Three Lives Three Worlds, The Pillow Book 2
Epilog
(T/N : Ini dari sudut pandang Bai Gungun, ya. Jadi jangan heran kalau ada sebutan yang menurut kalian ga pas atau ga masuk akal. Seperti sebutan untuk Xiao Yan.)
Bai Gungun tidak menemukan ibunya setelah bangun tidur. Ekspresi Paman Xie Guchou sangat serius. Xie Guchou menjemputnya dan mengatakan bahwa ia harus membawanya ke suatu tempat. Paman Xie Guchou selalu terlihat serius, tetapi ia tampak sangat serius hari ini.
Bai Gungun cukup sensitif untuk merasakan bahwa pasti telah terjadi sesuatu
yang buruk.
Setelah mereka menempuh perjalanan melalui lautan awan di langit, Paman Xie
Guchou membawanya ke sebuah istana yang dikelilingi oleh awan-awan suci dimana
setelahnya mereka menuju sebuah taman yang dipenuhi dengan pepohonan maple. Ada
begitu banyak paman, bibi, kakak lelaki, dan kakak perempuan di taman ini.
Saat mereka melewati pintu masuk melengkung di taman, mereka mendengarkan
seorang paman yang melambaikan kipasnya berbicara dengan seorang kakak
perempuan yang cantik: “Sebenarnya, memurnikan Alam Miaoyi dan krisis dunia
yang mirip adalah tanggung jawab Klan Dewa; tidak ada hubungannya dengan Klan
Iblis. Kau bilang, kau hanya kebetulan lewat dan melihat Yehua serta yang
lainnya berusaha keras untuk menghancurkan medan pelindungnya, jadi kau
memberikan mereka bantuan. Tetapi, biar kutanyakan padamu, Xiao Yan, pada
dasaranya, mengapa kau lewat di Laut Biru ini?”
Si kakak perempuan yang cantik itu langsung kebingungan. “Aku ... aku
tersesat, oke?”
“Dasar idiot,” Bai Gungun mendengar Paman Xie Guchou mengatakannya.
Semua kakak lelaki, kakak perempuan, paman, dan bibi yang ada di dalam
taman menoleh ke arah mereka.
Si kakak perempuan cantik itu marah besar.
Ia menatap Paman Xie Guchou dan bertanya, “Siapa yang kau panggil idiot?”
Tidak ada seorang pun di taman yang memerhatikan si kakak perempuan yang
marah besar. Malahan, mereka semua menatapnya terkejut.
Bai Gungun membenamkan kepalanya ke dalam sela leher Xie Guchou, hanya
sedikit berbalik untuk menunjukkan mata gelap besarnya.
Si paman yang melambaikan kipas menatapnya sejenak, lalu menunjukkan
kipasnya ke arahnya dan bertanya pada Paman Xie Guchou, “Anak siapa ini?”
“Memangnya kau tidak bisa menebak hanya dengan melihatnya?” jawab Paman Xie
Guchou, acuh tak acuh.
Si paman yang melambaikan kipas pun membelalakkan matanya terkejut: “Anak
Donghua?”
Bai Gungun tidak tahu apa itu ‘Donghua’. Apakah itu nama sebuah tempat?
Paman Xie Guchou tidak mau repot memedulikan orang-orang di taman itu, malahan
membawanya melewati pintu masuk, berbalik menuju pintu lainnya.
Di balik pintu ini ada sebuah koridor panjang berisi kamar.
Dengan pendengaran tajamnya, Bai Gungun mendengarkan beberapa gumaman yang
datang dari arah taman: “Kalau bukan karena Bai Qian, suaminya, dan Moyuan yang
bergegas datang ke sana tepat waktu untuk menghancurkan medan pelindungnya dan
menggunakan setengah dari Kunlun untuk menyegel kekuatan hitam itu, anak ini
pasti sudah kehilangan kedua orang tuanya. Kasihan sekali.”
Di saat bersamaan, seseorang membalas, “Anda benar, Dewa Agung Zheyan. Akan
tetapi, meskipun sulit, contoh ini menunjukkan bahwa, seseorang tidak boleh memercayai
Takdir begitu saja. Sebagai contohnya, siapa yang akan menduga kalau medan
pelindungnya akan rusak? Siapa yang akan menduga bahwa Kunlun begitu istimewa
sampai bisa menyegel ketiga racun tersebut? Sekali lagi, hamba sungguh
mencemaskan berapa lama itu akan bertahan kali ini. Dijun harus melakukan
penempaan diri selama ribuan tahun sebelum ia bisa mendapatkan kembali apa yang
hilang darinya. Kalau Kunlun runtuh sebelum itu, maka ....”
