Ten Miles of Peach Blossoms
Chapter 3 Part 1
Aku memutari
sudut tempat Ye Hua dan putranya menghilang, dan memandang kedua arahnya. Dari
utara, aku melihat seorang wanita mengambil langkah panjang ke arahku, menilai
dari pakaian dan dandanannya, tampaknya ia sama sekali tidak tahu ada sebuah
pesta.
Menyipitkan
mataku ke arahnya, aku melihat kalau Takdir sungguh tidak baik hari ini.
Walaupun sedang
hamil tua, wanita ini masih berhasil terlihat melangkah dengan ringan dan
lincah. Aku mengeluarkan Kipas Po Yun-ku dan memeganginya di telapak tanganku,
bertanya-tanya jika satu ayunan dari kiri ke kanan akan mengirimkannya pulang
ke Laut Utara. Tetapi melihat perut hamilnya, hatiku melembut, dan aku
meletakkannya kembali.
Ia berjalan
menghampiri dan jatuh berlutut tepat di hadapanku. Aku bergerak ke samping,
tidak ingin menerima hormatnya. Tampak kebingungan, ia mengikutiku dengan
lututnya, dan dengan enggan, terpaksa aku berhenti. Ia menatapku dan menangis
tersedu-sedu. Ia tidak terlihat sangat berbeda dari apa yang ingat saat aku
bertemu dengannya 50.000 tahun yang lalu, meskipun wajahnya jadi lebih gemuk.
Aku penasaran,
apakah bentuk yang dinginkan dewi-dewi zaman sekarang adalah yang halus atau
yang montok. Semua dewa tampaknya sangat menyukai sosok luwes Putri Lu Xiu
barusan ini, yang membuatku percaya kalau dirinya mungkin adalah sosok yang
disukai.
Ketika
berhadapan dengan orang-orang yang tidak begitu kusukai, aku punya ciri khas
melontarkan hal-hal yang kutahu tidak ingin mereka dengar. Aku mencubit diri
sendiri sebagai pengingat, apa pun yang terjadi, jangan menyebut soal berat
badannya. Kami tidak bertemu, sudah puluhan ribu tahun, dan meskipun aku punya
masalah dengannya, ia juga seorang dewi dari generasi yang lebih tua, dan
karena ia telah mengamati etiket dengan saksama, akan tidak pantas bagiku untuk
menanggapi dengan komentar yang tidak baik.
Ia masih
manatapku di antara mata berkelip-kelip, berkabut, memandangiku begitu intens
hingga getaran dingin merayapi punggungku. “Gu
Gu.”
Pada akhirnya
aku tidak bisa menghentikan diriku. “Shao Xin, bagaimana bisa kau jadi begitu
gemuk?”
Ia menatapku
ngeri. Dua lingkaran merah muncul di pipinya, dan tangan kanannya bergerak ke
arah perutnya yang membuncit, dan ia mengelusnya samar.
“Aku ... aku
... aku ...” ia tergagap sebelum menyadari bahwa perkataanku merupakan sebuah
bentuk sapaan ketimbang pertanyaan yang perlu dijawabnya.
Ia bergegas
kembali bersujud, mengangkat tangannya yang tergenggam untuk menghormat.
“Aku ... aku
sedang berada di taman barusan ini ketika angin liar itu meniupku jatuh ke
tanah. Segera setelah aku merasakan arus bawah air laut, aku pikir mungkin saja
... mungkin saja itu adalah Kipas Po Yun dan Gu Gu.
Aku segera kemari untuk melihatnya, dan ternyata, ternyata ...”
Ia terlihat
seolah ia sudah akan menangis sekali lagi. Aku tidak yakin mengapa ia menangis,
dan selagi melihatnya sedih begini, tidak benar-benar membuatku senang, aku
tidak bisa mengatakan dengan jujur pula kalau itu tidak menyenangkanku.
Akan sangat
masuk akal bagiku untuk pergi di bawah keadaan semacam ini, tetapi penampilan
menyedihkan Shao Xin melembutkan hatiku. Aku melihat sebuah bangku batu di
pinggir dan duduk di atasnya sambil menghela napas.
“Sudah
bertahun-tahun semenjak aku meninggalkan Qing Qiu, dan aku sungguh tidak berharap
untuk bertemu dengan kenalan lama secepat ini. Kau harusnya tahu kalau aku
tidak ingin bertemu denganmu, tetapi kau kemari dan berlutut di jalanku. Kau
jelas-jelas punya seseuatu yang ingin kau minta. Kita tadinya adalah majikan
dan pelayan, dan saat kau menikah, aku tidak pernah memberikanmu mas kawin,
sesuatu yang sekarang punya kesempatan untuk kuperbaiki. Aku akan mengabulkan
satu permohonanmu. Katakan padaku, apa yang kau inginkan?”
Ia menatapku
kaget. “Aku tahu bahwa Anda akan marah, Gu
Gu,
te ... tetapi tidak bisakah Anda menatapku?”
Sebelum aku
berkesempatan untuk menanggapi, ia mendekat dua langkah menggunakan lututnya.
