Sabtu, 07 November 2020

3L3W TPB 2 - Chapter 7 Part 1

Three Lives Three Worlds, The Pillow Book 2

Chapter 7 Part 1

Bagian Keempat – Jiwa Para Bayangan

Musim semi di dalam Ibu kota selalu datang lebih lambat ketimbang pemandangan berbunga di daerah selatan. Setelah mengamati bunga kamelia di Istana Guanchen, kapal pesiar kembali ke ibu kota, tepat waktunya untuk ceri dan bunga magnolia yang mekar belakangan. Jalanan dan kota-kota tenggelam dalam kelopak bunga; sungguh pemandangan yang menyenangkan.

Akan tetapi, tak peduli seberapa indahnya pemandangan dari musim semi ini, sentimen Fengjiu tidak dapat berubah menjadi dermawan. 

Semenjak ia kembali ke istana, Fengjiu selalu mengurung dirinya di balik pintu, penasaran bagaimana kedua saudarinya Junuo dan Changdi akan merangkak naik dari dalam lubang.

Changdi telah meluncurkan perang dengan Fengjiu di dalam Kurungan Jiuqu. Kemudian tanpa menunggunya untuk beristirahat, Junuo datang memberikan tendangan lainnya dengan ramuan cinta.

Dalam hidupnya, ini pertama kalinya Fengjiu difitnah oleh orang lain berulang kali; cukup membuat beberapa pukulan pada harga dirinya.

Shangjun telah menempatkan kedua putri dalam tahanan rumah. Shangjun tidak mengatakan akan menghukum mereka, ataupun mengatakan tidak akan menghukum mereka.

Mempertimbangkan kasih sayang Shangjun untuk Changdi, Fengjiu menduga, masalah ini akan reda dalam beberapa hari. Namun, tentu saja, ini bukan sesuatu yang dapat dilupakan olehnya, jadi ia menunggu hingga waktunya mereka akan dilepaskan.

Fengjiu berniat melakukannya dengan seluruh tubuh dan pikirannya, dengan antusias menghitung tiap hari dengan jemarinya sampai penantiannya sayangnya terbukti sia-sia.

***

Pada 27 Maret, sebuah pesan yang berasal dari Istana menyatakan bahwa Putri Junuo telah mengabaikan peraturan kerajaan, bahwa ia telah melakukan perbuatan zina dan tengah mengandung anak haram, dan oleh karena itulah ia telah mempermalukan Keluarga Kerajaan, jadi akan dihukum pancung; nama Junuo akan selamanya dihapus dari buku penghargaan dan segera dihukum mati.

Sementara untuk Changdi, walaupun tidak ada hal yang disebutkan di permukaan, beberapa pembicaraan pribadi datang dari balik tirai. Dikatakan bahwa, Putri Changdi telah menghancurkan lampu kesayangan Shangjun beberapa hari yang lalu dan akan diasingkan ke garis perbatasan untuk merenungi dosanya.

Entah mengapa Fengjiu jadi tercengang ketika ia mendengarkan berita ini. Kehamilan di luar nikah ... tetapi, anak di dalam janin itu tampaknya di bawah naungan raja dan ratu.

Fengjiu ragu awalnya, berpikir, mungkin orang-orang Biyiniao lebih berpikiran terbuka ketimbang orang Qingqiunya. Setelah bertanya pada Su Moye, ia akhirnya tahu kalau anak yang dikandung oleh Junuo bukan anak biasa, tetapi bahwa kemungkinan besar itu adalah Archmage berikutnya dari klan.

Sepanjang sejarah, para Archmage selalu terlahir dari gadis yang tidak menikah yang mendapatkan kehamilannya melalui penyerapan energi abadi. Inilah mengapa, meskipun sedang mengandung di luar nikah, Junuo dapat memamerkannya dengan bangga, bahkan dapat mengundang Xize untuk turun gunung khusus demi merawat dirinya.

Fengjiu masih ingat hari ketika ia berkomentar kalau Junuo terlalu banyak diberkahi kasih sayang. Tetapi sekarang, entah bagaimana, anak yang belum dilahirkannya malahan terbukti berasal dari perzinaan.

