Sabtu, 07 November 2020

3L3W TPB 2 - Chapter 13 Part 3

Three Lives Three Worlds, The Pillow Book 2

Chapter 13 Part 3

Chacha menatap Fengjiu dengan sedikit kemarahan. 

“Di saat Yang Mulia Xize menyadari ini sedang hujan, hamba yakin, ia akan berharap kalau Yang Mulia Aranya akan tetap datang meskipun sedang turun hujan. Yang Mulia Xize akan menarik Anda ke dalam pelukannya dan melupakan segala luka yang telah Anda sebabkan padanya. Tetapi Anda ...”

Chacha kembali memberikan tampang kesalnya. 

“Anda pulang ke rumah tepat setelah Anda melihat beberapa tetes air hujan. Apakah sungguh ada sebuah tempat bagi Yang Mulia Xize dalam hati Anda? Betapa sakitnya Yang Mulia Xize. Ia bahkan akan bertanya mengapa ia tidak mati saja karena kehujanan.”

Kepala Fengjiu tidak mampu menghindari serangan yang dilemparkan ke arahnya. 

“Tidak mungkin separah itu ...?”

Chacha memukul besinya selagi masih panas: “Yang Mulia, apakah Anda ingin pergi mencari Yang Mulia Xize lagi?”

Fengjiu bersusah payah membayangkan Xize yang terluka dalam siraman air hujan. Ia tidak tahu mengapa, tetapi ia terus saja membayangkan Xize tengah duduk santai menikmati hujan dengan sebuah hot pot mengepul.

Bagaimana bisa berdiri sengsara dalam hujan menjadi sesuatu yang akan dilakukan oleh Xize? 

Fengjiu berkomentar Chacha yang terlalu cemas dan berdeham: “Aku mau tidur. Xize juga pasti sudah pergi tidur. Aku akan pergi mencarinya besok ketika langit sudah cerah.”

Chacha sudah menghabiskan napasnya berusaha mengubah besi menjadi baja. Ia menghela napas, menggelengkan kepala, dan berbalik untuk menyiapkan ranjang Fengjiu.

Di luar jendela, hujan terus turun. Fengjiu berpikir samar pada dirinya sendiri bahwa lucu sekali beberapa hari terakhir ini. Hujan turun tepat waktunya untuk menghilangkan kekaburan.

Fengjiu perlahan tertidur diiringi suara derai hujan.

***

Di tengah malam, Fengjiu merasa kalau ranjangnya jadi lebih sempit. Ada sesuatu yang lembab melewati wajahnya. Ia tidak tidur nyenyak malam ini, jadi hanya dibutuhkan sedetik baginya untuk tersentak bangun. Batang lilin di balik ranjangnya dengan cepat menyala.

Melalui cahaya lilin yang redup di sisi lain dari tirai tipis itu, Fengjiu dapat melihat sosok seseorang. Itu adalah Xize, yang mengambil separuh bagian dari ranjangnya. Dingin menyelimuti seluruh tubuh Xize.

Menyadari cahaya, mata Xize perlahan terbuka. 

Setelah beberapa saat tak sadar, Xize menatap Fengjiu dan bertanya, “Apa yang sedang kau lakukan di sini?”

Fengjiu balik menatap Xize selama beberapa lama dan berkata, “Akulah seharusnya yang menanyakan ini padamu.”

Secercah kebingungan muncul di mata Xize. 

Fengjiu menguap dan menambahkan, “Karena ini adalah ranjangku.”

Malam ini, Xize tampaknya lambat dalam merespon apa pun.

“Kau pasti telah kembali sejak tadi, bukan? Tidak heran aku tidak bisa menemukanmu dimana pun sepanjang sore ini. Apakah kau berada di sayap kiri atau sayap barat? Kau berada di kamarku sekarang ... karena kau tidur sembari berjalan dan salah masuk kamar, kan?”

Xize terdiam cukup lama. 

“Aku pergi keluar berjalan-jalan dan tidak benar-benar memperhatikan waktu. Aku baru saja kembali dan tanpa sengaja salah masuk kamar.”

Di luar, hujan dan angin terus bersiul. Fengjiu sedikit meraba ranjangnya sekian lama sebelum menarik keluar sebuah cangkang, ruangan itu segera diselimuti oleh cahaya lembut.

Saat inilah, Fengjiu akhirnya melihat kalau Xize basah kuyup. Tempat dimana ia berbaring juga basah kuyup akibat basahnya tubuh Xize.

