Sabtu, 07 November 2020

3L3W TPB 2 - Chapter 14 Part 1

Three Lives Three Worlds, The Pillow Book 2

Chapter 14 Part 1


Hari-hari singkat musim semi seperti yang disebutkan dalam bait dunia fana sebagai berikut: 

"Dimabuk burung-burung dan bunga bermekaran, saat terbangun, musim semi telah berlalu dengan begitu cepatnya.”

(T/N : dari 豐樂亭遊春, sebait puisi Ouyang Xiu di era Song.)

Ketika Fengjiu pertama kali mendengarkan puisi ini dari ayahnya yang terpelajar, menunjukkan padanya pemahaman literatur yang jarang sekali terlihat.

Manusia menyesali cepatnya berlalu musim semi padahal itu merupakan waktu terbaik di antara empat musim. Terpikat oleh hal-hal indah, orang-orang sering tidak merasakan berlalunya waktu.

Pada saat mereka berbalik untuk menoleh, apa yang telah terlewati akan selalu tampak cepat.

Saat Fengjiu mengucapkan perkataan ini, ayahnya sampai merasa kalau ia telah bertemu dengan semangat yang sama; keyakinan yang istimewa tampak di dalam matanya selagi ia menatap Fengjiu.

***

Tuan Xize meninggalkan kediaman hari ini. Merasa agak melankolis selagi ia memperhatikan sosok Xize yang menghilang, Fengjiu jadi terpikirkan puisi ini.

Musim semi telah pergi di saat ia terbangun. Meskipun waktu yang dihabiskannya bersama dengan Xize tidak benar-benar secepat itu, satu minggung memang tak terasa, seperti musim semi memabukkan.

Fengjiu ingin Xize untuk tinggal lebih lama, tetapi itu akan kejam bagi Mo Shao. Mo Shao mengirimkan sepucuk surat panjang kemarin untuk Xize yang tanpa sengaja dibaca oleh Fengjiu.

Sangat menyedihkan, Mo Shao bilang ia telah mengerjakan alat ajaib itu hingga tahap akhir. Tetapi, karena itu sebuah objek yang dahsyat, akan sangat berbahaya mendekati penyelesaiannya.

Jika tidak ditangani dengan baik, mungkin dapat menyerang balik setelah semua energi dan usaha yang digunakan untuk membuatnya. Situasinya mendesak.

Mo Shao meminta Xize untuk segera kembali ke kuil secepatnya. Di akhir suratnya, Mo Shao tak lupa mengeluh seraya bertanya, ia telah mengirimkan total sebelas surat panjang untuk Xize berhari-hari yang lalu; apakah Xize tidak menerimanya ataukah ia menggunakan surat yang dikirimkannya untuk menyalakan lilin?

Saat ini, Fengjiu mengingat kalau selama beberapa malam ini, lilinnya tampaknya memang menguarkan aroma tinta. Ia hanya bisa merasa sedikit kasihan pada Mo Shao. Karena belas kasihan dan rasa keadilannya, Fengjiu membiarkan Xize pergi dari kediamannya di hari berikutnya.

Sedikit disayangkan karena Xize telah pergi. Menghabiskan beberapa hari terakhir dengannya membuat semua yang ada di ibu kota jadi tampak lebih menarik daripada sebelumnya.

Sebagai contohnya, Xize membawa Fengjiu memancing. Jujur saja, Fengjiu tidak begitu tertarik dalam urusan memancing ini. Pada awalnya, ia hanya ingin menghiburnya. Tetapi, sekalinya ia mencoba, tampak cukup menyenangkan.

Xize menyiapkan perahu sederhana, di haluan perahu terdapat tungku kecil dan masing-masing sebotol minyak, garam, pasta, dan cuka. Xize membawa Fengjiu ke hilir untuk menikmati musim semi yang menakjubkan di pinggiran kota.

Mereka menambatkan perahunya sekitar tengah hari. Selagi Xize memancing, Fengjiu menghangatkan anggurnya. Ketika Xize menangkap sesuatu, ia membersihkannya dan membuat makanan mewah dari itu.

