Sabtu, 07 November 2020

3L3W TPB 2 - Chapter 6 Part 2

Three Lives Three Worlds, The Pillow Book 2

Chapter 6 Part 2

Karena Xize telah menempuh perjalanan jauh untuk kembali menghadiri perjamuan, sang Raja sudah seharusnya mengeluarkan sepatah dua patah kata penuh perhatian.

Raja menatap Xize, kemudian dengan perhatian yang langka, mengatakan dua baris kalimat pada Aranya: “Xize bilang saat ini kau tidak boleh memakan Jibaiguo, tetapi kenapa demikian?”

Kenapa? Mana mungkin Fengjiu tahu? 

Fengjiu menatap Xize dan mengadu nasib, “Karena itu barang bagus ... mungkin? Karena Junuo sedang sakit, ia harus makan lebih banyak, jadi aku tidak boleh memakannya? Sejujurnya, aku ...”

Fengjiu bermaksud menjelaskan karena ia berhati mulia, ia tidak benar-benar peduli apakah mereka akan membiarkannya memakan buah itu atau tidak. 

Fengjiu belum juga mulai ketika ia disela oleh Xize: “Aranya sedang menggunakan Huhuncao. Huhuncao dan Jibaiguo secara farmakologis tidak kompatibel. Ia tidak akan sanggup menahannya.”

Fengjiu berpikir pada dirinya sendiri, ‘Jika kau berada di pihak Junuo, teruslah di pihaknya. Aku belum juga mengatakan apa pun, kenapa memulai omong kosong ini?’

Terlalu keasyikan berpikir menyebabkan Fengjiu ceroboh dan malah berkata tanpa berpikir: “Aku tidak ingat pernah memakan Huhuncao?”

 Xize menatap Fengjiu dan menunjuk dengan dagunya: “Ada di dalam supmu, kan?”

Fengjiu menatap mangkuknya kebingungan: “Bukankah ini sup ikan dengan jahe?”

Xize melirik Fengjiu selagi menyendokkan dua potong jahe. 

“Huhuncao tumbuh di wilayah yang sangat gelap karena itulah memiliki aroma yang kuat ...”

Xize belum juga selesai saat ahli kuliner Fengjiu tampaknya sudah mengerti: “Oh, jadi untuk masakan ini, awalnya kau menggunakan rasa ikan untuk menyamarkan rasa Huhuncao, kemudian kau menggunakan jahe untuk menghilangkan aroma amisnya? Itu cukup terampil, tetapi ada juga metode lain yang ingin kudiskusikan denganmu. Meskipun herbalnya kuat, aku pikir, daging kambing pun dapat menundukkan aromanya ...”

Xize tampaknya setuju. 

“Kita akan coba itu lain kali.”

Chacha yang berdiri di sisi mereka tidak dapat menahan diri untuk menyela: “Yang Mulia, ini bukan masakan ...”

Kerumunan yang berdengung di teras perlahan menjadi tenang hingga hening. Kedua Putri, Junuo dan Changdi mengenakan raut wajah kelabu selagi para bangsawan di bawah menundukkan kepala mereka, saling bertukar pandang.

Pada akhirnya, sang Raja yang kontemplatif memecah keheningan ketika ia berpaling pada Xize dan berkata, “Jadi kalau begitu, kau bukannya memetik Huhuncao untuk Junuo?”

Hati Fengjiu terasa berat. Ia benar-benar sudah melupakan itu semua.

Ini artinya, Fengjiu tidak melihat Xize selama beberapa hari belakangan ini karena Xize mengambil risiko ke pegunungan tinggi hanya untuk mengambilkan Huhuncao untuknya. Kebajikan dan bakat apa yang dimilikinya hingga menyusahkan Xize untuk memperhatikannya seperti ini.

Bahkan jika mereka adalah pasangan dalam nama dan Xize mengikuti tanggung jawabnya, Xize cukup berdedikasi untuk bertindak sejauh ini, sungguh patut dicontoh ...