Sebelum Fengjiu dapat mengirim orang keluar untuk mencari tahu, Chacha sudah membawa Su Moye masuk ke dalam kamarnya.

Semenjak insiden mantra ramuan cinta, Mo Shao sudah jarang mencari Fengjiu sendirian demi menghindari rumor yang tidak perlu. Namun, kedatangannya yang tiba-tiba hari ini, membuktikan bahwa pastinya ada hal yang sangat mendesak.

Tentu saja, Mo Shao tidak setenang biasanya. 

Ia melemparkan basa-basi yang lebih sedikit dari biasanya, dan setelah menyegarkan tenggorokannya dengan teh hangat di tangannya, Mo Shao pun bicara secara terus terang: “Aku mengatakan padamu bulan lalu kalau ada beberapa hal besar yang akan menentukan akhir hidup Aranya dan bahwa aku membutuhkanmu untuk melakukan pilihan yang sama seperti yang dilakukannya. Apakah kau masih ingat kata-kata ini?”

Fengjiu mengangguk.

Mo Shao kontemplatif.  

“Kejadian pertama ada di sini.”

Fengjiu berdeham untuk mengerahkan semangat.

“Mungkin kau tidak akan senang dengan ini,” Mo Shao berkata dengan alis tertaut, “namun sekarang ini kita harus melihat gambaran besarnya.”

Mo Shao menatap Fengjiu dan menurunkan suaranya: “Selamatkan Junuo.”

Fengjiu membelalakkan matanya pada Mo Shao.

Pada kenyataannya, Fengjiu memiliki begitu banyak karakter kuat Qingqiu. Jika kalian memperlakukannya dengan sebagian rasa hormat, Fengjiu akan memperlakukan kalian dengan sepuluh kali lipat rasa hormat itu.

Jikalau kalian memperlakukannya dengan satu penghinaan, walaupun tidak pasti sepuluh kali lipat, Fengjiu pasti akan membalas dendam dengan suatu cara.

Selalu berusaha mengupayakan kewajiban, para rubah berekor sembilan Kerajaan Qingqiu tidak pernah toleran pada urusan kecurangan maupun memaafkan pengkhianatan, apalagi mereka menggunakan kebaikan untuk membalas kejahatan seperti ini.

Mo Shao selalu menjadi yang terpandai di Laut Barat dan merupakan salah satu perancang strategi terbaik di antara para rekan sejawatnya. Mo Shao dengan cerdas menyadari bahwa dunia ini bergerak menurut masa lampau.

Pemenggalan Junuo pada hari hukuman mati, yang merupakan perintah Shangjun hanya tinggal masalah waktu. Mo Shao dengan pintar mempertimbangkan bahwa dulunya Ratu menangani kasus ini dengan tidak pantas, membiarkannya tanpa pengaruh, yang mana akhirnya berujung pada terbongkarnya kehamilan Junuo.

Memasukkan ini dalam pertimbangan, Mo Shao pikir, ingin memberi cukup waktu bagi Fengjiu, pertama untuk menyelesaikan dendam pribadinya dengan Junuo dan Changdi. Kemudian ketika Junuo dibawa ke penggantungan, Mo Shao akan meminta Fengjiu untuk menepati janjinya untuk menyelamatkan Junuo.

Dengan kepribadian Fengjiu yang mudah bergaul dan ramah, ini akan berjalan sesuai dengan rencana.

Walaupun begitu, meski telah memperhitungkan ratusan demi ratusan hal, Mo Shao salah memperkirakan Donghua Dijun.

Di masa lalu, kehamilan Junuo terkuak pada tanggal 17 April, tetapi berita yang menyebar dari istana justru datang dua puluh hari lebih cepat kali ini.

Satu pikiran melintas di pikiran Mo Shao saat itu juga. Di dalam dapur kecil, Dijun dengan tenang menyebutkan pada Mo Shao sesuatu soal kerapian.

Sekarang karena mereka sudah sampai pada titik ini, Mo Shao akhirnya mengetahui apa maksud Dijun ketika ia berkata soal rapi itu.

