The Man's Perfect Wife - Chapter 16 Part 2
Hujan turun.
Orang-orang yang datang untuk berkabung demi yang sudah meninggal pun diam. Wajah keras mereka yang dingin hanya melihat ke bawah di tanah. Mereka tidak mengatakan apa-apa.
Mengenakan setelan jas hitam, Joon Hun tampak pucat. Ia berdiri di bagian paling depan dan tampak down. Di belakangnya, Seo Moon Hyuk entah mengapa terlihat gelisah. Musim hujan yang lebat membasahi sepatu mahal semua orang, tetapi tidak ada yang mengeluh.
Waktu berlalu. Joon Hun melakukan tugasnya dengan tenang. Tak peduli badai apa yang tengah terjadi di dalam, sekarang ini, ia adalah penerus Hyun Jin. Para tamu menghampirinya dan memberikannya kata-kata penghibur yang tipikal, tetapi ia terus mendengarkan dengan serius dan penuh perhatian.
Akhirnya, pemakamannya selesai, dan semua tamu masuk ke mobil hitam mereka dan pergi. Hujannya mulai turun lebih lebat, dan atmosfer berat menekan sekeliling mereka.
Di dunia yang abu-abu ini, Joon Hun tertinggal sendirian bersama ayahnya.
Memegangi sebuah payung, Joon Hun memperhatikan dingin sewaktu para pekerja mulai menyekop tanah basah di atas peti mati itu.
Kenapa kau melakukannya?
Begitu banyak pertanyaan mulai melintas dalam benaknya, tetapi satu pertanyaan yang sangat jelas.
Mengapa kau melakukannya?
Mengapa kau menyerahkan keberadaan Kang Yi Na kepada Min Dae Yup?
Mengapa kau melakukan hal semacam itu?
Mengapa kau melakukan hal semengerikan itu?
Orang mati tidak berbicara. Lebih baik seperti itu. Penderitaan dan kekacauan adalah sebuah beban yang tertinggal untuk yang hidup. Membuang semua tanggung jawabnya kepada mereka yang tertinggal, ayahnya sudah terbebas dari rantai yang membelenggunya dan melarikan diri.
Joon Hun tidak bisa memaafkannya.
Ia menggertakkan giginya.
Lebih daripada waktu lain dalam hidupnya, ia merasakan kebencian yang luar biasa terhadap ayahnya.
Tiba-tiba saja, Joon Hun mendengar suara di belakangnya. Karena firasat, ia pun berbalik. Ia melihat Yuan berdiri di sana, memegangi sebuah payung hitam. Ia pastinya sudah menderita selama ini. Ia kehilangan berat badan. Segera setelah ia melihat wajah kurusnya, Joon Hun merasakan sesuatu yang melonjak dalam dirinya. Ia mencengkeram payung yang ada di tangannya.
Yuan tidak mengatakan apa-apa.
Belasungkawa atau etiket yang klise tidak ada gunanya. Yuan hanya memandangi wajah Joon Hun dan peti mati Presiden Seo yang tertutup oleh tanah yang basah. Wajahnya begitu pucat, begitu keras, hingga Joon Hun hampir tidak bisa menahannya.
Mereka berdiri seperti itu untuk waktu yang lama. Hujannya terus turun. Rintik hujan itu mengalir menuruni payung dan menetes ke makam.
Joon Hun tiba-tiba teringat hari pertama ia bertemu dengannya. Ia sudah cemas kalau wanita itu akan jatuh hati padanya. Mereka adalah pasangan kawin kontrak, bukannya Romeo dan Juliet.
Senyum samar menyebar di bibirnya. Tidak semestinya ia berpikir seperti itu. Takdir bekerja dengan cara yang misterius. Tidak ada yang mengetahui lika-liku apa yang akan menghampiri mereka.
Ia masih ingat dengan jelas, wajah pucat Yuan sementara ia duduk dengan anggunnnya di depan latar bunga magnolia yang bermekaran. Ia teringat bagaimana Yuan berjalan ke arahnya sebagai seorang pengantin wanita di pesta pernikahan mereka. Bagaimana Yuan duduk di depan bunga-bunga wisteria malam itu, seakan-akan ia adalah ilusi.
Joon Hun tidak menyadari bahwa ia perlahan-lahan jatuh cinta selama ini.
Ia tidak mengetahui betapa liciknya cinta itu. Betapa kejamnya.
Setelah kau terjatuh, sangat sulit untuk bangkit kembali. Tak peduli seberapa banyak penderitaan dan rasa sakit yang disebabkannya, kau tidak bisa membuangnya begitu saja. Ia mengetahui ini sekarang.
Tak peduli apa yang terjadi di antara mereka, ia tidak akan pernah mampu melupakan bayangan yang dimilikinya tentang Yuan ketika pertama mereka bertemu.
Ia hampir tidak tahan selagi ia memperhatikan istrinya berdiri di tengah hujan, air mata mengalir menuruni wajah pucatnya.
Joon Hun menjatuhkan payungnya dan berjalan ke arahnya. Ia memeluk Yuan erat-erat di dadanya. Yuan juga berjalan ke arahnya. Hujan membasahi pasangan itu. Mereka berdua gemetaran. Mereka berdua menangis, tetapi air mata mereka bercampur dengan hujan.
"... Maafkan aku." Bisik Joon Hun.
"Yuan, maafkan aku."
"Aku juga minta maaf."
"Apa yang mungkin membuatmu minta maaf?"
"Semuanya ... Aku minta maaf untuk semuanya, Joon Hun-ssi."
