Rabu, 07 Oktober 2020

TMPW – Chapter 17 Part 2

The Man's Perfect Wife – Chapter 17 Part 2


WARNING: NSFW



Soo Hyun bangkit berdiri dari kursinya. Ia berharap ia bisa keluar dari pesawat ini. Ia tidak bisa terus duduk di sebelahnya seolah tidak terjadi apa-apa. Tiba-tiba saja, seseorang memeluk pinggulnya. Ia tidak perlu berbalik untuk mengetahui siapakah itu. Namun, sekarang ini, Soo Hyun merasakan kesedihan luar biasa yang melebihi kelegaan di hatinya. Soo Hyun berusaha mendorongnya, tetapi Joon Hun menyeretnya kembali ke dalam pelukannya sebelum membawanya masuk ke suatu tempat.

Ia menutup tirainya. Soo Hyun tidak mengetahui dimana mereka. Ia mendengar suara gedebuk pelan, dan punggungnya mengenai sesuatu yang dingin. Tiba-tiba saja, sosok Joon Hun menghadang semuanya dari pandangannya. Bibir panasnya dengan cepat merunduk dan menelan bibirnya.

Apa ini?! Apa yang sedang kau lakukan, Seo Joon Hun?!

Marah, Soo Hyun mencoba untuk menutup bibirnya selagi ia memukul-mukul dada Joon Hun. Akan tetapi, ia tidak bergerak. Ia terus menyerang mulutnya dengan kasar sementara tangannya menarik Soo Hyun dengan erat ke arahnya.

"Jangan menangis, Yuan."

Suaranya diwarnai dengan tawa.

"Aku hanya bercanda. Jangan marah, Sayang."

Sekarang bukan waktunya untuk bercanda!

Soo Hyun memelototinya, api membara dalam matanya. Air matanya terus berjatuhan, menetes menuruni pipinya.

Mereka bertemu untuk pertama kalinya setelah terpisah selama 580 hari. Ia sangat merindukannya, dan ia sudah menahannya setiap hari, selagi ia terus menjalani hidup tanpa Joon Hun. Jadi bagaimana bisa Joon Hun bercanda seperti itu?! Mengapa ia melakukan sesuatu seperti itu?!

"Aku hanya ingin membuatmu sedikit kesal karena meninggalkanku dan bersenang-senang sendirian ... Sayang, kau menangis?"

Gedebuk!

Soo Hyun meninju dadanya.

"Ugh!"

Bahkan setelah mendengar erangannya, ia tidak peduli. Ia membenci Joon Hun. Ia sangat membencinya. Bahkan, walau hanya untuk sesaat, ia benci karena Joon Hun menakutinya seperti itu. Mereka akhirnya bertemu setelah hampir dua tahun, jadi bagaimana bisa ia melakukan lelucon semacam ini padanya?!

"Maaf, maaf. Pfft."

Ia menarik Soo Hyun kembali ke dalam pelukannya. Soo Hyun mengerang dan mengigit ringan bibir Joon Hun. Alis Joon Hun berkerut main-main. Melihat itu, Soo Hyun merasakan amarahnya meningkat lagi, tetapi masalah yang paling mendesak sekarang ini adalah ... ia menginginkan sebuah ciuman.

Soo Hyun melingkarkan lengannya di leher Joon Hun. Kemudian, dengan ganasnya terjun ke sela bibirnya dan mulai menghisap. Lidah mereka saling membelit, napas mereka menyatu. Pria yang sangat dirindukannya. Ia dapat mencium aroma samar pria itu. Bibirnya terasa begitu nikmat. Sentuhannya terasa begitu memabukkan.

"Joon Hun ..."

Soo Hyun berbisik dengan manis sebelum membungkus lidahnya di lidah Joon Hun. Erangan keluar dari tenggorokan Joon Hun.

Tangannya buru-buru ke bawah kaos Soo Hyun dan mulai membelai payudaranya. Ia sangat merindukan tubuh ini. Wanginya membuat Joon Hun gila. Ia ingin membaringkannya di lantai sekarang juga dan menidurinya. Ia ingin memposisikan dirinya di antara kaki Soo Hyun dan ...

