Three Lives Three Worlds, The Pillow Book 2
Chapter 6 Part 3
Pria itu jelas hanya dapat menggerakkan satu tangan, tetapi ia menarik selimut dengan cukup mudah dan mengangkatnya stabil untuk menutupi area bahu Fengjiu.
Masih dengan mata berkabut, pemuda itu menjelaskan padanya: “Itu karena ini bukanlah tubuh milikmu. Tapi, bahkan dengan tubuhmu sendiri, kita masih dapat melihat bentuk tulang selangkamu samar-samar.”
Pergerakannya membuat kerahnya terbuka makin lebar, memperlihatkan sebuah bekas luka di bawah tulang selangka, sebuah bekas luka yang tampaknya merupakan luka sayatan pisau.
Itu merupakan kalimat tanpa irama maupun alasan, sesuatu yang tidak dimengerti Fengjiu.
Fengjiu hanya membiarkan tangannya menyentuh bekas luka itu, berkedip, kemudian dengan hati-hati membelainya dan bertanya, “Apakah masih sakit?”
Pria itu menegang.
Ia memiringkan kepalanya; ini sudah jelas luka lama, tetapi ia mengeluarkan erangan dengan sengaja: “Sedikit.”
Fengjiu berhati-hati mendekat ke bawah. Ia menekankan bibir merahnya ke atas bekas luka itu, tetap di sana sejenak, kemudian mengeluarkan lidahnya untuk menjilati luka itu, giginya tanpa sengaja bersentuhan dengan tulang selangka.
Ketika pria itu menahan erangannya, Fengjiu bertanya cemas, “Apakah masih sakit bahkan setelah dilumuri dengan ludah?”
Pria itu mengikuti perkataan Fengjiu, emosinya tak terbaca: “Mungkin karena ada luka baru yang terbentuk.”
Fengjiu mendekati garis leher pria itu dan mencari setengah harian, hanya menemukan bekas giginya di tulang selangka pria itu.
Ia mengusapnya dengan ujung jarinya, menaikkan kepalanya sepintas, dan dengan bibirnya yang berada di samping telinga pria itu, bertanya dengan suara lembut, “Apakah di sini? Kalau begitu biarkan aku menjilatinya lagi untukmu ...”
Sebelum Fengjiu dapat menyelesaikan perkataannya, entah bagaimana ia sekarang menemukan dirinya berada di bawah pria itu. Ia membelalakkan matanya kebingungan seraya menatap pria tampan di hadapan matanya.
Pria itu memegangi tangan Fengjiu dan memenjarakannya di bawah tubuhnya sendiri. Selimut yang tadinya berada di atasnya kini tentu saja berada di atas bahu pria itu; di bawah selimut itu, ada dunia yang sunyi senyap.
Fengjiu tidak berpikir kalau ia menggunakan tenaga yang kuat untuk mendorong pria itu barusan, ataupun ia menahan pria itu dengan tekanan yang membatasi yang membuatnya tidak dapat bergerak, tetapi ia juga tidak ingin melawan.
Pemuda itu dengan tenang menatap Fengjiu, napasnya nyaris terdengar. Ia dapat mengetahui napasnya tidaklah setenang ekspresi yang dikenakan pemuda itu.
Pria itu sedang menatap Fengjiu, tetapi tampaknya seolah-olah ia sedang melihat seseorang yang lain. Pantulannya yang ada di dalam mata pria itu pun terlihat seperti orang lain.
Fengjiu memiringkan kepalanya dan bertanya penasaran pada pria itu, “Apa yang sedang kau pikirkan?”
Ada jeda sejenak.
“Aku mungkin berpikir ... kalau aku ingin secepatnya menukarkan kalian berdua kembali.”
Fengjiu tidak tahu apa maksud pria itu di bagian setelahnya, tetapi mencoba untuk memahaminya.
Masih dengan suara lembutnya yang sama, Fengjiu bertanya, “Kenapa ‘mungkin’? Apakah pikiranmu kosong barusan ini?”
Menyadari debaran jantung pria itu sejenak, Fengjiu menggeliatkan pergelangan tangannya dan berkata, “Apakah kau lelah? Aku merasa sedikit kedinginan, kenapa kau tidak kembali berbaring saja.”
***
Kedua putri, Junuo dan Changdi memimpin sekumpulan pelayan dan menerobos masuk ke dalam kabin kecil itu.
Melayang keluar dari balik gorden tebal itu adalah kata bisikan selembut sutra: “Aku merasa sedikit kedinginan, kenapa kau tidak kembali berbaring saja.”
