Ten Miles of Peach Blossoms
Chapter 21 Part 1
Di tanggal 5
Agustus, festival pertengahan musim gugur pun diadakan. Anggur bunga osmanthus
yang telah difermentasi di Istana Guang Han siap untuk diminum, dan dewi
rembulan Chang’e menyusun banyak guci untuk diantarkan ke semua istana. Aku
menghangatkan guci yang dibawakan ke Istana Xi Wu, Ye Hua dan aku pun minum
beberapa gelas bersama, yang dihidangkan sebagai minuman perpisahannya.
Rencanaku
adalah turun ke dunia manusia bersamanya agar aku bisa selalu dekat dan
mengawasinya, tetapi Ye Hua tidak mau mendengarnya. Ia bersikeras agar aku
kembali ke Qing Qiu dan menunggunya di sana. Mungkin ia takut aku akan
menggunakan sihir untuk melindunginya di bawah sana, membuka diriku terkena
serangan balik sihir.
Aku mulai
menyusun rencana. Aku akan berpura-pura pulang ke Qing Qiu untuk menenangkan
pikiran Ye Hua, tetapi segera setelah ia meminum air dari Sungai Pelupa dan
berubah wujud dalam bentuk manusianya, aku akan keluar dan mengikutinya turun.
Begitulah jika
kau mencintai seseorang: keselamatan merekalah yang akan kalian pikirkan, jika
mereka baik-baik saja, maka kau pun merasa baik. Itu juga hebatnya cinta:
ketika kau memiiliki seseorang di hatimu, segala kesulitan ataupun kesalahan
yang kau alami, hanya terasa bagaikan penyiksaan yang manis.
Si Ming Xing Jun memberitahuku dimana aku bisa
menemukan Ye Hua. Ye Hua terlahir di sebuah keluarga terkemuka yang tinggal di
selatan Sungai Yang Tze. Keluarga ini memiliki reputasi literatur yang sudah
lama, dan selama dua generasi prianya memegang posisi senior di kuil.
Si Ming
berbicara antusias dan mendecakkan lidahnya kagum. Ia menjelaskan, selama
sekian tahunnya menuliskan takdir, menunjukkan padanya kalau anak-anak dari
rumah tangga seperti yang satu ini sudah pasti akan mengikuti jejak keluarga
mereka. Dalam kasus Ye Hua, ini artinya, menggunakan kemampuan menulis serta
pikiran tajamnya untuk mencapai posisi yang kuat di pemerintahan. Ye Hua
mempunyai kemampuan menulis yang menakjubkan di kehidupan nyatanya, dan
pengalaman kerja yang berlimpah, hingga di wujud reinkarnasinya pun, ia pasti
bisa menguasainya.
Di saat yang
sama, aku pun sangat menyadari bahwa di dunia manusia, keluarga bangsawan
seperti yang satu ini biasanya cukup konservatif. Mereka membesarkan keturunan
mereka dengan ketat dan kaku, memberi mereka masa kanak-kanak yang luar biasa
membosankan. Anak-anak mereka tumbuh besar sama ketat, kaku, dan membosankan,
sepenuhnya berbeda dari anak-anak biasa yang cerah dan ceria, yang tumbuh besar
berkeliaran di pedesaan.
Sejak awal,
karakter Ye Hua tidaklah ceria, jadi aku pun tidak memelihara harapan besar
agar wujud reinkarnasinya menjadi anak yang ceria. Aku memang mencemaskan kalau
tumbuh besar di keluarga seperti ini akan menjadi pengalaman yang membosankan
dan kesepian untuknya.
Ye Hua terlahir
sebagai cucu lelaki pertama dari keluarga terhormat Liu, dan digelari dengan
nama Liu Ying Zhao Ge. Aku tidak begitu menyukai nama ini, terdengar panjang
dan penuh kepura-puraan, sama sekali tak ada bandingannya dengan nama abadinya,
Ye Hua.
Aku pulang ke
Qing Qiu dan memilih empat atau lima set pakaian, yang kujadikan buntalan. Aku
menuangkan secangkir teh dingin untuk membasahi tenggorokanku dan setelahnya
memacu langkahku menuju Sepuluh Mil Kebun Persik Zhe Yan, dimana aku berencana,
dengan berani meminta lebih banyak pil.