[Hm, ahem! Permisi.]

Satu suara memanggil, mengagetkan mereka berdua. Mereka cepat-cepat menjauh satu sama lain. Di balik tirainya, mereka dapat melihat wajah pramugari yang tersenyum dengan lembut.

[Kalian tidak boleh melakukan itu di sini.]

[Ah, maafkan kami.]

Joon Hun dengan cepat menurunkan kaos Soo Hyun selagi ia meminta maaf. Wajah pramugari yang tegas namun ramah itu tidak berubah. Mereka merasa seperti anak sekolahan yang bandel yang tertangkap basah oleh guru. Soo Hyun mendengus dan memalingkan kepalanya.

Ya Tuhan! Apa yang sedang mereka berdua lakukan di tempat seperti ini? Sekarang karena ia telah melihat tempat ini baik-baik, ia menyadari bahwa mereka berada di dalam kompartemen dimana para pramugari mempersiapkan makanan!

[Maafkan aku. Aku akhirnya bertemu dengan istriku yang tercinta setelah satu tahun ...]

[Ah, begitu.]

Pramugari itu masih terlihat tegas, tetapi senyuman samar terbentuk di bibirnya. Soo Hyun memalingkan kepalanya ke belakang dan mendongak menatap Joon Hun, tetapi ia terus saja menjelaskan dirinya dengan lihai.

Apa yang sedang pria ini lakukan?

Soo Hyun membuka bibirnya bingung, tetapi Joon Hun terus berbicara dengan si pramugari.

[Aku rasa, kami akhirnya bisa bersatu.]

[Aku turut senang. Selamat.]

[Omong-omong, aku sudah memesan The Residence, dan aku ingin pindah ke sana sekarang. Tidak apa-apa?]

[Tentu saja, Tuan. Silakan lewat sini.]

Memesan? The Residence?

Lalu, apakah itu berarti semuanya sudah direncanakan semenjak ia naik ke pesawat ini? Bahkan peningkatannya? Terkejut, Soo Hyun mendongak menatapnya. Joon Hun hanya tersenyum samar selagi ia menarik tangannya.

Mengikuti pimpinan si pramugari, mereka naik ke lantai dua dari pesawatnya. Soo Hyun terkesiap. Ia pernah mendengar tentang pesawat terbang Arab yang mewah, tetapi ia tidak mengetahui bahwa mereka juga memasang hal-hal seperti ini juga.

Melalui jendelanya, ia bisa melihat langit yang tak berujung. Seperti namanya, The Residence pada dasarnya tak ada bedanya dari sebuah kamar hotel. Ada ranjang luas dan bahkan sebuah pancuran kecil di dalam kamar mandi. Seseorang telah meletakkan mawar yang baru dipetik di atas ranjangnya.

"Wow, ada apa ini? Ini luar biasa."

"Apa kau menyukainya?"

"Tentu saja suka! Aku belum pernah melihat yang seperti ini sebelumnya!"

"Aku senang. Aku ingin memastikan reuni kita akan berlansung di suatu tempat yang istimewa."

"Ini sangat keren. Sungguh. Tetapi, apa yang terjadi? Mengapa kau di sini?"

"Semuanya telah berakhir."

Mata Joon Hun berbinar.

"Apa?"

Terkejut, Soo Hyun bertanya. Semuanya sudah berakhir? Apanya?

"Mulai sekarang, Min Dae Yup dipenjara seumur hidup di Amerika."

Apa?

Bagaimana bisa segala sesuatunya berkembang secepat itu? Biarpun itu terjadi di wilayah Amerika, dihukum dan dipenjara, akan membutuhkan waktu yang lama, serta gugatan yang rumit dan mahal. Tetapi, bagaimana Joon Hun dapat melakukan ini dengan begitu cepat?

"Aku terburu-buru, supaya aku dapat bertemu denganmu lebih cepat."

Joon Hun tertawa lembut selagi ia berbicara.

"Bagaimana dengan Seo Moon Hyuk?"

"Daftar Min Dae Yup sudah terungkap. Seo Moon Hyuk dan nama-nama lainnya dirilis. Aku tahu gugatan di Korea membutuhkan waktu yang lebih lama, tetapi Seo Moon Hyuk sudah dikeluarkan dari perusahaan."

