Minggu, 15 November 2020

3L3W TMOPB - Chapter 11 Part 1

Ten Miles of Peach Blossoms

Chapter 11 Part 1


Beberapa hari setelahnya, tanggal satu Juni.

Informasi di dalam buku nasib benar: Kaisar benar-benar membawa para pejabatnya dan sekumpulan selirnya dan bangsawan untuk melakukan pesiar di Sungai Su Yu. Meski kenyataannya aku adalah Guru putranya, Kaisar tidak begitu memandangku, dan aku tidak punya posisi yang tinggi di dalam istana kerajaan.

Beberapa pejabat dari Departemen Ritus lebih berwawasan luas, dan menyadari bahwa aku adalah seseorang yang patut dianggap tinggi, mereka memastikan, aku akan berada di antara para pejabat yang berada dalam kapal pesiar.

Aku menemukan diriku ditempatkan di sebelah beberapa penasehat tingkat delapan, tetapi dari sini, yang dapat kulihat adalah kepala bagian belakang Kaisar. Tiga kaki dari kepala Kaisar, aku bisa melihat bagian belakang kepala lainnya, yang mana agak kelihatan seperti milik Chen Gui Ren.

Mao, si Dewa Matahari membanggakan dirinya, dan di hari ujian kehidupan Yuan Zhen dan Dong Hua Di Jun, mataharinya bersinar dan udaranya terasa panas mendesis. Terdapat beberapa awan melayang di angkasa, tetapi mereka tampak ringan, seolah-olah mereka bisa saja buyar saking panasnya.

Sungai Su Yu tidak begitu lebar, dan kapal pesiar naga Kaisar mengambil hampir separuh lebarnya. Kedua sisi sungai dipenuhi dengan pejabat Kaisar, yang pastinya sudah mulai tiba saat fajar untuk mencari tempat yang tepat untuk menonton. Kapal Naganya tidak akan berjalan menuruni bagian sungainya terlalu panjang, dan ada terlalu banyak orang yang muat di pinggirannya, yang artinya, beberapa dari mereka memanjat pepohonan atau sebaliknya berada di atas atap rumah dekat sana.

Para petugas yang mendayung kapalnya sempat mengalami waktu yang sulit, karena mereka harus memastikan kalau mereka mengarahkan kapalnya tepat menuju bagian tengah sungainya. Apabila menyimpang seinci ke arah lain, akan tampak seolah-olah Kaisarnya lebih menyayangi warga yang berada di sisi sungai sebelah situ ketimbang sisi satunya. Mendayung dengan ketepatan semacam itu berarti, kapalnya bergerak terus dengan kecepatan yang tak dapat dipahami.

Orang-orang yang duduk di atas kapal begitu kepanasan di bawah teriknya matahari hingga paha mereka mulai bergetar.

Sudah hampir tengah hari. Aku menjejalkan dua koin emas ke dalam tangan seorang kasim muda yang bekerja di bagian belakang kapalnya dan memintanya untuk membawa Yuan Zhen kemari. Kasim ini cepat dan lincah. Aku memejamkan mata selama beberapa detik, dan di saat aku membuka mataku lagi, aku melihat Yuan Zhen melompat berlari kemari.

Ia mengenakan jubah biru langit bersulam, dan wajahnya memancarkan cahaya tampan masa muda. Ketika ia melihatku, ia mengangkat sebelah alisnya dan matanya berbinar-binar.

“Guru, hal mendesak apa yang membuat Anda memanggilku di saat seperti ini?” tanyanya dan tersenyum mempesona juga lembut padaku.

Aku memikirkan sebuah cara untuk menghadapi rasa keingintahuannya. Aku terdiam beberapa saat, membangun ketegangan sebelum menyatukan lenganku.

“Sebuah cahaya Tao yang bekerlap-kerlip baru saja bersinar menembus dadaku dan menerangi banyak hal mendalam yang biasanya tetap berada dalam kegelapan,” jelasku dengan suara bijak.

“Dengan penuh kasih, aku teringat akan betapa berdedikasinya dirimu pada praktik Taoisme, dan karena aku telah sampai pada kenyataan ini, aku ingin membagikannya denganmu. Apakah kau ingin mendengarkannya?”