Aku baru
setengah jalan ke sana saat berpapasan dengan Zhe Yan yang dengan cepat menuju
ke arahku di atas sebuah awan, diikuti Kakak Keempat yang menunggangi Bi Fang.
Mereka semua
berhenti di hadapanku.
Mata Kakak
Keempatku bercahaya.
“Xiao Wu,
tampaknya harapan yang telah kau pelihara selama bertahun-tahun ini akan segera
terwujud. Kami bergegas pulang dari Laut Barat. Die Yong menghabiskan sepanjang
malam bolak-balik di ranjangnya, dan pagi ini Zhe Yan melakukan sihir pengejar
arwah padanya untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi, dan menemukan bahwa
jiwa Mo Yuan tak lagi berada di dalam jiwa primordial Die Yong. Kami sedang
dalam perjalanan menuju Gua Yan Hua. Mo Yuan sudah tertidur selama tujuh puluh
ribu tahun. Aku yakin, ia memilih hari ini sebagai hari baik untuk akhirnya
terbangun ....”
Aku benar-benar
tercengang. Saat akhirnya aku menemukan kembali kesadaranku, ternyata aku
sedang menarik-narik tangan Kakak Keempat.
“G-G-G-G-Guru
akhirnya bangun?” aku berhasil berkata gagap.
“Ia benar-benar
bangun?”
Kakak Keempat
pun mengangguk lagi dan setelahnya mengernyit.
“Letakkan dulu
buntalanmu di atas awan,” katanya.
Aku sudah tahu
kalau Mo Yuan akan bangun dalam tiga bulan. Aku menghitung dengan jariku dan
ini baru dua bulan semenjak aku memberikan pilnya pada Die Yong. Mo Yuan
terbangun secepat ini? Mungkinkah ini benar-benar terjadi?
Aku bersembunyi
di Qing Qiu selama tujuh puluh ribu tahun terakhir. Walaupun aku tidak
menyaksikan pembantaian apa pun atau kerajaan lama digantikan oleh yang baru,
aku menyaksikan kolam besar Qing Qiu mengalami tujuh ratus tujuh puluh sembilan
kali kekeringan, dan aku juga melihat Gunung Ye Hou yang berpindah satu kaki
setiap seratus tahunnya, berpindah dari sebelah gua kediaman Zhu Yin, ke
sebelah Gua Rubah milik Ayah dan Ibu. Tujuh puluh ribu tahun adalah separuh
masa hidupku. Aku mengorbankan separuh kehidupanku hanya untuk mencapai satu
hal: menantikan Guru terbangun kembali. Dan sekarang, akhirnya, ia benar-benar
terbangun.
Zhe Yan
mendesah rendah.
“Jadi si muda
Ye Hua tidak menghabiskan semua penempaan energinya sia-sia.”
Aku mengangguk,
sudut mataku terasa menyengat.
Kakak Keempat
tersenyum.
“Zhe Yan
memberitahuku apa yang dilakukan Ye Hua. Sungguh orang yang sangat baik. Tetapi
sayang sekali bagimu. Kau baru saja berhasil membalas budimu pada Mo Yuan dan
kau berutang lagi yang ini pada Ye Hua. Kau membayarkan utangmu pada Mo Yuan
dengan memberikannya darah jantungmu selama tujuh puluh ribu tahun. Bagaimana
bisa kau mengembalikan empat puluh ribu tahun energi penempaan yang menjadi
utangmu pada Ye Hua?”
Aku menarik
keluar kipasku dan menggunakannya untuk melindungi mataku yang terasa
tersengat.
“Ye Hua dan aku
akan segera menjadi suami-istri. Sejauh yang kuketahui, pasangan suami-istri
yang saling mencintai tidak berdebat tentang siapa yang berutang pada siapa.”
Zhe Yan menaiki
kembali awannya dan tertawa.
“Tampaknya kau
benar-benar tercerahkan,” katanya.
Bi Fang
menyampaikan ucapan selamatnya sambil lalu, dan aku menerimanya dengan senang
hati.
Zhe Yan dan
Kakak Keempat memimpin jalan, sementara aku memutar awanku dan mengikuti
mereka. Kuputuskan aku bisa menunda kunjunganku pada Ye Hua sementara waktu.
