aku takut mereka akan meleleh terkena matahari jadi aku menutupi mereka dalam sebuah kotak kaca.”

Pangeran Liansong merasa seolah ada petir yang baru saja menyambarnya di siang bolong. 

“Kudapan? Untukmu?”

Liansong berjalan mendekat untuk melihat lebih jelas. Di dalam kotak biru pucat transparan itu memang benar-benar ada beberapa buah toffee. Mereka bahkan dibentuk jadi rubah-rubah kecil.

Bibir Liansong Jun berkedut.

“Aku sudah mengenalmu sejak lama, tetapi aku tidak pernah tahu kalau kau suka makan kudapan. Tetapi, abaikan ini untuk sekarang. Hari ini Fengjiu akan tampil dalam upacara di hadapan puluhan ribu dewa-dewi. Sudah pasti ia akan gugup, dan kau malah memintanya membuatkan kudapan untukmu. Bukankah kau sedikit tidak tahu malu ....?”

0 comments:

Posting Komentar