Setelah makan siang, Xize melayangkan perahunya menuju kolam terdekat. Di dalam bayangan teratai, Xize membawanya, selagi ia berbaring mengantuk di lengannya.

Sinar mentari tersaring melalui dedaunan teratai, menaburkan cahaya warna-warni di atas wajah Fengjiu selagi ia membenamkan kepalanya di dalam dada Xize.

Xize punya kebiasaan, tanpa sadar mengelus rambut lembutnya selagi ia membaca. 

Di masa lalu, ketika Fengjiu masih seekor rubah kecil di Istana Taichen, Donghua Dijun juga senang memainkan bulunya seperti ini. Fengjiu adalah seekor peliharaan kala itu, dan merasa cukup tenang dan nyaman.

Tindakan Xize sekarang ini entah bagaimana membuat Fengjiu merasakan keakraban ditambah dengan kenyamanan. Ia menduga kalau hati mereka pasti terhubung, dan kagum akan betapa luar biasanya hati yang terhubung.

Karena Xize tidak mempedulikan omongan orang lain, ketika ia membawa Fengjiu memancing, melihat bunga, atau menonton pertunjukan jalanan, Xize melakukannya secara terbuka.

Karena Xize tidak pernah berpikir untuk menyembunyikannya, alhasil mereka bertemu dengan beberapa kenalan yang mengenali mereka.

Sepasang bangsawan keluar dan melakukan tamasya musim semi bukanlah pemandangan aneh bagi para Biyiniao.

Walaupun begitu, selagi pasangan lainnya diarak berkeliling, mereka berdua memang berbeda, melakukan perjalanan mereka di seluruh kota dengan berjalan kaki.

Hanya dalam beberapa hari, kisah romantis antara Archmage yang sebelumnya dan pengantin Putrinya menyebar di seluruh ibu kota. Ketika Fengjiu mengunjungi istana untuk menunjukkan sopan-santunnya, sikap ratu terhadap dirinya terlihat sekali berbeda.

Fengjiu tidak begitu mempedulikan bagaimana masalah ini berputar di dalam istana. Ia hanya merasakan samar kalau Chen Ye tidak boleh sampai mengetahui soal ini.

Seperti yang dikatakan pepatah manusia, Fengjiu yakin ia sedang mengincar apa yang ada dalam wadah sementara sudah memakan dari yang ada di mangkuk. 

Sungguh tercela.

Tetapi akibat janjinya pada Mo Shao, Fengjiu hanya dapat meneruskan hidup rendahannya meskipun merasa bersalah.

Kalian bertanya bagaimana caranya menjadi orang rendahan? 

Walaupun itu tidak pernah diajarkan oleh para pelajar, beruntungnya, ada pangeran ketiga di Langit untuk dijadikan panduan referensi.

***

Undangan Chen Ye datang di sore hari ketiga. Ketika pelayan tuanya mengantarkannya, Fengjiu baru saja bangun dari tidur siangnya dan sedikit kebingungan.

Dalam cerita Mo Shao, Chen Ye tampaknya tidak mengambil inisiatif untuk mengundang Aranya mendatangi Kediaman Mengchun, kan? 

Atau mungkinkah Chen Ye memang mengundang Aranya tetapi Mo Shao tidak mengetahui soal itu atau lupa menyebutkannya pada Fengjiu?

Fengjiu menyingkirkan pertanyaan ini, dan dengan pikiran yang tenang, mendatangi Kediaman Mengchun. Ia berputar di sekitar miniatur hutan batu hingga ke Paviliun Boxin.

Tidak ada seorang pun di dalam paviliun. 

Di atas meja batu kosong terdapat sebuah botol kaca. Mentari sore hari terbenam, melapisi asap perak di dalam botol itu dengan selapis warna keemasan. Tampaknya ada sebuah medan pelindung di dalam botol, karena asap itu tidak dapat keluar dari sana.