Fengjiu cukup tercengang. Ternyata Chacha adalah seorang peramal.

Ia meraih jemari membeku Xize. Menggenggam mereka seolah ia sedang memegangi sebongkah salju.

Fengjiu menggertakkan giginya: “Jika sedang hujan deras, apakah kau tidak tahu caranya mencari tempat untuk berteduh atau menciptakan sebuah medan pelindung untuk membuatmu tetap kering dari hujan?”

Xize menutup matanya mengantuk. 

“Aku terlalu sibuk berpikir untuk menyadari hujan.”

Fengjiu mencoba merangkak melewati Xize.

Xize menarik tangan Fengjiu. 

“Tidak perlu terburu-buru keluar untuk menghindari rumor.” 

Xize terdengar lelah. 

“Apa yang mungkin kulakukan padamu dalam keadaan seperti ini?”

Fengjiu berusaha keras melepaskan genggamannya.

“Aku tidak akan melakukan apa pun padamu. Kepalaku sedikit pusing. Temani aku sebentar saja.”

Urat di kening Fengjiu berubah membiru. 

“Persetan dengan rumor dan menemani. Kau sudah kehujanan selama berjam-jam, bagaimana mungkin kepalamu tidak pusing? Aku akan pergi menyiapkan mandi untukmu. Jika kau bisa bergerak, maka buka pakaianmu dan berikan padaku. Tutupi dirimu dengan selimut. Jika kau tidak bisa bergerak, maka diam saja.”

“Aku tidak bisa bergerak,” kata Xize.

Di sisi lain dari layar pembatas, Fengjiu menjawab sembari menggulung lengan jubahnya dan menyiapkan bak mandinya. 

“Kalau begitu kau bisa mandi dengan pakaian lengkap.”

Xize berpikir sejenak lalu mengatakan, “Sebenarnya, kurasa aku bisa bergerak sekarang.”

Inilah kapan waktunya sihir berguna. Bahkan meskipun para pelayan telah pergi tidur sekarang karena ini tengah malam, Fengjiu masih bisa membuat sendiri bak mandi air panasnya.

Fengjiu mencelupkan tangannya ke dalam bak untuk mencoba airnya. Ia meletakkan sebuah layar pembatas  di sekitar bak dan membawakan sebuah kursi kecil untuk duduk dengan wajahnya menghadap ke pintu, lalu memberitahu Xize kalau air mandinya sudah siap.

Setelah serangkaian suara tabrakan dan cipratan, Fengjiu bertanya-tanya apakah Xize membenturkan dirinya pada perabotan, tetapi jika Xize sedang telanjang saat ini ... Ia menahan rasa kekhawatirannya.

Hanya sampai ada suara air dari balik layar pembatas barulah Fengjiu membawa sebuah kursi kecil untuk duduk di dekat layar, berjaga-jaga kalau Xize membutuhkan sesuatu darinya.

Fengjiu sedang mencubiti pahanya ketika ia mendengar Xize berbicara dari balik pembatas: “Aku sedang berpikir tentang surat yang kau kirimkan padaku ketika aku sedang berjalan-jalan.”

“Surat apa?”

Suara air terhenti. 

“Kau bilang kau ingin menggunakan namaku untuk menyelamatkan Chen Ye di Teras Lingshu karena kau merasa terharu akan perasaan terhormatnya untuk Junuo.”

Fengjiu akhirnya mengingat ia pernah mengirimkan sepucuk surat untuk Xize bersamaan dengan toffee rubah yang mana ia menghubungi Xize untuk urusan Chen Ye.

Fengjiu mungkin telah menuliskan beberapa baris secara terpelajar, tetapi ia tidak dapat benar-benar mengingat apa tepatnya yang telah ia tuliskan, jadi ia tidak sungguh memahami kenapa Xize mendadak menyebutkan soal itu.

Fengjiu hanya menjawabnya samar, “Ah, benar, memang ada yang seperti itu.”

“Tadinya aku mempercayainya karena aku mengira kalau kau tidak akan berbohong padaku.”

Jantung Fengjiu melompat ke tenggorokannya. Apakah maksud Xize adalah ia sudah mengetahui kalau Fengjiu bukan Aranya dan sekarang Fengjiu sedang bersandiwara dengan Mo Shao? Beberapa butir keringat dingin menuruni keningnya.

Xize melanjutkan: “Ternyata kau menyelamatkan Chen Ye karena kau menyukainya.”