Dijun pastinya sudah mengetahui rahasia di balik keluarga kerajaan Biyiniao ini.

Ada kekuatan, ada wanita, ada pula perselisihan di dunia luas ini, dan jadi tentu saja ada pula banyak rahasia.

Akan selalu ada rahasia semacam ini dalam setiap monarki, dan bukan hal baru mengenai rahasia dari klan Biyiniao. Semuanya hanya bermuara pada dua hal relevansi: kekuasaan dan wanita.

Masa lalu yang kusut ini sesungguhnya cukup simpel. Legenda mengatakan bahwa pemegang gelar Shangjun, Xiangli Que, telah merebut takhta dari saudaranya. Ratu tercintanya, Lady Qinghua, tak lain tak bukan, merupakan kakak ipar yang dicuri dari kakak lelakinya.

Menurut cerita turun temurun, Lady Qinghua sangat setia kala itu. Tadinya, ia berniat mati mengikuti suaminya, namun karena ia sedang mengandung Junuo, gelisah akibat cinta, Xiangli Que berjanji ia akan membiarkan darah daging kakaknya tetap hidup jika Qinghua juga tetap hidup, dan jadilah Qinghua bertahan hidup.

Qinghua melahirkan Junuo sesuai keinginannya dan membesarkannya layaknya sebuah harta berharga. Setelahnya, Qinghua melahirkan Aranya yang merupakan darah daging Xiangli Que. 

Namun, dikarenakan ia masih membenci Xiangli Que kala itu, Qinghua sendiri yang melemparkan bayi yang baru dilahirkan itu ke dalam sarang ular tepat setelah Aranya keluar dari rahim ibunya. Ini pun merupakan awal mula nasib menyedihkan Aranya.

Membiarkan Junuo hidup merupakan taktik yang dengan berat hati digunakan oleh Xiangli Que tahun itu sebagai jalan terakhir. Semakin Xiangli Que melihat betapa pintar dan cantik Junuo tumbuh tiap harinya di depan matanya, semakin panjanglah duri dalam hatinya bertumbuh.

Kemudian, Xiangli Que segera memutuskan untuk menyingkirkan Junuo. Sayang sekali, Lady Qinghua menjaga anaknya dengan terlampau berhati-hati.

Junuo juga patut disalahkan dalam urusan ini dengan menjalin hubungan terlarang dengan guru menulisnya hingga mengandung anaknya. Para Biyiniao memiliki susunan tubuh yang unik; sulit bagi mereka untuk hamil, dan bahkan lebih sulit lagi bagi mereka untuk mengaborsinya; satu kesalahan kecil dapat merenggut nyawa keduanya.

Aborsi berarti kematian, ketahuan oleh Xiangli Que juga berarti kematian. Demi melindungi satu-satunya darah dari mendiang suaminya, setelah banyak merenung, Lady Qinghua tidak punya pilihan lain selain menanamkan kebohongan mencolok ini.

Su Moye mendesah. Hal-hal ini benar-benar terjadi di masa lampau; tidak peduli seberapa ketat mereka menutupi sebuah kotak kayu, udara yang mengalir tetap tak dapat dihalangi.

Jika Dijun ingin mencari tahu sesuatu yang memiliki bentuk dan bayangan seperti ini, akan selalu ada cara untuk menemukannya.

Dengan tampilan hariannya yang menanam pepohonan, dan melempar umpan (memancing), Dijun terlihat tidak mempedulikan segala urusan duniawi. Meski demikian, Su Moye pernah mendengar bahwa penguasa dunia yang pernah memegang kendali atas keenam dunia dengan tangan besi, dan sudah pasti tidak percaya kalau setelah jatuh ke tempat ini, Dijun tidak akan mempertanyakan perihal sebab dan akibat.

Untuk mengetahui sesuatu tanpa melihat apa pun, untuk mengetahui akhirnya hanya dengan melihat awalannya, inilah Dijun. Dijun tidak banyak bicara hari itu di dapur kecil, tetapi tampaknya ia sudah memperkirakan hasil akhir hari ini dalam bayangannya.

