Minggu, 08 November 2020

3L3W TPB 2 - Chapter 21 Part 2

Three Lives Three Worlds, The Pillow Book 2

Chapter 21 Part 2


Ketika Ye Qingti terbangun di Neraka dua ratus tahun yang lalu, ia mengetahui bahwa waktu telah berubah. Tujuh tahun setelah kematiannya, Klan Bianrong menghimpit bagian barat dan ibu kota pun ditawan.

Saat Dinasti Jin runtuh, putra mahkota memimpin keluarga kerajaan menuju selatan dimana mereka membangun sebuah kerajaan yang dinamai Jin Selatan dan akhirnya menetap dengan tenang selama seratus tahun.

Ye Qingti sebenarnya adalah seseorang yang sudah lama meninggal. Fengjiulah yang memberikannya sebuah tubuh abadi, separuh dari penempaan dirinya, satu nyawa yang tidak akan pernah mengalami reinkarnasi lagi, dan satu gelar yang tidak akan bisa didapatkan oleh raja manusia mana pun yang berharap mendapatkannya, tak peduli seberapa banyak harta dihabiskannya.

Fengjiu bilang akan membalas budinya. Dan ia melakukannya.

Dewa Neraka, Xie Guchou, mengocok kendi anggur di tangannya. 

“Aku sudah pernah mendengar sedikit tentang cinta yang kau miliki untuk Fengjiu. Namun, jika kau kembali hidup sebagai seorang makhluk abadi, kau harus menganggap perasaan di masa lalu itu sebagai satu mimpi besar. Lupakan semuanya. Fengjiu telah melakukan begitu banyak hal untukmu karena ia ingin membalas perasaan tulus yang kau miliki untuknya. Kau telah menyelamatkan nyawanya, Donghua Dijun juga menyelamatkan nyawanya.

"Untuk membalas budi Dijun, ia bersedia menyerahkan diri seutuhnya pada Dijun. Demi dirimu, ia mempertaruhkan nyawanya mencuri buah Saha dan memberikanmu separuh dari penempaan dirinya. Fengjiu membalas budi kalian berdua, namun menurutmu, mengapa pembalasan budinya sangatlah berbeda?”

Tidak mendapatkan tanggapan setelah cukup lama, Xie Guchou mendesah pelan, “Bukan karena Dijun adalah seorang dewa agung dan kau adalah seorang manusia. Itu semua hanya karena ia mencintai satu pria sementara ia tidak mencintai yang lainnya. Takdirnya dengan Dijun sudah terjerat selama ribuan tahun. Sempat ada berkali-kali saat ia mengatakan akan menyerah, tetapi ia tidak pernah benar-benar melakukannya.”

Xie Guchou menuangkan anggur ke gelasnya, tidak memedulikan kenyataan bahwa cairan yang dikocoknya tadi telah kehilangan rasanya. 

Ia mengosongkan gelasnya dan berkata, “Cinta Fengjiu untuk Dijun telah menjadi insting selama bertahun-tahun. Dengan kau melupakannya, akan lebih baik untukmu.”

Xie Guchou mengambil inisiatif untuk menyinggung perihal ini sekali. Setelahnya, ia tidak pernah berbicara padanya mengenai Fengjiu dan Donghua lagi. Ia pun tidak menanyakannya. Hanya saja, kadang kala, Ye Qingti teringat kata-kata itu tampaknya diiringi helaan napas: Cintanya kepada Dijun telah menjadi insting selama bertahun-tahun. Dengan kau melupakannya, akan lebih baik untukmu.

Di saat dia bertemu kembali dengan Fengjiu di Kolam Giok di Jiuchongtian dua ratus tahun kemudian, Ye Qingti akhirnya memahami makna dibalik perkataan Xie Guchou.

Fengjiu bahkan jauh lebih cantik ketimbang dirinya saat berada di dunia manusia. Ketika Ye Qingti melihatnya, ia bahagia juga terkejut. Fengjiu juga tersenyum padanya dan memanggilnya ‘Qingti’ seperti dulu, tetapi dalam senyumannya sekarang tersembunyi jarak.

Mereka berdiri berhadapan satu sama lainnya di Kolam Giok. Dalam beberapa tahun terakhir ini, Ye Qingti adalah satu-satunya manusia yang naik ke Langit.

Upacara penyuciannya sangat sederhana. Fengjiu sedikit linglung saat ia melantunkan syair lagunya. Ketika upacaranya berakhir, seorang dewi muda menghampiri untuk mengundangnya. 