Satu atau dua suara terkesiap samar langsung menciptakan sebuah atmosfer percintaan di dalam ruangan kecil itu.
Kedua putri itu saling memandang satu sama lain dan terkekeh kegirangan. Mereka datang tepat pada waktunya.
Namun, ada beberapa teknik dalam menangkap basah perselingkuhan. Dapat menggunakan perkataan, atau menggunakan paksaan.
Menggunakan perkataan berarti menggunakan formalitas; dari luar gorden, mereka dapat mengutip moralitas Langit dan Bumi untuk membimbing pasangan jatuh cinta yang gemetaran itu untuk keluar dari balik gorden dan mengakui kesalahan mereka.
Untuk menggunakan paksaan berarti mereka akan menggunakan ayunan senjata. Dengan sebatang tongkat, mereka akan menyerang tanpa ampun pada pasangan jatuh cinta di atas ranjang.
Tentu saja menangkap basah perzinaan dengan paksaan akan memberikan mereka lebih banyak kepuasan, tetapi kedua putri itu tidak punya keyakinan kalau mereka dapat mengalahkan Su Moye.
Terlebih lagi, dimana letak kesopanan bagi para gadis yang belum menikah, mengganggu tempat tidur orang lain di siang bolong begini. Jadi, dengan menyesal, mereka hanya dapat memilih pendekatan yang pertama.
Di depan ranjang, tergeletak jubah putih berbrokat miring, sebuah sabuk hitam terlempar sembarangan di dekatnya. Aha, inilah dalihnya.
Changdi mengaitkan lengan jubah dengan jarinya dan memasang wajah berasumsi tak yakin.
“Bukankah ini pakaian Tuan Mo?”
Kemudian Changdi melanjutkan, terlihat terkejut.
“Mungkinkah Tuan Mo yang berada di balik gorden?”
Sekarang Changdi terlihat seolah ia benar-benar malu penuh kegeraman.
“Aranya, keluar. Bagaimana bisa kau bertingkah tidak tahu malu di siang bolong, terlibat dalam kelancangan semacam ini dengan gurumu? Bahkan semut pun masih punya rasa malu yang lebih baik darimu. Apa yang sudah kau lakukan terhadap nama baik Keluarga Kerajaan kali ini?”
Changdi memerankan tokoh penjahat dengan sangat baik, dan Junuo pun segera bergabung.
Junuo memerintahkan pelayan di sampingnya, “Pergi, pergi dan minta Ayah, Ibu, dan Tuan Xize kemari. Beritahu mereka ada hal penting yang membutuhkan kehadiran mereka sesegera mungkin. Kami kemari ingin memeriksa keadaan Aranya, kami tidak tahu akan menemukan hal semacam ini. Aku sendiri tidak tahu apa yang harus dilakukan sekarang ...”
Selagi dua putri itu mengharmonisasikan melodi nyanyian mereka, pelayan yang diutus juga dengan cemas meninggalkan kabin layaknya kelinci yang berlari secepatnya; seseorang dapat melihat kalau mereka adalah pelayan yang terlatih dengan baik.
Kapal kecil itu sudah lama dipenuhi orang-orang yang berjaga disekelilingnya. Pada titik ini, kedua orang yang sedang bersembunyi di dalam ranjang, mirip dengan dua ekor kura-kura yang terperangkap dalam sebuah pasu.
Sekumpulan pejabat wanita berdiri di luar gorden ranjang dengan mata terjaga; mereka hanya tinggal menanti kedatangan para bangsawan dan Xize. Pertunjukkan ini terjadi dengan begitu terencana.
Dengan kapal naga di depan dan kapal kecil Fengjiu sedikit di belakang, jarak antara mereka hanyalah beberapa langkah saja. Ditambah dengan pengaturan cerdik Junuo, sejak Shangjun menginjakkan kaki ke kapal kecil hingga ia memasuki kabin pun terencana panjangnya.
Di balik ranjang yang tertutup rapat itu terdengar suara kain yang bergesekan. Karena kedua putri itu sibuk berlutut di bawah, bersandiwara untuk sang Raja di luar sana, mereka tidak menyadari suara gesekan ini, jadi tidak merasa perlu terburu-buru.
Junuo berbakat, terlebih lagi Changdi. Barusan saja Changdi masih menyemburkan omong kosong dari mulutnya dengan kebohongan yang dibuat-buat dan tidak dapat menunggu untuk menganiaya Aranya di tempat itu juga, tetapi tumit Shangjun baru saja memasuki kabin ketika pedang perak dari mulutnya langsung berubah menjadi permohonan yang menyedihkan.
