Three Lives Three Worlds, The Pillow Book 2
Chapter 21 Part 3
Fengjiu tidak bisa tidur malam itu.
Kali ini, Fengjiu tidak kembali ke Qingqiu. Malahan, ia meminjam aula samping di Neraka dari Xie Guchou sebagai penginapan sementara.
Saat ia memutuskan untuk pergi ke dunia manusia, Fengjiu tahu dirinya tidak akan bisa meninggalkan Qingqiu bahkan untuk sedetik pun kalau ia membiarkan kakeknya tahu dirinya sedang mengandung Bai Gungun.
Karena alasan inilah, Fengjiu meminta Zheyan untuk merahasiakan masalah ini untuknya. Dewa Agung Zheyan selalu mengira kalau alasannya ingin menyembunyikan ini adalah karena dirinya tidak berniat melahirkan Bai Gungun.
Oleh sebab itulah, Zheyan menyembunyikan Fengjiu dengan segala yang ia bisa, tidak pernah menyebutkan satu kata pun pada paman kecilnya. Dia juga diam-diam mengirimkan tumpukan obat aborsi yang aman. Membuat seseorang bertanya-tanya, kebencian macam apa yang dimiliki Zheyan pada Dijun.
Kali ini, membawa Bai Gungun kembali, Fengjiu tahu, menjelaskan kepada para tetua akan menimbulkan kesulitan. Karena ia masih belum menemukan solusi atas masalah ini, Fengjiu memutuskan tidak kembali ke Qingqiu sementara waktu, malah menetap sementara di tempat Xie Guchou.
Neraka biasanya jarang terkena sinar matahari. Tidak memiliki sumber daya yang beragam seperti di Qingqiu, yang mana seseorang dapat memetik herbal narkotika hanya satu langkah keluar dari pintu. Jika seseorang tidak cukup beruntung dan terkena insomnia, maka ia hanya bisa terus terbelalak dan menanti terbitnya matahari.
Di hari keduanya di Neraka, Fengjiu mendatangi Xie Guchou dengan sepasang mata rakun yang mengerikan. Xie Guchou berpikir sejenak, dan setelahnya mengirimkan dua botol anggur ke kamarnya. Ia bilang, anggur itu adalah yang terbaik. Jika Fengjiu meminumnya sebelum tidur, mereka dapat menyembuhkan insomnianya seperti sihir.
Malam itu, Fengjiu mulai dengan satu mangkuk kecil. Lalu, ia menggunakan mangkuk lebih besar. Namun, semakin ia minum, ia malah semakin sadar. Ia terus minum sampai ayam jantan berkokok, bukan hanya ia tidak merasa mengantuk atau bahkan mabuk, ia malah merasa enerjik.
Xie Guchou melihat sepintas lalu pada penampakan Fengjiu dan berkata itu dikarenakan terlalu banyak yang membebani pikirannya, alkohol tingkat menengah tidak akan efektif. Ia memiliki dua botol anggur yang lebih kuat dikirimkan ke kamarnya, bersamaan dengan pesan yang mengatakan, jika Fengjiu ingin tidur nyenyak, ia harus meminumnya sampai mabuk, Xie Guchou akan membantu mengurus Bai Gungun selama beberapa hari.
Dua hari begadang menyebabkan Fengjiu sangat kelelahan. Ia pikir, ide Xie Guchou ini buruk, meski demikian, tetaplah sebuah ide. Sore itu, Fengjiu meminum kedua botol anggur itu dan mabuk-mabukan sampai tak sadarkan diri. Ia tertidur tepat ketika ia menjatuhkan kepalanya. Tak dapat disangkal, memang tidur yang nyenyak.
***
Fengjiu tidak terbangun sampai empat hari kemudian. Segera setelah Fengjiu membuka matanya, ia melihat Xie Guchou dan Ye Qingti sedang duduk di sisi ranjangnya dengan tenang. Xie Guchou masih seperti batang kayu, di lengannya, Bai Gungun sedang tertidur.
Fengjiu terkejut dengan pemandangan ini dan dengan cepat mendapatkan kembali seluruh kesadarannya. Beruntungnya, ia tertidur dengan pakaian lengkap hari itu. Kalau tidak, hal pertama yang akan dilakukannya sekarang ini mungkin adalah mengusir mereka berdua keluar.
Lupakan soal Xie Guchou sekarang.
Fengjiu menatap Ye Qingti kebingungan: “Kau tidak seharusnya berada di sini bahkan jika perjamuan selamat datang para dewa-dewi baru telah berakhir. Apakah Donghua Dijun tidak memberikan gelar untukmu? Atau ia menunjukmu sebagai asisten Xie Guchou?”
Bai Gungun sedikit bergerak dalam tidurnya, seolah ia terganggu oleh suara ibunya.
Xie Guchou menepuk kepalanya dan berbisik pada Fengjiu: “Apa kau tahu apa gelar abadi yang ditunjuk Dijun untuk Ye Qingti?”
Fengjiu menatap Ye Qingti bertanya-tanya.
Ye Qingti tersenyum masam ke arahnya.
“Selama penganugerahan hari itu di tanggal 5 Mei, Dijun tidak memberikanku gelar apa pun. Karena aku menjadi makhluk abadi berkat dirimu, tidak masalah apakah aku punya gelar atau tidak. Tetapi, hari itu, sebelum perjamuannya berakhir, Dijun secara pribadi memanggilku ke Istana Taichen,” ia menjeda, “dan menunjukku, seorang dewa baru tanpa pengalaman apa pun, sebagai penerus Dijun dari Istana Taichen. Ia bilang, setelah dirinya pergi, Zhonglin Xianguan akan membantuku dalam mengawasi pendaftaran di dunia dewa-dewi.”
Dijun juga memerintahkannya untuk tidak pernah bertemu lagi dengan Fengjiu selama dirinya menjadi seorang dewa, tetapi Ye Qingti meninggalkan bagian ini dan tidak menyebutkannya pada Fengjiu.
“Apa kau bilang?” Fengjiu dengan cepat bertanya.
Pada saat ini, Fengjiu terlihat seperti malam itu empat ratus tahun yang lalu. Kepanikan serta ketakutan langka di wajah Fengjiu menyebabkan Ye Qingti jadi sedikit teralihkan.
Semenjak Fengjiu meneriakkan kata ‘Donghua’ malam itu, Ye Qingti selalu ingin mengetahui siapa sebenarnya Donghua itu. Setelah terbangun di Neraka, ia jadi kian penasaran mendengar nama ini disebut beberapa kali oleh Xie Guchou.
Setelah ia mempelajari sedikit mengenai dunia dewa, ia menyadari, Donghua merupaka seorang dewa kuno unggul dari Langit.
Xie Guchou pernah mendesau kalau Fengjiulah yang pertama kali mengejar Donghua. Sementara dewi biasa lainnya tidak akan berani memimpikan hal semacam itu, Fengjiu bukan hanya memikirkannya, ia bahkan melakukannya, dan berhasil. Sebenarnya, Fengjiu mendapatkan kekagumannya. Ye Qingti tidak sabar untuk bertemu dengan dewa ini, yang disebut Donghua Dijun.
Upacara pemberian gelar di Aula Qing Yun merupakan kesempatan bagus. Tetapi Ye Qingti berdiri di bagian belakang dan oleh sebab itulah tidak bisa melihat dengan jelas. Yang dapat dilihatnya samar-samar adalah dewa dengan jubah ungu mewah dan berambut perak.
Dijun tidak banyak bicara hari itu. Suaranya juga tidak terlalu tinggi, dan ia terus saja terlihat dingin dan acuh tak acuh. Di pertemuan itu, si dewa terhormat ini tak sekali pun menyebut dirinya.
Ye Qingti mengira, ini dikarenakan sejarahnya dengan Fengjiu, makanya Dijun sengaja mengabaikannya.
Tanpa diduga, beberapa hari kemudian, hanya dirinya yang dipanggil ke Istana Taichen. Itu adalah pertama kalinya Ye Qingti melihat Donghua Dijun secara jelas.
Ia yakin mendengar kalau Donghua merupakan seorang dewa prasejarah berusia ratusan ribu tahun, tetapi rupanya begitu luar biasa, dan ia terlihat semuda dirinya. Hanya saja, aura di sekitar dirinya memang terkumpul setelah ribuan tahun.
Dijun bersandar di sebuah kursi giok saat ia menatap ke bawah ke arahnya; ekspresinya dingin dan tampak asing.