Mengejapkan matanya, ia berkata, “Dijun meminta Yang Mulia datang ke Menara Kristal di sebelah Aula Qing Yun.”

Ye Qingti bisa melihat kalau si dewi muda hanya perlu menyebut soal Dijun pada Fengjiu untuk membuatnya teralihkan.

Bukannya ia tidak pernah mendengar tentang Fengjiu yang menghindari Donghua selama bertahun-tahun ini. Bukannya dia tidak pernah beranggapan, mungkin saja Xie Guchou salah, dan Fengjiu sudah benar-benar melepaskan Dijun kali ini.

Namun, apa masalahnya jika ia sungguh telah melepaskannya? Ia hanya perlu mendengar namanya disebut untuk jadi terpengaruh. Kalau itu bukan reaksi naluriah, maka Fengjiu masih memiliki perasaan untuknya. Jika itu adalah reaksi naluriah, makah itu bahkan lebih hancur lagi.

Ketika Fengjiu tersadar dan mengucapkan salam perpisahan padanya, ia mengatakan mereka akan jadi sesama rekan makhluk abadi mulai dari sekarang. Dengan demikian, Fengjiu berharap mereka bisa saling menjaga satu sama lain.

Ye Qingti menatapnya lama dan hanya mampu berkata “baiklah” sebagai jawabannya. Menatap sosok Fengjiu yang perlahan menghilang, ia pun berbalik pergi. Mungkin, itu semua adalah takdir yang direncanakan untuk mereka: bertemu di Bumi dan berpisah di Langit. Itu sudah lebih dari cukup, pikirnya.

***

Menara Kristal adalah menara dua lantai di sebelah Aula Qing Yun di langit ke-36. Donghua Dijun memimpin upacaranya hanya sekali setahun, dan itu adalah di tanggal 5 Mei saat ia menganugerahkan gelar kepada para dewa-dewi di Aula Qing Yun.

Di tahun-tahun sebelumnya, dewa-dewi terkadang akan datang mengunjungi Menara Kristal setelah mereka memberi penghormatan kepada Dijun. Akan tetapi, tidak ada tanda-tandanya tahun ini, dari dewa-dewi yang mendatangi menara.

Selagi meminum teh di lantai kedua, Fengjiu menduga itu pasti dikarenakan seorang dewi muda yang menjaga dengan gigih di bawah tangga.

Sikap si dewi muda ini tidak sesopan dan sewajarnya dewi-dewi di langit yang tampaknya terbuat dari satu cetakan. Ia tampak ceria sepanjang perjalanan mereka kemari, dan tidak malu-malu maupun terlalu berhati-hati.

“Walaupun Yang Mulia tidak mengetahui siapa diriku, aku sudah lama mendengar soal Yang Mulia. Aku adalah peri rubah dari Lembah Fanyin. Aku diselamatkan oleh Dijun dan dibawa ke Jiuchongtian dua ratus tahun yang lalu. Aku mendengar kalau Yang Mulia pun pernah menetap di Lembah Fanyin. Lembah kami sangat cantik, bukankah begitu, Yang Mulia?”

Fengjiu selalu mengira kalau dewa-dewi di Jiuchongtian terlalu kaku, tetapi keramahan dewi muda ini sangat cocok dengannya. Ia menjawab iya dan tersenyum bertanya padanya mengenai kejadian yang baru-baru ini terjadi di Langit.

Dewi muda itu mendesah, “Setelah aku baikan, aku ditugaskan di Istana Yang Mulia Pangeran Ketiga, Istana Yuanji. Selanjutnya, kediaman Siming Xingjun agak kekurangan bantuan, jadi aku dipindahkan ke rumahnya selama beberapa waktu. Lalu setelahnya, karena pernikahan Anda dengan Yang Mulia Dijun membutuhkan sedikit pekerja, Tuan Zhonglin memanggilku kembali. Semenjak diriku bekerja di tiga tempat berbeda, aku seharusnya menjadi yang paling serba tahu mengenai berita. Namun, kalaupun ada kabar belakangan ini, maka benar-benar hanya ada satu. Siming Xingjun sering menyebut soal Yang Mulia, Pangeran Liansong sering menyebutkan soal Yang Mulia, Dijun juga ....”

Sampai di bagian ini, ia dengan sengaja menjeda. Namun, merasakan tidak adanya niatan dari pihak Fengjiu untuk mengetahui lebih banyak, si dewi menggantungkan kepalanya, sedikit kecewa.