“Anda tidak
pernah bertemu dengan Sang Ji, Gu Gu,
dan Anda bilang padaku bahwa Anda tidak menyukainya,” ocehnya.
“Anda dan Sang
Ji tidak akan memiliki pernikahan yang bahagia. Sang Ji menyukaiku dan aku
menyukainya. Anda mungkin kehilangan pernikahan dengan Sang Ji, Gu Gu,
tetapi Anda akan menikahi seorang pria yang lebih baik. Putra Mahkota Ye Hua
seratus kali, tidak, seribu kali lebih baik dari Sang Ji. Dan beliau merupakan
calon Tian Jun.
Tetapi, jika aku kehilangan Sang Ji ... aku ti—ti—tidak punya apa pun. Hanya ia yang
kupunya.
“Aku
tahu Anda adalah seorang Dewi Agung yang bijaksana dan murah hati, Gu Gu,
dan aku rasa alasan Anda marah padaku adalah karena aku meninggalkan Qing Qiu tanpa izin ataupun
berpamitan, daripada karena aku menikahi Sang Ji. Gu Gu,
Gu Gu,
bukankah Anda selalu bilang, Anda mengharapkan agar aku menjalani hidup yang
baik dan bermartabat?”
Aku membalikkan
Kipas Bo Yun di telapak tanganku dan mengelus permukaannya.
“Shao Xin, kau
menyimpan kebencian terhadap anggota keluargamu yang menyiksamu di alang-alang
itu, kan?”
Ia mengangguk,
terlihat bingung dan curiga.
“Kau juga tahu
kalau beberapa dari mereka tidak benar-benar ingin menyiksamu, tetapi apabila
mereka mencoba melindungimu, merekalah yang akan disiksa. Mereka tidak punya
pilihan lain selain bergabung dengan yang kuat dan menindas yang lemah, kan?”
Ia mengangguk
lagi.
Aku mengangkat
daguku dan menatapnya.
“Bisakah kau
memaafkan orang-orang yang menyiksamu tanpa pilihan itu?”
Ia
menggertakkan giginya dan menggelengkan kepalanya.
Aku menggunakan
rute memutar untuk mengekspresikan bagaimana perasaanku, tetapi aku puas
mendengarkan suaraku yang keluar terdengar ramah dan lembut.
“Kalau begitu,
Shao Xin, kau harus menempatkan dirimu di posisiku dan memahami, sama halnya
aku tidak ingin bertemu denganmu, yang dengan keadaaan semacam itu, sangatlah
masuk akal. Aku memanglah seorang Dewi Agung, tetapi aku baru saja mencapai
tingkatan ini, dan aku tidak sebijak serta semurah hati seperti yang kau
katakan.”
Ia membuka
matanya lebar.
Aku menakutinya.
Ia cantik, pemalu dan sedang mengandung, dan sebagai seorang Dewi Agung, tidak
seharusnya aku begitu kasar. Aku langsung merasa malu.
Aku menundukkan
kepalaku dan menatap ke kakiku, dan mataku mendadak terbuka lebar juga.
Buntalan Ketan
Kecil, yang kukira sudah meninggalkan taman sekian lama, tiba-tiba saja muncul
entah dari mana. Ia mulai menarik-narik pelan gaunku, ekspresi kesal ada di
wajah pucat kecilnya.
“Mengapa Ibu
membantah, kalau Ibu bukanlah seorang Dewi Agung yang bijaksana dan murah hati?
Ibu adalah Dewi Agung paling bijaksana dan paling murah hati di antara langit
dan bumi.”
Aku kehabisan
kata-kata.
“Darimana pula
kau muncul?”
Aku bertanya
saat aku tersadar dari keterkejutanku. Ia mengangkat kepalanya dan bibirnya
cemberut ke arah pohon koral di belakangku.
Ayah Buntalan
Ketan Kecil, Pangeran Ye Hua, berjalan keluar dari bayangan koral, seulas
senyuman samar bermain di bibirnya, benar-benar mengubah wajahnya.
“Aku tidak
menyadari bahwa gadis yang berbicara denganku adalah Dewi Agung Bai Qian dari
Qing Qiu,” katanya perlahan.
Mendengarkan
pemuda berusia 50.000 tahunan ini memanggilku dengan sebutan gadis membuatku
bergidik dan merinding.
“Tolong jangan
memujiku,” aku berkata dengan sengaja.
“Aku lebih tua
90.000 tahun darimu, dan akan lebih pantas bagimu untuk memanggilku dengan
sebutan Gu Gu.”
Ia tersenyum
kecil dan berkata, “Jadi, A Li memanggilmu Ibu, semantara aku harus memanggilmu
Gu Gu?
Oh, Qian Qian, bagaiamana kau bisa membenarkan hal itu?”
Mendengarkannya
memanggilku Qian Qian membuatku
bergidik sekali lagi. Diucapkan dengan agak terlalu mesra.
Shao Xin
memperhatikan kami dalam diam. Adegannya meningkat jadi kecanggungan. Sudah
sangat lama semenjak aku berada di lingkungan sosial sampai aku tidak yakin
berapa banyak kecanggungannya dikarenakan ketidakakrabanku dengan perubahan
semacam ini dan seberapa anehnya situasi ini. Di bawah mata yang waspada itu, aku
terpaksa berargumen dengannya.
