Minggu, 21 November 2021

3L3W TMOPB - Chapter 21 Part 1

Ten Miles of Peach Blossoms

Chapter 21 Part 1


Di tanggal 5 Agustus, festival pertengahan musim gugur pun diadakan. Anggur bunga osmanthus yang telah difermentasi di Istana Guang Han siap untuk diminum, dan dewi rembulan Chang’e menyusun banyak guci untuk diantarkan ke semua istana. Aku menghangatkan guci yang dibawakan ke Istana Xi Wu, Ye Hua dan aku pun minum beberapa gelas bersama, yang dihidangkan sebagai minuman perpisahannya.

Rencanaku adalah turun ke dunia manusia bersamanya agar aku bisa selalu dekat dan mengawasinya, tetapi Ye Hua tidak mau mendengarnya. Ia bersikeras agar aku kembali ke Qing Qiu dan menunggunya di sana. Mungkin ia takut aku akan menggunakan sihir untuk melindunginya di bawah sana, membuka diriku terkena serangan balik sihir.

Aku mulai menyusun rencana. Aku akan berpura-pura pulang ke Qing Qiu untuk menenangkan pikiran Ye Hua, tetapi segera setelah ia meminum air dari Sungai Pelupa dan berubah wujud dalam bentuk manusianya, aku akan keluar dan mengikutinya turun.

Begitulah jika kau mencintai seseorang: keselamatan merekalah yang akan kalian pikirkan, jika mereka baik-baik saja, maka kau pun merasa baik. Itu juga hebatnya cinta: ketika kau memiiliki seseorang di hatimu, segala kesulitan ataupun kesalahan yang kau alami, hanya terasa bagaikan penyiksaan yang manis.

Si Ming Xing Jun memberitahuku dimana aku bisa menemukan Ye Hua. Ye Hua terlahir di sebuah keluarga terkemuka yang tinggal di selatan Sungai Yang Tze. Keluarga ini memiliki reputasi literatur yang sudah lama, dan selama dua generasi prianya memegang posisi senior di kuil.

Si Ming berbicara antusias dan mendecakkan lidahnya kagum. Ia menjelaskan, selama sekian tahunnya menuliskan takdir, menunjukkan padanya kalau anak-anak dari rumah tangga seperti yang satu ini sudah pasti akan mengikuti jejak keluarga mereka. Dalam kasus Ye Hua, ini artinya, menggunakan kemampuan menulis serta pikiran tajamnya untuk mencapai posisi yang kuat di pemerintahan. Ye Hua mempunyai kemampuan menulis yang menakjubkan di kehidupan nyatanya, dan pengalaman kerja yang berlimpah, hingga di wujud reinkarnasinya pun, ia pasti bisa menguasainya.

Di saat yang sama, aku pun sangat menyadari bahwa di dunia manusia, keluarga bangsawan seperti yang satu ini biasanya cukup konservatif. Mereka membesarkan keturunan mereka dengan ketat dan kaku, memberi mereka masa kanak-kanak yang luar biasa membosankan. Anak-anak mereka tumbuh besar sama ketat, kaku, dan membosankan, sepenuhnya berbeda dari anak-anak biasa yang cerah dan ceria, yang tumbuh besar berkeliaran di pedesaan.

Sejak awal, karakter Ye Hua tidaklah ceria, jadi aku pun tidak memelihara harapan besar agar wujud reinkarnasinya menjadi anak yang ceria. Aku memang mencemaskan kalau tumbuh besar di keluarga seperti ini akan menjadi pengalaman yang membosankan dan kesepian untuknya.

Ye Hua terlahir sebagai cucu lelaki pertama dari keluarga terhormat Liu, dan digelari dengan nama Liu Ying Zhao Ge. Aku tidak begitu menyukai nama ini, terdengar panjang dan penuh kepura-puraan, sama sekali tak ada bandingannya dengan nama abadinya, Ye Hua.

Aku pulang ke Qing Qiu dan memilih empat atau lima set pakaian, yang kujadikan buntalan. Aku menuangkan secangkir teh dingin untuk membasahi tenggorokanku dan setelahnya memacu langkahku menuju Sepuluh Mil Kebun Persik Zhe Yan, dimana aku berencana, dengan berani meminta lebih banyak pil.

Aku baru setengah jalan ke sana saat berpapasan dengan Zhe Yan yang dengan cepat menuju ke arahku di atas sebuah awan, diikuti Kakak Keempat yang menunggangi Bi Fang.

Mereka semua berhenti di hadapanku.

Mata Kakak Keempatku bercahaya.

“Xiao Wu, tampaknya harapan yang telah kau pelihara selama bertahun-tahun ini akan segera terwujud. Kami bergegas pulang dari Laut Barat. Die Yong menghabiskan sepanjang malam bolak-balik di ranjangnya, dan pagi ini Zhe Yan melakukan sihir pengejar arwah padanya untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi, dan menemukan bahwa jiwa Mo Yuan tak lagi berada di dalam jiwa primordial Die Yong. Kami sedang dalam perjalanan menuju Gua Yan Hua. Mo Yuan sudah tertidur selama tujuh puluh ribu tahun. Aku yakin, ia memilih hari ini sebagai hari baik untuk akhirnya terbangun ....”

Aku benar-benar tercengang. Saat akhirnya aku menemukan kembali kesadaranku, ternyata aku sedang menarik-narik tangan Kakak Keempat.

“G-G-G-G-Guru akhirnya bangun?” aku berhasil berkata gagap.

“Ia benar-benar bangun?”

Kakak Keempat pun mengangguk lagi dan setelahnya mengernyit.

“Letakkan dulu buntalanmu di atas awan,” katanya.

Aku sudah tahu kalau Mo Yuan akan bangun dalam tiga bulan. Aku menghitung dengan jariku dan ini baru dua bulan semenjak aku memberikan pilnya pada Die Yong. Mo Yuan terbangun secepat ini? Mungkinkah ini benar-benar terjadi?

Aku bersembunyi di Qing Qiu selama tujuh puluh ribu tahun terakhir. Walaupun aku tidak menyaksikan pembantaian apa pun atau kerajaan lama digantikan oleh yang baru, aku menyaksikan kolam besar Qing Qiu mengalami tujuh ratus tujuh puluh sembilan kali kekeringan, dan aku juga melihat Gunung Ye Hou yang berpindah satu kaki setiap seratus tahunnya, berpindah dari sebelah gua kediaman Zhu Yin, ke sebelah Gua Rubah milik Ayah dan Ibu. Tujuh puluh ribu tahun adalah separuh masa hidupku. Aku mengorbankan separuh kehidupanku hanya untuk mencapai satu hal: menantikan Guru terbangun kembali. Dan sekarang, akhirnya, ia benar-benar terbangun.

Zhe Yan mendesah rendah.

“Jadi si muda Ye Hua tidak menghabiskan semua penempaan energinya sia-sia.”

Aku mengangguk, sudut mataku terasa menyengat.

Kakak Keempat tersenyum.

“Zhe Yan memberitahuku apa yang dilakukan Ye Hua. Sungguh orang yang sangat baik. Tetapi sayang sekali bagimu. Kau baru saja berhasil membalas budimu pada Mo Yuan dan kau berutang lagi yang ini pada Ye Hua. Kau membayarkan utangmu pada Mo Yuan dengan memberikannya darah jantungmu selama tujuh puluh ribu tahun. Bagaimana bisa kau mengembalikan empat puluh ribu tahun energi penempaan yang menjadi utangmu pada Ye Hua?”

Aku menarik keluar kipasku dan menggunakannya untuk melindungi mataku yang terasa tersengat.

“Ye Hua dan aku akan segera menjadi suami-istri. Sejauh yang kuketahui, pasangan suami-istri yang saling mencintai tidak berdebat tentang siapa yang berutang pada siapa.”

Zhe Yan menaiki kembali awannya dan tertawa.

“Tampaknya kau benar-benar tercerahkan,” katanya.

Bi Fang menyampaikan ucapan selamatnya sambil lalu, dan aku menerimanya dengan senang hati.

Zhe Yan dan Kakak Keempat memimpin jalan, sementara aku memutar awanku dan mengikuti mereka. Kuputuskan aku bisa menunda kunjunganku pada Ye Hua sementara waktu.

Ketika pertama kali aku pergi ke Gunung Kun Lun untuk memulai pembelajaranku, aku adalah pembangkang, dan walau aku adalah muridnya, bersikap saleh terhadap Mo Yuan tidak datang begitu saja. Di saat aku sudah dewasa dan memahami tugas berbaktiku, ia sudah terbaring di Gua Yan Hua.

Aku tak mampu menahan kegembiraanku. Sekarang, karena Mo Yuan telah bangun, aku ingin langsung ke sana dan menunjukkan padanya bahwa murid termudanya sudah dewasa, menjadi tenang dan sabar, dan mempelajari bagaimana caranya menjaga orang lain.

Sebagai murid Mo Yuan, aku selalu berwujud pria. Aku baru saja akan berubah wujud lagi menjadi Si Yin, tetapi Zhe Yan mengangkat tangan untuk menghentikanku.

“Dengan energi penempaan spiritual Mo Yuan, ia pasti sudah lama sekali mengetahui penyamaranmu. Ia tahu dengan jelas bahwa kau adalah seorang gadis, ia hanya tidak ingin membongkar kebohonganmu karena rasa hormatnya terhadap orang tuamu. Kau tidak benar-benar mengira kau berhasil menarik benang di depan matanya selama dua puluh ribu tahun, kan?”

(T/N : membohongi/bersandiwara)

Aku menyingkirkan kipasku dan tertawa.

“Kau benar. Sihir Ibu mungkin cukup untuk mengecoh keenam belas saudara seperguruanku, tetapi aku selalu berpikir kalau sihir ini terlalu jauh untuk bisa menipu Guru.”

Kami bertiga berjalan dalam bentuk sebaris hingga kami hampir di pertengahan jalan Gunung Feng Yi, dimana aku melompat turun dari awan dan bergegas maju, aroma pohon salam pegunungan itu memasuki penciumanku, menyemburkan keharuman.

Aku berlari di tengah udara jernih bulan Agustus dan langsung menuju Gua Yan Hua.

Di bagian paling belakang gua ada peti es terselubung kabut dimana Mo Yuan tidur panjang. Di saat kritis ini, mataku mulai berkabut. Aku mengusapnya, punggung tanganku dan ujung jariku pun menjadi lembap.

Aku melihat garis samar dari sosok yang duduk di peti esnya. Aku terhuyung beberapa langkah mendekat dan melihat kalau orang ini tak lain tak bukan adalah .... Guru Mo Yuan.

Akhirnya, ia sadar setelah bertahun-tahun tidur panjang itu. Ia menghadap ke arah vas berisi bunga-bunga liar yang kupetikkan untuknya. Ekspresi serta posturnya sama persis seperti tujuh puluh ribu tahun yang lalu, dan melihatnya lagi membuatku diam-diam ingin menangis.

Saudara seperguruanku dan diriku biasanya bergiliran menyapu kamar Mo Yuan, dan aku terbiasa meletakkan seikat bunga musiman di dalam vas kecil di dalam kamarnya saat giliranku. Mo Yuan selalu menatap mereka lekat dan tersenyum apresiatif padaku.

Menjadi penerima senyum apresiatif ini selalu membuatku merasa sangat bangga. Aku mengejutkannya dengan menerobos masuk ke dalam gua, dan ia pun menolehkan kepalanya. Ia mengangkat satu tangan untuk menopang pipinya dan tersenyum samar.

“Xiao Shi Qi? Apakah benar dirimu? Benar, memang benar! Kemari dan biarkan Guru melihatmu dengan baik. Biarkan aku melihat bagaimana kau tumbuh selama sekian tahun ini.”

Aku mencoba berjalan stabil, tetapi jantungku berdebar layaknya genderang, dan tepian mataku pun terasa hangat.

Akhirnya aku tersandung, menangis, “Guru!” dengan suara bergetar.

Tangisanku mengandung banyak sekali emosi, tetapi kebanyakan adalah rasa sakit bercampur kebahagiaan.

Ia mengulurkan tangannya padaku, berkata, “Mengapa kau tampak seperti akan menangis? Oh, dan gaunnya indah sekali!”

Zhe Yan membuyarkan kabut di dalam gua dan melangkah masuk, diikuti Kakak Keempat.

“Kau sudah tertidur selama tujuh puluh ribu tahun, Mo Yuan,” kata Kakak Keempat sembari tersenyum.

“Akhirnya kau bangun hari ini.”

Gua Yan Hua dingin. Aku bersin, dan Kakak Keempat menyeretku keluar, Zhe Yan dan Mo Yuan pun melangkah keluar setelah kami.

Selain dari Saudara Seperguruan kesembilan, Ling Yu, yang nyawanya diselamatkan oleh Mo Yuan, semua murid Kun Lun lainnya memiliki ayah dengan posisi penting di Klan Langit.

Setelah aku melarikan diri bersama tubuh abadi Mo Yuan, kabarnya, para murid ini menghabiskan beberapa ribu tahun mencoba mencariku sebelum keluarga mereka memanggil mereka pulang dan mereka pun melanjutkan hidup mereka.

Belum lama ini, Kakak Keempat melakukan perjalanan diam-diam ke Gunung Kun Lun untuk memeriksa sekitar dan kembali dengan perasaan putus asa. Populasi Gunung Kun Lun yang pernah berkembang, telah berkurang menjadi hanya Ling Yu dan beberapa makhluk abadi muda yang tetap tinggal untuk menjaga tempat itu.

Itu merupakan hal yang menyedihkan.

Aku tidak tahu apakah aku harus menyebutkan soal kemunduran Gunung Kun Lun jika Mo Yuan bertanya. Aku merisaukan ini sepanjang jalan menuju Gua Rubah. Tetapi, mengejutkannya, pertanyaan pertama Mo Yuan adalah topik yang benar-benar berbeda. Ia duduk di gua rubah, dan Mi Gu menyeduhkan seteko teh, membawakannya kemari.

Selagi aku menuangkan teh untuk kami, Mo Yuan menoleh pada Zhe Yan dan bertanya, “Selama bertahun-tahun aku tertidur panjang, kalian belum pernah melihat seorang pemuda yang mirip denganku, kan?”

Teko teh keramik di tanganku pun miring, menumpahkan air ke lutut Kakak Keempat.

Kakak Keempat tersenyum padaku melalui gertakan giginya dan dengan baik hati mengelap airnya.

Selama bertahun-tahun ini, hanya ada satu orang di seluruh Empat Lautan dan Delapan Dataran yang terlihat mirip dengan Mo Yuan: calon suamiku, Ye Hua.

Mulanya, aku pun merasa aneh karena Ye Hua dan Mo Yuan berwajah sama, tetapi aku tidak menyangka kalau mereka berhubungan. Aku hanya berasumsi kalau inilah wajah menarik seorang pria, dan Ye Hua, pria yang super menarik, tentu saja akan tampak mirip dengannya.

Tetapi, dari cara Mo Yuan berbicara, membuatku mulai mempertanyakan ini. Mungkin saja, mereka berdua memang terkait, dan terkait cukup dekat.

Aku menajamkan telinga untuk mendengarkan.

Zhe Yan tertawa terbahak sejenak dan melirikku, berkata, “Memang ada seseorang yang sesuai dengan deskripsi itu, dan Xiao Shi Qi-mu kebetulan sekali cukup akrab dengannya.”

Mo Yuan menoleh, memandangiku, dan wajahku bersemu. Aku seperti seorang gadis yang menikah dengan kekasihnya tanpa meminta persetujuan walinya, sementara Zhe Yan seperti penggosip lokal yang menumpahkan segala detail percintaanku di hadapan para wali ini. Mo Yuan sudah seperti sosok ayah bagiku, dan aku merasa semua ini sangatlah memalukan.

Mo Yuan terus memandangiku, tatapannya begitu intens sampai-sampai matanya terlihat akan kejang-kejang. Aku memaksakan diri tetap tenang dan sabar.

“Guru, memang sepertinya yang kau bicarakan adalah calon suamiku,” kataku sembari terkikik.

“Benar, calon Tian Jun klan Langit.”

Terkikik lagi.

Cangkir teh Mo Yuan terhenti di udara. Ia menunduk dan meneguk teh untuk membasahi tenggorokannya.

0 comments:

Posting Komentar