Rabu, 07 Oktober 2020

TMPW - Chapter 17 Part 1

The Man's Perfect Wife - Chapter 17 Part 1


Lebih dari satu tahun kemudian.

[Aaack, tunggu! Permisi! Maafkan aku. Aku hanya perlu lewat!]

Matahari bersinar dengan cerah di bandara Barcelona, Spanyol. Seorang wanita berteriak selagi ia berlari. Rambut pendek. Kaos putih dan celana jeans. Tas ransel besar mengguncang bahunya sembarangan. Wanita itu sedang memegangi boarding pass putih di tangannya.

Di dalam bandara, pengumuman menggelegar melalui pengeras suara, baik dalam bahasa Inggris dan Spanyol. Mereka membuat wanita itu bahkan lebih gugup lagi.

Saat akhirnya ia tiba di gerbang keberangkatan, pramugari baru saja akan menutup gerbangnya. Ia berlari menuju ke arah si pramugari. Pramugari Spanyol berambut pirang itu tertawa selagi ia mengambil boarding pass wanita itu.

[Han SooHyun-ssi?]

Min Yuan kini adalah seorang wanita bernama Han Soo Hyun. Ia mengangguk selagi terengah-engah.

[Iya, iya.]

[Silakan masuk.]

Hampir saja ia tidak berhasil.

Si pramugari mengembalikan boarding pass kepada Soo Hyun. Sewaktu ia menggenggamnya di tangannya, Soo Hyun mulai menuju ke bagian dalam pesawat. Kemungkinan karena semua orang sudah selesai naik, lorong yang cerah itu benar-benar kosong. Seorang pramugari sedang menunggu Soo Hyun di pintu masuk pesawat, tersenyum cerah.

Selama lebih dari setahun, Soo Hyun sudah berkeliling dunia.

Ia meninggalkan negara Korea yang kacau dan pergi ke Cina. Ia menyeberangi Pegunungan Himalaya di Nepal, dan berkeliaran di sekitar India. Dari sana, ia kembali naik ke Eropa, kemudian Amerika, lalu turun ke Amerika Selatan, setelahnya ke Afrika. Ia sedang melewati Spanyol dan sekarang dalam perjalanannya ke Dubai.

Tas ransel awalnya terasa canggung, tetapi kini itu seperti bagian dari tubuhnya. Terlahir sebagai seorang nona dari keluarga konglomerat, ia mulai tinggal di wisma yang tidak terawat, naik bus bersama anjing dan ayam di India, memanjat gunung-gunung yang curam, dan bertemu orang-orang eksotis. Ini menjadi kehidupan sehari-harinya.

Ia tidak tahu apa yang sedag terjadi di Korea. Ia tidak mendengarkan kabar apa pun terkait dengan Korea. Ia hanya memiliki ponsel pintar yang dipegangnya, dan uang ... Alimentasi yang diterimanya dari mantan suaminya cukup.

Mantan suami. Itu adalah bagaimana ia menyebut Joon Hun sekarang.

Lebih dari satu tahun telah berlalu semenjak mereka bercerai. Lebih dari satu tahun semenjak ia mengubah marganya kembali menjadi Han setelah mengkonfirmasi hubungan biologisnya dengan nama keluarga Han.

"As-salamualaikum."

Soo Hyun tidak tahu berapa banyak pesawat yang sudah dinaikinya sejauh ini. Pramugari itu menyapanya dengan bahasa Arab.

"As-salamualaikum."

Soo Hyun tergagap dan berpaling karena kebiasaan.

[Nona, silakan lewat sini.]

Si pramugari menghadang Soo Hyun dan menggesturkan ke arah yang berlawanan.

[Huh? Itu kabin kelas bisnis.]

[Anda sudah ditingkatkan. Apa tidak ada yang memberitahu Anda?]

Terkejut, Soo Hyun melihat ke bawah ke boarding pass –nya. 1A. Ini pasti di kelas bisnis.

[Uh, kenapa?]

[Kami sudah penuh hari ini. Apakah Anda naik pesawat agak terlambat?]

Kadang-kadang, penumpang yang terlambat ditingkatkan ketika pesawatnya penuh. Sepertinya inilah yang terjadi di sini.