“Kau sudah
bersembunyi di balik pohon koral, mencuri dengar pembicaraan kami selama ini.
Bagaimana kau membenarkan hal itu?” gagapku.
Ye Hua tetap
tenang dan tak merespon, tetapi putranya meluncur turun dari lututku dan menunjuk
jalur kecil yang dikaburkan oleh pohon koralnya.
“Ayah dan aku
bukannya sengaja mencuri dengar,” jelasnya.
“Ayah menyadari
kalau Ibu mengejar kami, jadi kami berbalik. Tetapi ketika kami mendekat, kami
melihat Ibu sedang berbicara dengan wanita ini di sini dan berpikir lebih baik
kami tetap tidak terlihat.”
Ia menatapku
was-was. “Ibu, apakah kau mengejar kami karena kau tidak sanggup berpisah
dengan A Li? Karena kau ingin kembali ke Istana Langit denganku dan Ayahanda?”
Kesimpulan yang
diambilnya aneh sekali!
Aku baru saja
akan menggelengkan kepalaku saat aku melihat Ye Hua mengangguk tegas dan
berkata, “Benar, A Li, itu benar. Ibu tidak sanggup berpisah denganmu.”
Buntalan Ketan
Kecil mendengking gembira dan menatapku dengan mata berbinar-binar.
“Jadi, Ibu,
kapan kita kembali ke Istana Langit?”
“Kita semua
akan kembali besok,” Ye Hua menjawabnya untukku.
Buntalan Ketan
Kecil kembali mendengking gembira dan terus menatapku dengan mata yang semakin
berbinar.
“Kau sudah
pergi begitu lama, Ibu. Apakah kau senang akhirnya bisa pulang ke rumah?”
Ye Hua tidak
menjawabnya untukku kali ini.
Malahan aku
mendengarkan diriku tersenyum canggung dan berkata, “Ya, aku sangat senang.”
Mereka tidak
memberiku kesempatan untuk menjelaskan bahwa satu-satunya alasan aku mengejar
mereka adalah karena aku perlu ditunjukkan jalan keluar dari taman sialan ini!
Aku berada dalam situasi yang jauh lebih rumit sekarang, tetapi, paling tidak
aku punya seorang pemandu untuk mengeluarkanku dari sini.
Shao Xin
berlutut di tanah dalam diam sepanjang waktu ini, sering kali menoleh ke arah
Ye Hua, terlihat tersinggung. Jika Sang Ji tidak membatalkan pertunangan kami,
ia akan menjadi pewaris Takhta Langit sekarang, bukan Ye Hua.
Semua hal yang
terjadi di langit dan bumi dapat dijelaskan melalui sebab dan akibat. Sang Ji
telah menabur benih sebab, dan efeknya tentu saja adalah untuk dituainya.
Aku bisa saja
membuatnya lebih menderita; malahan yang kulakukan hanyalah menambahkan
beberapa tetes air ke benih yang ditanamnya, hanya beberapa tetes kemarahan dan
kebencian yang tidak menyakiti maupun menyengatnya. Pengalaman membuatku
melembutkan diri dan menjadi seseorang yang lebih murah hati.
Kemunculan Ye
Hua dan putranya secara tiba-tiba telah menginterupsi pembaruan persahabatanku dengan
Shao Xin, sebuah kenyataan yang tidak sepenuhnya membuatku kesal. Dengan
semangat yang lebih baik, aku bersiap untuk pergi.
Sebelum aku
meninggalkan taman, aku menghampiri Shao Xin dan meletakkan Kipas Bo Yun ke
dalam tangannya.
“Shao Xin, aku
akan mengabulkan satu permintaanmu,” kataku. “Pikirkan baik-baik apa yang kau
inginkan, dan saat kau sudah memutuskannya, datanglah temui aku di Qing Qiu. Selama
kau memegang kipas ini, Mi Gu tidak akan menghalangi jalanmu.”
Ye Hua
menurunkan matanya ke arah Shao Xin dan mengangkat pandangannya kembali padaku.
“Aku kira—“ ia
menghentikan dirinya. “Kau benar-benar sangat baik hati,” katanya sebaliknya.
Aku tidak
merasa bahwa sedikit sikap ini memerlukan pujian seperti itu. Ini adalah
masalah antara majikan dan pelayan, dan sementara tidak membebaniku apa pun
untuk baik padanya, baginya ini merupakan sebuah anugerah yang besar. Tidak
perlu menjelaskan ini pada Ye Hua.
Sebaliknya, aku
mengangkat bahu dan berkata, “Kau sangat cepat tanggap. Aku memang selalu berhati
baik.”
Buntalan Ketan
Kecil terlihat mendambakan kipas di tangan Shao Xin.
“Aku juga mau
satu,” katanya dengan marah.
Aku mengusap kepalanya.
“Kau anak kecil, untuk apa memerlukan senjata yang menghancurkan begitu?”
Aku mengambil gula-gula dari lengan jubahku dan memasukkannya ke dalam mulutnya.
0 comments:
Posting Komentar