Penasaran, Fengjiu mengulurkan tangan untuk menyentuh objek itu. Rasa dingin menggigit langsung menembak kepalanya. Ia bergidik dan ingin menarik tangannya, tetapi botol itu kelihatannya sudah tertempel di atas telapak tangannya. Ia sedikit terkejut.

Untuk sementara, Fengjiu hanya mengarahkan matanya pada botol dan tidak memperhatikan pergerakan sekitarnya, tidak, sampai suara di depannya mengingatkannya: “Tidakkah ini mungkin terasa familier?”

Fengjiu mengangkat kepalanya untuk bertatapan dengan mata dalam dan tenang si pria serba hitam. Chen Ye.

Memang terasa familier. 

Itu karena botol ini, entah mengapa mirip dengan botol jangkrik yang pernah dimiliki Fengjiu saat masih kecil. Tetapi, ia kira, Chen Ye bukan menanyakan soal ini kepadanya.

Fengjiu mengingat bahwa, ketika Chen Ye mengangkat lengan jubahnya dan menggambar sebuah mantra, medan pelindung di dalam botol kaca itu langsung menghilang tanpa bekas.

Petir dan angin mulai meraung di kejauhan layaknya raungan iblis. Dalam sekejap, di sebelah sana mulai ditutupi awan mendung. Petir menyambar langit abu-abu selagi matahari bersembunyi, bertukar dengan bulan putih yang cacat, cahayanya mempesona.

Tidak seperti langit yang menakutkan, di dalam botol, kabut berkilau lembut dan hangat perlahan meredakan lonjakannya. Seperti helaian awan, mereka mengelilingi ujung jari Fengjiu, seutas setiap waktunya.

Dingin mulai meresap ke dalam tulang jemari Fengjiu. Kejadian yang buruk ini hanya dapat disebabkan oleh iblis yang musnah atau seseorang menggunakan ilmu sihir yang luar biasa.

Fengjiu menekan pusing yang meningkat di kepalanya dan menatap Chen Ye. 

“A ... jenis sihir macam apa ini?”

Archmage berjubah hitam memperhatikan dengan saksama kabut putih yang meresap masuk ke dalam tubuh Fengjiu dan menjawab enteng, “Pernahkah kau mungkin mendengar kalau dewa di bumi yang telah tiada juga dapat membuat ulang jiwa mereka menggunakan lentera Jiepo atau menggunakan beberapa metode yang digunakan manusia?”

Chen Ye berhenti sejenak, kemudian melihat Fengjiu dan melanjutkan: “Bahkan jika jiwanya habis terbakar jadi abu, bahkan jika lentera Jiepo dari Langit tidak dapat digunakan, aku diberitahu kalau menciptakan dunia ini bukan hanya untuk membawa kita kembali ke awal, ini juga agar dapat membangun jiwa lain dari yang telah tiada, seperti yang dapat dilakukan oleh lentera Jiepo.”

Fengjiu berkontemplasi. Ia punya kesan berkabut yang di satu sisi tampaknya ia juga telah mencurigai kalau tempat ini diciptakan oleh Chen Ye. Tetapi mengapa pada akhirnya Fengjiu melepaskan kecurigaannya?

Fengjiu tidak dapat mengingatnya tak peduli seberapa keras ia mencoba berpikir. Sekarang karena Chen Ye telah mengakuinya secara terbuka, Fengjiu tak lagi sengeri yang ia bayangkan.

Mulanya, Fengjiu merasa sedikit bersalah karena bersandiwara dengan Su Moye. Tanpa mereka ketahui, Chen Ye pun tengah berakting.

Secercah rasa tanggung jawab tetap ada dalam benak Fengjiu. Ia tahu, seharusnya paling tidak, ia memperlihatkan wajah syok dan ketidaktahuannya untuk membuktikan ia adalah Aranya yang secara personal dibuat oleh Chen Ye di dunia ini. Tampaknya juga, Chen Ye tidak mencurigai Fengjiu sama sekali.

Pandangan Fengjiu mulai kabur. 