“Hanya kau yang belum diberikan gelar di antara gelombang baru para makhluk abadi. Kau bukanlah seseorang yang dengan serius menempa diri demi mendapatkan keabadian, jadi aku ragu kau akan hebat dalam segala hal. Karena itu, kenapa kau tidak menjadi Dijun berikutnya dari Istana Taichen? Dibandingkan dengan semua tempat di sini, mengurusi resgistri dewa-dewi adalah pekerjaan yang cukup mudah.”
Di saat ia merasa lengan jubahnya ditarik, Ye Qingti terbangun dari kenangannya. Ia melihat Fengjiu bertanya pada Xie Guchou walaupun ia sedang menarik lengan jubahnya.
Suara Fengjiu bergetar: “Apa yang ... dikatakan oleh Qingti? Aku tidak begitu mendengarkannya.”
Xie Guchou terlihat mengasihaninya.
“Bukannya kau tidak mendengarnya. Kau hanya tidak ingin memercayainya.”
Kehidupan tiba-tiba saja menghilang dari mata Fengjiu. Seluruh tubuhnya terhuyung.
“Aku akan pergi ke Istana Taichen untuk mencarinya.”
Cahaya putih melintas, tidak meninggalkan jejak Fengjiu.
Karena gelar yang diberikan kepada Ye Qingti sangat luar biasa, dan di atas itu, setelah menyarankan ide ini, Dijun memerintahkan para dewa tetua untuk mengawasinya dan melarangnya meninggalkan Istana Taichen, Ye Qingti merasa ada sesuatu yang aneh dan mengambil kesempatan dari kekacauan pagi ini di Istana Taichen untuk melarikan diri keluar.
Tanpa mengenali banyak orang di dunia dewa, ia hanya bisa mendatangi Neraka untuk mendiskusikan masalah ini dengan Xie Guchou. Namun, setelah Xie Guchou mendengar apa yang dikatakannya, ia langsung membawanya ke pinggir ranjang Fengjiu.
Dalam bayangannya, Fengjiu pastilah akan terkejut setelah ia mendengarkan cerita ini. Biarpun begitu, Ye Qingti tidak tahu mengapa Fengjiu bertingkah sangat aneh.
Dalam perjalanan mengendarai awan demi mengejar Fengjiu ke Jiuchongtian, Xie Guchou menjelaskan padanya: “Dalam dunia dewa, setiap dewa dengan gelar Shangxian dan yang lebih tinggi, memilih penerusnya sendiri. Biasanya, ia hanya akan memilih seseorang dengan ikatan ilahi terdalam dengannya. Dijun memilihmu menjadi penerusnya, sudah jelas karena seluruh esensi dewamu sebenarnya berasal dari Fengjiu. Bukan kau yang memiliki ikatan ilahi terdalam dengannya, tetapi Fengjiu lah yang memiliki ikatan terdalam itu dengannya.”
Di tengah angin yang berkibar, Xie Guchou menambahkan, “Menunjuk seorang penerus biasanya hanya terjadi di menit terakhir jika tidak bisa ditahan lagi. Dengan kata lain, hanya ada satu alasannya,” suaranya entah mengapa terdengar jauh, “bagi seorang dewa untuk menunjuk penerusnya. Itu berarti, ia sudah berada dekat dengan akhir kehidupannya."
***
Fengjiu bukanlah seorang murid yang luar biasa di masa mudanya, tetapi ia adalah seorang pembuat onar yang luar biasa. Karena ia sering mengejar Adik Serigala Abu-abu, menerobos masuk ke dalam rumah seseorang sudah menjadi kegiatan yang familier. Tetap saja, dirinya tidak pernah menyangka, suatu hari akan menerobos masuk Istana Taichen.
Walaupun demikian, Istana Taichen bukanlah sebuah tempat yang mudah untuk diterobos. Segera setelah ia memanjat dinding untuk masuk ke dalam, beberapa dewa tetua sudah muncul entah dari mana asalnya.
Mereka sedikit membeku saat mereka melihat siapa yang menyusup, sebelum dengan hormat mengundangnya masuk ke Aula Yuhe. Setelah itu, mereka meminta seorang pejabat untuk memberitahu Dijun dan memerintahkan para dayang untuk membawakan buah-buahan juga buah untuknya.