“Karena biasanya aku melayani Tuan Zhonglin, aku tidak bisa benar-benar sering melihat Dijun. Akan tetapi, aku dengar, Dijun tidak banyak tinggal di Istana Taichen selama dua ratus tahun ini. Kebanyakan, ia berada di Laut Biru suci. Tuan Zhonglin bilang, itu adalah rumah Dijun yang sebenarnya. Itu adalah tempat dimana kenangan Dijun berada.”

Fengjiu agak terhenti di tengah jalannya, tetapi ia tidak berhenti terlalu lama. Di saat dewi muda itu menyelesaikan apa yang harus dikatakannya, Fengjiu sudah menginjakkan kakinya di atas tangga keemasan Menara Kristal.

Saat langkah kaki familier terdengar dari bawah tangga, Fengjiu menatap ke bunga-bunga Mandarava yang melayang di luar jendela dan berjatuhan dalam ketenangan.

Teh dalam cangkirnya berwarna biru langit, begitu birunya sampai menginspirasi seseorang untuk menjadi puitis. Kalau Fengjiu seorang pujangga, ia mungkin telah melafalkan sebaris atau dua baris puisi.

Akan tetapi, pada saat ini, hanya ada satu bait yang mampu diingatnya. Itu adalah yang didengarnya tanpa sengaja dari Su Moye: “Setelah terbangun dari tidur nyenyak musim semi, aku merasa buku-buku biasa saja. Kesenangan baruku adalah meminum teh pahit dengan santai di beranda.”

Fengjiu menyesap seteguk, tetapi teh di tangannya sebenarnya tidaklah pahit. Bertemu kembali satu sama lain setelah bertahun-tahun ... bagaimana biasanya ini dimainkan dalam opera? 

Kebanyakan, hanya ada satu hal untuk dikatakan: “Sudah lama. Kelihatannya kau baik-baik saja.”

Jubah ungu memasuki pandangan, membawa aroma obat-obatan. Fengjiu agak mendongak. Setelah dua ratus tahun tidak bertemu satu sama lain, seperti yang dikatakan bibinya dalam salah satu suratnya, Donghua sekarang jauh lebih kurus, warna kulitnya terlihat sakit dan pucat. Namun, semangatnya kelihatan baik-baik saja.

Karena Donghua terlihat tidak sehat, ‘kau tampak baik-baik saja’ sepertinya bukanlah perkataan yang pantas untuk diucapkan saat ini. 

Fengjiu meraih cangkir lainnya dan malah bertanya padanya, “Apa kau mau teh?”

Donghua melangkah untuk duduk di sebelahnya. Ia tidak bergerak selama sesaat. Bayangan Fengjiu merupakan satu-satunya hal di dalam matanya, tatapannya mantap. Ia mengamati Fengjiu.

Fengjiu mendorong cangkir tehnya ke arah Donghua, mempertimbangkan sejenak, lalu berkata samar, “Kau tidak perlu menghadapi kesulitan seperti ini untuk mencariku. Aku hanya pergi untuk menambah sedikit pengalaman. Kita pasti akan bertemu lagi cepat atau lambat di dunia dewa. Menutup Kolam Giok ... apakah itu sungguh diperlukan?”

Tatapan matanya mantap dan tenang. 

Dengan suara yang sama lemahnya seperti milik Fengjiu, ia membalas, “Kalau aku tidak melakukan itu, apakah kau akan muncul?”

Ia menarik napas lemah, “Xiao Bai, aku hanya ingin bertemu denganmu lagi.”

Fengjiu terdiam. Hidup di dunia manusia penuh dengan ketenangan. Walaupun kembali ke dunia dewa-dewi tidak membawa terlalu banyak beban serius, masih tetap tidak sesantai di dunia manusia. Memang benar, Fengjiu tidak berpikir untuk kembali secara sukarela.

Fengjiu mengotak-atik tutup cangkir di tangannya dan berkata, “Aku mempelajari sebuah pepatah dari dunia manusia selama bertahun-tahun aku tinggal di antara mereka. ‘Lebih baik melupakan daripada menderita bersama.’ Sebenarnya sebuah pepatah yang bagus.”

Kemudian, ia berkata serius. 

“Tidak benar-benar penting apakah kita berjumpa lagi satu sama lain atau tidak. Lagipula, sudah bertahun-tahun berlalu.” 

Tanpa tergesa, Fengjiu menambahkan, “Apakah kau dan dia baik-baik saja selama beberapa tahun terakhir ini?”

