Minggu, 21 November 2021

3L3W TMOPB - Chapter 21 Part 4

Ten Miles of Peach Blossoms

Chapter 21 Part 4


Kerahasiaanku ini tidak ada hubungannya dengan saudara seperguruanku. Aku hanya tidak ingin membuat Mo Yuan cemas dengan fakta bahwa saudara kembarnya sekarang ini sedang berada di dunia manusia untuk menghadapi ujian kehidupannya. Jika ia mengetahuinya, sudah pasti ia ingin ke dunia manusia dan memastikan Ye Hua baik-baik saja, dan udara kelam di dunia manusia tidak akan membantu pemulihannya.

Intepretasi Kakak Keempat menunjukkan bahwa ia mengira bahwa semua wanita mudah merasa malu, bahkan wanita yang sudah seusiaku. Membuatku merasa aneh, menyadari kalau sebenarnya aku jauh lebih tebal muka dari yang ia sadari.

Kakak Keempat menunjukku dan berkata, “Jika aku mengizinkanmu pergi beberapa jam ke dunia manusia, aku tak akan bisa tidur malam ini. Akan kuberikan satu jam. Ye Hua hanya ke dunia manusia untuk menghadapi ujian kehidupan kecil, dan tak akan terjadi hal buruk padanya. Satu-satunya alasan kau pergi ke sana adalah karena kau yang menempel padanya.”

Aku berhasil menguasai diri, walaupun telingaku memerah. Aku salah memilih waktu untuk memohon bantuan ini darinya. Aku lupa mengenai percekcokan antara dirinya dan Zhe Yan di koridor tadi siang. Tetapi, satu jam sudah cukup bagiku, jadi aku berterima kasih pada Kakak Keempat dan melangkah cepat menuruni gunung.

Ia melemparkan dua kurma yang sedari tadi digenggamnya ke dalam kolam bunga lili.

“Apabila kau tidak kembali dalam waktu satu jam, jangan kaget jika aku turun sendiri dan menyeretmu kembali,” katanya dengan riang.

***

Gunung Kun Lun bermandikan sinar terang Jalur Milky saat aku pergi dalam gelapnya malam, tetapi saat aku tiba di dunia manusia, sedang siang hari, dan birunya langit membentang bermil-mil jauhnya. Aku tiba di luar sebuah sekolah privat dan membuat diriku tak terlihat. Suara lafalan bacaan pun mengalun di udara.

“’Shu Xiang pergi mengunjungi Han Xuan Zi dan Shu Xiang memberi selamat ....’”

Aku berjalan ke arah suaranya dan melihat seorang anak kecil berwajah lembut sedang duduk di bagian belakang kelas. Ia pasti akan menjadi anak manusia yang sangat tampan, tetapi ia tampak masih remaja dan belum terlalu terbentuk, tak sebanding dengan Ye Hua. Namun, eskpresi wajah yang dingin dan acuhnya mirip dengan Ye Hua.

Ia selesai membaca, dan guru di depan kelas membuka matanya dan memandangi buku cetak di tangannya.

“Liu Ying, berdiri dan jelaskan bagian itu pada seluruh murid di kelas,” katanya.

Anak dengan ekspresi dingin itu bangkit berdiri. Hatiku mulai gemetaran. Pengelihatanku agak lebih baik di dunia manusia ketimbang di dunia makhluk abadi, dan aku bisa melihat kalau anak ini memang adalah reinkarnasi Ye Hua. Aku tahu aku pasti bisa mengenalinya.

Ia membaca baris per baris, menjelaskannya dengan hati-hati dan logis, selagi gurunya memutar-mutar sehelai janggut panjangnya dan memberikan pujian secara berkala dan kata-kata penyemangat. Aku memerhatikan Ye Hua di kelasnya, tampak amat cerdas tetapi juga sangat menarik. Aku berdiri di luar kusen jendela sekolah dan menunggu sampai kelasnya berakhir hari ini.

Dua pelayan Ye Hua membantunya membereskan barang-barang di atas mejanya, dan mereka pun pergi bersama-sama. Aku mengikuti di belakang mereka, nyaris membuat diriku terlihat, tetapi bertanya-tanya cara terbaik mendekati mereka dan memulai sebuah percakapan alami. Aku meragu sejenak, tak yakin apa yang harus dilakukan. Sementara aku tengah mempertimbangkan berbagai pilihan berbeda, aku mendengar desingan selagi dua benda meluncur melewatiku. Tanpa berpikir, aku mengibaskan lengan jubahku, dan dua batu yang melayang itu langsung berubah arah dan menabrak batang pohon dedalu tua di sisi jalan.