Su Moye menatap bengong pada gelas teh hijaunya. Junuo tidak boleh mati; jika dia mati, bagaimana bisa opera ini tetap dinyanyikan di masa depan? Karena Dijunlah yang memanggil tembakan dan menggantungkan masalah Junuo tepat di depan mata Shangjun, Dijun jugalah yang berniat menghukum Junuo menggunakan pedang Xiangli Que. Lalu, bukankah ini artinya, siapa pun yang keluar dan menyelamatkan Junuo akan menjadi musuh Dijun?

Apa pun masalahnya, tidak mengejutkan, Su Moye masih tetap harus bergantung pada Fengjiu.

Ketika Mo Shao kembali dari lamunannya, ia melihat Fengjiu duduk di sana, menatapnya, alisnya kusut hingga membentuk sebuah  .

Fengjiu berkata dalam kebingungan, “Meskipun Aranya tidak menyebakan masalah sebanyak diriku, bukankah Aranya terlibat perselisihan dengan Junuo di masa lalu? Mengapa ia mau menyelamatkan nyawa Junuo di persimpangan ini? 

"Aku sungguh tidak memahami logika ini. Jika kau bisa meyakinkanku hari ini, aku akan lakukan apa pun yang kau katakan, tapi, jika kau tidak dapat meyakinkanku, aku harus mempertimbangkannya kembali.”

Mo Shao senang Fengjiu sebenarnya tahu ia menyebabkan masalah. 

Ia pun menarik kursi untuk duduk, menyeruput separuh cangkir teh, dan melanjutkan dengan penampilan seorang pembaca cerita: “Yang ingin diselamatkan Aranya bukanlah Junuo, tetapi Chen Ye.”

Mo Shao kemudian bertanya pada Fengjiu, “Berapa banyak yang kau ketahui soal Aranya dan Chen Ye?”

Fengjiu mengangkat jari kecilnya, jempolnya menujuk ujungnya untuk diperlihatkan pada Mo Shao. 

“Hanya sekecil ini.”

Mo Shao memegangi cangkir tehnya, dan setelah sekian lama, berkata, “Kalau begitu, akan kuberitahu sedikit lagi.”

***

Dalam hidup, hal paling tak berdaya adalah dalam bentuk kata-kata: ‘jika di awal’.

Dalam ingatan Mo Shao, ‘awalan’ merupakan tanggal 27 April dari bertahun-tahun lalu, ketika Junuo akan dihukum mati, dan bagian ‘jika’ tergolong dalam fakta bahwa Mo Shao yang mengantarkan Aranya untuk pergi melihat eksekusi di hari itu.

Bulan April yang seperti yang disebutkan dalam puisi manusia mau tak mau mengandung kesedihan soal perpisahan, atau mungkin perpisahan dalam kehidupan dan kematian.

Menurut kata Siming, April merupakan bulan kematian

(T/N :‘empat’ dan ‘mati’ terdengar familier dalam bahasa China /si/).

Meskipun Lembah Fanyin sudah lama dipindahkan dari dunia berdebu yang bermasalah, April tahun itu juga diselimuti dengan atmosfer berdarah.

Pertama, Akademi Kerajaan telah menghukum mati guru yang mengajari Putri Pertama ilmu menulisnya. Kemudian, Istana membereskan beberapa pelayan yang melayani putri pertama. Segera setelahnya, bahkan Putri pertama pun akan dieksekusi di Teras Lingshu.

Junuo menanggung dua dosa besar: satu karena membohongi takhta, yang lainnya, perzinaan.

Darah siapa yang mengalir dalam nadi putri pertama? Walaupun rakyat klan sudah bungkam selama bertahun-tahun, mereka akhirnya harus menanyakan diri mereka sendiri apakah ini merupakan rencana kotor besar buatan Shangjun.

Mereka yang tidak mengetahui kenyataannya, ikut tersinggung dengan tindakan memalukan putri pertama dan memuji Shangjun karena ketegasan dan sikap tidak memihaknya. Dalam masalah ini, Xiangli Que telah berhasil mendapatkan kuenya dan memakannya juga.