Donghua mengernyitkan alisnya. 

“Siapa?”

Fengjiu tersenyum tetapi tidak menjawab. 

Ia meneguk tehnya lagi dan hanya berbicara setelah meletakkan cangkirnya: “Bibiku menyebutkan soal dirimu yang mencariku dalam salah satu suratnya, tetapi ia tidak mengatakan apa pun tentang bagaimana keadaan kalian berdua. Walaupun aku tidak pernah menyukainya, jika kau telah memilihnya, maka tidak ada apa-apa lagi yang dapat kukatakan. Waktu yang paling sulit telah terlewati, dan aku sangat baik sekarang. Aku juga berharap agar dirimu baik-baik saja.”

Donghua memerhatikan kesopanan penuh jaraknya dengan mata yang terisi kelelahan dan melankolis. 

“Aku bersalah karena tidak kembali tepat waktu.”

Terkejut, Fengjiu meliriknya.

“Aku membawa Jiheng kembali ke klannya. Aku telah melengkapi tugasku padanya,” kata Donghua.

Lebih terkejut lagi, Fengjiu berpikir sejenak dan setelahnya bertanya pada Donghua, “Apakah karena aku pergi, makanya kau mengira aku lebih penting darinya sekarang? Aku bukannya pergi karena amarah. Kau tidak perlu ....”

Donghua menggelengkan kepalanya. 

Tidak pernah ada seorang pun yang lebih penting dari dirimu.”

Fengjiu mengangkat kepalanya bingung. 

“Apa ....?”

Donghua meraih tangannya, lalu setelah sekian lama, melepaskannya. Fengjiu membuka telapak tangannya, terdapat sebuah cincin kristal. Di atas permukaan cincin, ada bunga bermekaran penuh, menyebar layaknya sepasang bulu burung phoenix terbang.

Tangan kanan Donghua mengambang di udara seolah-olah ingin mengelus pipinya, tetapi hanya terhenti di telinganya dan membantu Fengjiu menyelipkan helaian rambut yang terlepas. 

Ia menatap Fengjiu dan mengulangi, “Tidak pernah ada siapa pun yang lebih penting dari dirimu, Xiao Bai.”

Fengjiu sedikit bingung. 

Ia menatap ke bawah, ke arah cincin kaca vermilion di tangannya dan pada akhirnya berkata, “Saat itu, aku benar-benar menunggu sangat lama.”

Suara Fengjiu jadi berbisik: “Ketika kau tidak datang ke resepsi, aku cemas kalau kau mengalami kecelakaan. Aku merasa tidak tenang. Kemudian, kakekku bilang kau dan ....” 

Fengjiu menjeda, seolah ia tidak ingin mengucapkan nama itu.

“Bukannya aku memercayai semua hal yang dikatakan oleh semua orang. Aku menunggumu kembali dengan sebuah penjelasan. Aku akan memercayai apa pun yang kau katakan. Jika saja kau cepat-cepat kembali dan memberitahuku persis kata-kata seperti ini dulu, kalau saja kau memberitahuku bahwa tidak ada seorang pun yang lebih penting dari diriku, aku mungkin akan memercayaimu. Tetapi sekarang ....”

Donghua memejamkan matanya. 

“Xiao Bai ....”

Fengjiu menggelengkan kepalanya dengan seulas senyuman dan menginterupsinya. 

“Selagi aku menunggumu di Qingqiu waktu itu, kadang kala aku bertanya-tanya .... Kau mengatakan begitu banyak hal padaku. Mana yang benar dan mana yang palsu? Namun, setelahnya aku tersadar. Apa gunanya memikirkan hal-hal itu? Lagipula, bahkan semua ingatan dalam benakku pun telah dimanipulasi.”

Fengjiu menatapnya. 

“Dijun, mari hentikan di sini. Kita telah menjalani dua ratus tahun terakhir ini masing-masing dengan baik, bukan begitu?”

Donghua menatapnya, suaranya serak: “Aku tidak hidup dengan baik sama sekali.”

Tangan Fengjiu bergetar saat ia tanpa sadar bergumam, “Kau ....”

Ia memikirkan sesuatu. 

“Apakah kakekku mempersulitmu? Kudengar, ia pernah memintamu menuliskan surat pembatalan pernikahan. Ia hanya mengatakannya dilandasi amarah. Walaupun kita terpisah, kau tetap tidak perlu menuliskan sebuah surat perceraian. Kakek memiliki kecenderungan berbicara bodoh dalam kemarahannya. Demi reputasi kita berdua, yang terbaik adalah mendatangi Dewi Nuwa, agar kita bisa saling ....”