Soo Hyun dapat membayangkan wajah kusut Hyo Jung ketika ia mendengarkan kabar tersebut. Ia tertawa terbahak-bahak selagi ia menjawab.

"Kau memberitahuku kalau pertarungan ini akan berlangsung untuk waktu yang lama, tetapi bagaimana bisa kau berhasil mengakhirinya dengan begitu cepat?"

"Aku menggunakan seluruh tenagaku untuk membuatnya terjadi."

"Kau luar biasa, bukan, Seo Joon Hun-ssi?"

"Aku harus mengakui bahwa aku luar biasa."

Ia menurunkan kepalanya dan mencium bibir Soo Hyun. Wanita itu tidak akan pernah mengetahui, betapa ia telah mendorong orang-orang di sekelilingnya untuk mewujudkannya.

"Mari kita bicarakan ini nanti. Untuk sekarang, kau harus mengurusi ini."

Terkejut, tatapan Soo Hyun tertuju ke tempat yang ditunjuk Joon Hun. Sesuatu mendorong celananya, nyaris seolah akan menembus ke dalam. Syok, Soo Hyun mengangkat kepalanya dan terkesiap.

"Gah."

"Kenapa kau begitu kaget? Kaulah orang yang membuatku seperti ini."

Ia mengulurkan tangannya dan meletakkan tangan Soo Hyun dengan lembut di penisnya yang membengkak.

"Tidak, bukan itu. Aku hanya sedang bertanya-tanya, apakah kau selalu sebesar ini ..."

"Aku sudah menahannya sekian lama, aku rasa aku akan mati. Min Yuan, bukan, Han Soo Hyun, buka bajumu. Atau kalau tidak, kau akan mengenakan baju yang robek ketika kita turun dari pesawat ini."

Gasp.

Napas Soo Hyun tercekat selagi ia menatapnya. Seekor binatang kelaparan tengah melihat ke bawah padanya. Ia merasakan hawa dingin menjalar di punggungnya. Berapa lama penerbangan ini ke Dubai? Apakah enam jam? Tidak mungkin mereka akan menghabiskan enam jam itu, berhubungan seks di Residence yang indah ini, kan?

"Tentu saja."

Seolah-olah ia membaca pikirannya, Joon Hun menjawab selagi ia mulai mendekatinya.

"Menurutmu, mengapa lagi aku akan memesan The Residence yang seharga $20,000?"

Joon Hun berbisik dengan manis selagi ia melepaskan atasan Soo Hyun.

"Aargh, ah ..."

Di dalam pesawat dengan kecepatan 900 km/jam, Soo Hyun sedang berpegangan di ambang jendela dengan kepala yang tertunduk. Di belakangnya, penis Joon Hun sedang menumbuknya. Ia terasa sangat besar dan kasar hingga Soo Hyun nyaris tidak sanggup menerimanya.

Ah, Ya Tuhan ... Soo Hyun bertanya-tanya, bagaimana ia dapat sepenuhnya menerima pria ini di masa lalu. Tubuhnya, yang telah terkurung selama hampir dua tahun ini, kini tengah menggeliat di bawah tubuh Joon Hun yang membara.

"Katakan padaku."

Joon Hun berbisik sambil mengerang, selagi ia memeluknya dari belakang. Tangan besarnya yang kuat sedang memegangi perut bagian bawah Soo Hyun. Ia menariknya ke arahnya dengan lebih kuat, dan penisnya menusuk lebih jauh ke dalam. Soo Hyun merasa seakan-akan ia tidak bisa bernapas. Ia akan jadi gila.

"Katakan padaku. Apa kau merindukanku?"

Jari-jarinya mulai menggali di antara kelopak Soo Hyun. Cairannya menetes dari penis Joon Hun yang menusuknya, tetapi sekarang pria itu mulai mengusap-usap bagian sensitifnya. Kenikmatan putih yang membutakan menyebar di seluruh tubuhnya. Soo Hyun tidak punya kesempatan untuk menjawabnya selagi ia menjerit. Joon Hun yang membuatnya seperti ini. Bagaimana pria itu mengharapkannya untuk menjawab pertanyaannya?