Dalam keadaan bersujud, Changdi mengaku, memberitahu Raja adalah hal yang dapat dilakukannya ketika dihadapkan pada kenyataan Aranya dan Su Moye terlibat hubungan gelap.
Mereka mengabaikan moralitas yang mengikat hubungan antara guru-murid dan sedang berada di ranjang bersama-sama saat ini juga.
Sebagai gadis yang belum menikah, Changdi dan Junuo merasa begitu terkejut ketika menghadapi masalah ini, dan mereka tidak tahu apa yang harus dilakukan. Changdi terus saja mengoceh.
Karena setiap langkah dan detail dari pertunjukkan ini berjalan sesuai dengan cara Changdi, ia bersenang-senang berakting. Menengadahkan kepalanya, Changdi melihat Shangjun menghadap ke arah ranjang dengan mata dipenuhi amarah.
Terasa seperti awan mendung membawa ruang kecil, sangat memuaskannya. Dengan rasa puas seperti ini, Changdi melirik ke arah Shangjun lagi, dan melihat bahwa ia sedang melihat di belakangnya, tetapi tatapan kemarahannya telah menghilang layaknya lembu tanah liat yang larut dalam air, alih-alih berubah menjadi keterkejutan.
(T/N : 泥牛入海 lembu tanah liat memasuki lautan: karena lumpur menghilang dalam air, idiom ini digunakan untuk menggambarkan sesuatu yang tak lagi ada atau tidak lagi penting.)
Penasaran, Changdi tak dapat menahan diri dari membalikkan tubuhnya. Changdi melihat sekali dan tubuhnya langsung lemas, nyaris terjungkal di tanah.
Di belakang mereka, gordennya telah terangkat ke samping. Aranya sedang berbaring di atas ranjang; duduk di pinggiran ranjang adalah seorang pria berambut perak yang tanpa tergesa mengenakan sepatunya, namun ia bukanlah Su Moye.
Walaupun ia tidak mengenakan jubah khas ungu miliknya, tetapi malah mengenakan warna putih simpel, pria itu, yang dengan santainya mengenakan sepatunya, orang yang terus mereka tuduh sebagai seorang pezina, sebenarnya dan dengan sederhana, merupakan suami yang telah dinikahi secara sah oleh Aranya, Xize Shenjun.
Kabin itu pun diselimuti keheningan mematikan beberapa saat. Raja melirik ke samping pada Junuo; orang tidak dapat menebak bagaimana suasana hati Raja saat ini.
Para pelayan menurunkan mata mereka dan berjejer menjadi dua baris, mereka bahkan tidak berani mengembuskan napas. Mereka yang berdiri cukup jauh, berani membisikkan pikiran mereka: majikan mereka, di masa lalu selalu diam-diam menjelekkan Yang Mulia Putri Kedua; mereka mengatakan ia tidak pantas mendapat posisi sebagai Archmage Lady karena ia tidak dapat memenangkan hati Xize Shenjun; sekarang, matahari sudah terbit sebegitu tingginya, dan Archmage baru saja keluar dari ranjang, kalau begitu, bukankah ini berarti Putri Kedua telah memenangkan kasih sayang Xize Shenjun?
Karena baru bangun tidur, rambut perak Xize sedikit berantakan. Meskipun pakaiannya terlihat rapi di luar, kerah tertutup itu tidak serapat di hari-hari biasanya. Ketika sinar pagi merangsek masuk, Xize membuat tampilan yang luar biasa.
Gambaran ini indah, tetapi atmosfer di dalam kabin kecil ini cukup berat. Raja pun ikut terdiam. Setelah mengenakan sepatunya, Xize bahkan tidak peduli untuk melihat orang-orang yang memenuhi kamar itu.
Xize berbalik ke selimut dan menutupinya ke seluruh tubuh Fengjiu yang sedang duduk di atas ranjang.
Ia kemudian dengan mudahnya mengangkat Fengjiu dan mengambil jalan di sebelah pembatas ruangan, memberikan anggukan kepala sekilas pada sang Raja: “Terlalu berisik. Permisi.”
Shangjun memelototi Changdi dan Junuo yang sedang berlutut di tanah. Bahkan sebagai seorang kepala klan, ia sungguh tidak tahu apa yang harus dikatakan dengan skenario macam ini.
Raja balas mengangguk linglung dan berkata, “Setelah aku menginvestigasi masalah ini, aku berjanji akan memberikanmu penjelasan yang lengkap.”
Perkataan ini membawa rasa rendah hati, dikatakan oleh seorang kepala klan.