Yuan Zhen menyatukan tangannya dan membungkuk. Ia berdiri dengan kepalanya tertunduk, menunggu untuk mendengar apa yang akan kukatakan. Aku berdeham untuk membuat diriku terdengar lebih memerintah. Meskipun tertidur di setiap kelas Mo Yuan selama ribuan tahun itu, pastinya masih ada beberapa yang berhasil teresap ke dalam, karena memberikan sebuah ceramah sepanjang satu jam kepada seorang manusia tentang Taoisme tidak masalah sama sekali bagiku.

Aku memceramahi Yuan Zhen tentang Taoisme sementara menunggu si wanita cantik dari buku nasib Si Ming Xing Jun untuk muncul. Sudah hampir pagi menjelang siang hari, dan aku merasa gelisah.

Aku sudah akan tiba di akhir ceramahku ketika Yuan Zhen, yang terlihat seakan-akan ia ingin mengatakan sesuatu sedari tadi, akhirnya menyela.

“Guru, Anda telah mengulangi bagian tentang praktik Tao dua orang, penempaan qi, dan harmonisasi jiwa sebanyak empat kali sekarang,” katanya.

“Tentu saja aku telah mengulangi bagian itu empat kali!” kataku berlagak jengkel.

“Aku melakukan demikian karena alasan yang bagus. Kau harus mempertimbangkan signifikannya angka empat. Kau juga perlu mempertimbangkan signifikannya aspek dari latihan Tao dan alasan gurumu sengaja bersusah payah menjelaskannya sebanyak empat kali. Mempertimbangkan berbagai faktor signifikan adalah bagian tak terpisahkan dari pembelajaran latihan Tao. Apabila kau tidak memahami usaha gurumu, kau akan sangat kesulitan melatih penempaan spiritual.”

Yuan Zhen menguburkan kepalanya di tangannya.

Ia menyelaku di tengah-tengah, dan aku mencoba mengingat-ingat bagian mana yang kuulangi empat kali. Aku memutuskan untuk lanjut membicarakan tentang latihan Tao dua orang, penempaan qi, dan harmonisasi jiwa.

Aku terus melanjutkannya, berbicara hingga mulut dan lidahku kering dan aku harus meneguk dua teko besar teh.

Akhirnya, wanita cantik dari buku nasib Si Ming Xing Jun muncul.

Aku tidak dapat melihatnya dari posisiku di bagian belakang kapalnya. Meskipun menjulurkan leherku, yang dapat kulihat hanyalah bagian belakang kepala orang-orang. Aku tahu kalau ia telah tiba, meski demikian, karena melayang di atas kami, aku dapat melihat burung Peng raksasa bersayap emas, hewan yang Si Ming Xing Jun pinjam susah payah dari Buddha di Surga Barat.

Di seluruh tahun kehidupanku, aku tidak pernah melihat seorang Kaisar menyelam masuk ke dalam air demi menyelamatkan seorang wanita cantik. Kapan saja sekarang, aku dapat mempunyai kesempatan untuk menikmati tontonan langka ini, dan harapan ini membuat darahku mengalir lebih cepat. Untuk tetap menahan Yuan Zhen, aku harus tetap tenang, sebagaimanapun sulitnya ini terdengar.

Orang-orang di kedua sisi sungainya mendadak menghentikan teriakan dan sorakan mereka, dan gelombang keheningan memenuhi kapalnya. Aku memperhatikan langitnya, melihat si burung Peng raksasa bersayap emas, tetapi masih berupa setitik kecil di langit, dan tidak mungkin burung itu yang membuat keramaian jadi terdiam.

Pastinya, menangkap pemandangan dari si wanita cantiklah yang membuat mereka tak mampu berkata-kata.

Yuan Zhen masih terbenam dalam dunia luas filosofi Tao dan belum menyadari tontonan yang terampang di sekitarnya. Aku merasa terhibur dengan ini dan terus melanjutkan obrolan tentang subjek itu, sementara mencuri-curi pandang aneh ke atas, ke arah si burung Peng raksasa bersayap emas, yang sekarang menukik ke arah kami.