Pikiran Fengjiu berpacu secara acak, matanya juga melesat secara acak. Ia melihat Xize melirik Junuo kemudian menyapukan pandangannya pada si pemilik acara. Raut wajahnya tidak dapat ditebak.

“Jika bukan demi Aranya, mengapa aku melakukan perjalanan panjang dan berbahaya ke Kongshan?”

Xize menimbang sesaat kemudian berkata, “Ratu memang memintaku merawat kondisi Putri Pertama. Menurutku, Putri Pertama baik-baik saja dan tidak membutuhkan perawatanku. Di samping itu, tidak mengurusi Aranya akan menyebabkan kecemasan bagiku.”

Fengjiu tersedak teh di tenggorokannya. 

“Itu hanya pembicaraan gila. Sudah jelas kau selalu menjaga jarak dariku. Apakah kau ... salah minum obat?”

Xize mencondongkan diri dan membantu menepuk punggung Fengjiu. 

Xize butuh waktu lama kemudian berkata tanpa tergesa, “Oh, itu karena aku tidak sering turun gunung ke istana, tetapi kau juga tidak datang menemuiku.”

Fengjiu tidak dapat memahami logika ini, ia secara naluriah menyalahkan perkataan Xize: “Kau yang tidak datang menemuiku, oke?”

Xize mengerutkan keningnya singkat selagi berpikir sejenak bagaimana merespon ini; dengan tulus berbohong, “Aku tidak datang mencarimu, tetapi kau tidak pernah memperhatikanku. Kau terus saja bersama gurumu dari pagi hingga malam. Sejujurnya, aku sengaja tidak mempedulikanmu karena aku cemburu.”

Su Moye bereaksi cepat dan berkata tergesa, “Yang Mulia, Anda tidak boleh menuduh yang tidak bersalah seperti itu ...”

Fengjiu terlalu tercengang untuk mengatakan apa pun. Apa yang Xize katakan, apa yang Su Moye katakan, dan apa yang dikatakan sang Raja setelahnya, karena otak Fengjiu dipenuhi amarah, ia sama sekali tidak menangkapnya.

Fengjiu bahkan tidak menyadari kapan makan malam itu akhirnya selesai. Ketika pikirannya kembali, di teras itu hanya tersisa dirinya dan Su Moye.

Angin sejuk sungai berembus melewati mereka. 

Fengjiu menggigil dan berkata pada Su Moye, “Mo Shao, apakah kau merasa bahwa hari ini Xize agak ... agak ... ahh, aku tidak tahu bagaimana harus menjelaskannya ...”

Su Moye terbahak-bahak. 

“Dia membuatmu merasa sedikit familier?”

Familier? Fengjiu dibuat melihat petunjuk kecil yang diberikan Su Moye. Ada kalanya ketika Xize membuatnya merasakan ... jika Donghua Dijun secara kebetulan datang kemari, mereka pasti akan jadi sahabat terbaik.

Jika hal itu terjadi, Pangeran Liansong sepertinya harus menyerahkan posisi sebagai sahabat terbaik Dijun. Dalam hal itu, Dijun tak lagi mencari Liansong untuk minum-minum dan main catur, akankah Liansong jadi sangat kesepian? Mungkinkah ia akan menangis? 

Ah, itu tidak benar, Liansong selalu bisa mencari Su Moye. Tampaknya, tanpa wanita pun, mereka masih bisa menghabiskan waktu dalam kedamaian yang menyenangkan.

***

Sudah nyaris akhir jam babi (11 malam) ketika Fengjiu merangkak naik ke ranjangnya. Berkat Huhuncao, ia tidur nyenyak malam itu. Pagi-pagi sekali esok harinya, ia kebingungan mendapati sebuah kursi malas (kursi panjang hingga dapat berbaring di atasnya), berada tepat di depan ranjangnya.

Ketika Chacha dipanggil masuk, ia bercerita bahwa Xize menghabiskan malamnya di kamar kecil ini dan sudah bangun tidur, pergi ke dapur sejak sebelum subuh menjelang. Tampaknya Xize sedang belajar membuat bubur dengan beberapa koki muda.