Suara seorang wanita terdengar: “Siming, kau ini benar-benar orang yang
gampang khawatir. Apakah menurutmu segel Moyuan adalah lelucon? Dibandingkan
dengan Kunlun dan Dijun, aku lebih mencemaskan Yang Mulia Fengjiu. Esensi
ilahinya rusak parah, dan ia masih belum sadar juga ....”
Bai Gungun tidak memahami apa yang mereka bicarakan di awal percakapan itu,
tetapi kakak perempuan ini mengatakan ia mencemaskan ibunya dan bahwa esensi
ilahi ibunya rusak parah dan ibunya masih belum siuman ....
Tangan Bai Gungun mengepal menjadi tinjuan kecil. Paman Xie Guchou menepuk
punggungnya guna menenangkan dirinya.
“Apakah kau kira Zheyan adalah seorang tabib gadungan? Ibumu terluka,
tetapi ia akan segera bangun setelah beristirahat selama beberapa bulan. Ia
selalu memujimu karena begitu tenang dan bertanggung jawab di usiamu. Tunjukkan
padaku, seberapa bertanggung jawabnya dirimu.”
Bai Gungun tidak tahu siapa Zheyan itu, tetapi ia tahu Paman Xie tidak akan
pernah berbohong padanya. Karena ia bilang ibunya baik-baik saja, ia pasti
baik-baik saja.
Namun, hatinya masih dipenuhi kecemasan, sepanjang perjalanan sampai mereka
masuk ke dalam suatu ruangan di antara koridor penuh kamar itu.
Aroma obat-obatan memenuhi tempat itu. Ibunya sedang berbaring di atas
ranjang dengan mata terpejam. Ukiran bunga plum dan anggrek menghiasi kepala
ranjangnya.
Seorang paman dengan rambut persis seperti miliknya sedang duduk di pinggir
ranjang. Di tangannya terdapat semangkuk obat. Ia menggunakan sendok porselen
untuk perlahan-lahan mengaduk ramuan di dalamnya.
Paman Xie menurunkannya. Tanpa memperlihatkan ketakutan, ia berjalan
terhuyung menuju ranjang ibunya dengan kaki pendeknya. Beruntung sekali,
meskipun tidak sadarkan diri, raut wajah ibunya bersinar penuh kehidupan.
Di saat ia mulai tenang, ia mendengar suara dari atas kepalanya: “Siapa ...
kau?”
Ia mendongak menatap si paman tampan dan memberikan jawaban pendek: “Aku
Bai Gungun.”
Si paman tampan mengernyitkan alisnya. “Bai Gungun ... siapa?”
Bai Gungun menunjuk dirinya sendiri dengan serius, lalu menunjuk ke arah
ibunya yang sedang berbaring di atas ranjang dan berkata, “Putra Jiujiu.”
Crash.
Mangkuk obatnya terjatuh ke lantai dari tangan si paman tampan. Bai Gungun
merasa sedikit tersinggung. Apakah dirinya menjadi putra ibunya begitu sulit
untuk diterima? Mengapa semua orang tampak begitu terkejut?
Beberapa saat yang lalu, baik paman, bibi, kakak lelaki, dan kakak
perempuan di taman. Sekarang, si paman tampan yang berada di sisi ranjang
ibunya. Ditambah lagi, paman ini begitu terkejut, sampai-sampai menjatuhkan mangkuk
obatnya.
Paman Xie Guchou memberi sinyal padanya dengan lirikannya, ia harus tetap
tenang dan tidak berlari kesana-kemari, setelah itu melangkah keluar.
Kamar itu jadi sangat hening sampai Bai Gungun merasa agak gugup.
Mengingat percakapan mereka, ia menelan ludah dan mengumpulkan cukup
keberanian untuk bertanya pada si paman tampan: “Bagaimana denganmu? Siapa
kau?”
Setelah sekian lama, ia melihat si paman tampan mengulurkan tangannya untuk
mengelus kepalanya. Suara dari atas kepalanya melembut, memberikan efek
kehangatan kali ini.
“Gungun, aku adalah ayahmu.”
Tamat.
0 comments:
Posting Komentar