"Beritahu aku."

Thrust!

Suara dari tubuh mereka yang saling menampar pun berbunyi di dalam ruangan itu. Soo Hyun mendesah selagi ia menjawabnya.

"Aaah! Aku merindukanmu!"

"Seberapa banyak? Sebanyak aku merindukanmu? Aku rasa, aku jadi gila setiap malam, karena aku begitu menginginkanmu. Apa kau merindukanku sebanyak itu?"

Mereka berdua sedang tidak waras. Joon Hun sudah lama sekali kehilangan kendali. Ia menggeram seperti seekor binatang selagi ia mulai menumbuknya dengan kalut. Rasa haus yang tak terkendali membakar seluruh tubuhnya. Ia ingin mengigitnya, meminumnya, dan melahapnya.

"Yuan!"

Pergerakannya menjadi kasar. Seolah ia ingin menyatukan tubuhnya dengan miliknya, ia menahan pelepasannya dan terus memompa ke dalam Soo Hyun. Dan Soo Hyun terus berpegangan pada ambang jendela tak berdaya. Langitnya mulai bergoncang. Mataharinya jadi semakin terang. Saat pelepasan yang menghancurkan bumi mulai merayapi tulang punggungnya, Soo Hyun tak sanggup kembali ke akal sehatnya.

Thrust, thrust, thrust, thrust.

Suara dari bokong Soo Hyun yang menampar paha Joon Hun memenuhi ruangan tersebut. Pintu masuknya yang membengkak terus menelan penisnya saat ia bergerak. Ketika Joon Hun meraih payudaranya dan menempatkan tangan lainnya di antara pahanya, ia mulai menggosok dirinya.

Soo Hyun merasa seolah jantungnya sudah berhenti. Tubuhnya menyerah pada gelombang kenikmatan dan mulai mengigil. Tetap saja, mereka tidak berhenti.

"Nnnng. Hnnng."

Soo Hyun merintih sementara ia kini memeluknya.

Pinggul Joon Hun mulai memompa lebih cepat. Soo Hyun merasa seolah tubuhnya akan hancur. Kenikmatan yang tak tertahankan mengepung mereka berdua. Akhirnya, mereka berdua jatuh dari tebing bersama-sama.

Haaa ... Haaa ...

Soo Hyun nyaris tak berhasil kembali dari jatuh itu. Napas panas Joon Hun mengalir di lehernya. Soo Hyun menolehkan kepalanya dan memperhatikannya. Mata mereka bertemu, dan Joon Hun mengusap-usapkan keningnya di kening Soo Hyun.

"Aku merindukanmu. Aku pikir, aku akan jadi gila karena merindukanmu."

Seolah ingin membuktikannya, penisnya mulai mengeras sekali lagi di dalamnya.

"Aku melihat semua gambar yang kau posting di blogmu. Mereka indah sekali. Lokasinya juga indah, tetapi fotomu adalah yang paling cantik."

Soo Hyun mengangkat tangannya dan mulai mengelus rambut Joon Hun sementara ia menciumnya.

"Aku selalu memikirkan tentangmu selagi aku mengambil foto-foto itu."

Setiap kali Soo Hyun melihat pemandangan yang indah, Joon Hun adalah pikiran pertama yang memasuki benaknya. Anehnya, Soo Hyun tidak benar-benar memikirkan ibunya, orang-orang yang dibencinya, atau bahkan kakaknya selama perjalanannya. Ia hanya terpikirkan soal Joon Hun. Ia ingin Joon Hun melihat pemandangan-pemandangan ini bersamanya. Selama pria itu bersamanya, ia merasa aman. Hanya itulah yang dapat dipikirkan olehnya.

"Sekarang, karena kau sudah menjadi presiden perusahaan itu, akan lebih sulit untuk membawamu kembali ke tempat-tempat yang ingin kutunjukkan padamu."

"Kita akan pergi, jangan khawatir."

