Ten Miles of Peach Blossoms
Chapter 21 Part 4
Kerahasiaanku
ini tidak ada hubungannya dengan saudara seperguruanku. Aku hanya tidak ingin
membuat Mo Yuan cemas dengan fakta bahwa saudara kembarnya sekarang ini sedang
berada di dunia manusia untuk menghadapi ujian kehidupannya. Jika ia mengetahuinya,
sudah pasti ia ingin ke dunia manusia dan memastikan Ye Hua baik-baik saja, dan
udara kelam di dunia manusia tidak akan membantu pemulihannya.
Intepretasi
Kakak Keempat menunjukkan bahwa ia mengira bahwa semua wanita mudah merasa
malu, bahkan wanita yang sudah seusiaku. Membuatku merasa aneh, menyadari kalau
sebenarnya aku jauh lebih tebal muka dari yang ia sadari.
Kakak Keempat
menunjukku dan berkata, “Jika aku mengizinkanmu pergi beberapa jam ke dunia
manusia, aku tak akan bisa tidur malam ini. Akan kuberikan satu jam. Ye Hua
hanya ke dunia manusia untuk menghadapi ujian kehidupan kecil, dan tak akan
terjadi hal buruk padanya. Satu-satunya alasan kau pergi ke sana adalah karena
kau yang menempel padanya.”
Aku berhasil
menguasai diri, walaupun telingaku memerah. Aku salah memilih waktu untuk
memohon bantuan ini darinya. Aku lupa mengenai percekcokan antara dirinya dan
Zhe Yan di koridor tadi siang. Tetapi, satu jam sudah cukup bagiku, jadi aku
berterima kasih pada Kakak Keempat dan melangkah cepat menuruni gunung.
Ia melemparkan
dua kurma yang sedari tadi digenggamnya ke dalam kolam bunga lili.
“Apabila kau
tidak kembali dalam waktu satu jam, jangan kaget jika aku turun sendiri dan
menyeretmu kembali,” katanya dengan riang.
***
Gunung Kun Lun
bermandikan sinar terang Jalur Milky saat aku pergi dalam gelapnya malam,
tetapi saat aku tiba di dunia manusia, sedang siang hari, dan birunya langit
membentang bermil-mil jauhnya. Aku tiba di luar sebuah sekolah privat dan
membuat diriku tak terlihat. Suara lafalan bacaan pun mengalun di udara.
“’Shu Xiang
pergi mengunjungi Han Xuan Zi dan Shu Xiang memberi selamat ....’”
Aku berjalan ke
arah suaranya dan melihat seorang anak kecil berwajah lembut sedang duduk di
bagian belakang kelas. Ia pasti akan menjadi anak manusia yang sangat tampan,
tetapi ia tampak masih remaja dan belum terlalu terbentuk, tak sebanding dengan
Ye Hua. Namun, eskpresi wajah yang dingin dan acuhnya mirip dengan Ye Hua.
Ia selesai
membaca, dan guru di depan kelas membuka matanya dan memandangi buku cetak di
tangannya.
“Liu Ying,
berdiri dan jelaskan bagian itu pada seluruh murid di kelas,” katanya.
Anak dengan
ekspresi dingin itu bangkit berdiri. Hatiku mulai gemetaran. Pengelihatanku
agak lebih baik di dunia manusia ketimbang di dunia makhluk abadi, dan aku bisa
melihat kalau anak ini memang adalah reinkarnasi Ye Hua. Aku tahu aku pasti
bisa mengenalinya.
Ia membaca
baris per baris, menjelaskannya dengan hati-hati dan logis, selagi gurunya
memutar-mutar sehelai janggut panjangnya dan memberikan pujian secara berkala
dan kata-kata penyemangat. Aku memerhatikan Ye Hua di kelasnya, tampak amat
cerdas tetapi juga sangat menarik. Aku berdiri di luar kusen jendela sekolah
dan menunggu sampai kelasnya berakhir hari ini.
Dua pelayan Ye
Hua membantunya membereskan barang-barang di atas mejanya, dan mereka pun pergi
bersama-sama. Aku mengikuti di belakang mereka, nyaris membuat diriku terlihat,
tetapi bertanya-tanya cara terbaik mendekati mereka dan memulai sebuah
percakapan alami. Aku meragu sejenak, tak yakin apa yang harus dilakukan.