"Bagus."

Tanpa sengaja Soo Hyun bersorak selagi ia berbalik. Ia baru saja menyelesaikan ziarah ke Santiago dan kini dalam perjalanannya ke Dubai. Penerbangan ini akan berlangsung selama enam jam. Peningkatan ini datang di saat yang tepat. Apa lagi yang bisa dimintanya?

Seorang pria sedang duduk di lorong di sebelah kursinya. Ia memakai setelan jas hitam, berkaki panjang, dan sedang memegang sebuah dokumen dengan satu tangan. Pria itu adalah ...

Joon Hun. Itu adalah Seo Joon Hun.

Semua kenangan dari masa lalu mulai mengalir ke kepalanya. Mantan suaminya sedang duduk, tepat di sana.

"Joon Hun ..."

Ia menggumamkan namanya. Namun, pria itu tidak melihat ke arahnya. Pramugari di sampingnya tampak bingung dan bertanya.

[Apa ada yang salah?]

Soo Hyun tidak bisa menjawab.

[Nona?]

[Ah, maaf.]

Kaget, akhirnya Soo Hyun duduk di kursinya. Pramugari itu mengambil tas ranselnya dan memasukkannya ke dalam kompartemen di atas kepala. Ia berbicara padanya tentang mengamankan sabuk pengamannya sebelum pergi.

Mengapa ia ada di sini?

Bagaimana ia tepat di sebelahnya?

Pria itu sudah pasti mendengarnya memanggilnya, tetapi kenapa ia tidak bereaksi?

Tenggorokan kering Yuan pun menegang.

Ia mendengar sesuatu bergemerisik. Pria itu sedang membalik selembar kertas. Terkejut, Soo Hyun menatapnya. Pria itu benar-benar mengabaikannya.

Apa yang sedang terjadi Joon Hun-ssi? Bagaimana bisa kau tidak melihat ke arahku?

Bukankah ia mengatakan pada Yuan ia akan menghancurkan Min Dae Yup dan Seo Moon Hyuk untuknya? Bukankah ia menyuruh Yuan melepaskan kekhawatirannya dan berkeliling dunia? Ia bilang, mereka akan bertemu lagi setelah semuanya berakhir. Bahwa, tak peduli apa pun yang terjadi, ia akan selalu melindungi Yuan. Bukankah Joon Hun berjanji padanya?

Apakah Yuan salah paham?

Mengapa Joon Hun mengabaikannya?

Mengapa ia tidak menoleh untuk melihatnya?

Yuan tidak bisa mempercayai apa yang sedang dilihatnya. Serasa tak bernyawa, Soo Hyun memalingkan kepalanya kembali ke depan. Layarnya mulai memainkan video keamanan saat pesawatnya bergemuruh. Ia mendengar mesinnya meraung selagi mereka mulai lepas landas. Namun, Joon Hun masih tidak mengenalinya. Begitu pesawatnya mengudara dengan aman, lampu sabuk pengamannya dimatikan.

Satu suara kecil mengejutkan Soo Hyun. Ia menolehkan kepalanya. Joon Hun hanya membuka sabuk pengamannya dan bersandar ke belakang dengan mata terpejam.

Soo Hyun tidak tahu apa yang harus diharapkan. Kepalanya benar-benar kosong. Ia tidak tahu bagaimana cara mengatasi pria ini, yang mengabaikannya, meskipun ia duduk tepat di sebelahnya.

Soo Hyun akan berbohong apabila ia mengatakan ia tidak memikirkan tentang Joon Hun di saat ia pergi. Akan bohong untuk mengatakan bahwa ia tidak pernah merindukan Joon Hun.

Joon Hun adalah alasan mengapa ia menangis sewaktu mendaki pegunungan di Peru. Ia memikirkannya selagi ia menyaksikan matahari terbit di tempat seindah itu. Tak peduli seberapa keras ia berusaha, Joon Hun akan datang ke dalam mimpi-mimpinya. Ia nyaris dapat mendengar Joon Hun bernapas di sampingnya. Karenanya, tidur pun menjauhinya.