Joon Hun menggendongnya dan membawanya ke ranjang. Meski di waktu yang singkat itu, ia masih tidak mau meninggalkan tubuh Soo Hyun. Setelah membaringkannya di ranjang, ia mulai menghujam ke dalam Soo Hyun lagi. Terkejut akan semburan kesenangan yang menyebar di sekujur tubuhnya, Soo Hyun pun mulai gemetaran.

"Setelah bekerja keras selama hampir tiga tahun, aku berencana untuk mengambil cuti panjang."

Ia meletakkan satu kaki Soo Hyun di atas bahunya sebelum meluncur masuk kembali ke dalamnya. Sinar keemasan matahari bertumpahan di punggungnya sementara ia mulai menghujam secara ritmis ke dalam.

"Bagaimana kalau ... Mmm ... kita punya ... anak?"

Sewaktu kenikmatan luar biasa mengalir di tubuhnya, Soo Hyun menggertakkan giginya selagi ia bertanya.

"Kita semua akan pergi. Mari selalu bersama-sama mulai dari sekarang, Yuan."

Pantatnya mengepal dan membuka selagi ia mulai menghujam dengan ganas ke dalam Soo Hyun. Penisnya berkilauan dengan cairan mereka berdua. Sementara ia memperhatikan kelopak Soo Hyun yang membengkak dengan rakusnya menelannya, Joon Hun merasa puas. Ia menjilati paha putih Soo Hyun yang berada di atas bahunya.

Ia tidak pernah melihat pemandangan yang lebih indah.

Ini adalah kebahagiaan yang murni. Ini adalah surga. Ini merupakan kenikmatan terbesar yang dikejar semua pria.

Istrinya mengurus selama masa mereka berpisah. Ia tampak lebih kurus, lebih ramping, dan lebih halus. Pintu masuknya tampak seindah biasanya. Mekar seutuhnya dan bergetar, menantikan dirinya. Ditusuk langsung ke tengah kelopaknya, penisnya tampak serakah dan mengesankan.

Benar-benar tidak mungkin ada pemandangan yang lebih indah di dunia ini.

Joon Hun tertawa pelan selagi ia merendahkan dirinya dan mengigit puting Soo Hyun yang membengkak. Itu adalah hal paling manis yang pernah dicicipinya. Rasanya seperti madu. Tubuh istrinya memberikannya kebahagiaan yang paling besar.

Ia menusuk ke dalam tubuhnya sekali lagi. Soo Hyun melengkung selagi ia mulai bergetar. Rona merah mulai menyebar di seluruh tubuhnya yang pucat. Joon Hun menurunkan bibirnya dan menghisap kulit halusnya.

Ranjangnya mulai bergoyang ketika ia mendorong masuk ke dalam Soo Hyun lagi. Sebuah erangan keluar dari bibir istrinya. Itu adalah musik di telinganya. Joon Hun merasa bersalah karena membuatnya menangis sebelumnya, tetapi ia tidak merasa buruk, membuatnya menangis sekarang.

Tidak seperti cumbuan pertama mereka yang kasar dan cepat, kali ini, Joon Hun bergerak secara perlahan untuk memberikan Soo Hyun kenikmatan terbaik. Selagi ia mengangkat dirinya dengan kedua tangan, kepala Soo Hyun pun jatuh ke belakang.

Joon Hun mulai mendorong dengan keras tetapi dengan mahir. Setiap kali ia menyodok, penisnya menggesek tempat sensitif wanita itu. Ia mulai menyodok keluar masuk secara ritmis.

"Aaagh."

Soo Hyun mencengkeram seprei ranjang. Alisnya agak mengerut. Ia berusaha keras agar tidak menyerah pada kenikmatan yang intens itu.

Sembari terkekeh, Joon Hun mengangkat kaki Soo Hyun yang lainnya. Ia melingkarkannya di pinggulnya dan mulai menusuk masuk ke dalamnya lagi. Soo Hyun tersentak sewaktu pria itu mulai menggesek-gesek di dalam dirinya. Basah kuyup penuh kenikmatan, dinding dari pintu masuknya mulai menghisap Joon Hun.

"Ugh."

