Minggu, 15 November 2020

3L3W TMOPB - Chapter 3 Part 1

Ten Miles of Peach Blossoms

Chapter 3 Part 1


Aku memutari sudut tempat Ye Hua dan putranya menghilang, dan memandang kedua arahnya. Dari utara, aku melihat seorang wanita mengambil langkah panjang ke arahku, menilai dari pakaian dan dandanannya, tampaknya ia sama sekali tidak tahu ada sebuah pesta.

Menyipitkan mataku ke arahnya, aku melihat kalau Takdir sungguh tidak baik hari ini.

Walaupun sedang hamil tua, wanita ini masih berhasil terlihat melangkah dengan ringan dan lincah. Aku mengeluarkan Kipas Po Yun-ku dan memeganginya di telapak tanganku, bertanya-tanya jika satu ayunan dari kiri ke kanan akan mengirimkannya pulang ke Laut Utara. Tetapi melihat perut hamilnya, hatiku melembut, dan aku meletakkannya kembali.

Ia berjalan menghampiri dan jatuh berlutut tepat di hadapanku. Aku bergerak ke samping, tidak ingin menerima hormatnya. Tampak kebingungan, ia mengikutiku dengan lututnya, dan dengan enggan, terpaksa aku berhenti. Ia menatapku dan menangis tersedu-sedu. Ia tidak terlihat sangat berbeda dari apa yang ingat saat aku bertemu dengannya 50.000 tahun yang lalu, meskipun wajahnya jadi lebih gemuk.

Aku penasaran, apakah bentuk yang dinginkan dewi-dewi zaman sekarang adalah yang halus atau yang montok. Semua dewa tampaknya sangat menyukai sosok luwes Putri Lu Xiu barusan ini, yang membuatku percaya kalau dirinya mungkin adalah sosok yang disukai.

Ketika berhadapan dengan orang-orang yang tidak begitu kusukai, aku punya ciri khas melontarkan hal-hal yang kutahu tidak ingin mereka dengar. Aku mencubit diri sendiri sebagai pengingat, apa pun yang terjadi, jangan menyebut soal berat badannya. Kami tidak bertemu, sudah puluhan ribu tahun, dan meskipun aku punya masalah dengannya, ia juga seorang dewi dari generasi yang lebih tua, dan karena ia telah mengamati etiket dengan saksama, akan tidak pantas bagiku untuk menanggapi dengan komentar yang tidak baik.

Ia masih manatapku di antara mata berkelip-kelip, berkabut, memandangiku begitu intens hingga getaran dingin merayapi punggungku. “Gu Gu.”

Pada akhirnya aku tidak bisa menghentikan diriku. “Shao Xin, bagaimana bisa kau jadi begitu gemuk?”

Ia menatapku ngeri. Dua lingkaran merah muncul di pipinya, dan tangan kanannya bergerak ke arah perutnya yang membuncit, dan ia mengelusnya samar.

“Aku ... aku ... aku ...” ia tergagap sebelum menyadari bahwa perkataanku merupakan sebuah bentuk sapaan ketimbang pertanyaan yang perlu dijawabnya.

Ia bergegas kembali bersujud, mengangkat tangannya yang tergenggam untuk menghormat.

“Aku ... aku sedang berada di taman barusan ini ketika angin liar itu meniupku jatuh ke tanah. Segera setelah aku merasakan arus bawah air laut, aku pikir mungkin saja ... mungkin saja itu adalah Kipas Po Yun dan Gu Gu. Aku segera kemari untuk melihatnya, dan ternyata, ternyata ...”

Ia terlihat seolah ia sudah akan menangis sekali lagi. Aku tidak yakin mengapa ia menangis, dan selagi melihatnya sedih begini, tidak benar-benar membuatku senang, aku tidak bisa mengatakan dengan jujur pula kalau itu tidak menyenangkanku.

Akan sangat masuk akal bagiku untuk pergi di bawah keadaan semacam ini, tetapi penampilan menyedihkan Shao Xin melembutkan hatiku. Aku melihat sebuah bangku batu di pinggir dan duduk di atasnya sambil menghela napas.

“Sudah bertahun-tahun semenjak aku meninggalkan Qing Qiu, dan aku sungguh tidak berharap untuk bertemu dengan kenalan lama secepat ini. Kau harusnya tahu kalau aku tidak ingin bertemu denganmu, tetapi kau kemari dan berlutut di jalanku. Kau jelas-jelas punya seseuatu yang ingin kau minta. Kita tadinya adalah majikan dan pelayan, dan saat kau menikah, aku tidak pernah memberikanmu mas kawin, sesuatu yang sekarang punya kesempatan untuk kuperbaiki. Aku akan mengabulkan satu permohonanmu. Katakan padaku, apa yang kau inginkan?”

Ia menatapku kaget. “Aku tahu bahwa Anda akan marah, Gu Gu, te ... tetapi tidak bisakah Anda menatapku?”

Sebelum aku berkesempatan untuk menanggapi, ia mendekat dua langkah menggunakan lututnya.

