Minggu, 08 November 2020

3L3W TPB 2 - Chapter 18 Part 3

Three Lives Three Worlds, The Pillow Book 2

Chapter 18 Part 3


Dijun masih bermain-main dengan kotak di tangannya.

Senyuman tersisa di bibirnya saat ia membalas, “Jangan menuduh yang tidak bersalah. Fengjiu kebanyakan tidur di siang harinya jadi ia tidak bisa tidur semalam. Ia membangunkanku untuk membuat kudapan ini bersama-sama dengannya. Dan selain itu, Fengjiu berani menendang sebuah pot bunga ke kepalaku di kali kedua aku bertemu dengannya, dan setelahnya masih bisa menyalahkan Migu dengan tenang dan penuh percaya diri.”

Dijun sedikit melirik ke seberang kerumunan dewa-dewi yang memenuhi tribun dan tanpa tergesa berkata, “Ini hanyalah sebuah pertarungan kecil. Apakah kau sungguh mengira kalau Fengjiu akan dengan mudah tertekan?”

Pangeran Liansong mengetukkan kipasnya yang tertutup di atas telapak tangannya dan mendesah, “Berbicara denganmu tidak semenyenangkan seperti bicara dengan Yehua.”

Liansong melihat ke arah awan-awan yang bergulir di langit timur.

“Beberapa Zhenhuang yang pendiam sudah tiba. Keluarga Bai Zhi Dijun juga pasti sudah sampai. Aku akan pergi mencari Yehua untuk duduk. Kau juga harus pergi mengambil tempat dudukmu di atas. Saat semua orang datang dan melihatmu duduk di sini, ia akan ketakutan untuk duduk.”

Liansong melirik ke tempat duduk teratas, tertawa dan berkata, “Menurut peringkat, kakek Fengjiu juga akan duduk di bawahmu. Hah, karena Fengjiu benar-benar punya keberanian untuk menjeratmu, memang benar, ia tidak perlu gugup untuk acara semacam ini.”

Kerumunan dewa-dewi di luar tribun merupakan dewa-dewi kecil dari seberang. Upacara Bingcang Dewi Agung Bai Qian sudah terlalu lama.

Mereka yang menyaksikan upacara itu kebanyakan telah meninggal dunia. Generasi baru dewa-dewi ini hanya dapat menyelidikinya melalui setumpuk catatan sejarah dan terkagum-kagum akan ritual kuno ini.

Sedari tiga hari sebelumnya, mereka telah memenuhi Gunung Tangting untuk mendapatkan tempat mereka.

Ketika para dewa-dewi kecil ini melihat teras dari awan-awan keberuntungan yang melahirkan sebuah dunia luar biasa hanya dalam hitungan detik, mereka mendesah puas dan berpikir pada diri mereka sendiri kalau mereka tidak menghabiskan waktu dalam mengamankan tempat duduk mereka.

Di saat mereka melihat tiga dewa yang datang lebih awal, semuanya dengan penampilan tak tertandingi dan masing-masing tampan dengan caranya sendiri, mereka mendesah puas lagi dan berpikir pada diri mereka sendiri kalau mereka tidak menyia-nyiakan waktu mereka mengamankan tempat duduk mereka.

Upacaranya masih belum dimulai tetapi sudah ada begitu banyak hal menarik untuk disaksikan. Mereka penasaran akan seberapa lebih baik lagi ketika upacranya benar-benar dimulai.

Lagi, mereka mendesah gembira dan berpikir pada diri mereka sendiri kalau mereka tidak membuang waktu mempertahankan tempat duduk mereka.

Masih terlalu cepat untuk jam ritualnya, para makhluk abadi ini pun mulai bergaul dalam percakapan sosialisasi.

Sebagai contohnya, ada seorang dewa dari luar yang menyapa dewa lokal yang duduk di sebelahnya: “Bolehkah aku bertanya, apakah kau seorang dewa Qingqiu? Apakah kau tahu siapa dewa berjubah hitam dan berjubah putih di antara ketiga dewa yang tiba lebih dulu?”

Dewa kecil dari Qingqiu itu mengedipkan matanya dan berkata bangga, “Pria terhormat berjubah hitam itu adalah menantu Qingqiu, Putra Mahkota Jiuchongtian, Pangeran Yehua. Aku tidak yakin tentang pria terhormat berjubah putih dengan kipasnya.

Tetapi karena kau hanya bertanya padaku soal kedua orang itu, mungkin kau tahu siapa yang berambut silver berjubah ungu itu? Ia cukup tampan.

Dan lagi, para dewa yang tiba setelahnya semua mendatanginya untuk memberi hormat. Sekalipun ia terlihat cukup muda, aku menduga ia tidak mungkin tidak memegang posisi yang penting.”

Ia menambahkan dengan girang, “Jadi ada juga karakter di Langit yang persis seperti Yang Mulia Fengjiu kita. Yang Mulia Fengjiu juga tidak memegang sebuah posisi yang tidak penting walaupun berusia muda.”

Si dewa yang berasal dari luar itu meneguk ludahnya membalas:

“Posisi dewa yang dihormati itu sedikit lebih tinggi apabila dibandingkan dengan Yang Mulia Fengjiu kalian. Meskipun aku hanya pernah memberi hormat padanya satu kali ketika aku naik ke Langit untuk penganugerahan rankingnya,” ia meneguk ludahnya lagi, “Ia dulunya adalah penguasa dunia yang kemudian pensiun ke Istana Taichen, Donghua Dijun. Yang Mulia Donghua setua waktu itu sendiri, wajahnya tampak bersinar seperti matahari dan bulan. Yang Mulia Fengjiu kalian ....”

Ia belum selesai ketika ia diinterupsi oleh si dewa lokal yang membelalakkan mata padanya: “Dia ... sebenarnya adalah Donghua Dijun? Donghua Dijun dalam bentuk nyata?”

Tangannya terkepal gembira. 

“Aku benar-benar ... tidak menyia-nyiakan waktu mengambil tempat hari ini!”

Kapan saja Qingqiu mengadakan sebuah upacara, sudah menjadi kebiasaannya untuk tidak mengirimkan undangan. Mereka yang punya waktu dan ketertarikan untuk datang akan disambut sebagai tamu; mereka yang tidak memiliki waktu ataupun ketertarikan tidak akan dipaksa untuk datang. Ini adalah cara Qingqiu.

Meskipun begitu, berdasarkan kebiasaan dan kesempatan, seseorang dapat menebak siapa yang akan hadir.

Namun, mengapa Donghua Dijun kemari hari ini untuk upacara ini? 

Kepala negara Qingqiu, Bai Zhi Dijun, tidak bisa menebaknya. Bai Zhi melihat ke arah sahabat dekatnya, si orang yang tahu segalanya, tukang mengoceh, Dewa Agung Zheyan, bertanya-tanya.

Tetapi, Zheyan pun tampaknya bingung seolah-olah ia juga tidak mengerti.

Duduk di samping Pangeran Yehua, Pangeran Liansong menatap keponakannya dan berkata pahit, “Hei, mengapa mereka tidak bertanya padaku?”

Pangeran Yehua memegangi cangkir tehnya dan melengkungkan sebelah alisnya. 

“Aku dengar Qian Qian mengatakan bahwa Cheng’yu paling membenci orang yang bergosip tentang urusan orang lain.”

Pangeran Liansong langsung menegakkan diri di kursinya. 

“Oh, aku hanya ingin membantu mereka. Tapi kelihatannya mereka sudah tidak terlalu membutuhkan bantuanku lagi.”

Bai Qian yang datang terlambat membawa A Li ke tempat duduk mereka dan memberi mereka tatapan kebingungan. 

“Apa yang sedang kalian berdua bicarakan?” ia bertanya.

Pangeran Liansong tersenyum diam-diam. 

“Yehua dengan menyedihkannya sedang membayangkan rahmatmu tahun itu.”

Bai Qian menyesap tehnya untuk menyegarkan tenggorokannya, kemudian melihat ke arah penonton yang sedang menatap Yehua dengan mata penuh bintang dari bawah teras dan berkata dengan santai, “Yah, aku sebenarnya sedikit lebih muda darimu sekarang, tetapi rahmatku tidak sepamer dirimu hari ini.”

Si buntalan A Li cepat-cepat bertingkah seperti orang dewasa dan meniru ibunya: “Ayah, kau sungguh terlalu pamer. Tidak baik untuk memamerkan diri seperti itu. Sama sekali tidak bagus.”

Pangeran Liansong mengangkat sebelah alisnya dan tertawa terbahak. 

“Dari sepuluh mil kebun persik ini, kalian masing-masing sudah menempati lima. Dari yang kulihat, bukankah kalian saling memuji dengan cukup baik? Benar-benar tidak perlu saling menyindir.”

Pangeran Yehua bertanya enteng, “Lalu Paman, pernahkah kau menempati separuh dari satu mil kebun persik milik Cheng’yu?”

Pangeran Liansong menawarkan sebuah tawa kering. 

“Aku bahkan tidak menggoda siapa pun hari ini. Aku harusnya tahu untuk tidak membuka mulutku ....”

***

Sinar matahari tersaring melalui berlapis-lapis awan, menyelimuti semua hal di Gunung Tangting dalam sebuah sangkar keemasan sementara memberikan atmosfer magis yang lebih nyata.

Bersamaan dengan musik yang berkumandang, sebuah labirin pertempuran terbentuk dari sepuluh dewa yang mengayunkan pedang mendadak muncul di atas teras awan kemerahan tersebut.

Mereka di sini untuk menguji apakah pedang yang dipersembahkan hari ini memenuhi syarat untuk dijaga di gunung suci ini atau tidak.

Dengan kata lain, Fengjiu harus melewati formasi ini dengan pedang yang baru ditempanya, pedang Hexu. Jika ia berhasil melewatinya, Fengjiu akan naik ke seratus anak tangga rerumputan untuk menyegel pedangnya di dalam puncak suci itu.

Jika Fengjiu tidak berhasil lewat, mereka hanya bisa meramalkan tanggal lainnya untuk upacara Bingcang selanjutnya seratus tahun dari sekarang.

Pada saat itu, bukan hanya tahun-tahun penuh kerja keras untuk membuat pedangnya saja yang akan sia-sia, itu juga akan menjadi sebuah aib.

Itulah mengapa Pangeran Liansong mengira Fengjiu akan merasa gugup hari ini. Alasan mengapa ritual ini begitu megah, dan mungkin bahkan lebih resmi daripada upacara pernikahan penguasanya, adalah karena upacara ini keras bagi raja barunya.

Ayah Fengjiu, Bai Yi, adalah pembawa acara resminya hari ini. Fengjiu bersembunyi di balik awan di angkasa selagi ia memerhatikan ayahnya mengoceh terus menerus di atas panggung.

Fengjiu hanya sedang menunggunya selesai mengoceh agar ia bisa melayang turun. Ia beruntung tidak mendengar ucapan bertele-tele ayahnya karena ia berada jauh di atas sana. Sayangnya, di samping telinga Fengjiu masih ada ocehan si pelayan setianya, Migu.

Migu membawakan sarung pedangnya dan menatap cemas ke dalam labirin di belakang Bai Yi. 

Ia hanya dapat berkata, “Dalam sedetik, Yang Mulia harus tenang. Sejujurnya, tidak jadi masalah apakah Anda bisa melewati labirin ini atau tidak. Tidak ada seorang pun yang seuisa Anda pernah melaksanakan upacara ini di Qingqiu sebelumnya.

Walaupun tidak sopan bagi hamba untuk mengatakan perkataan ini sebagai bawahan Anda, Yang Mulia Bai Yi juga agak memaksa Yang Mulia Fengjiu mengenai hal ini ....”

Perkataan Migu masuk dari telinga kiri Fengjiu dan keluar dari yang sebelah kanan. Matanya tertuju pada kakeknya dan Donghua Dijun. Mendadak, sinar bercahaya melintas di dalam kepalanya.

Fengjiu merenung, kalau kakeknya sebenarnya adalah yang tertinggi di Qingqiu. Mengapa ia harus repot meyakinkan nenek dan orang tuanya mengenai pernikahannya dengan Donghua jika ia bisa cukup meyakinkan kakeknya saja?

Kakeknya adalah satu-satunya orang yang memiliki keputusan akhir! Tetapi, bagaimana caranya Fengjiu membujuknya?

Kakeknya tidak memedulikan soal upacara, jadi mungkin Fengjiu harus berterus terang berkata padanya: “Kakek, aku sudah menemukan seorang suami. Ia adalah orang yang duduk di atasmu hari ini, Donghua Dijun. Mohon berikan kami restumu.”

Tetapi akankah perkataan semacam ini terlalu kaku?

Dulu, bibinya mengajarinya strategi membujuk. Apa yang dikatakan Bibi? Oh, benar, ia bilang untuk membujuk seseorang, cara terbaik pertama adalah mengungkit soal beberapa hubungan baik dalam percakapanmu. Akan lebih baik lagi jika Fengjiu dapat membangkitkan beberapa kenangannya.

Hal terpenting adalah untuk membiarkannya merasakan sebuah perasaan familier. Ditambah lagi, pada akhirnya, akan jauh lebih baik untuk memperlihatkan ketulusan padanya. Pada titik ini dalam pemikirannya, Fengjiu sudah paham.

Fengjiu merevisi komentar yang entah mengapa terasa kaku dan berbisik sendiri, “Kakek, aku sudah menemukan seorang suami. Ia adalah orang yang sedang duduk di atasmu hari ini, Donghua Dijun. Aku dengar bahwa dulu ia adalah mantan teman sekelasmu. Dan kau juga bertarung di bawah pimpinannya!”