Ketika pertama
kali aku pergi ke Gunung Kun Lun untuk memulai pembelajaranku, aku adalah
pembangkang, dan walau aku adalah muridnya, bersikap saleh terhadap Mo Yuan
tidak datang begitu saja. Di saat aku sudah dewasa dan memahami tugas
berbaktiku, ia sudah terbaring di Gua Yan Hua.
Aku tak mampu
menahan kegembiraanku. Sekarang, karena Mo Yuan telah bangun, aku ingin
langsung ke sana dan menunjukkan padanya bahwa murid termudanya sudah dewasa,
menjadi tenang dan sabar, dan mempelajari bagaimana caranya menjaga orang lain.
Sebagai murid
Mo Yuan, aku selalu berwujud pria. Aku baru saja akan berubah wujud lagi
menjadi Si Yin, tetapi Zhe Yan mengangkat tangan untuk menghentikanku.
“Dengan energi
penempaan spiritual Mo Yuan, ia pasti sudah lama sekali mengetahui
penyamaranmu. Ia tahu dengan jelas bahwa kau adalah seorang gadis, ia hanya
tidak ingin membongkar kebohonganmu karena rasa hormatnya terhadap orang tuamu.
Kau tidak benar-benar mengira kau berhasil menarik
benang di depan matanya selama dua puluh ribu tahun, kan?”
(T/N :
membohongi/bersandiwara)
Aku
menyingkirkan kipasku dan tertawa.
“Kau benar.
Sihir Ibu mungkin cukup untuk mengecoh keenam belas saudara seperguruanku,
tetapi aku selalu berpikir kalau sihir ini terlalu jauh untuk bisa menipu
Guru.”
Kami bertiga
berjalan dalam bentuk sebaris hingga kami hampir di pertengahan jalan Gunung
Feng Yi, dimana aku melompat turun dari awan dan bergegas maju, aroma pohon
salam pegunungan itu memasuki penciumanku, menyemburkan keharuman.
Aku berlari di
tengah udara jernih bulan Agustus dan langsung menuju Gua Yan Hua.
Di bagian
paling belakang gua ada peti es terselubung kabut dimana Mo Yuan tidur panjang.
Di saat kritis ini, mataku mulai berkabut. Aku mengusapnya, punggung tanganku
dan ujung jariku pun menjadi lembap.
Aku melihat
garis samar dari sosok yang duduk di peti esnya. Aku terhuyung beberapa langkah
mendekat dan melihat kalau orang ini tak lain tak bukan adalah .... Guru Mo
Yuan.
Akhirnya, ia
sadar setelah bertahun-tahun tidur panjang itu. Ia menghadap ke arah vas berisi
bunga-bunga liar yang kupetikkan untuknya. Ekspresi serta posturnya sama persis
seperti tujuh puluh ribu tahun yang lalu, dan melihatnya lagi membuatku
diam-diam ingin menangis.
Saudara
seperguruanku dan diriku biasanya bergiliran menyapu kamar Mo Yuan, dan aku
terbiasa meletakkan seikat bunga musiman di dalam vas kecil di dalam kamarnya
saat giliranku. Mo Yuan selalu menatap mereka lekat dan tersenyum apresiatif
padaku.
Menjadi
penerima senyum apresiatif ini selalu membuatku merasa sangat bangga. Aku
mengejutkannya dengan menerobos masuk ke dalam gua, dan ia pun menolehkan
kepalanya. Ia mengangkat satu tangan untuk menopang pipinya dan tersenyum
samar.
“Xiao Shi Qi?
Apakah benar dirimu? Benar, memang benar! Kemari dan biarkan Guru melihatmu
dengan baik. Biarkan aku melihat bagaimana kau tumbuh selama sekian tahun ini.”
Aku mencoba
berjalan stabil, tetapi jantungku berdebar layaknya genderang, dan tepian
mataku pun terasa hangat.
Akhirnya aku
tersandung, menangis, “Guru!” dengan suara bergetar.
Tangisanku
mengandung banyak sekali emosi, tetapi kebanyakan adalah rasa sakit bercampur
kebahagiaan.
Ia mengulurkan
tangannya padaku, berkata, “Mengapa kau tampak seperti akan menangis? Oh, dan
gaunnya indah sekali!”
Zhe Yan
membuyarkan kabut di dalam gua dan melangkah masuk, diikuti Kakak Keempat.
“Kau sudah
tertidur selama tujuh puluh ribu tahun, Mo Yuan,” kata Kakak Keempat sembari
tersenyum.
“Akhirnya kau
bangun hari ini.”
Gua Yan Hua
dingin. Aku bersin, dan Kakak Keempat menyeretku keluar, Zhe Yan dan Mo Yuan
pun melangkah keluar setelah kami.
Selain dari
Saudara Seperguruan kesembilan, Ling Yu, yang nyawanya diselamatkan oleh Mo
Yuan, semua murid Kun Lun lainnya memiliki ayah dengan posisi penting di Klan
Langit.
Setelah aku
melarikan diri bersama tubuh abadi Mo Yuan, kabarnya, para murid ini
menghabiskan beberapa ribu tahun mencoba mencariku sebelum keluarga mereka
memanggil mereka pulang dan mereka pun melanjutkan hidup mereka.
Belum lama ini,
Kakak Keempat melakukan perjalanan diam-diam ke Gunung Kun Lun untuk memeriksa
sekitar dan kembali dengan perasaan putus asa. Populasi Gunung Kun Lun yang pernah
berkembang, telah berkurang menjadi hanya Ling Yu dan beberapa makhluk abadi
muda yang tetap tinggal untuk menjaga tempat itu.
Itu merupakan
hal yang menyedihkan.
Aku tidak tahu
apakah aku harus menyebutkan soal kemunduran Gunung Kun Lun jika Mo Yuan bertanya.
Aku merisaukan ini sepanjang jalan menuju Gua Rubah. Tetapi, mengejutkannya,
pertanyaan pertama Mo Yuan adalah topik yang benar-benar berbeda. Ia duduk di
gua rubah, dan Mi Gu menyeduhkan seteko teh, membawakannya kemari.
Selagi aku
menuangkan teh untuk kami, Mo Yuan menoleh pada Zhe Yan dan bertanya, “Selama
bertahun-tahun aku tertidur panjang, kalian belum pernah melihat seorang pemuda
yang mirip denganku, kan?”
Teko teh
keramik di tanganku pun miring, menumpahkan air ke lutut Kakak Keempat.
Kakak Keempat
tersenyum padaku melalui gertakan giginya dan dengan baik hati mengelap airnya.
Selama
bertahun-tahun ini, hanya ada satu orang di seluruh Empat Lautan dan Delapan
Dataran yang terlihat mirip dengan Mo Yuan: calon suamiku, Ye Hua.
Mulanya, aku pun
merasa aneh karena Ye Hua dan Mo Yuan berwajah sama, tetapi aku tidak menyangka
kalau mereka berhubungan. Aku hanya berasumsi kalau inilah wajah menarik
seorang pria, dan Ye Hua, pria yang super menarik, tentu saja akan tampak mirip
dengannya.
Tetapi, dari
cara Mo Yuan berbicara, membuatku mulai mempertanyakan ini. Mungkin saja,
mereka berdua memang terkait, dan terkait cukup dekat.
Aku menajamkan
telinga untuk mendengarkan.
Zhe Yan tertawa
terbahak sejenak dan melirikku, berkata, “Memang ada seseorang yang sesuai
dengan deskripsi itu, dan Xiao Shi Qi-mu kebetulan sekali cukup akrab
dengannya.”
Mo Yuan
menoleh, memandangiku, dan wajahku bersemu. Aku seperti seorang gadis yang
menikah dengan kekasihnya tanpa meminta persetujuan walinya, sementara Zhe Yan seperti
penggosip lokal yang menumpahkan segala detail percintaanku di hadapan para
wali ini. Mo Yuan sudah seperti sosok ayah bagiku, dan aku merasa semua ini
sangatlah memalukan.
Mo Yuan terus
memandangiku, tatapannya begitu intens sampai-sampai matanya terlihat akan
kejang-kejang. Aku memaksakan diri tetap tenang dan sabar.
“Guru, memang
sepertinya yang kau bicarakan adalah calon suamiku,” kataku sembari terkikik.
“Benar, calon
Tian Jun klan Langit.”
Terkikik lagi.
Cangkir teh Mo
Yuan terhenti di udara. Ia menunduk dan meneguk teh untuk membasahi
tenggorokannya.
0 comments:
Posting Komentar