Tidak duduk dengan tegak, Fengjiu langsung jatuh dari ranjangnya. 

Chacha berkata malu-malu, “Apakah Yang Mulia marah karena selagi Tuan Xize menetap di kabin Anda, ia malah menyiapkan tempat tidur terpisah?”

Chacha tersipu. 

“Chacha juga mempertanyakan ini, tapi kemudian mengerti bahwa Tuan Xize mencoba untuk perhatian terhadap pemulihan kesehatan Anda. Tuan Xize meletakkan sebuah kursi malas terpisah, tidak ingin berbagi tempat tidur dengan Anda bukan karena ia tidak ingin untuk ... melakukan malam pertama kalian ...”

Di atas lantai, sebaris keringat dingin mengembun di kening Fengjiu. 

“To ... long, tolong bantu aku bangun dulu,” Fengjiu meminta Chacha dengan suara bergetar.

Malam pertama.

Fengjiu tidak sepenuhnya paham soal urusan malam pertama ini, dan ibunya yang tak dapat diandalkan serta bibinya juga tidak pernah menjelaskan soal ini kepadanya. Tetapi ia samar-samar tahu kalau itu sesuatu yang mengerikan.

Apa yang dipikirkan Xize, sama sekali tak ada cara untuk memprediksinya. Dalam situasi ini, mungkin satu-satunya hal yang dapat dilakukan Fengjiu adalah mencari si hebat Su Moye dan mengkonsultasikan beberapa tindakan pencegahan dengannya.

Tetapi, pertama, Fengjiu harus mengisi perutnya sebelum mencari Mo Shao; perut kenyang adalah hal terpenting tak peduli apa yang tengah seseorang coba kerjakan.

***

Akan tetapi, Mo Shao tampaknya telah membaca pikiran Fengjiu hari ini. Setelah mandi dan sebelum makanan diletakkan di atas meja, Mo Shao sudah muncul di kabin kecil Fengjiu, humor tampak jelas di wajahnya.

“Kenapa ada sebuah surat di kamarku pagi-pagi sekali hari ini, memintaku untuk mampir? Kau bahkan ingin berbincang denganku secara pribadi di kamarmu; apa kau tidak takut dengan kecemburuan Xize?”

Situasi ini, adegan ini, mereka semua membuat kepala Fengjiu berputar. Belum lama ini, ia tengah bergembira dengan bayangannya akan bubur lezat, tetapi entah mengapa, pikirannya mulai terasa berkabut tepat saat ia melihat Su Moye masuk ke dalam kamar.

Fengjiu samar-samar mendengar Mo Shao menyebutkan sesuatu soal sepucuk surat di kamarnya. Ia tidak meninggalkan surat apapun di kamarnya, terlebih lagi mengundang Mo Shao sendiri.

Namun, sekarang ini ketika Fengjiu menatap Mo Shao, semua yang dirasakannya adalah pria di hadapannya itu begitu tampan. Ia adalah satu-satunya yang dicari Fengjiu selama ribuan tahun, mulai dari alam abadi hingga alam keruh dunia fana. Ia telah bekerja keras, semua karena dirinya.

Melihat Fengjiu menatap dirinya tak bergerak selagi matanya perlahan melahirkan jenis raut wajah yang lain, senyuman Su Moye perlahan lenyap dari wajahnya.

Su Moye hanya berhasil menanyakan, “Ada apa?” sebelum si gadis muda melemparkan diri kearahnya. 

Fengjiu melekat erat pada Su Moye dalam pelukannya selagi lengannya dengan erat melingkari leher Su Moye.

Bahkan jika ini tidaklah nyata, ini wajah Aranya, tubuh Aranya, dan napas Aranya yang sedang bersinggungan dengan telinga Su Moye.

***

Di atas kapal utama, Changdi duduk berseberangan dengan Junuo. 

Sedikit gelisah, ia bertanya pada Junuo untuk yang kelima kalinya, “Kakak, bukankah ini sudah waktunya?”