Terlepas dari seberapa banyak ia berpura-pura baik-baik saja, terlepas dari seberapa banyak ia berpura-pura untuk bahagia, itu tidak masalah. Meskipun ia mengunjungi banyak tempat, walaupun ia tersapu oleh semua orang asing yang ditemuinya, sepotong hatinya selalu tinggal bersama Seo Joon Hun.

Mata Joon Hun sewaktu ia menatapnya, ketika mereka pertama bertemu. Punggung Joon Hun selagi ia berbalik pergi acuh tak acuh. Tangannya sewaktu ia mengancingkan kancing lengan saat ia bersiap-siap pergi bekerja. Penampilannya sewaktu ia pulang dari kantor dan keluar dari lift. Soo Hyun mengingat itu semua.

Ia tidak melupakannya satu saat pun. Joon Hun masih ada dalam kenangannya.

Mesin pesawat mendengung. Lampunya meredup di dalam kabin. Apakah itu semua mimpi yang berlalu? Apakah cinta yang diyakininya terjamin sudah berubah?

"Apa yang kita berdua dapatkan dari semua ini?"

Yuan teringat gumaman Tae Kyung-oppa. Ia bertemu dengannya dua bulan yang lalu di Madrid.

"Eri pergi."

Nyaris tenggelam dalam alkohol, kakaknya memberitahunya.

"Aku dengar, ia hidup baik-baik saja bersama seorang pria bernama Derrick."

Pada akhirnya, Eri meninggalkan kakaknya. Cinta yang bertahan selama lebih dari sebelas tahun menghilang, begitu saja. Selagi kakaknya menuangkan minuman lain untuknya sendiri, ia tidak terlihat senang sama sekali. Cinta tidak mungkin bagi orang-orang seperti mereka. Mereka telah menyakiti terlalu banyak orang di sekitar mereka demi balas dendam.

"Apa yang kita lakukan sekarang?"

Bahkan, setelah mendapatkan pembalasan dendamnya, kakaknya tampak tersesat. Ia seharusnya merasa lega sekarang, karena semuanya sudah selesai, tetapi ia sama sekali tidak merasakan kelegaan. Terlepas dari berapa kali ia memberitahu dirinya sendiri bahwa ini semua demi ibunya, hatinya terasa sakit sekali seolah-olah dicabik-cabik.

Soo Hyun tidak bisa mengatakan apa-apa. Diam-diam ia menuangkan minuman untuknya sendiri. Kakaknya harus menemukan jalannya sendiri sekarang. Dan hal yang sama berlaku untuknya.

Akan salah bagi mereka untuk kembali dan melihat orang-orang yang telah mereka tinggalkan.

Apakah Joon Hun juga berpikir demikian? Apakah ia merasa lega sekarang, karena mereka sudah berpisah? Apakah Joon Hun mulai meragukan perasaannya untuk Soo Hyun? Kini, karena semuanya sudah diselesaikan, apakah Joon Hun menyadari apa yang benar-benar ada dalam hatinya? Apakah ia tidak mampu memaafkan wanita yang ikut andil dalam kematian ayahnya?

"... Aku mencintaimu."

Ia teringat kata-kata yang dibisikkannya kepada Joon Hun di hari terakhir itu. Jantungnya berdebar-debar.

Di waktu yang bersamaan, banyak kenangan yang mulai menusuk hatinya. Ciumannya, tatapannya, tangannya. Caranya memeluk dirinya. Napas beratnya yang menggali ke dalam hatinya. Kenangan-kenangan ini yang membuatnya merasa seolah ia berada di surga sekaligus di neraka. Ia teringat suara mabuk cinta pria itu yang berbisik, 'Aku mencintaimu'.

Apabila Joon Hun sungguh berubah pikiran, ia tidak akan sanggup menerimanya. Tak peduli seberapa bebasnya ia menjelajahi bumi ini, kalau ia tidak memiliki hati Joon Hun, Soo Hyun tidak akan bisa lagi menjadi Soo Hyun.

2 komentar:

  1. Aq memahami situasi di cabin itu, pastinya Yuan berasa antara kayak mau lari tp juga msh pengen tetep tinggal 😆

    BalasHapus
    Balasan
    1. Galau gundah gulana lah pokoknya wkwkwk uda negor tp dikacangi hahahaha

      Hapus