Burung Peng raksasa milik Buddha sangat kuat, dan tiap kepakan sayapnya mampu membuatnya melayang sejauh tiga ribu mil. Hari ini, disamarkan sebagai seekor burung dunia fana dan tidak mampu terbang dengan kekuatan serta kegagahannya seperti dulu. Membuat sayapnya ditarik ketika terbang perlahan di angkasa. Burung itu mungkin tidak pernah merasa begitu menyedihkan dalam terbang sebelumnya, dan menggantungkan kepalanya, terlihat putus asa.

Aku memperhatikan burung Peng yang tersiksa melayang di angkasa hingga tepat berada di atas Sungai Su Yu. Burung itu berputar perlahan di udara sebelum melebarkan sayapnya dan menukik turun, sebelum pelan-pelan melonjak naik kembali, setiap pergerakannya benar-benar lemah lembut. Aku tidak dapat membayangkan kalau burung itu pernah terbang dengan sedemikian anggunnya.

Namun, pergerakannya sudah jelas tidak terlihat begitu lembut dari pandangan manusia-manusia yang menonton dari bawah, dan mereka mulai berteriak dengan teror yang memenuhi telingaku dengan raungan konstan.

Satu penasihat tua di sebelahku menunjuk dengan jari gemetaran dan berkata, “Aku tidak tahu kalau burung Peng benar-benar ada, apalagi yang buas dan terbang secepat ini.”

Yuan Zhen masih terpikat dengan keajaiban Taoisme dan tidak mempedulikan dunia luar. Wanita cantik itu seharusnya sudah terjatuh ke dalam air sekarang. Aku duduk di sana dengan tenang, menanti suara ceburan yang akan menjadi pertanda Sang Ji mendorong kaisar ke dalam air dari bagian depan kapalnya.

Akhirnya aku mendengarnya dan mengangguk puas pada diriku sendiri. Sang Ji telah berhasil mendorong Dong Hua jatuh ke dalam air.

Sempurna.

Aku masih mengangguk-angguk sendiri di saat aku mendengar Chen Gui Ren berteriak, “Kaisar tidak bisa berenang! Oh, Tuhan ... beliau tidak bisa berenang!”

Ini diikuti cepat oleh suara ceburan silih berganti. Ceburan demi ceburan.

Aku menatap dengan ngeri.

Oh tidak.

Walaupun telah merencanakan semuanya dengan begitu teliti, kami tidak mempertimbangkan apakah Dong Hua dalam wujud manusianya dapat berenang atau tidak. Siapa yang akan menyelam dan menyelamatkan si wanita cantik sekarang?

Aku bergegas menuju bagian depan kapal. Suara jeritan Chen Gui Ren membangunkan Yuan Zhen dari lamunanya, dan ia melesat ke depanku dengan panik.

Sudah ada begitu banyak kekurangan dari menjalankan rencana kami, tetapi masih tetap penting untuk menghentikan Yuan Zhen untuk melompat masuk ke dalam air. Nasib Dong Hua mungkin telah diubah, tetapi paling tidak yang dapat kami lakukan adalah memastikan kalau nasib Yuan Zhen pun ikut terubah bersamaan dengannya. Menemukan sejenak kejelasan dalam kekacauan ini, aku menyingsingkan lengan bajuku dan menarik lengan Yuan Zhen.

Saat ia berlari ke bagian depan kapal, Yuan Zhen berbalik dan menatapku serius sebelum melanjutkan berlari ke depan. Semua orang memberikan jalan untuk pewaris takhta, dan segera saja kami tiba di bagian depan. Kami menyelinap di antara ramainya kerumunan dan menemukan diri kami berdiri di belakang tiang kapal.

Aku melihat ke bawah dari tiangnya dan menyaksikan sebuah adegan yang sangat aneh. Sejumlah pejabat berpakaian terang dari segala peringkat kini terombang-ambing di sekitar Sungai Su Yu.

Mereka yang tidak bisa berenang, tersedak airnya dan berteriak meminta diselamatkan, sementara mereka yang bisa berenang, berenang bolak-balik, merendam kepala mereka di dalam air, berenang sedikit menjauh dan menjeritkan “Kaisar!”

Ketika mereka berpapasan dengan rekan kerja yang juga melompat ke dalam air tanpa bisa berenang, mereka akan menariknya, dan bersama-sama berenang bolak-balik mencari sang Kaisar.