Fengjiu mengatupkan bibirnya selagi ia mendengar Chen Ye: “Apa yang salah akan tetap salah. Aku tidak pernah ingin membohongimu dan memulai kembali, tetapi apa pun masalahnya, kau harus kembali. Tidak masalah kalau kau membenciku, tidak masalah jika kau menganggapku sebagai orang asing, semuanya tetaplah sebuah hasil. Aku telah menanti selama dua ratus tiga puluh tahun demi hari ini.”

Setiap kata yang diucapkan Chen Ye membuat wajahnya jadi sedikit lebih pucat, seolah tiap kata memberikannya rasa sakit—sangat kontras dengan suaranya begitu dingin.

Di saat jiwa keperakan itu masuk sepenuhnya ke dalam tubuh Fengjiu, ia hanya bisa merasakan kegelapan yang begitu luas di depannya.

Satu baris kalimat terakhir melayang masuk ke dalam telinga Fengjiu, seperti berasal dari dunia lain: “Mereka bilang kalau tempat ini terbuat dari khayalanmu. Hanya aku yang tahu ... kau tidak pernah memiliki khayalan; akulah yang memiliki khayalan itu.”

Fengjiu tidak pernah tahu kalau tertidur abadi akan menjadi pengalaman yang begitu menyakitkan.

Pingsan seharusnya baik karena itulah ia harusnya mati. Dan memang, Fengjiu tidak bisa merasakan sensasi apa pun dalam tubuhnya sekarang, tetapi untuk beberapa alasan, masih tersisa sedikit kesadaran.

Dalam benak Fengjiu, ia tak berdaya menonton jiwanya bertarung dengan jiwa yang lain. Ini memang merupakan pengalaman aneh bagi siapa pun yang melaluinya.

Fengjiu tidak benar-benar bereaksi pada awalnya. Ia hanya menonton pertunjukan itu di samping. Yang diketahuinya adalah dua kekuatan di depannya saling menjerat dengan intens, hingga pada batas mencoba melahap satu dengan yang lainnya.

Di saat Fengjiu mulai merasakan sakit di kepalanya, ia menemukan kedua jiwa itu tengah bertarung di depan matanya.

Fengjiu merasa sangat tak berguna belakangan ini. Ia tidak punya cara menghentikan kedua jiwa itu bertarung; berdiri kesakitan saja sudah cukup sulit. Saat jemarinya tertempel di botol kaca barusan ini, ia juga tidak punya tenaga untuk melawan. Ini sangat aneh.

Kepalanya sakit seolah ada seratus delapan puluh gong besar yang menumbuk di dalam sana. Fengjiu menahan rasa sakitnya dan berpikir dalam kebingungannya.

Fengjiu baru saja memikirkan sesuatu ketika ia mendadak menemukan jiwanya lebih unggul dan menelan jiwa Aranya. Saat jiwa Aranya menyerah, salju tebal yang lebat mendadak turun dari langit.

Dalam sekejap, salju itu berubah menjadi sebuah cermin tinggi di hadapan Fengjiu. Ia tidak memiliki ingatan yang baik, dan lagi-lagi, mengulurkan tangannya ke depan.

Saat jemari Fengjiu menyentuh permukaan cermin, ada kekuatan yang secara tiba-tiba menariknya ke dalam. Belum sampai menemukan pijakannya, hamparan ingatan melanda Fengjiu.

Ingatan itu bukan milik Fengjiu, melainkan milik Aranya. Di dalam cermin aneh ini adalah hidup Aranya. Pikiran Aranya, kebahagiaan serta kesedihan Aranya, dalam sekejap, Fengjiu dapat merasakan mereka semua.

Bagian masa lalu itu mirip seperti lentera yang berputar-putar, memintal fragmen kehidupan Aranya dalam sebuah komidi putar yang tak berujung. Meski begitu, di tiap perputarannya, muncullah pemandangan yang berbeda.

Fengjiu penasaran. 

Apakah jiwanya membuat Aranya menjadi bagian dari dirinya setelah mengkonsumsi jiwa Aranya?

Dapatkah Aranya bangkit kembali seperti yang dikatakan Chen Ye? 