“Anda tidak pernah bertemu dengan Sang Ji, Gu Gu, dan Anda bilang padaku bahwa Anda tidak menyukainya,” ocehnya.

“Anda dan Sang Ji tidak akan memiliki pernikahan yang bahagia. Sang Ji menyukaiku dan aku menyukainya. Anda mungkin kehilangan pernikahan dengan Sang Ji, Gu Gu, tetapi Anda akan menikahi seorang pria yang lebih baik. Putra Mahkota Ye Hua seratus kali, tidak, seribu kali lebih baik dari Sang Ji. Dan beliau merupakan calon Tian Jun. Tetapi, jika aku kehilangan Sang Ji ... aku ti—ti—tidak punya apa pun. Hanya ia yang kupunya.

Aku tahu Anda adalah seorang Dewi Agung yang bijaksana dan murah hati, Gu Gu, dan aku rasa alasan Anda marah padaku adalah karena aku meninggalkan Qing Qiu tanpa izin ataupun berpamitan, daripada karena aku menikahi Sang Ji. Gu Gu, Gu Gu, bukankah Anda selalu bilang, Anda mengharapkan agar aku menjalani hidup yang baik dan bermartabat?”

Aku membalikkan Kipas Bo Yun di telapak tanganku dan mengelus permukaannya.

“Shao Xin, kau menyimpan kebencian terhadap anggota keluargamu yang menyiksamu di alang-alang itu, kan?”

Ia mengangguk, terlihat bingung dan curiga.

“Kau juga tahu kalau beberapa dari mereka tidak benar-benar ingin menyiksamu, tetapi apabila mereka mencoba melindungimu, merekalah yang akan disiksa. Mereka tidak punya pilihan lain selain bergabung dengan yang kuat dan menindas yang lemah, kan?”

Ia mengangguk lagi.

Aku mengangkat daguku dan menatapnya.

“Bisakah kau memaafkan orang-orang yang menyiksamu tanpa pilihan itu?”

Ia menggertakkan giginya dan menggelengkan kepalanya.

Aku menggunakan rute memutar untuk mengekspresikan bagaimana perasaanku, tetapi aku puas mendengarkan suaraku yang keluar terdengar ramah dan lembut.

“Kalau begitu, Shao Xin, kau harus menempatkan dirimu di posisiku dan memahami, sama halnya aku tidak ingin bertemu denganmu, yang dengan keadaaan semacam itu, sangatlah masuk akal. Aku memanglah seorang Dewi Agung, tetapi aku baru saja mencapai tingkatan ini, dan aku tidak sebijak serta semurah hati seperti yang kau katakan.”

Ia membuka matanya lebar.

Aku menakutinya. Ia cantik, pemalu dan sedang mengandung, dan sebagai seorang Dewi Agung, tidak seharusnya aku begitu kasar. Aku langsung merasa malu.

Aku menundukkan kepalaku dan menatap ke kakiku, dan mataku mendadak terbuka lebar juga.

Buntalan Ketan Kecil, yang kukira sudah meninggalkan taman sekian lama, tiba-tiba saja muncul entah dari mana. Ia mulai menarik-narik pelan gaunku, ekspresi kesal ada di wajah pucat kecilnya.

“Mengapa Ibu membantah, kalau Ibu bukanlah seorang Dewi Agung yang bijaksana dan murah hati? Ibu adalah Dewi Agung paling bijaksana dan paling murah hati di antara langit dan bumi.”

Aku kehabisan kata-kata.

“Darimana pula kau muncul?”

Aku bertanya saat aku tersadar dari keterkejutanku. Ia mengangkat kepalanya dan bibirnya cemberut ke arah pohon koral di belakangku.

Ayah Buntalan Ketan Kecil, Pangeran Ye Hua, berjalan keluar dari bayangan koral, seulas senyuman samar bermain di bibirnya, benar-benar mengubah wajahnya.

“Aku tidak menyadari bahwa gadis yang berbicara denganku adalah Dewi Agung Bai Qian dari Qing Qiu,” katanya perlahan.

Mendengarkan pemuda berusia 50.000 tahunan ini memanggilku dengan sebutan gadis membuatku bergidik dan merinding.

“Tolong jangan memujiku,” aku berkata dengan sengaja.

“Aku lebih tua 90.000 tahun darimu, dan akan lebih pantas bagimu untuk memanggilku dengan sebutan Gu Gu.”

Ia tersenyum kecil dan berkata, “Jadi, A Li memanggilmu Ibu, semantara aku harus memanggilmu Gu Gu? Oh, Qian Qian, bagaiamana kau bisa membenarkan hal itu?”

Mendengarkannya memanggilku Qian Qian membuatku bergidik sekali lagi. Diucapkan dengan agak terlalu mesra.

Shao Xin memperhatikan kami dalam diam. Adegannya meningkat jadi kecanggungan. Sudah sangat lama semenjak aku berada di lingkungan sosial sampai aku tidak yakin berapa banyak kecanggungannya dikarenakan ketidakakrabanku dengan perubahan semacam ini dan seberapa anehnya situasi ini. Di bawah mata yang waspada itu, aku terpaksa berargumen dengannya.