Banyaknya orang di dalam sungai membuat pencarian Kaisar lebih sulit. Berdiri di dalam kapalnya memberikanku pemandangan luas di sepanjang sungainya, dan aku melihat kalau semua pejabatnya berenang ke sana kemari dengan putus asa mencarinya, Kaisarnya sebenarnya sedang dipeluk erat dalam lengan kurus Chen Gui Ren selagi ia berenang dengan lelah menuju kapal naga.

Setelah Sang Ji mendorong Kaisarnya ke dalam air, Chen Gui Ren pasti telah mewaspadakan kerumunan dengan teriakannya, “Yang Mulia tidak bisa berenang!” dan para kasim Kaisar menunjukkan kesetiaan tak terbagi mereka dengan menyelam ke dalam air untuk menyelamatkannya.

Beberapa dari mereka bahkan tidak bisa berenang, tetapi di ambil alih oleh kerumunan yang bersemangat, mereka menyingsingkan lengan jubah mereka, menggertakkan gigi, dan ikut melompat juga.

Mereka yang tidak kehilangan akal mereka dalam kepanikan buta, mencemaskan tentang bagaimana kelihatannya apabila mereka satu-satunya yang tidak melompat, jadi pada akhirnya mereka merasa terpaksa melakukannya juga.

Para pengawal kaisar semuanya dapat berenang dan bisa dengan mudahnya menyelamatkan sang Kaisar. Tetapi sekarang sudah ada begitu banyak orang yang menggelepar setengah tenggelam dan perlu untuk diselamatkan, mereka semua adalah pilar kerajaan, dan beban pekerjaan mereka pun meningkat tanpa akhir.

Chen Gui Ren telah menarik Kaisar ke atas kapal sementara para pengawalanya masih sibuk berenang kesana-kemari menyelamatkan pejabat-pejabat yang menggelepar ini. Saking banyaknya kekacauan terjadi, hingga tak seorang pun memperhatikan si wanita cantik dari buku nasib yang juga terjatuh ke dalam air.

Satu-satunya kecemasan Yuan Zhen adalah nasib ayahnya, dan ia sepenuhnya tidak menyadari si wanita cantik ini. Ia hampir saja melemparkan dirinya terjun dari kapal untuk menyelamatkan Kaisar, tetapi untungnya beberapa kasim tua tepat waktu menahannya. Kaisar tidak dalam kondisi yang membantu dan jelas sekali tidak ada gunanya bagi si wanita cantik.

Aku teralihkan sejenak, tetapi ketika aku melihat ke belakang ke arah wanita itu, aku melihatnya mengayuh ke pinggir sungai, air mata mengalir turun dari wajahnya. Kaisar nyaris tenggelam dan dalam keadaan yang sangat menyedihkan.

Chen Gui Ren adalah satu-satunya selir yang terjun ke dalam air untuk mengejar Kaisar dan sendirian berhasil menyelamatkan nyawanya, yang mana, secara otomatis mengangkat statusnya.

Menyadari apa yang terjadi, Permaisuri membuat semua selir lainnya yang sedang meratap berdiri di samping dan hanya mengizinkan Chen Gui Ren untuk mendekat. Chen Gui Ren meratap kepada langit dan membenturkan kepalanya ke perahu.

“Bangunlah, Yang Mulia, bangunlah!” ia menangis.

“Anda tidak boleh meninggalkan kasim dan para selir Anda!”

Segera saja, ia mencengkeram tenggorokannya dan memuntahkan darah lagi. Ia menjerit sejenak dan setelah memuntahkan darah, berteriak sedikit lagi, memuntahkan darahnya lagi.

Ada beberapa tabib istana tua yang berada di antara para hadirin, yang bergegas menghapiri dan menarik Chen Gui Ren menjauh dari Kaisar. Mereka menghampiri pasien mereka, tangan gemetaran saat mereka membuka kotak obat mereka dan memeriksanya sebelum mereka memberikan diagnosa.

Tamasyanya ditinggalkan. Perahu naganya akhirnya bisa didayung seperti perahu biasanya, petugas yang bertugas tak lagi dikekang oleh pengarahan yang presisi. Di bawah perintah calon pewaris takhta, mereka mengangkat kepala tinggi-tinggi, mengibarkan benderanya, berjalan dengan kecepatan penuh, kembali ke Istana Kerajaan.

Related Posts:

0 comments:

Posting Komentar