Ye Hua berbalik saat ia mendengar keributan itu, dan ada tiga atau empat bajingan kecil yang mencacinya dan mulai melarikan diri.

Selagi berlari mereka melantunkan nada ejekan: “Api bisa merusak, es bisa merusak, si tuan muda Liu Yang terlahir hanya dengan satu lengan. Kejahatan di masa lalu merupakan penyebab kehidupan di masa sekarang, reinkarnasi tidak mendengarkan diskusi. Si tuan muda Liu Ying mungkin jago di sekolah, tetapi tubuhnya tak lebih dari benda rusak!”

Aku mendengar raungan di kepalaku, dan aku mengangkat mataku untuk melihat tangan kanan Ye Hua.

Tian Jun, si bangsat itu!

Ye Hua adalah cucunya sendiri. Jahat sekali hatinya sampai membuat darah dagingnya sendiri hingga tidak memberikannya tubuh yang sempurna! Lengan baju kanan Ye Hua menggantung di sisinya, benar-benar kosong.

Dua pelayan Ye Hua berkumpul mengelilinginya, membelanya dengan setia, dan baru saja akan mengejar para bajingan kecil itu, tetapi Ye Hua menghentikan mereka. Para penindas itu tampak familier. Aku merasa pernah melihat mereka dimana sebelumnya dan menyadari mereka berada di kelas Ye Hua juga.

Sebagai seseorang yang sama-sama tidak ahli dalam akademis, aku memahami jalan pikiran bajingan-bajingan muda ini. Sudah jelas mereka tertinggal dalam pelajaran mereka, dan melihat anak berbakat seperti Ye Hua pasti membuat mereka sangat iri. Mereka berhak atas kecemburuan mereka, hanya jika mereka menjauh dari Ye Hua dan merasakannya dari jauh saja.

Membuat ejekan jahat seperti itu dan menyanyikan langsung di hadapannya, sudah keterlaluan. Oh, dasar bajingan kecil itu. Nanti, saat mereka menderita dan merasakan kesulitan dalam hidup, mereka akan menyadari apa yang telah mereka perbuat, dan betapa jahatnya mereka.

Ye Hua mengelus lengan bajunya yang kosong dengan tangan kirinya dan agak mengerutkan dahinya, tetapi tidak mengatakan apa-apa. Ia hanya berbalik dan meneruskan jalannya. Menyakitkan sekali melihatnya seperti ini, tetapi aku juga tidak bisa membuat diriku terlihat di sini sekarang; yang kulakukan hanya akan menakuti mereka sampai mati. Aku harus menelan bulat-bulat amarah pahitku, mendorongnya masuk dalam dadaku.

Aku mengikutinya dari senja hingga malam turun, tetapi aku tak pernah menemukan waktu yang tepat untuk muncul di hadapannya dalam wujud asliku. Kedua pelayannya selalu berada di sisinya, dan aku mulai merasa kehadiran mereka sangatlah menyebalkan.

Pukul sembilan malam, pada akhirnya Ye Hua merangkak naik ke ranjangnya. Para pelayannya membantunya melepaskan pakaian dan menunggui hingga ia tertidur. Setelah ia tidur, mereka memadamkan lilinnya, menguap sekali dua kali, mereka pun menuju ke ranjang mereka sendiri.

Aku mengumpulkan tenagaku dan melepaskan diri dari mantra tak terlihat. Aku duduk di pinggir ranjang Ye Hua, menggunakan sinar bulan untuk memerhatikannya sebelum mengulurkan tangan ke atas selimutnya dan mendorongnya bangun. Ia mengerang kecil, berbalik, dan duduk sedikit.

“Ada apa?” tanyanya dengan suara yang tak jelas.

Ketika ia melihat kalau bukan salah satu pelayannya yang berbicara dengannya, namun orang asing, ia pun tersentak.

Ia memandangiku tak percaya dan setelahnya memejamkan mata, berbaring lagi, bergumam, “Oh, aku pasti sedang bermimpi.”

Hatiku bergetar.