“Kau sudah bersembunyi di balik pohon koral, mencuri dengar pembicaraan kami selama ini. Bagaimana kau membenarkan hal itu?” gagapku.

Ye Hua tetap tenang dan tak merespon, tetapi putranya meluncur turun dari lututku dan menunjuk jalur kecil yang dikaburkan oleh pohon koralnya.

“Ayah dan aku bukannya sengaja mencuri dengar,” jelasnya.

“Ayah menyadari kalau Ibu mengejar kami, jadi kami berbalik. Tetapi ketika kami mendekat, kami melihat Ibu sedang berbicara dengan wanita ini di sini dan berpikir lebih baik kami tetap tidak terlihat.”

Ia menatapku was-was. “Ibu, apakah kau mengejar kami karena kau tidak sanggup berpisah dengan A Li? Karena kau ingin kembali ke Istana Langit denganku dan Ayahanda?”

Kesimpulan yang diambilnya aneh sekali!

Aku baru saja akan menggelengkan kepalaku saat aku melihat Ye Hua mengangguk tegas dan berkata, “Benar, A Li, itu benar. Ibu tidak sanggup berpisah denganmu.”

Buntalan Ketan Kecil mendengking gembira dan menatapku dengan mata berbinar-binar.

“Jadi, Ibu, kapan kita kembali ke Istana Langit?”

“Kita semua akan kembali besok,” Ye Hua menjawabnya untukku.

Buntalan Ketan Kecil kembali mendengking gembira dan terus menatapku dengan mata yang semakin berbinar.

“Kau sudah pergi begitu lama, Ibu. Apakah kau senang akhirnya bisa pulang ke rumah?”

Ye Hua tidak menjawabnya untukku kali ini.

Malahan aku mendengarkan diriku tersenyum canggung dan berkata, “Ya, aku sangat senang.”

Mereka tidak memberiku kesempatan untuk menjelaskan bahwa satu-satunya alasan aku mengejar mereka adalah karena aku perlu ditunjukkan jalan keluar dari taman sialan ini! Aku berada dalam situasi yang jauh lebih rumit sekarang, tetapi, paling tidak aku punya seorang pemandu untuk mengeluarkanku dari sini.

Shao Xin berlutut di tanah dalam diam sepanjang waktu ini, sering kali menoleh ke arah Ye Hua, terlihat tersinggung. Jika Sang Ji tidak membatalkan pertunangan kami, ia akan menjadi pewaris Takhta Langit sekarang, bukan Ye Hua.

Semua hal yang terjadi di langit dan bumi dapat dijelaskan melalui sebab dan akibat. Sang Ji telah menabur benih sebab, dan efeknya tentu saja adalah untuk dituainya.

Aku bisa saja membuatnya lebih menderita; malahan yang kulakukan hanyalah menambahkan beberapa tetes air ke benih yang ditanamnya, hanya beberapa tetes kemarahan dan kebencian yang tidak menyakiti maupun menyengatnya. Pengalaman membuatku melembutkan diri dan menjadi seseorang yang lebih murah hati.

Kemunculan Ye Hua dan putranya secara tiba-tiba telah menginterupsi pembaruan persahabatanku dengan Shao Xin, sebuah kenyataan yang tidak sepenuhnya membuatku kesal. Dengan semangat yang lebih baik, aku bersiap untuk pergi.

Sebelum aku meninggalkan taman, aku menghampiri Shao Xin dan meletakkan Kipas Bo Yun ke dalam tangannya.

“Shao Xin, aku akan mengabulkan satu permintaanmu,” kataku. “Pikirkan baik-baik apa yang kau inginkan, dan saat kau sudah memutuskannya, datanglah temui aku di Qing Qiu. Selama kau memegang kipas ini, Mi Gu tidak akan menghalangi jalanmu.”

Ye Hua menurunkan matanya ke arah Shao Xin dan mengangkat pandangannya kembali padaku.

“Aku kira—“ ia menghentikan dirinya. “Kau benar-benar sangat baik hati,” katanya sebaliknya.

Aku tidak merasa bahwa sedikit sikap ini memerlukan pujian seperti itu. Ini adalah masalah antara majikan dan pelayan, dan sementara tidak membebaniku apa pun untuk baik padanya, baginya ini merupakan sebuah anugerah yang besar. Tidak perlu menjelaskan ini pada Ye Hua.

Sebaliknya, aku mengangkat bahu dan berkata, “Kau sangat cepat tanggap. Aku memang selalu berhati baik.”

Buntalan Ketan Kecil terlihat mendambakan kipas di tangan Shao Xin.

“Aku juga mau satu,” katanya dengan marah.

Aku mengusap kepalanya. 

“Kau anak kecil, untuk apa memerlukan senjata yang menghancurkan begitu?” 

Aku mengambil gula-gula dari lengan jubahku dan memasukkannya ke dalam mulutnya.

Related Posts:

0 comments:

Posting Komentar