Junuo mengulurkan tangan dan tanpa tergesa membalikkan teko teh yang beruap. 

Junuo lalu memberikan lirikannya dan berkata, “Kenapa terburu-buru. Layaknya menyeduh teh, dibutuhkan panas yang cocok dan waktu yang tepat. Terlalu cepat atau terlalu lambat, tidak akan berhasil.”

Changdi mendengus dan berdiri. 

“Sudah cukup sulit meracuni mereka dengan ramuan cinta. Aku merasa gelisah. Aku tidak tahu mengapa Tuan Xize memperlakukan Aranya berbeda beberapa hari ini. Aku tidak bisa menunggu. Ketika Xize melihat orang yang diperlakukannya secara berbeda sedang berselingkuh dengan orang lain, aku penasaran bagaimana tampang Xize.”

Changdi mencibir, “Dan Aranya, lupakan kalau Ayah memang sejak awal tidak menyukainya, bahkan jika Ayah mencintai Aranya dari lubuk hati terdalam pun, ia tidak akan sanggup mentoleransi dosa besar Aranya semacam perzinaan.”

Junuo dengan santai mengembalikan perlengkapan teh kembali ke tempat semula. 

“Itu sudah pasti. Kita harus mendorong Aranya hingga ke jurang terdalam agar ia tidak pernah bisa bangkit lagi dari tanah kematian. Kali ini, serangan kita harus rapi dan cepat.”

Junuo bangkit sambil tersenyum. 

“Sudah hampir waktunya. Semalam ketika Aranya mempermalukan kita, itu terjadi di hadapan banyak orang. Bagaimana bisa kita muncul sendiri hari ini?”

Ketika mereka berjalan keluar pintu, di atas Sungai Si’xing terdapat ombak memutih yang bergulung.

***

Langit biru dan sinar terang merajalela di luar kapal kecil; di dalamnya, gorden romantis digulung tinggi. Beberapa hari yang lalu, Chacha telah menggantikan gorden ranjang dengan sesuatu yang lebih tebal; saat gordennya diturunkan, mereka dapat menjaga agar sinar tidak sampai masuk.

Gorden ranjang itu sekarang sudah berantakan, seorang pemuda yang juga kusut sedang berbaring di atas ranjang, yang menjepit kedua tangannya adalah seorang gadis muda berpakaian dalam dari kain tipis hingga kulitnya tampak terlihat, gaun tidur tipisnya terlepas sebelah, memperlihatkan bahu feminin.

Fengjiu memberikan tatapan terpesonanya di atas tubuh pemuda itu, semua dilakukan selagi mengangkanginya dan memperlihatkan pergelangan kaki selembut bayi sewarna porselen.

Musim semi bermekaran di balik gorden. Bukankah ini yang mereka sebut dengan ‘percintaan erotis’?

Fengjiu memandangi pria yang berbaring di bawahnya linglung. Ia benar-benar kebingungan. Apa yang sebenarnya tengah dilakukannya, dan apa yang harus dilakukan selanjutnya?

Orang yang berada di bawah agak diam. Tatapan pemuda itu menetap di wajah Fengjiu selama beberapa lama seolah ia tengah merenungkan sesuatu. 

“Menyeret ke ranjang, melepaskan pakaian, mendorong, berbaring di atas.”

Fengjiu tidak mengerti pemuda itu. Pemuda itu menatapnya dengan mata yang diam. 

“Keempat langkah ini dilakukan dengan cukup mahir,” pemuda itu tampak mendesah, “tapi aku tidak ingat pernah mengajarimu ini. Darimana kau mempelajarinya?”

Fengjiu terkejut melihat pria yang selalu terlihat begitu agung ini tengah terperangkap di bawahnya dan bahkan mendesah dengan cara seperti itu. Dalam mata pria itu terdapat pantulan dirinya, bersinar layaknya cahaya bintang lembut di malam dingin—di sana terdapat aura dingin namun juga hangat.