Sementara aku tengah mempertimbangkan berbagai pilihan berbeda, aku mendengar
desingan selagi dua benda meluncur melewatiku. Tanpa berpikir, aku mengibaskan
lengan jubahku, dan dua batu yang melayang itu langsung berubah arah dan
menabrak batang pohon dedalu tua di sisi jalan.
Ye Hua berbalik
saat ia mendengar keributan itu, dan ada tiga atau empat bajingan kecil yang
mencacinya dan mulai melarikan diri.
Selagi berlari
mereka melantunkan nada ejekan: “Api bisa merusak, es bisa merusak, si tuan
muda Liu Yang terlahir hanya dengan satu lengan. Kejahatan di masa lalu
merupakan penyebab kehidupan di masa sekarang, reinkarnasi tidak mendengarkan diskusi.
Si tuan muda Liu Ying mungkin jago di sekolah, tetapi tubuhnya tak lebih dari
benda rusak!”
Aku mendengar
raungan di kepalaku, dan aku mengangkat mataku untuk melihat tangan kanan Ye
Hua.
Tian Jun, si
bangsat itu!
Ye Hua adalah
cucunya sendiri. Jahat sekali hatinya sampai membuat darah dagingnya sendiri
hingga tidak memberikannya tubuh yang sempurna! Lengan baju kanan Ye Hua
menggantung di sisinya, benar-benar kosong.
Dua pelayan Ye
Hua berkumpul mengelilinginya, membelanya dengan setia, dan baru saja akan
mengejar para bajingan kecil itu, tetapi Ye Hua menghentikan mereka. Para
penindas itu tampak familier. Aku merasa pernah melihat mereka dimana
sebelumnya dan menyadari mereka berada di kelas Ye Hua juga.
Sebagai
seseorang yang sama-sama tidak ahli dalam akademis, aku memahami jalan pikiran
bajingan-bajingan muda ini. Sudah jelas mereka tertinggal dalam pelajaran
mereka, dan melihat anak berbakat seperti Ye Hua pasti membuat mereka sangat
iri. Mereka berhak atas kecemburuan mereka, hanya jika mereka menjauh dari Ye
Hua dan merasakannya dari jauh saja.
Membuat ejekan
jahat seperti itu dan menyanyikan langsung di hadapannya, sudah keterlaluan.
Oh, dasar bajingan kecil itu. Nanti, saat mereka menderita dan merasakan
kesulitan dalam hidup, mereka akan menyadari apa yang telah mereka perbuat, dan
betapa jahatnya mereka.
Ye Hua mengelus
lengan bajunya yang kosong dengan tangan kirinya dan agak mengerutkan dahinya, tetapi
tidak mengatakan apa-apa. Ia hanya berbalik dan meneruskan jalannya.
Menyakitkan sekali melihatnya seperti ini, tetapi aku juga tidak bisa membuat
diriku terlihat di sini sekarang; yang kulakukan hanya akan menakuti mereka
sampai mati. Aku harus menelan bulat-bulat amarah pahitku, mendorongnya masuk
dalam dadaku.
Aku
mengikutinya dari senja hingga malam turun, tetapi aku tak pernah menemukan
waktu yang tepat untuk muncul di hadapannya dalam wujud asliku. Kedua
pelayannya selalu berada di sisinya, dan aku mulai merasa kehadiran mereka
sangatlah menyebalkan.
Pukul sembilan
malam, pada akhirnya Ye Hua merangkak naik ke ranjangnya. Para pelayannya
membantunya melepaskan pakaian dan menunggui hingga ia tertidur. Setelah ia
tidur, mereka memadamkan lilinnya, menguap sekali dua kali, mereka pun menuju
ke ranjang mereka sendiri.
Aku
mengumpulkan tenagaku dan melepaskan diri dari mantra tak terlihat. Aku duduk
di pinggir ranjang Ye Hua, menggunakan sinar bulan untuk memerhatikannya
sebelum mengulurkan tangan ke atas selimutnya dan mendorongnya bangun. Ia
mengerang kecil, berbalik, dan duduk sedikit.
“Ada apa?”
tanyanya dengan suara yang tak jelas.
Ketika ia
melihat kalau bukan salah satu pelayannya yang berbicara dengannya, namun orang
asing, ia pun tersentak.
Ia memandangiku
tak percaya dan setelahnya memejamkan mata, berbaring lagi, bergumam, “Oh, aku
pasti sedang bermimpi.”
Hatiku
bergetar.
Aku
menguncangnya lagi untuk membangunkannya, dan sebelum ia mampu mengatakan apa pun,
aku menyela dengan pertanyaan, “Jadi, apa kau mengenaliku?”