Bahkan jikalau ini bukanlah urusan yang mulia, pemenggalan seorang putri, tetaplah harus dicatat dalam sejarah. Pejabat yang bertugas menuliskannya menjambak rambutnya sendiri selama berhari-hari guna memperhalus pilihan kata yang akan ditulis demi kepentingan generasi mendatang.

Mereka yang menghadiri proses eksekusi hari itu merupakan rakyat klan; lokasi yang dipilih dengan saksama adalah Teras Lingshu di luar Kuil Suci; bahkan para pengeksekusi pun dipilih dengan hati-hati dari tiga keluarga generasi algojo.

Bahkan Laut Barat milik Su Moye dan Jiuchongtian tidak sebanding untuk persiapan penuh perhatian demi sebuah prosesi pemenggalan.

***

Di hari eksekusi, Su Moye dengan semangat menyiapkan sekantong kuaci dan membawa Aranya menuju arena eksekusi, menerobos jalan hingga ke barisan terdepan.

Su Moye menonton pertunjukan itu dengan penuh ketertarikan, tetapi Aranya mengenakan ekspresi yang tenang. Di tangan Aranya terdapat sebuah sutra reinkarnasi seolah ia datang kemari untuk mengiringi kakak perempuan yang tidak pernah akur dengannya dalam perjalanan terakhir Junuo.

Biasanya, teras seremonial adalah tempat di mana Archmage berdoa memohon berkah, Teras Lingshu, tempat eksekusi itu melayang di atas tanah. Di belakangnya dan sedikit lebih tinggi merupakan kuil suci, samar-samar tampak di langit.

Diiringi suara himne Buddha yang terdengar hingga ke luar, seluruh pemandangan itu terlihat seperti negeri dongeng yang tak nyata. Inilah, Kuil Suci Qinan.

Di dalam angin yang bertiup terdapat aroma bunga lira; di langit terdapat gumpalan awan melayang. 

Junuo berdiri di Teras Lingshu, berpakaian serba putih. Ia tidak mirip dengan seorang kriminal yang sedang menunggu hukuman matinya, tetapi lebih mirip seperti seorang penari yang sedang menari di atas awan. Meskipun bahunya tampak merosot dalam penolakan, wajahnya secara bawaan mengeluarkan aura aristokrat tertentu.

Di dalam arena, semua orang telah mengambil tempat duduk mereka. Para pria terbagi menjadi dua baris di panggung eksekusi. Mereka membawa keluar sebuah pedang dengan panjang setara tiga orang.

Dari pedang itu bergema suara berselang dari auman macan. Pedang ini merupakan pedang suci, alat eksekusi milik Biro Kriminal. Pedang ini akan dilepaskan dari segelnya dengan menggunakan darah dari pergelangan tangan orang yang akan dipenggal, melepaskan penjaga pedangnya, macan berkepala putih dengan dua sayap.

Setelah melahap darah dan daging yang akan dipenggal, pedang itu akan memenjarakan jiwanya di dalam sana dan menjaga yang mati dari bereinkarnasi selama bertahun-tahun lamanya.

‘Pemenggalan’ memang tertulis seperti yang ada dalam dunia manusia, tetapi inilah yang membuat eksekusinya sedikit berbeda.

Di saat pedangnya dipasang dan darah dari pergelangan tangan Junuo dikorbankan untuk pedang ajaib itu, angin sepoi-sepoi di dalam lapangan mendadak berubah jadi embusan angin kuat. Auman pun terdengar. Dalam mengkilapnya pedang itu terpampang jelas pantulan seekor harimau.

Awan hitam bergulir di depan mata mereka seiiring dengan siang hari yang tersembunyi. 

Seekor harimau terbebas dari dalam pedang. 

Junuo terhuyung, warna sudah tak tampak dari wajahnya. Kilasan putih muncul, diikuti dengan suara tusukan pedang.

Pada saat suara ini berakhir, sebilah pedang panjang telah menusuk sedalam tujuh inci ke dalam tubuh harimau besar tersebut, dengan rapi memaksanya masuk kembali ke dalam pedang.