Roman wajah Donghua tenang, tetapi matanya sedingin es: “Aku tidak akan dengan sukarela berpisah darimu, Xiao Bai. Kau akan selalu menjadi istriku hingga tiba saatnya aku mati.”

“Hari ini, kau agak ....”

Donghua mengusap pelipisnya dan melanjutkan kalimat Fengjiu: “Hari ini, aku agak mengerikan bukan? Jangan takut.”

Sinar matahari di langit ke 36 mulai menyusut. 

Donghua bengong selama sedetik, setelahnya berkata, “Di Laut Biru, paviliun yang kau inginkan sudah dibangun, kebun sayuran pun sudah dipanen. Aku memerintahkan burung-burung suci dari gunung peri untuk datang setiap bulannya dan menari di depan teras untuk ditonton. Kapan saja kau menginginkannya, kau bisa kembali untuk menonton mereka.”

Fengjiu membeku. 

“Sekarang, aku ....”

Donghua menginterupsinya dan berkata, “Aku sudah membuat sebuah mata air panas di sebelah teras untuk menonton untukmu. Ada material darksteel  yang berlimpah terkubur di bawah Gunung Miaojing di sebelah mata air panas. Itu adalah material bagus untuk membentuk senjata gaib. Aku sudah membangun sebuah gudang senjata di bawah kaki Gunung Miaojing untukmu. Di dalamnya ada pedang-pedang yang kukumpulkan selama dua ratus tahun ini. Seharusnya mereka sesuai dengan seleramu.”

Memerhatikan wajah takjub bukan kepalang milik Fengjiu, suara Donghua melembut. 

“Berhenti minum air dingin. Dan jangan tendang selimutmu di malam hari.”

“Mengapa kau mengatakan hal-hal ini padaku?” Fengjiu bertanya bengong.

Alisnya berkerut sementara keraguan muncul di wajahnya. Fengjiu sangat sopan dan hormat pada Donghua hari ini seolah mereka adalah orang asing. Akhirnya, ia membiarkan tatapannya yang tulus seperti ketika mereka melalui masa-masa intim bersama itu muncul. 

Donghua menarik tangannya menuju bibirnya dan mencium punggung tangannya. Dengan refleks Fengjiu yang lamban, ia lupa menarik tangannya kembali. Dalam mata Donghua terpancar senyum samar, lalu secepat datangnya, hilang pula terambil alih oleh kelelahan.

Pada akhirnya, Donghua melepaskan tangan Fengjiu dan menyuruhnya, “Pergilah.”

Fengjiu menatap Donghua seolah ia tidak mengenalnya lagi. 

Ia bertanya pada Donghua dalam kebingungannya, “Dijun, apakah ini ... caramu untuk memutuskan hubungan di antara kita?”

Fengjiu menundukkan kepalanya sebentar. Di saat ia mendongak, di wajahnya terdapat senyum yang jauh lebih menjaga jarak lagi. Ia meletakkan cincin bunga burung phoenix kembali ke telapak tangan Donghua.

“Aku tidak membutuhkan benda-benda yang kau berikan padaku. Aku juga tidak membutuhkan ini. Kau sungguh tidak perlu memberikan barang-barang ini untukku. Kurasa semuanya sudah jelas di antara kita sekarang.”

Donghua memerhatikan Fengjiu pergi tanpa menghentikannya. Hanya sampai sosok Fengjiu benar-benar menghilang dari gerbang langit ke-36-lah ia mulai terbatuk parah. Noda darah keemasan mengotori permukaan cincin itu.

Zhonglin terburu-buru menghampiri mendengarkan suara batuk Donghua. Sedikit lelah, Donghua meletakkan cincin itu di dalam sehelai saputangan brokat dan memberikannya pada Zhonglin.

“Ia terlalu keras kepala makanya ia belum mau menerimanya sekarang. Setelah aku mati, tak peduli apa pun yang terjadi, kau harus membuatnya menerima itu. Saat aku pergi, ada beberapa hal yang perlu kutinggalkan untuknya.”

Zhonglin menyatukan alisnya, menerima. Ketika ia menerima saputangan itu, si dewa muda pun tak mampu menahan air matanya yang mengalir. Ia menundukkan kepalanya saat setetes air mata jatuh mengenai saputangan itu, terbentuk seperti bunga plum.

0 comments:

Posting Komentar