Aku menguncangnya lagi untuk membangunkannya, dan sebelum ia mampu mengatakan apa pun, aku menyela dengan pertanyaan, “Jadi, apa kau mengenaliku?”

Aku tahu kalau ia tidak sungguh-sungguh mengenaliku dan yang tadi dikatakannya soal masih bermimpi, ketimbang mempertanyakan siapa diriku, mungkin adalah karena ia masih setengah tertidur. Tetapi aku sangat berharap agar ia mengenaliku, jadi aku bertanya lagi padanya.

Sudah pasti, ia menanggapi dengan jawaban, “Tidak, aku tidak mengingatmu.”

Ia mengernyit, kabut kantuk pun akhirnya terangkat.

Ia menjeda sejenak sebelum berkata, “Jadi, aku tidak sedang bermimpi?”

Aku mengeluarkan sebuah mutiara malam seukuran telur angsa dari lengan pakaianku untuk memberi lebih banyak cahaya. Aku menarik tangannya dan menggunakannya untuk mengelus wajahku.

“Apakah ini terasa bagikan sebuah mimpi?” tanyaku sambil tersenyum.

Ia pun memerah.

Aku terkesiap kaget. Mungkinkah Ye Hua dalam wujud reinkarnasinya benar-benar sepemalu ini?

Aku bergerak mendekatinya, dan ia menjauh, wajahnya menjadi semakin merah. Aku tidak pernah melihat sisi Ye Hua yang seperti ini sebelumnya, dan aku merasa itu menarik. Aku pun bergerak mendekat dan semakin dekat, ia pun menjauh, semakin jauh ke arah tembok, dimana ia meringkuk, wajah pucat kecilnya merah terang sekarang.

Bekerja keras mempertahankan tampang serta sikap tenang, ia berkata, “Siapa kau? Dan bagaimana kau bisa masuk ke dalam rumahku?”

Melihat rasa malu-malu Ye Hua, mengeluarkan sisi menggodaku.

Aku menutupi wajah dengan tanganku, menggunakan nada bicara lesu, aku berkata, “Aku adalah dewi kecil dari Kerajaan Qing Qiu, Tuan. Aku berkunjung ke dunia manusia beberapa hari yang lalu. Selama masa itu, aku melihatmu, dan jadi sangat mengagumimu, dan tak mampu memikirkan hal lainnya. Aku merindukanmu dan aku jadi kurus juga lemah. Aku datang kemari malam ini untuk menyatakan perasaanku dengan harapan agar kau pun merasakan hal yang sama.”

Setelah aku menyelesaikan pidatoku, aku memandanginya malu-malu. Selagi aku mengucapkan kata-kata ini, aku ngeri sekali sampai-sampai tubuhku kesemutan, tetapi sepertinya dari caraku memandanginya, ada efeknya.

Ia menatapku tak percaya sebelum menguburkan wajah merah menyalanya di lengan bajunya dan berdeham.

“Tetapi, tetapi aku baru berusia sebelas tahun,” katanya.

Satu jam yang diberikan Kakak Keempat padaku sudah hampir habis. Aku merasa reinkarnasi Ye Hua jauh lebih menarik daripada Ye Hua dalam wujud abadinya. Sepertinya, keluarga Liu tahu banyak tentang membesarkan anak-anak ketimbang Tian Jun yang memerintah seluruh Jiu Chong Tian. Aku mulai merasa agak tenang karena Ye Hua tidak akan terkena banyak masalah di bawah sini.

Sebelum aku pergi, kami berdua bertukar tanda kasih sayang. Aku memberikannya gelang mutiara yang diberikannya padaku saat aku turun ke dunia manusia untuk membantu Yuan Zhen menjalani ujian kehidupannya. Gelang ini akan membantu menjaganya tetap aman. Aku tidak bisa terus-terusan bersamanya selama ia di sana, tetapi mengetahui ia menggunakan gelang ini, aku tak akan terlalu mengkhawatirkannya. Ia melepaskan kalung giok dari lehernya dan mengikatkannya di leherku.

Aku mencondongkan diri ke telinganya dan mengingatkannya untuk terakhir kalinya, “Kau benar-benar tidak boleh menikahi orang lain. Aku akan berkunjung saat aku bisa, dan ketika kau sudah cukup umur, kita akan menikah.”

Wajahnya memerah, tetapi ia mengangguk sungguh-sungguh.