Aku tahu kalau
ia tidak sungguh-sungguh mengenaliku dan yang tadi dikatakannya soal masih
bermimpi, ketimbang mempertanyakan siapa diriku, mungkin adalah karena ia masih
setengah tertidur. Tetapi aku sangat berharap agar ia mengenaliku, jadi aku
bertanya lagi padanya.
Sudah pasti, ia
menanggapi dengan jawaban, “Tidak, aku tidak mengingatmu.”
Ia mengernyit,
kabut kantuk pun akhirnya terangkat.
Ia menjeda
sejenak sebelum berkata, “Jadi, aku tidak sedang bermimpi?”
Aku
mengeluarkan sebuah mutiara malam seukuran telur angsa dari lengan pakaianku
untuk memberi lebih banyak cahaya. Aku menarik tangannya dan menggunakannya
untuk mengelus wajahku.
“Apakah ini
terasa bagikan sebuah mimpi?” tanyaku sambil tersenyum.
Ia pun memerah.
Aku terkesiap
kaget. Mungkinkah Ye Hua dalam wujud reinkarnasinya benar-benar sepemalu ini?
Aku bergerak
mendekatinya, dan ia menjauh, wajahnya menjadi semakin merah. Aku tidak pernah
melihat sisi Ye Hua yang seperti ini sebelumnya, dan aku merasa itu menarik.
Aku pun bergerak mendekat dan semakin dekat, ia pun menjauh, semakin jauh ke
arah tembok, dimana ia meringkuk, wajah pucat kecilnya merah terang sekarang.
Bekerja keras
mempertahankan tampang serta sikap tenang, ia berkata, “Siapa kau? Dan
bagaimana kau bisa masuk ke dalam rumahku?”
Melihat rasa
malu-malu Ye Hua, mengeluarkan sisi menggodaku.
Aku menutupi
wajah dengan tanganku, menggunakan nada bicara lesu, aku berkata, “Aku adalah
dewi kecil dari Kerajaan Qing Qiu, Tuan. Aku berkunjung ke dunia manusia
beberapa hari yang lalu. Selama masa itu, aku melihatmu, dan jadi sangat
mengagumimu, dan tak mampu memikirkan hal lainnya. Aku merindukanmu dan aku
jadi kurus juga lemah. Aku datang kemari malam ini untuk menyatakan perasaanku
dengan harapan agar kau pun merasakan hal yang sama.”
Setelah aku
menyelesaikan pidatoku, aku memandanginya malu-malu. Selagi aku mengucapkan
kata-kata ini, aku ngeri sekali sampai-sampai tubuhku kesemutan, tetapi sepertinya
dari caraku memandanginya, ada efeknya.
Ia menatapku
tak percaya sebelum menguburkan wajah merah menyalanya di lengan bajunya dan
berdeham.
“Tetapi, tetapi
aku baru berusia sebelas tahun,” katanya.
Satu jam yang
diberikan Kakak Keempat padaku sudah hampir habis. Aku merasa reinkarnasi Ye
Hua jauh lebih menarik daripada Ye Hua dalam wujud abadinya. Sepertinya,
keluarga Liu tahu banyak tentang membesarkan anak-anak ketimbang Tian Jun yang
memerintah seluruh Jiu Chong Tian. Aku mulai merasa agak tenang karena Ye Hua
tidak akan terkena banyak masalah di bawah sini.
Sebelum aku
pergi, kami berdua bertukar tanda kasih sayang. Aku memberikannya gelang
mutiara yang diberikannya padaku saat aku turun ke dunia manusia untuk membantu
Yuan Zhen menjalani ujian kehidupannya. Gelang ini akan membantu menjaganya
tetap aman. Aku tidak bisa terus-terusan bersamanya selama ia di sana, tetapi
mengetahui ia menggunakan gelang ini, aku tak akan terlalu mengkhawatirkannya.
Ia melepaskan kalung giok dari lehernya dan mengikatkannya di leherku.
Aku
mencondongkan diri ke telinganya dan mengingatkannya untuk terakhir kalinya,
“Kau benar-benar tidak boleh menikahi orang lain. Aku akan berkunjung saat aku
bisa, dan ketika kau sudah cukup umur, kita akan menikah.”
Wajahnya
memerah, tetapi ia mengangguk sungguh-sungguh.
***
Aku memang
memberitahu Ye Hua kalau aku akan pergi mengunjunginya saat aku senggang.
Tetapi, aku jadi sangat sibuk kembali di Gunung Kun Lun dan tidak bisa
menemukan waktu untuk turun lagi ke bawah.
Mo Yuan sudah
memutuskan kalau ia akan mulai mengurung diri dalam kurun waktu tujuh hari. Zhe
Yan ingin meracik beberapa pil untuk Mo Yuan agar dapat dibawa ke dalam gua
bersamanya untuk membantu pemulihannya. Ia menunjukku sebagai asistennya.
Aku
menghabiskan hari bolak-balik antara ruang obat dan ruang pil, dan aku bahkan
tak punya cukup waktu untuk duduk dan membasahi tenggorokanku dengan secangkir
teh.
Di awal tanggal
dua September, kami sudah meracik pilnya, yang kami letakkan dalam botol giok
untuk diberikan pada Mo Yuan, ditambah instruksi agar ia membawa botol ini
bersamanya ke dalam gua. Mo Yuan masuk ke dalam gua, terlihat pucat dan tak
sehat.
Ia tak
mengatakan apa-apa pada murid lainnya, tetapi ia menanyaiku satu pertanyaan:
“Apakah Ye Hua baik padamu?”
Aku mengatakan
jujur padanya, kalau Ye Hua baik padaku. Dan dengan itu, Mo Yuan mengangguk dan
berjalan masuk ke dalam gua.
Setelah Mo Yuan
mengurung diri, aliran makhluk abadi muda yang berdatangan untuk memberi
penghormatan padanya akhirnya berhenti. Aku pergi ke luar untuk menghitung
tanaman teh yang tersisa di pegunungan dan melihat semuanya kosong. Setiap daun
teh sudah dicabuti dan digunakan.
Kelima belas
murid Mo Yuan menyampaikan salam perpisahan dan kembali ke tempat mereka
tinggal, setiap orang meninggalkan satu pelayan untuk membantu Saudara
Seperguruan Kesembilan menjaga Mo Yuan. Aku juga menyampaikan selamat tinggal
pada Ling Yu dan meninggalkan gunung bersama Kakak Keempat dan Zhe Yan.
***
Aku menuruni
Gunung Kun Lun dan terbang ke dunia manusia. Menurut perkiraanku, Ye Hua sudah
berusia 17 atau 18 tahun sekarang, usia yang luar biasa dan makmur bagi
manusia. Aku penasaran, bagaimanakah rupa anak lelaki yang baru berusia 11
tahun enam hari lalu di usianya sekarang.
Dengan
keceriaan itulah aku turun tepat di hadapan kediaman keluarga Liu.
Aku menjelajahi
tiap inci kediaman mereka tetapi tak bisa melihat tanda Ye Hua dimana pun.
Kegembiraanku mulai menyusut.
Aku keluar dari
rumah keluarga Liu penuh kekecewaan. Setelah mencari di tiap lika-liku, aku
putuskan membuat diriku terlihat. Aku melangkah ke gerbang depan dan bertanya
pada seorang pelayan muda yang sedang berjaga, dimanakah Liu Ying Zhao Ge
berada. Aku diberitahu bahwa ia sudah mengikuti ujian negara dan sukses,
sehingga dikirim pergi bekerja sebagai pejabat untuk pewaris takhta kerajaan
manusia.
Si pelayan
lelaki muda di kediaman Liu berbicara penuh emosi dan sentimentalitas tinggi.
“Tuan Muda kami
adalah orang berbakat yang langka, benar-benar langka. Ia diterima di
universitas kerajaan saat berusia dua belas tahun. Lima tahun yang lalu, kakek
Kaisar mengadakan ujian kenegaraan. Tuan Muda kami mengikuti ujian tersebut
hanya untuk melihat apa yang akan terjadi, tetapi ia malah mendapatkan
peringkat teratas di seluruh negeri. Ia masuk ke Akademi Han Lin, dengan cepat
melonjak naik sistemnya, dan sudah menjadi menteri pemerintah tingkat tinggi di
bagian Kementerian Pendapatan. Oh, sungguh orang berbakat yang langka, memang
benar-benar langka.”
Aku tidak
begitu tertarik dengan jabatan yang dipegang Ye Hua, tetapi aku senang
sekarang, mengetahui dimana aku bisa menemukannya. Aku mengumpulkan seluruh
energiku, melempar satu mantra, melompat ke atas awan, bergegas menuju istana pewaris
takhta kerajaan manusia.
0 comments:
Posting Komentar