Lalu, jika Aranya bangkit kembali, apa yang akan terjadi pada dirinya?

Ini merupakan masalah eksistensial. Setelah berpikir beberapa saat, Fengjiu menyadari bahwa masalah menjemukan ini masih bisa dipikirkan lagi setelah ia terbangun. Ia tidak boleh menghabiskan waktunya untuk itu sekarang.

Masih ada hal penting lainnya yang membutuhkan kehadiran mendesaknya. Setelah memutuskannya, Fengjiu dengan cepat menyingkirkan pertanyaannya. Dalam suasana hati yang membaik, ia menujukan semua perhatiannya pada satu hal penting yang baru saja ditemukannya—bagaimana kisah Chen Ye dan Aranya terbongkar setelah kengerian dari monster Quanyin di labirin batu di balik Gunung Qinan?

Fengjiu bekerja mengingat-ingat kenangan ini. Selagi ia mengumpulkan banyak fragmen bersamaan, ia dapat melihat beberapa peristiwa yang sebenarnya. Itu adalah masa dua tahun yang dikatakan Mo Shao tak begitu diketahuinya.

***

Fengjiu merasa puas akan kemampuan menebaknya yang baik soal masa misterius selama dua tahun itu. Chen Ye dan Aranya memang sebenarnya memiliki kisah percintaan.

Karena ini merupakan ingatan Aranya, perasaannya terhadap Chen Ye pun tak perlu dipertanyakan lagi, begitu jelas. Di lain pihak, Fengjiu menduga, karena Aranya tidak melihat perasaan Chen Ye dengan jelas kala itu, Fengjiu tentu saja tidak dapat melihatnya dengan sangat jelas sekarang.

Pangeran ketiga Langit punya sebaris pepatah terkenal: ‘Lihatlah cintanya untuk melihat sang kekasih.’

Sebagai contohnya, ada jenis cinta yang penuh gairah, jenis cinta yang menenangkan, dan juga jenis cinta yang penuh dengan sopan-santun.

Ada orang-orang yang sangat mencintai tetapi tidak mengungkapkan banyak. Kemudian, ada orang-orang yang sangat mencintai dan mengungkapkannya sebanyak itu pula.

Seseorang tidak bisa mengatakan kalau perasaan seseorang bukanlah cinta hanya karena rasa cintanya berbeda dengan orang lain.

Fengjiu selalu mengagumi si pangeran ketiga karena menjadi seorang ahli dalam hal percintaan. Jika Liansong sendiri yang mengatakannya, maka mereka pastinya adalah nasihat yang bagus.

Fengjiu menggunakan nasihat bagus ini pada Aranya dan Chen Ye. Ia berpikir kalau selama dua tahun terakhir, meskipun sikap Chen Ye tidak ramah pada Aranya, meskipun perkataannya terdengar cuek, mungkin, Chen Ye adalah tipe pria yang sangat amat mencintai tetapi hanya sedikit sekali mengungkapkannya.

Cinta Chen Ye tepat sekali seperti jenis cinta yang penuh sopan-santun.

Ingatan dari masa dua tahun ini terlalu remeh. Terlalu malas untuk menyaring mereka, Fengjiu asal-asalan memilih untuk melompatinya hingga sehari sebelum berakhir.

Fengjiu menatap ke dalam cermin dan melihat sebuah paviliun. Di dalamnya terdapat sebuah meja batu. Tergeletak di atasnya sebuket bunga yang namanya tak diketahui Fengjiu. Vas bunga lebar berdiri di sebelahnya.

Chen Ye duduk di dekat meja batu dengan sebuah buku di tangannya. Dua tahun penahanan rumah membuatnya lebih dingin dan pendiam. Ia fokus pada bukunya, membalik halamannya dari waktu ke waktu.

Aranya duduk di sebelahnya. Ia berkonsentrasi melakukan ini-itu dengan buket di atas meja. Terkadang, Aranya akan meletakkan tangkai yang dipotongnya dengan antusias ke dalam vas dan mengamati mereka.

0 comments:

Posting Komentar