Semua hal di dalam istana masih tampak sangat teratur. Hati Fengjiu sedikit lega. Hanya saja tangannya tidak dapat berhenti gemetaran dan kepalanya terasa sedikit berkabut.
Fengjiu menunggu setengah waktu minum teh. Ketika ia mendengarkan langkah kaki dari luar, ia dengan cepat berdiri. Yang melangkah masuk adalah Xie Guchou dan Ye Qingti; mereka datang dari pintu depan. Mereka pun diundang masuk oleh para penjaga dan disediakan teh oleh para dayang.
Ketiganya duduk dalam diam, menunggu. Setengah waktu minum teh telah berlalu. Semakin Fengjiu menunggu, semakin gelisahlah dirinya. Saat ia baru saja akan menerobos masuk ke kamar tidur Donghua, siluet putih akhirnya berjalan masuk dari pintu.
Sang pelayan, Zhonglin Xianguan, tanpa tergesa berjalan masuk ke dalam.
Ia menyapukan pandangannya pada Xie Guchou dan Ye Qingti, sedikit mengernyitkan alisnya, dan berkata pada Fengjiu sedikit sarkas, “Betapa baiknya Yang Mulia untuk menerobos masuk ke Istana Taichen di saat seperti ini. Apakah Anda datang demi Ye Qingti karena kami telah menahannya beberapa hari yang lalu?”
Tatapan Fengjiu tertuju pada wajahnya.
Ia hanya bertanya, “Dimana Donghua?”
Zhonglin Xianguan tidak sesopan biasanya hari ini. Alisnya berkerut semakin dalam.
“Dijun tidak merasa sehat belakangan ini. Ia sedang beristirahat di kamarnya.”
Melirik ke arah Ye Qingti, ia berbalik dan berkata, “Dijun membuat Qingti bersumpah kalau ia tidak dapat bertemu lagi dengan Anda selama ia tetap menjadi seorang dewa. Hamba menduga, Yang Mulia datang ke Istana Taichen untuk menemui Dijun demi hal ini? Namun, menurut pendapat hamba, Qingti tidak terlalu mementingkan janji ini juga.
"Jika Anda berdua sudah tidak memedulikan tentang janji ini, maka mohon jangan salahkan Dijun. Sebenarnya, Qingti hanyalah seorang manusia di masa lalu. Yang Mulia, sebagai jandanya, telah berkabung untuknya selama lebih dari dua ratus tahun. Apabila dewa-dewi kecil dapat melihat ini, maka tentu saja Dijun pun dapat melihatnya. Seluruh Jiuchongtian meyakini Dijun tak ada tandingannya dalam keadilan, tetapi, orang seperti apa Dijun pada akhirnya, Yang Mulia seharusnya tahu. Dijun hanya meminta Qingti untuk berjanji seperti itu karena beliau ....”
Pada saat ini, guntur mendadak bergemuruh di Jiuchongtian. Zhonglin mematung. Ia bergegas menuju pintu, wajahnya kehilangan warnanya. Petir terus menghantam turun seolah mereka mencoba membuka paksa seluruh Jiuchongtian.
Langit yang tadinya cerah, dalam sekejap berubah hitam pekat. Di tengah petir yang menyambar, bintang-bintang di langit pun dengan cepat berjatuhan, satu setelah yang lainnya.
“Apa ... pertanda macam apa ini?” tanya Ye Qingti.
Xie Guchou mengernyit tanpa kata.
“Aku ingin bertemu dengan Donghua. Biarkan aku bertemu dengannya,” Fengjiu tiba-tiba berbicara.
Kesedihan muncul di wajah Zhonglin.
Namun, dengan ketenangan yang dipaksakan, ia memberitahu Fengjiu, “Dijun sungguh membutuhkan istirahat. Hamba sudah menjelaskan semua hal mengenai masalah itu kepada Anda. Jika Anda masih memiliki sesuatu untuk dikeluhkan, cukup beritahu hamba, dan hamba akan menyampaikan perkataan Anda pada Dijun tanpa mengurangi satu kata pun.”
Ia menggertakkan giginya: “Tenang saja, selama itu adalah keinginan Yang Mulia, hamba bisa menjamin, Dijun tidak akan pernah gagal memenuhinya, bahkan jikalaupun ia harus menggunakan nyawanya ....”
Sampai di sini, mata Zhonglin memerah, seolah ia tak mampu mengendalikannya lagi.
“Apalagi yang Anda ingin untuk Dijun lakukan? Mohon maafkan hamba karena ketidaksopanan hamba, tetapi, apa lagi yang Anda inginkan untuk dilakukan oleh Dijun?”
Air mata bergulir menuruni pipi Fengjiu.
“Zhonglin, beritahu aku yang sejujurnya. Apa yang sebenarnya terjadi padanya?”
Setelah terdiam sedetik, Zhonglin mengangkat kepalanya.
“Biarkan hamba menceritakan sebuah kisah untuk Anda. Namun, ini cerita yang sangat panjang, darimana Anda ingin kisah ini dimulai?”
Zhonglin menjawab pertanyaannya sendiri: “Baiklah, mari mulai saja dari saat Raja Iblis Biru Yan Chiwu membawa Dijun pergi menemui Jiheng.”
***
Malam sebelum pernikahan mereka, Yan Chiwu memang datang menemui Dijun karena nyawa Jiheng berada dalam bahaya.
Lima ratus tahun yang lalu, Jiheng terkena racun Qiushui ketika ia mencoba menyelamatkan Minsu di Gunung Baishui. Dijun membantu mereka melarikan diri ke Lembah Fanyin, tempat dimana tidak ternodai oleh kekotoran duniawi, jadi dapat menstabilkan racun Qiushui dalam tubuhnya.
Karena ayah Jiheng pernah menjadi salah satu komandan Dijun, ia memercayakan Jiheng pada Dijun sebelum meninggal dunia. Untuk alasan inilah, Dijun hanya bisa mengurusnya, hanya dikarenakan utang kehormatan terhadap ayah Jiheng.
Walaupun Dijun tidak memiliki perasaan terhadap Jiheng, dan memperlakukannya lebih dingin lagi setelah menyadari perasaan Jiheng terhadapnya, obsesi Jiheng terhadap Dijun sudah terlalu dalam.
Setelah kabar mengenai pernikahan Dijun dan Fengjiu di Laut Biru menyebar ke seluruh penjuru dunia, Jiheng yang patah hati memohon pada Yan Chiwu untuk membawanya keluar dari Lembah Fanyin.
Setelah mereka meninggalkan lembah, Jiheng diam-diam melarikan diri ke Gunung Baishui dan dengan sukarela menjadi makanan bagi para makhluk beracun di sana. Di saat Yan Chiwu menemukannya, Jiheng sudah sekarat.
Jiheng meminta Yan Chiwu untuk membawa Dijun menemuinya terakhir kalinya, bahkan berkata kalau ia akan mati di hari pernikahannya, agar Dijun tidak akan pernah mampu melupakannya.
Akan tetapi, Jiheng takut kalau Dijun akan terlalu berhati dingin untuk mengikuti Yan Chiwu bahkan walaupun dirinya tengah sekarat, jadi ia menyerahkan cakar ayahnya kepada Yan Chiwu dan menyuruhnya, jika Dijun tidak bersedia datang, ia harus membiarkan Dijun melihatnya.
Rasa saling menghargai di antara ayahnya, Menghao Shenjun, dengan Dijun sangatlah dalam. Pernah menjadi seorang komandan di bawah Dijun, ia bertarung di sisi sang Raja dalam pertempuran prasejarah dan kehilangan lengan kirinya selagi ia melindungi Dijun.
Sebagai seekor naga laut, lengan kiri Menghao Shenjun adalah cakarnya. Dalam pertempuran melawan Klan Iblis, para iblis memiliki cakar Menghao dan ingin menggunakan sepuluh sambaran petir untuk menghancurkannya demi mempermalukan klan Dewa karena ketidakmampuan mereka.
Dijun menerobos masuk ke dalam Klan Iblis hanya dengan pedang Canghe dan merebut kembali cakar tersebut. Ia melampirkannya di atas sebuah lencana kristal dan mengembalikannya kepada Menghao, sementara berjanji dengan tenang bahwa itu mewakilkan utang kehormatan Dijun padanya.
Selama lencana kristal itu masih berada di tangan Menghao, Dijun tidak akan pernah menolak apa pun yang dibutuhkan selama kehidupannya. Ini merupakan janji Dijun.
0 comments:
Posting Komentar