Suara dalam Xize terperangkap dalam kabut; tidak terdengar begitu nyata. Fengjiu lega. Jadi inilah yang sedang dipikirkan oleh Xize.

“Aku tidak berbohong padamu. Kau yang berpikir berlebihan,” Fengjiu memberitahu Xize.

Tetapi karena hati Fengjiu mendadak tenang, suaranya juga ringan, dan bagi Xize, itu terdengar seolah hanya dengan menyebut nama Chen Ye saja bisa membuat Fengjiu gembira.

Terdapat keheningan yang tak terkatakan lagi.

Xize mengatakan tanpa tergesa, “Kapan kau mulai menyukai Chen Ye?”

Sebelum Fengjiu dapat menjawab, Xize berbicara lagi, “Apakah karena Chen Ye pernah menyelamatkanmu dari Kurungan Jiuqu, tetapi aku tidak? Semenjak kau menginginkan seseorang yang akan datang menolongmu setiap kau terjebak bahaya, kau merasa kalau itu harus Chen Ye?”

Fengjiu sedikit bingung. Xize terus mengatakan bahwa mereka adalah sahabat baik. Apakah ini merupakan perkataan yang seharusnya diucapkan oleh seorang sahabat baik? Terlebih lagi, ia hanya ingat menyebutkan soal tipe orang yang disukainya pada Mo Shao. Bagaimana bisa semua orang tampaknya mengetahui tipe orang seperti apa yang disukainya sekarang?

Dengan keberanian seekor bebek mati, Fengjiu berdeham, ingin memancing Xize agar lebih jelas: “Kau adalah teman baikku, ketika aku berada dalam masalah, kau tidak perlu menjadi yang pertama ada di sana. Kau lihat, kau berbeda dari Chen Ye.”

Fengjiu menanti balasan Xize ... tetapi di balik layar pembatas malah sunyi senyap. Setelah menanti sekian lama, ia merasa kalau kesunyian ini sangat tidak biasa. Bahkan tak terdengar suara airnya. Fengjiu panik.

Xize merasa pusing, apakah ia pingsan di dalam air?

Tidak mampu mengabaikan Xize kali ini, Fengjiu melangkah tiga langkah dan menyeberangi pembatas. Karena ia baru saja menambahkan beberapa herbal seperti jahe kering dan speranskia ke dalam bak untuk membantu mengusir dingin, airnya jadi keruh.

Xize tidak tampak di permukaan.

Fengjiu memanggilnya. Tidak ada jawaban. Ia menggigil dan melangkah masuk ke dalam bak. Ia sampai di dalam air bahkan tanpa menggulung lengan pakaiannya.

Ketika Fengjiu menemukan sesuatu yang keras, ia menariknya keluar dari dalam air. Xize muncul.

Separuh tubuhnya yang telanjang kini berada di atas permukaan air, salah satu tangannya ditarik oleh Fengjiu, yang lainnya sedang memegangi rambutnya yang basah ke samping.

Xize mengernyitkan alisnya pada Fengjiu. Dalam pancaran sinar lemah dari mutiara malam, tetesan air terus mengalir ke bawah dari kulit telanjangnya.

Fengjiu membawa tatapannya dari tulang selangka ke lehernya, lalu ke wajah Xize. 

Menekan wajahnya yang memerah, Fengjiu mencoba terlihat setenang yang ia bisa selagi bertanya pada Xize, “Jangan menakutiku seperti itu. Apa yang sedang kau lakukan di bawah sana?”

“Berpikir. Kau terlalu berisik.”

Tangan Fengjiu yang sedang memegangi Xize pun menjadi kaku. Ia baru saja memutuskan kalau Xize memiliki perasaan padanya. Namun sekarang perkataan Xize membuatnya tidak yakin. Mungkin, Fengjiulah orang yang cintanya bertepuk sebelah tangan.

Meskipun kelakuan Xize selalu aneh, sungguhkah Xize tidak punya perasaan apa pun untuknya? 

Karena penasihat cintanya, Pendekar Xiao Yan, tidak ada di sini untuk memberikannya sebuah solusi, Fengjiu terbengong selama beberapa saat, kemudian melepaskan tangan Xize dengan rasa malu dan berkata, “Baiklah, lanjutkan saja berpikirnya. Kenakan pakaianmu setelah kau selesai mandi dan kembalilah ke sayap kiri. Aku akan berada di sana untuk menyiapkan kamarmu dulu.”