Fengjiu menurunkan tubuhnya untuk menempatkan sebuah ciuman di mata pria itu dan merasakan bulu matanya yang bergetar; ini sangat amat menarik.

“Dari buku,” Fengjiu samar-samar menjawabnya. 

“Dalam buku, ada wanita secantik giok, dalam buku ada rumah dari emas, kau bisa menemukan semuanya dalam buku.”

“Apakah buku itu memberitahumu apa yang harus dilakukan setelahnya?” 

Suara pria ini sangat rendah. Jika seseorang tidak di dekatnya, pasti tidak dapat mendengarkannya.

Fengjiu berpindah sedikit dari pria itu untuk memperhatikan wajahnya dan menganggukkan kepalanya. 

“Ada.”

Banyak, sangat banyak, sejujurnya, Fengjiu sendiri tampaknya tidak dapat mengingat mereka dengan jelas. Karena ia tidak dapat berpikir jelas, ia terlalu malas untuk berpikir jelas.

Fengjiu hanya secara naluriah ingin lebih dekat lagi dengan pria yang sedang berada di bawahnya. 

“Langkah berikutnya adalah meniup lilinnya, setelah itu adalah pagi berikutnya,” Fengjiu memberitahu pria itu dengan serius.

Kemudian, Fengjiu mendadak bingung: “Tetapi, dimana lilinnya?”

Sang pemuda tetap mempertahankan pose rentannya, membiarkan kedua tangannya dijepit oleh Fengjiu. 

Pemuda itu menatap Fengjiu sejenak kemudian pada akhirnya berkata, “Aku rasa beberapa hal dihilangkan ketika kau membaca buku itu.”

Fengjiu bergumam, “Bibi yang memberikan buku itu, aku yakin tidak ada apa pun yang dihilangkan,” semua dikatakan selagi melihat sekitar apakah ada lilin atau tidak di dekat ranjang mereka.

Kemudian Fengjiu berpikir dan mungkin merasa bahkan sebuah buku yang diberikan padanya dari Bibinya mungkin tidaklah lengkap. 

Penasaran, Fengjiu bertanya, “Bagian mananya yang katamu dihilangkan?”

“Aku tidak bisa memberitahumu sekarang.” 

Mata pemuda itu entah mengapa terlihat berkabut.

Selagi pria itu berbicara, jakunnya yang bergerak-gerak menangkap mata Fengjiu. Ia tidak pernah memperhatikan serius bagian ini karena ia belum pernah sedekat ini sebelumnya dengan pria itu.

Atau mungkin juga pernah ada waktu ketika mereka berada sedekat ini dulu, Fengjiu hanya tidak punya keberanian seperti yang dimilikinya hari ini.

Fengjiu sudah tidak tertarik lagi dengan apa yang dihilangkan dari buku itu. Ia mengutarakan respon menghindar, melepaskan satu tangan pria itu, berpindah menuju garis lehernya, dan menarik kerah yang terbuka. Tangan Fengjiu terdiam sejenak. Garis leher yang terbuka menampilkan tulang selangka yang indah, dan seberkas cahaya tampak di matanya.

Pria itu tidak melakukan perlawanan, ia acuh tak acuh membiarkan Fengjiu melakukan sesukanya. 

Dengan hati-hati Fengjiu membelainya, kemudian setelah membelai sekian lama, cukup iri, ia berkata, “Tulang selangka, ahh, ini aku tidak punya.”

“Aku mengharapkan tulang selangka yang indah setiap tahunnya ketika aku masih muda,” Fengjiu dengan sedih memberitahu pria itu, “tetapi pada akhirnya aku masih tidak punya. Ibu bilang, aku agak gemuk, jadi tulang selangkaku tersembunyi, tetapi memang ada satu.”

Selagi Fengjiu berbicara, ia membawa tangannya sendiri ke tubuh dimana tulang selangkanya seharusnya tersembunyi untuk menunjukkan pada si pemuda. 

Fengjiu membeku ketika ia meraihnya, bersin, dan berkata, “Tampaknya aku memang punya satu.”

0 comments:

Posting Komentar