Tanpa diduga, Changdi dengan raut wajah pucat pasinya mendadak mendesis: “Dia bukan Xize, ia pasti adalah transformasi Su Moye. Karena ia tahu ia tidak dapat menyembunyikan skandalnya dengan Aranya, ia terpaksa menggunakan cara ini. Kemampuan sihir Su Moye sangat kuat, Ayah mungkin tidak dapat melihatnya, tetapi Ayah harus percaya padaku ...”
Ekspresi sang Raja telah berubah beberapa kali selama ini.
Ia pun berteriak dengan geraman dalam: “Diam!”
Ketakutan, Changdi mundur dan mengigiti bibirnya. Kabin itu jadi sunyi senyap sementara; satu-satunya suara yang tersisa adalah langkah kaki Xize yang perlahan menghilang seiring ia membawa Aranya pergi.
Changdi menundukkan kepalanya dan menancapkan kuku ke telapak tangannya, meninggalkan beberapa jejak dalam. Beraninya Xize palsu itu mengabaikan perkataannya?
Sang Raja terlihat agak lelah; setelah bungkam sejenak, ia mendadak berkata menghadap ke tingkap bawah: “Kenapa kau juga datang kemari?”
Changdi langsung mendongak tak percaya; tubuhnya lemas, seolah ia bahkan tidak sanggup untuk tetap berlutut. Tak pernah dalam imajinasi teliarnya, Changdi akan menduga si jubah putih Su Moye, sedang berdiri di pintu kabin memegangi sebuah seruling yasper di tangannya. Kenapa bisa Su Moye?
Rupa elegan Mo Shao berdiri di tingkap bawah. Di wajahnya terpampang senyuman sopan, ia memberi salam dengan sopan pada Shangjun, semua dilakukan selagi ia mengumpat dengan baik dalam hatinya.
Dijun—bagaimana mungkin mereka berpikir untuk melakukan manuver pada Dijun? Dijun sudah jelas merencanakan pertunjukan menggelikan ini. Lalu pada akhirnya, ia melarikan diri dengan cepat dan malah mendorong Su Moye untuk menyanyikan lagu penutupnya. Dasar orang tua kolot.
Su Moye sedang mengumpat dalam hati, namun senyuman muncul di luar selagi ia mengeluarkan suaranya untuk berkata: “Aku tidak menyangka Yang Mulia Raja juga akan berada di sini. Pagi-pagi sekali hari ini, aku menerima sepucuk surat dari Aranya, mengundangku untuk bertemu dengannya di kabinnya di akhir jam Naga (9 pagi). Tetapi akulah yang mengajari tulisan tangan Aranya.
"Orang lain mungkin tidak akan menyadari itu tulisan Aranya atau bukan, tetapi aku masih dapat menemukan perbedaannya. Karena alasan inilah, aku berpikir untuk memilih waktu yang lebih sopan untuk datang menemui Aranya. Aku tidak menyangka akan bertemu dengan Yang Mulia dan kedua putri yang juga mengunjungi Aranya. Pemilihan waktuku memang buruk.”
Saat perkataan Su Moye terucap, bahkan seorang idiot pun dapat menebak keadaan tak terkendali macam apa yang meliputi kamar Aranya hari ini. Kepanikan muncul di wajah Changdi. Ia kembali berlutut dan memegangi kaki Shangjun.
“Ayah, jangan percaya padanya. Ia sedang berbohong!”
Su Moye tampaknya tidak mengikuti.
“Putri, kau tidak boleh menuduhku berbicara bohong, aku masih menyimpan bagian suratnya dan tulisan tangan entah milik siapa itu sebagai buktinya.”
Wajah asli Changdi yang memucat langsung berubah biru kehitaman. Ia melihat ke arah Junuo untuk meminta bantuan; Junuo hanya membungkuk dalam diam, tangannya tersembunyi di dalam lengan jubahnya, tubuhnya tampak seolah tengah diikat kencang.
Mata marah Shangjun bertukar dari Junuo ke Changdi, kemudian kembali ke Junuo.
Dengan suara gaduh, Raja memerintahkan, “Pengawal, bawa kedua putri kembali ke ruangan mereka. Mereka tidak boleh keluar selangkah pun dari pintu tanpa adanya izin langsung dariku.”
Sang Raja berjalan pergi gusar, kemarahannya tampaknya tidak ringan. Entah apakah hubungan gelap Aranya dengan Su Moye itu benar, ataukah Junuo dan Changdi telah menjebak Aranya dan Su Moye, semua rasa malu itu ada dalam keluarga. Jika ia tidak tahu menahu, maka tidak jadi masalah. Sayang sekali, dua putri bodohnya telah membuat manuver, membawanya masuk ke dalam permainan catur mereka dan mengabarkannya.
Menutupi masalah ini tidaklah sulit, bagaimana caranya menenangkan Xize dan menjaga martabatnyalah yang jadi masalah sebenarnya. Cobaan ini memberi sakit kepala pada Shangjun.
***
Su Moye menatap para pejabat wanita yang pergi mengikuti kepergian Raja; dengan enteng menimbang-nimbang seruling di tangannya, senyumnya perlahan menghilang.
Beberapa saat yang lalu, Changdi tidak memilih perkataannya berdasarkan kepanikan dan menuduh Su Moye mengucapkan kebohongan. Setelah menggunakan kebohongan untuk menangkis kebohongan, Su Moye memang berbohong.
Mereka telah berusaha keras untuk meniru tulisan tangan Aranya; bahkan ia pun tertipu. Su Moye bahkan membawa suratnya dan pergi menemui Fengjiu.
Hingga Fengjiu melemparkan dirinya sendiri pada Su Moye barulah ia menyadari ada sesuatu yang salah dan Fengjiu tampaknya berada dalam pengaruh sihir.
Su Moye memiliki perasaan mendalam untuk Aranya. Dikarenakan perasaan mendalam inilah, Su Moye tidak pernah menganggap Fengjiu sebagai Aranya, tak sedetik pun.
Namun, jika Su Moye tidak mempelajari ilmu sihir, ia mungkin telah terjebak sandiwara ini seperti yang ditujukan Junuo dan Changdi.
Setelah ia menyadari bahwa semua ini adalah jebakan, hal terpenting untuk dilakukan tentu saja mencari Dijun di dapur. Su Moye memang dari awal ingin bertukar tempat dengan Dijun dan membiarkan rencana gagal mereka jadi pelajaran bagi kedua putri itu.
Dijun sedang berdiri di depan tungku kecil saat itu, mendengarkan rencana Su Moye. Tangan yang biasanya memegangi sutra Buddha, kini memegangi sendok kayu.
Perlahan ia mengaduk bubur di atas tungku dan bertanya, “Karena mereka adalah wanita, kau tidak mampu menarik pelatuknya? Apakah kau masih ingat bagaimana caranya menuliskan kata ‘rapi’?”
Saat Dijun mengucapkan kata-kata ini, ekspresi tak terduga di wajahnya tetap sangat tenang, dan suaranya membuat Su Moye panas dingin.
Su Moye mendengar, Dijun seseorang yang bertindak dengan ketepatan yang cepat, tetapi semua itu berkaitan dengan isu kritis keenam dunia. Masalah hari ini hanya bisa dianggap sebagai urusan remeh; Su Moye ingin melihat bagaimana Dijun melakukan hal dengan rapi dan cepat.
Dijun tidak melakukan banyak. Ia hanya memancing kedua putri mengundang raja untuk memasuki kabin dan mengangkat gordennya. Meskipun demikian, cara mengangkat gordennya agak memberi pencerahan bagi Su Moye.
Jika Dijun, mengangkat gordennya dari depan, paling, kedua putri hanya akan diturunkan. Dengan identitas ini, dan tanpa menghina Shangjun, Dijun tidak dapat benar-benar menghukum kedua putri.
Tetapi jika gordennya diangkat dari belakang, Shangjun hanya perlu menenangkan Xize dengan memberi pelajaran sendiri pada kedua putri bodohnya.
Dibandingkan dengan pendekatan pertama, yang kedua ini membuat kedua putri mendapat pelajaran mereka tanpa banyak usaha dari bagian Dijun. Serapi mungkin.
Perabotan dalam kabin kecil itu sekarang diterangi dengan cahaya pagi. Su Moye melirik curiga ke arah ranjang yang berantakan dan mengangkat alisnya sekilas. Tidak heran ketika ia melihat Dijun, ia tidak semarah ketika sedang berada di dapur.
Ini semua karena kedua putri itu secara tak sengaja menanamkan Dijun sebuah bantal willow, membuat Dijun menikmati harinya dengan sangat riang.
(T/N : Kalimat asli Tangqi di bagian kedua 有心栽花花不發, 無心插柳柳 成蔭 [Bunga yang dengan hati-hati kutanam tidak mekar, tetapi bibit yang kusemai asal ke atas tanah tumbuh jadi bantalan willow]; ini sebagai ungkapan, hasil baik terkadang terjadi tanpa disengaja.)
0 comments:
Posting Komentar