Fengjiu berbalik untuk pergi, tapi lengannya yang terpampang dicekal oleh Xize.

Suara serak yang tertahan mendatangi Fengjiu dari belakang: “Bagaimana Chen Ye lebih baik dariku?”

Fengjiu tercengang di tempat.

Jika saja Xize tidak mencurigai Fengjiu, ia pasti akan mengira Xize sedang cemburu, tetapi saat ini, ia sedikit bingung. Ataukah Xize sedang mengajukan pertanyaan ini secara harfiah ...

Fengjiu berpikir sejenak, lalu menjawab jujur, “Aku tidak pernah memikirkan soal ini sebelumnya.”

Fengjiu tidak pernah memiliki pemikiran yang tak sopan tentang Chen Ye, jadi sudah pasti Fengjiu tidak akan membandingkan Chen Ye dengan Xize.

Akan tetapi, dalam telinga Xize, komentar ini terdengar seolah Fengjiu jelas-jelas mencintai Chen Ye dan menganggap remeh soal membandingkan Chen Ye dengan orang lain.

Kamar itu menjadi sunyi sesaat.

Di antara deru napas mereka, seseorang dapat mendengar suara angin di luar jendela. Tenggorokan Fengjiu entah mengapa merasa menciut. Ia bersusah payah melepaskan cekalan tangan Xize.

Mendadak cekalan tangannya menguat di lengan Fengjiu. Tidak berdiri dengan kuat, ia langsung jatuh ke dalam bak mandi, mencipratkan air kemana-mana. Aroma dari herbal wangi tersisa di sekitar hidungnya.

Air hangat membasahi baju dalamnya, sutra tipis di lengan Fengjiu pun basah, menempeli kulit seputih saljunya. Ia bergerak sedikit dan menyadari ia sedang duduk di pangkuan Xize, wajah Xize berada dalam jarak dekat.

Pria yang begitu tampan, degan rambut panjangnya yang basah dan wajah yang bercahaya.

Biasanya, pakaian Xize begitu rapi bahkan lehernya saja tidak terlihat. Meski begitu, saat ini, seluruh bagian tubuh atasnya telanjang di atas air. Bola mata gelapnya, mengandung badai. Dan wajah Xize terlihat begitu tenang.

Fengjiu merona seperti tomat. Ia duduk di atas pangkuan Xize dan tidak berani bergerak. Ia sungguh tidak dapat mengikuti pertunjukkan ini; ia tidak tahu apa lagi yang harus dinyanyikan berikutnya.

Tangan Xize yang bebas menyentuh wajah Fengjiu selagi ia berbisik, “Dapatkah Chen Ye mengutarakan kata-kata manis untuk membuatmu bahagia? Dapatkah ia mengatakan kalau kau begitu cantik, baik, dan berbakat?”

Xize menjeda dan menatap ke dalam matanya. 

“Aku tidak mengucapkan maupun dapat mengutarakan hal menyenangkan yang ingin kau dengar, tetapi tak bisakah kau melihat bagaimana perasaanku terhadapmu?”

Fengjiu menjawab tergagap sebuah ‘ya’. Setengah detik berikutnya, berteriak sebuah ‘ya?’ lagi.

Pikiran Fengjiu yang kusut tidak sepenuhnya memproses perkataan Xize ketika ia menjawab tergagap ‘ya’-nya yang pertama. Setelah beberapa saat berpikir dan kemudian Fengjiu telah mengecualikan segala kemungkinan dan akhirnya mengerti apa maksud perkataannya, ‘ya’-nya yang kedua merupakan sebuah ‘ya’ yang tersentak.

Sudah pasti, maksud Xize pastilah yang itu setelah berputar-putar.

Fengjiu menahan bunga-bunga bermekaran dalam hatinya dan mempersenjatai wajahnya dengan ketenangan.

“Aku tidak pernah mengira aku akan terlambat,” 

Xize berkata setelahnya, “Aku tidak pernah mengira kau tidak akan menginginkanku.”

Xize mengucapkan semua hal ini terlalu alami, seolah Fengjiu telah memberikannya segala kepedihan di dunia ini.

“Jadi kau cemburu dan tetap di dalam hujan?”

Xize melihat ke langit-langit. 

“Aku sedang memikirkan apa yang harus kulakukan, tetapi aku tidak mampu memikirkan apa pun. Menyingkirkan Chen Ye mungkin adalah caranya, tetapi itu akan membuatmu sedih.”

0 comments:

Posting Komentar