Bagus.

Hubungan: ada.

Kenangan, rasa familier: ada, ada.

Sementara untuk ketulusan ....

“Dia dan aku pasti akan, sungguh-sungguh berbakti kepadamu. Kakek, mohon berikan kami restumu!” Aha, sekarang seharusnya ada pula bagian ketulusannya.

Fengjiu benar-benar ingin pergi ke sana, tetapi Migu menarik-narik lengan jubahnya untuk memberitahunya: “Yang Mulia, waktunya sudah tiba. Masuklah ke dalam labirin.”

Migu mengingatkannya, “Kalau Anda tidak berhasil, maka Anda tidak berhasil. Tidak perlu takut akan hinaan orang-orang. Jangan pernah memaksakan diri Anda, oke?!”

Fengjiu mendengarnya dan menjawab iya, tetapi ia tidak benar-benar setuju dengan pendapat Migu. Dao klasik, sutra Buddha, puisi dan literatur, walaupun Fengjiu tidak sebanding dengan hal-hal semacam itu, ia yakin ia akan jadi yang teratas setiap tahunnya di antara teman sebayanya di Qingqiu kalau sudah menyangkut ilmu berpedang.

Sia-sia saja Migu khawatir.

Segera setelah Bai Yi meninggalkan teras, suara mistis berkumandang di udara. Labirinnya segera mengambil bentuk. Di balik awan di atas langit mendadak muncul cahaya keperakan yang dihasilkan dari sebilah pedang tajam yang meninggalkan sarungnya, memisahkan awan keemasan itu.

Seorang gadis muda berjubah merah mengayunkan pedang di dalam angin dan secara langsung memasuki labirin itu.

Duduk di paling atas, Dijun, yang sudah bosan sampai mati bermain-main dengan kotak toffeenya, mengubah posturnya dan sedikit mendongakkan kepalanya.

Untuk sesaat, labirinnya dipenuhi dengan kilatan merah dan putih bilah pedang. 

Dunia terhenti. 

Pedang-pedang dingin saling bentrok tanpa henti.

Di serangan kesepuluhnya, sosok merah itu menemukan sebuah kesempatan untuk lolos dari labirin, tetapi sayangnya di saat kritis, sepuluh orang labirin mendadak menghasilkan seratus sosok yang membentuk dinding tak tertembus, mendorong yang ingin melarikan diri kembali masuk ke dalam.

Si dewa kecil di barisan penonton, terutama dewa lokal yang berasal dari Qingqiu, berkeringat dingin untuk ratu mudanya.

Labirin ini telah didesain semenjak zaman prasejarah upacara Bingcang. Sihir ini diciptakan sendiri oleh Bai Zhi Dijun dari kekuatan abadi Gunung Tangting. Setelah teras berawan itu mengambil bentuk, mantranya pun akan otomatis aktif, oleh sebab itulah, sulit untuk memprediksi formasinya.

Fengjiu mengerutkan alisnya. Barusan ini, ia tanpa berpikir meladeni tiap serangan dengan satu serangan darinya sendiri. Itu adalah rencana serangan yang terburu-buru. Mulai dari gerakan pertama, ia telah mengidentifikasi bahwa kesepuluh dewa ini tidak sebaik dirinya dalam berpedang.

Ia pikir ia dapat mengatasi mereka dalam satu kata mudah dan dengan enaknya meninggalkan labirin ini.

Akan tetapi, ia tidak membayangkan, bahwa kepelikan dari labirin ini bukan terletak pada bagaimana seseorang menggunakan pedangnya, tetapi bahwa pada saat yang krusial, akan selalu ada seratus orang bermunculan untuk mencegahnya pergi.

Sebuah teka-teki.

Menyeret dalam jalan ini tidak akan bekerja. Setelah penilaian bibinya, kesepuluh dewa ini sudah tertidur selama seratus ribu tahun. Mereka baru keluar hari ini untuk mempersulit Fengjiu, jadi tentu saja mereka memiliki lebih banyak tenaga daripada dirinya.

Kelihatannya Fengjiu harus menemukan serangan langsung. Meskipun mantra ini diciptakan oleh kakeknya, selalu berbeda setiap kali ini mengambil bentuk, selalu hanya ada sepuluh dewa. Akan tidak masuk akal jika mereka merekrut seratus orang hanya untuk dirinya.

Bahkan jikalau kakeknya selalu mengharapkan Fengjiu untuk mewarisinya, ia tidak akan punya harapan setinggi itu, kan? Kelopak mata Fengjiu berkedut. Maka ... keseratus sosok itu hanya mungkin sebuah ilusi.

0 comments:

Posting Komentar