Joon Hun harus bertahan ... Tetapi benaknya jadi kosong. Ia harus menahannya sedikit lebih lama, tetapi tubuh Soo Hyun telah menelan penisnya dan sedang memerahnya. Ia merasa seolah ia akan kehilangan kewarasannya.

"Brengsek, Yuan."

Ia melingkarkan tangannya di sekitar pinggul Soo Hyun. Ia ingin melakukannya dengan lambat untuk kali kedua mereka, tetapi niat itu melayang keluar dari jendela. Sudah kehilangan semua nalar, Joon Hun mulai menumbuknya tanpa ampun.

Tap, tap, tap, tap.

Skrotumnya mulai mengikuti iramanya dan menampar mengenai Soo Hyun.

Soo Hyun sudah benar-benar gila. Engahan dan rintihannya tumpah dari mulutnya selagi tanpa berpikir, ia mencengkram tangan Joon Hun. Matanya yang tampak bingung itu menatapnya.

"Joon Hun-ssi, kurasa, aku akan gila ..."

Mendengar suara cabul istrinya, Joon Hun mengigit bibir wanita itu. Seperti itu, ia terus memompanya. Saraf mereka terbakar. Gelombang kenikmatan mengguncang tubuh mereka. Tidak sanggup menahannya lagi, mereka berdua pun berteriak.

Darimana datangnya kenikmatan ini? Tak peduli berapa kali mereka saling memeluk, kenikmatannya selalu terasa baru. Bahkan setelah memuaskan gairah mereka, kerinduan itu segera kembali.

"Brengsek."

Joon Hun memeluknya erat-erat. Ia benar-benar akan jadi gila karena wanita ini, kan? Jika ia sampai kehilangannya, jika ia sampai berakhir kehilangan dirinya, ia akan kehilangan kewarasannya.

Soo Hyun terengah-engah di bawah tubuhnya yang berat. Ia merasa seolah seluruh tubuhnya masih bergetar akibat kenikmatan intens yang baru saja menembus dirinya. Joon Hun terasa sangat berat selagi ia berbaring di atas dirinya, tetapi ia tidak mau pria itu pergi. Soo Hyun mengangkat tangannya dan memeluknya dengan erat.

"Apa kau tahu kapan aku mulai menyukaimu?"

Bisikan memikat Soo Hyun melayang masuk ke dalam telinga Joon Hun. Ia mengangkat satu kaki dan melingkarkannya di pinggulnya, menekan bokongnya.

"Kapankah itu?"

Soo Hyun tampak seolah ia sedang berdebat apakah ia harus memberitahukannya atau tidak.

"Beritahu aku. Kapan itu?"

Penisnya berkedut di dalam dirinya sementara ia bertanya.

Soo Hyun mengerang sewaktu ia merasakan penisnya mengeras di dalam dirinya, tetapi ia masih tidak mengatakannya.

"Aku penasaran. Aku tidak tahu apakah aku ingin memberitahumu sekarang juga."

"Apa?"

"Aku akan memberitahumu setelah kita sampai di Dubai."

"Yuan."

Bahkan setelah melihat mata suaminya menyipit dengan berbahayanya, Soo Hyun tetap terdiam dan tersenyum misterius.

"Lebih baik kau beritahukan padaku sekarang juga."

Ia menggeram selagi ia kembali menusuknya. Yuan terkikik. Itu jauh sebelum pria itu mulai menyukainya. Tepat ketika ia memasuki ruangan untuk pertemuan pernikahan mereka ... Tepat ketika ia membuka pintunya dan masuk ... Jantung Yuan mulai berdebar-debar kala itu. Apa yang akan dikatakan Joon Hun saat ia memberitahunya?

"Yuan ..."

Joon Hun mengerangkan namanya. Selagi desahan memenuhi ruangan, pesawat itu terus meluncur di langit. Langitnya bermandikan emas sewaktu mataharinya mulai terbenam.

Seolah ia baru saja meminum sampanye yang menyegarkan, Soo Hyun mulai terkikik. Ketika suaminya memerintahkannya untuk memberitahunya, ia menutup mulutnya. Joon Hun mulai memompa tubuhnya yang terbakar itu dengan marah ke dalam Soo Hyun. Aah, penerbangan yang sangat menawan.

2 komentar: