Sabtu, 07 November 2020

3L3W TPB 2 - Chapter 8 Part 3

Three Lives Three Worlds, The Pillow Book 2

Chapter 8 Part 3

Sebuah tangan memeluk pinggangnya, mendekapnya erat dalam pelukannya. Meskipun Fengjiu hanya seorang gadis muda, ia tetaplah Ratu Qingqiu selama bertahun-tahun, dan masih diajari beberapa pengajaran privat.

Fengjiu tahu bahwa di saat seperti ini, penyelamatnya tidak haruslah teman melainkan bisa saja musuhnya. Ia harus tetap waspada. Ia menenangkan dirinya.

Melancarkan gerakan dari penjahat yang mungkin digunakan dari kalangan manusia, Fengjiu sengaja, berlagak tanpa sengaja menyerempet tangan yang tengah melingkari pinggangnya, ingin mengetahui identitas umum dari orang yang berada di belakangnya.

Tangannya sangat lembut dan jari tengahnya tidak ditutupi dengan sisik, artinya ia bukanlah seorang goblin gunung ataupun iblis setempat. Ujung kelingkingnya juga lembut dan bundar, yang artinya orang ini juga tidak berasal dari Klan Setan ataupun Klan Iblis.

Telapak tangannya jauh lebih besar dari milik Fengjiu, jadi orang ini sudah pasti seorang pria. Jemari lentik, kulit halus—tampaknya pria ini adalah seorang bocah kaya yang manja. Di atas telapak tangannya terdapat kalus tipis, ah, si bocah kaya yang manja ini juga terkadang mempelajari ilmu persenjataan.

Fengjiu baru saja akan menyelidiki lebih jauh ketika ia mendadak merasakan pernapasan di belakangnya tertahan. Ada pula kekuatan besar.

Pada saat ia terlambat bereaksi, Fengjiu menemukan dirinya telah tertekan di antara dinding batu di belakangnya, terperangkap di antara dinding gua dan si bocah kaya.

Tetesan air menetes dari stalaktit gua menuruni ke dalam danau kecil.

Tes, tes.

Tangan Fengjiu disematkan di atas kepalanya dalam cahaya remang-remang. Si bocah kaya manja menempel mendekatinya seraya mempelajari Fengjiu dengan tampang tanpa ekspresi.

Jarinya yang kering mengelus pipi Fengjiu dengan cara yang sama seperti Fengjiu mengelusnya barusan ini, merasakan alisnya, matanya, hidungnya, sengaja dengan tidak sengaja.

Fengjiu tidak tahu kalau urusan mengelus ini merupakan hal yang begitu tidak senonoh. Jika ia tahu, ia tidak akan berani bahkan jika ia meminjam ribuan keberanian.

Ah, benar, Fengjiu harusnya menyebutkan kalau si bocah kaya itu adalah Xize.

Beberapa saat yang lalu, Fengjiu tidak menebak itu adalah Xize karena tangannya hangat dan kering. Tidak ada bekas lengket darah, dan begitu bersih sehingga tidak tampak seperti tangan yang habis membunuh seekor ular air.

Pada titik ini ke belakang, Fengjiu dan Xize dapat dianggap telah bertemu beberapa kali, tetapi ia tidak pernah benar-benar melihat penampilan Xize yang penuh perjuangan. Dari cara Xize bertindak, tampaknya ia sudah membersihkan dirinya dengan memuaskan setelah meninggalkan medan pertempuran.

Tangan Xize terhenti di bibir Fengjiu, mengelusnya seolah ia berdiri di depan sebuah layar pembatas, benar-benar terpikat, dan mengecat ujung-ujungnya menjadikannya sebuah mahakarya.

Fengjiu hanya dapat menarik napas panjang. Jari yang sedang menyentuh bibirnya terdiam. Ia pun dengan gugup membasahi bibirnya. Mata Xize yang biasanya tenang mendadak jadi berkabut.

Merasakan sesuatu yang tidak benar, Fengjiu secara naluriah menarik diri dari Xize. Meski demikian, ia justru dihimpit semakin erat ke dinding gua. Dalam sekejap, bibir Xize menabrak bibirnya.

Terkesiap, membuat bibir Fengjiu terbuka, membiarkan lidah Xize membuka gigi Fengjiu dan menyusup masuk ke dalam mulutnya.

Mata Xize terpejam. Setiap tindakannya tenang dan elegan, tetapi kekuatannya setara dengan angin puyuh.

Fengjiu mencoba untuk melawan, tetapi tangannya digenggam erat oleh Xize, dan ia tidak mampu melawan. Ia menghirup aroma darah dan cendana putih. Benaknya yang awalnya jernih pun mendadak memberi jalan ke hamparan kabut.

Fengjiu merasa pusing.

Di bawah tekanan seperti ini, Fengjiu nyaris saja mengeluarkan desahannya, tetapi beruntungnya masih berhasil mengendalikan dirinya. Namun, pergumulan di mulut ini menyebabkannya sulit bernapas. Ketika Xize meringankan tekanannya, tanpa sengaja udara pun keluar.

Tangan Fengjiu yang digenggam di atas kepalanya pun dilepaskan. Xize memeluk pinggangnya dengan satu tangan dan menarik Fengjiu mendekat padanya. Tangan lainnya membelai bahu Fengjiu, kemudian beringsut untuk mempertahankan kepalanya, mencegahnya meluncur turun, kalau-kalau Fengjiu tidak dapat bertahan.

Tangan Fengjiu yang bebas pun melingkari leher Xize dengan sendirinya, lupa untuk melawan. Ciuman Xize pun diperdalam. Ia tidak tahu mengapa ini terasa begitu familier, seolah tangannya tahu kemana harus diletakkan di posisi itu pada saat seperti ini.

Pikiran Fengjiu jadi kosong saat bibir Xize bergerak menuju lehernya. Napas hangat Xize membelai cuping telinganya. Tubuh Fengjiu terasa seperti tumbuhan teratai, menjadi panas oleh jari Xize dan terbakar dalam api menakutkan.

Ini seperti ... sedikit seperti ... 

Kepala Fengjiu tiba-tiba saja sakit, hujan dingin mengguyur pikirannya. Kemudian kabutnya menghilang, mengantarkan angin sepoi-sepoi.

Pikiran Fengjiu kembali.

Suara dari air yang menetes mendadak memenuhi gua. Seolah mereka tidak memperhatikan keduanya, stalaktit terus saja meneteskan beberapa tetes air. Terdengar seperti dering sitar di ruang yang sunyi senyap.

Fengjiu mendorong dada Xize menjauh; usahanya cukup kuat, tetapi tidak efektif. Bibir Xize menyerempet tulang selangka Fengjiu selagi Xize mendengus kesakitan.

Xize menguburkan kepalanya di bahu kiri Fengjiu dan memegangi pinggangnya selagi ia berbisik, “Hei, jangan didorong. Aku merasa pusing.”

Tangan Fengjiu yang berada di atas dada Xize terasa lembap. Ketika Fengjiu mengangkat tangannya ke matanya, dengan bantuan sinar remang dari mutiara yang tenggelam dalam kolam, ia menarik napasnya ketika ia melihat tangannya dilumuri darah.

Samar-samar Fengjiu merasakan kata-kata melompat keluar dari mulutnya: “Kau berdarah sebanyak ini, akan lebih aneh jika kau tidak merasa pusing.”

Pria yang bersandar di bahu Fengjiu tampaknya jadi lebih lemah. 

“Jangan bergerak, biarkan aku bersandar padamu sebentar lagi.”

Aroma darah semakin pekat. 

Fengjiu menggertakkan giginya dan berkata, “Hanya bersandar saja tidak boleh, kau harus berbaring. Lukamu bahkan belum diperban.”

“Kau datang ketika aku baru saja akan membalut lukanya,” Xize menjawab dengan menurunkan suaranya.

Fengjiu bergumam, “Meski begitu, aku tidak setuju membiarkanmu menghimpitku di tembok.”

Xize mengabaikan perkataannya dan berkata, “Itu karena, tidak sakit barusan ini.”

Xize kemudian berkata, “Jangan pancing aku untuk berbicara. Semakin aku bicara, rasanya makin sakit.”

Setelah ia memapah Xize yang terluka untuk duduk, Fengjiu bertanya sendiri tanpa sadar, termasuk skenario macam apa ini.

Fengjiu telah dimanfaatkan, dan sangat amat dimanfaatkan. Cukup beralasan kalau ia harusnya marah. Wanita pemberani manapun akan menampar Xize dan menyebutnya sebagai hukuman ringan.

Tetapi, untuk mengambil keuntungan dari orang ini yang sedang menderita luka serius, orang ini yang sudah cukup sakit tanpa Fengjiu menamparnya, berbaring di hadapannya nyaris pingsan, bagaimana mungkin ia menambahkan luka lagi pada Xize?

Fengjiu tidak mengerti darimana datanganya kekuatan Xize barusan ini. Tampilan seperti itu benar-benar membuatnya agak takut. Ia tidak pernah mengira kalau kata ‘ciuman’ juga dapat memiliki arti serius bahkan dalam mimpinya.

Sejujurnya, Fengjiu bisa dianggap mendapatkan beberapa pengalaman hari ini.

***

Hanya terdapat cahaya lembut redup dan bayangan mereka terpantul di dinding dalam gua selagi mereka mendengarkan hujan tanpa henti di luar sana.

Mendengarkan gemerisik hujan, Fengjiu tersesat dalam pikirannya sejenak.

Dalam klan rubah ekor sembilan Qingqiu, 30.000 tahun masih cukup muda untuk dianggap sebagai remaja. Di usia Fengjiu, ia memenuhi syarat untuk merasakan percintaan, tetapi masih beberapa ribu tahun terlalu cepat untuk memperdalam hingga urusan ranjang.

Ketika Fengjiu jadi seekor rubah kecil yang bulunya belum tumbuh sepenuhnya, ia tergila-gila pada Donghua Dijun dan mendengar dari Zheyan, daripada seorang wanita yang penuh gairah, Dijun mungkin lebih memilih tipe yang polos.

Untuk alasan itulah, Fengjiu dengan setulus hati membuat dirinya sepolos mungkin.

Di masa sekolahnya, beberapa teman sekelasnya yang nakal membawa beberapa buku tidak senonoh ke sekolah dan mengajak Fengjiu membacanya bersama mereka.

Fengjiu pasti akan membaca mereka kalau saja Donghua Dijun tidak memiliki tipe ideal semacam itu. Tetapi ketika memikirkan tipe gadis impian polos Dijun ... Ia menyita semua buku itu dan menghadiahkannya pada bibinya.

Seharusnya itu saat yang tepat untuk mempelajari soal urusan ranjang ketika Fengjiu dipaksa menikahi Cang’yi. Diharapkan sebelum pernikahan, ibunya akan memberikan sedikit pengetahuan padanya.

Namun, karena Fengjiu diikat di dalam tandu dan mengaduk seluruh kota menjadi satu kuali bubur yang kebingungan, ibunya, yang menua secara mendadak karena kelelahan menahan pertengakaran dengannya, tanpa mengejutkan, lupa mengajari Fengjiu.

Ketika Fengjiu pergi ke dunia manusia untuk membalas budi, Raja bermarga Song dan Ye Qingti, keduanya merupakan pria yang jujur, yang mempercayai kalau mereka sudah cukup membahayakan Fengjiu jika mereka memegang kelingking kecil Fengjiu tanpa seizinnya. Sudah pasti, tidak perlu topik seperti itu.

Fengjiu sekarang terkejut mengetahui kalau dalam usianya, ia sudah dipaksa menikah, total tiga kali: Raja Song, Ye Qingti, dan Xize Shenjun.

Dengan Cang’yi Shenjun bisa dibilang sebagai pernikahan yang gagal. Dan sekarang ini, Fengjiu sedang menyandang nama janda selagi dipaksa untuk bersuami. Tentu saja, kasus ini dan yang lainnya sebenarnya tidaklah aneh bagi mereka para dewa.

Yang aneh adalah, bahwa Fengjiu masih tidak tahu-menahu soal urusan ranjang bahkan hingga saat ini. Tahun itu, saat ia begitu keras kepala mengejar Donghua, ia dengan rendah hati mempercayai, pengalamannya yang sedikit itu dapat dianggap sebagai cinta, tetapi demi Langit dan Bumi, dimana jenis cinta semacam itu adanya?

Fengjiu terlalu tidak berpengalaman di masa lalu. Hari ini, setelah membandingkan dan menganalisa, ia akhirnya menyimpulkan bahwa di antara para dewi-dewi, percintaannya yang suci itu dan pernikahan bibinya di usia 140.000 tahun benar-benar takdir percintaan yang ajaib.

Bibi kandungnya sering mengeluh, bahwa meskipun ia cantik, ia tidak punya kemampuan merayu. Ia begitu putus asa sehingga mereka akan mendesah lagi dan lagi setiap kali berjumpa dengannya.

Fengjiu baru menyadari hari ini kalau ia memang sudah mempermalukan keluarga rubah merah.

Dulu, ketika bibinya mendesah pasrah, Fengjiu juga bertanya-tanya apakah ia dapat memenangkan cinta Donghua Dijun yang tak bercinta dan tak berkeingingan itu, akan menjadi sebuah pencapaian yang lebih besar dari perayu mana pun yang dapat mereka mimpikan untuk dicapai.

Fengjiu dapat mengembalikan reputasi rubah merah, dan seluruh rubah muda di klan akan datang dan menyembahnya.

Ketika pengejarannya pada Dijun berakhir gagal, Fengjiu mempelajari kalau menjadi seorang perayu terkenal mungkin tidak semegah yang dibayangkan.

Fengjiu tak lagi memiliki ambisi ini; semuanya terlupakan.

Setelah banyak berpikir, Fengjiu hanya merasa kalau ia sudah membuat dirinya jadi terlampau polos selama bertahun-tahun. Saat ia punya waktu, ia harus pergi ke pasar dan membeli beberapa buku erotis. Ia bertanya-tanya, toko mana yang akan menjual buku semacam itu.

Kayu bakar kering berderak dan muncul dalam nyala api. Fengjiu baru saja menggunakan sihir untuk mengeringkan beberapa ikat kayu bakar yang basah dari luar; separuhnya dibakar untuk menangkis rasa dingin dan mengusir ular-ular, separuhnya lagi tersebar dan tertata di bawah jubah ungu yang dikenakannya, menjadikannya sebagai tempat tidur sementara untuk Xize.

Jubah ungu Fengjiu tampaknya cukup mirip dengan yang dikenakan oleh Xize, tetapi ia tidak terlalu memikirkannya.

Saat ini, gua itu menyala terang di bawah cahaya api. Meskipun, rawa Shui’yue kacau, dapat pula dianggap sebagai tempat yang menguntungkan. Bukit-bukit kecil yang mengelilinginya tampak begitu indah, bahkan gua kecil ini tampak agak luar biasa.

Mereka tetap di sini selama beberapa waktu. Di dalam gua yang luas, dindingnya diselaputi oleh tanaman wisteria, bayangan mereka terpantul dalam cahaya api. Di sebelah kolam kecil itu secara mengejutkan terdapat sebuah pohon zen yang kanopinya berdaun banyak bahkan dalam kegelapan tanpa batas ini.

Di dalam kolam itu mengapung sekitar delapan bunga teratai, baik putih ataupun merah. Tempat ini tampaknya seolah dibuat untuk bermeditasi.

Xize berbaring di atas tempat tidur sementara yang dibuat Fengjiu, wajahnya masih pucat. Bercak darah menodai perbannya, tepat di tempat Xize tertusuk oleh ular itu, tetapi raut wajahnya kelihatan membaik.

Fengjiu senang hanya bahu Xize saja yang tertusuk oleh tanduk ular itu. 

Ia bertanya dari kejauhan, “Apakah masih sakit dan tidak nyaman? Bisakah aku bicara denganmu?”

Bagi Xize, Fengjiu kelihatannya sedang duduk di ujung gua. Ia mengernyit. 

“Ya, tetapi dengan jarak sejauh ini, kau mungkin harus berteriak.”

0 comments:

Posting Komentar