Tidak peduli bagaimana ‘menyelamatkan putri’ ditampilkan, akan selalu menjadi sebuah pertunjukan hebat dan tak akan pernah ketinggalan zaman.

Atmosfernya terasa begitu berat; embusan angin di keempat sisi. Harimau yang terluka itu tersengal-sengal di dalam pedang. Setelah badai yang berubah, pintu Kuil Qinan yang tertutup rapat tanpa diduga terbuka lebar.

Sayap hitam memberikan sebuah bayangan samar di atas Teras Lingshu. Archmage muda berdiri di atas panggung. Di wajahnya terukir sikap berpendirian yang dingin.

Belum menarik sayap di belakang punggungnya, ia menamengi Junuo yang gemetaran di belakangnya dan menatap ke kejauhan dimana Shangjun duduk. 

Suaranya terdengar jelas bukan tanpa pengekangan: “Aku melakukan beberapa pencarian dalam aturan hukuman kita dan sampai pada bab hukuman Pedang Suci. Di situ tertulis bahwa setelah Pedang Suci dilepaskan, jika terdakwa dapat menyegel kembali harimaunya ke dalam pedang sebelum jiwanya menghilang, itu berarti Langit masih berbelas kasihan pada nyawanya dan terlepas dari apa pun kejahatan yang dilakukannya, pengampunan akan diberikan bagi si terdakwa hukuman mati. Penguasa yang bijaksana, akankah pertimbangan yang sama juga berlaku pada hukuman Putri Junuo di hari ini?”

Si ksatria putih tidak bertindak gegabah; ia pemberani juga cerdas. Ia tahu kapan harus maju dan kapan harus mundur.

Shangjun dengan kaku mempertimbangkan pilihannya. Status kriminal diatur oleh para leluhur, dan saksi yang hadir semuanya adalah rakyat klan. Tak perlu dikatakan lagi, penolakan bukanlah sebuah pilihan.

Di sisi lain, si harimau berkepala putih dengan dua sayap itu terkenal akan kegigihannya. Sekalinya pedang itu dilepaskan, ia tidak akan pernah membiarkannya pergi hingga meminum cukup banyak darah.

Meskipun ada pasal soal pengampunan, dan beberapa eksekusi perampokan pernah terjadi di masa lalu, tidak ada seorang pun yang pernah bisa kabur dari taring si harimau berkepala putih.

Hanya karena pedang si ksatria putih itu mampu mendorong harimau itu sedikit, bukan berarti bahwa harimau itu jadi tidak berguna. Hanya masalah waktu saja hingga harimau itu mendapatkan kembali kekuatannya dan melepaskan diri lagi.

Apakah si ksatria pemberani dan cerdas ini dapat menyelamatkan putrinya atau tidak, semuanya harus bergantung pada keberuntungannya.

Angin bertiup sangat dingin. Dengan satu ayunan lengannya, si Archmage berjubah hitam memanggil kembali pedang ke tangannya. Si harimau berkepala putih terlepas dari pedangnya sekali lagi.

Junuo terdorong hingga ke sudut. Shangjun mengelus dagunya dalam diam. Berbanding terbalik, mereka yang datang untuk menonton, menatap ke panggung dengan penuh semangat.

Pertarungan antara si pemuda dengan harimau menemui jalan buntu. Bilah pedang melintas menusuk, sayap berputar di langit. Dengan keduanya yang terluka, sulit melihat siapa yang sebenarnya yang akan menang.

Ini merupakan sebuah pertarungan yang luar biasa, dan sesuai dengan uang yang dibayarkan. Meski demikian, harimau berkepala putih tercipta dari energi yang bermusuhan. Wujud harimau itu hanyalah salah satu bentuknya. Di samping luka luar di tubuhnya, tidak ada yang lainnya yang tampak parah.

Dibandingkan dengan harimau itu, Archmage kelihatannya sedikit lebih parah. Walaupun begitu, setiap serangannya masih penuh dengan ksatriaan, tidak mempermalukan Kuil Qinan.

0 comments:

Posting Komentar