***

Aku memang memberitahu Ye Hua kalau aku akan pergi mengunjunginya saat aku senggang. Tetapi, aku jadi sangat sibuk kembali di Gunung Kun Lun dan tidak bisa menemukan waktu untuk turun lagi ke bawah.

Mo Yuan sudah memutuskan kalau ia akan mulai mengurung diri dalam kurun waktu tujuh hari. Zhe Yan ingin meracik beberapa pil untuk Mo Yuan agar dapat dibawa ke dalam gua bersamanya untuk membantu pemulihannya. Ia menunjukku sebagai asistennya.

Aku menghabiskan hari bolak-balik antara ruang obat dan ruang pil, dan aku bahkan tak punya cukup waktu untuk duduk dan membasahi tenggorokanku dengan secangkir teh.

Di awal tanggal dua September, kami sudah meracik pilnya, yang kami letakkan dalam botol giok untuk diberikan pada Mo Yuan, ditambah instruksi agar ia membawa botol ini bersamanya ke dalam gua. Mo Yuan masuk ke dalam gua, terlihat pucat dan tak sehat.

Ia tak mengatakan apa-apa pada murid lainnya, tetapi ia menanyaiku satu pertanyaan: “Apakah Ye Hua baik padamu?”

Aku mengatakan jujur padanya, kalau Ye Hua baik padaku. Dan dengan itu, Mo Yuan mengangguk dan berjalan masuk ke dalam gua.

Setelah Mo Yuan mengurung diri, aliran makhluk abadi muda yang berdatangan untuk memberi penghormatan padanya akhirnya berhenti. Aku pergi ke luar untuk menghitung tanaman teh yang tersisa di pegunungan dan melihat semuanya kosong. Setiap daun teh sudah dicabuti dan digunakan.

Kelima belas murid Mo Yuan menyampaikan salam perpisahan dan kembali ke tempat mereka tinggal, setiap orang meninggalkan satu pelayan untuk membantu Saudara Seperguruan Kesembilan menjaga Mo Yuan. Aku juga menyampaikan selamat tinggal pada Ling Yu dan meninggalkan gunung bersama Kakak Keempat dan Zhe Yan.

***

Aku menuruni Gunung Kun Lun dan terbang ke dunia manusia. Menurut perkiraanku, Ye Hua sudah berusia 17 atau 18 tahun sekarang, usia yang luar biasa dan makmur bagi manusia. Aku penasaran, bagaimanakah rupa anak lelaki yang baru berusia 11 tahun enam hari lalu di usianya sekarang.

Dengan keceriaan itulah aku turun tepat di hadapan kediaman keluarga Liu.

Aku menjelajahi tiap inci kediaman mereka tetapi tak bisa melihat tanda Ye Hua dimana pun. Kegembiraanku mulai menyusut.

Aku keluar dari rumah keluarga Liu penuh kekecewaan. Setelah mencari di tiap lika-liku, aku putuskan membuat diriku terlihat. Aku melangkah ke gerbang depan dan bertanya pada seorang pelayan muda yang sedang berjaga, dimanakah Liu Ying Zhao Ge berada. Aku diberitahu bahwa ia sudah mengikuti ujian negara dan sukses, sehingga dikirim pergi bekerja sebagai pejabat untuk pewaris takhta kerajaan manusia.

Si pelayan lelaki muda di kediaman Liu berbicara penuh emosi dan sentimentalitas tinggi.

“Tuan Muda kami adalah orang berbakat yang langka, benar-benar langka. Ia diterima di universitas kerajaan saat berusia dua belas tahun. Lima tahun yang lalu, kakek Kaisar mengadakan ujian kenegaraan. Tuan Muda kami mengikuti ujian tersebut hanya untuk melihat apa yang akan terjadi, tetapi ia malah mendapatkan peringkat teratas di seluruh negeri. Ia masuk ke Akademi Han Lin, dengan cepat melonjak naik sistemnya, dan sudah menjadi menteri pemerintah tingkat tinggi di bagian Kementerian Pendapatan. Oh, sungguh orang berbakat yang langka, memang benar-benar langka.”

Aku tidak begitu tertarik dengan jabatan yang dipegang Ye Hua, tetapi aku senang sekarang, mengetahui dimana aku bisa menemukannya. Aku mengumpulkan seluruh energiku, melempar satu mantra, melompat ke atas awan, bergegas menuju istana pewaris takhta kerajaan manusia.

0 comments:

Posting Komentar