Mereka seperti orang bodoh. Meskipun tidak ada satu pun dari ini yang merupakan kesalahan mereka, merekalah yang berakhir menderita.
Kapan semuanya berubah jadi rumit begini? Jika saja mereka tidak bertemu. Jika saja mereka lebih waspada untuk mendekati satu sama lain, apakah mereka dapat menghindari semua ini?
Kalau saja mereka bisa sepenuhnya saling membenci. Kalau saja mereka menarik garis dan menjalani kehidupan sebagai orang asing sepenuhnya. Namun, mereka tidak sanggup melakukannya.
Dosa Seo Joon Hun adalah karena ia adalah Seo Joon Hun. Dosa Min Yuan adalah karena ia adalah Min Yuan. Kejahatan mereka adalah terlahir sebagai diri mereka. Yuan memejamkan matanya erat-erat. Rintik hujan terus menuruni wajahnya seiring dengan air matanya.
***
Yuan tidak tahu bagaimana ia naik ke mobil. Joon Hun menarik tangannya dan mereka berdua di dalamnya. Tetesan hujan mengenai atap mobil sebelum mengalir turun di jendela. Yuan mendengar mesinnya menyala. Mereka mulai berpacu menuju ke tujuan yang tidak diketahui.
Di luar sana gelap. Lampu jalanan yang pucat tampak berubah melalui jendela yang basah. Yuan menatap ke luar kaca depan dengan tenang. Ia ingin melarikan diri seperti ini, hanya mereka berdua.
Berapa lama mereka di jalan? Ia tersentak saat ia bangun. Mobilnya sudah berhenti di depan sebuah tebing.
Yang dapat dilihatnya di depannya adalah langit yang biru. Yuan jadi gugup dan melihat Joon Hun.
Mengapa mereka datang kemari?
"Ada sesuatu yang harus kuberikan padamu."
Joon Hun berbisik dengan suara yang rendah. Ia menolehkan kepalanya dan menatap Yuan. Wajahnya kuyu. Tampaknya, ia juga menderita.
"Apa itu?"
"Ayahku meninggalkan sepucuk surat untukmu."
Mendengar kata-kata itu, tubuh Yuan pun menegang.
"Aku tahu itu menyakitkan. Tetapi ada hal penting yang tertulis di dalamnya. Aku ingin kau melihatnya."
Ia meraih ke belakang dan mengambil sebuah amplop. Ia menyerahkannya pada Yuan. Dalam pencahayaan yang redup, Yuan sudah berubah sepucat seprei selagi ia melihat ke amplop itu. Apakah ia harus membaca ini? Kebencian yang gelap mulai meluap di dalam dirinya, tetapi ia tidak bisa mundur.
"Bacalah. Kumohon."
Mendengar ucapannya, Yuan membuka amplop itu dengan hati-hati.
***
Yuan Sayang,
Di saat kau membaca ini, aku sudah meninggalkan dunia ini. Aku tidak tahu apa yang dapat kukatakan kepadamu. Tetapi tolong dengarkan kata-kata terakhirku yang diiringi dengan kematianku.
Aku minta maaf. Maafkan aku untuk segalanya.
Aku tahu bahwa aku tidak mungkin bertobat untuk dosa-dosa yang kuperbuat terhadap ibumu karena keegoisan bodohku.
Dosa dari mengungkapkan keberadaan ibumu kepada Min Dae Yup, dosa karena membawa semua ketidakberuntungan ini kepadamu. Untuk dosa-dosa ini, aku akan memohon pengampunanmu melalui kematian.
Tetapi, Yuan, aku tidak pernah menodai ibumu. Aku bersumpah padamu, itu bukan aku. Mana mungkin aku melakukan hal semenjijikkan itu kepadanya?
Itu adalah Seo Moon Hyuk. Aku tahu bahwa adik lelakiku telah melakukan hal semacam itu. Aku mendengar desas-desus bahwa Min Dae Yup melakukan sesuatu seperti ini, tetapi aku tidak pernah mengetahui Moon Hyuk juga terlibat sampai baru-baru ini. Ketika aku mengetahui bahwa bajingan itu juga tertarik untuk memilikimu, aku cepat-cepat mengatur pernikahanmu dengan Joon Hun.
Tolong percayalah padaku. Itu adalah kebenarannya. Aku tahu kalau ini adalah alasan yang menyedihkan. Bagaimana mungkin aku bisa membawa dosa itu bersamaku selagi aku menjadikanmu sebagai menantu perempuanku?
Dengan tulus aku memohon pengampunanmu karena tidak mengusir adik lelakiku atas apa yang diperbuatnya. Aku sedang mendorongnya, menekannya selangkah demi selangkah, tetapi aku rasa aku tidak bisa bertahan lebih lama lagi. Aku akan serahkan sisanya pada Joon Hun.
Surat ini, kenyataan ini, dan kemalangan ini ... Aku berencana untuk meninggalkannya semua kepadamu sewaktu aku meninggalkan dunia ini. Aku benar-benar menyesal. Aku tahu bahwa aku tidak akan pernah bisa membayarmu meski dengan kematian, tetapi yang dapat kukatakan adalah bahwa aku minta maaf.
Seo Jae Hyuk.
***
Yuan membeku sementara ia membaca surat itu. Ia membacanya satu kali, tetapi tidak bisa memahaminya, jadi ia membacanya lagi. Itu adalah surat yang memusingkan, dimana Seo Jae Hyuk telah menuangkan segala kekacauan dan penderitaan yang dirasakannya sebelum ia meninggal. Namun, satu hal yang benar.
Itu adalah Seo Moon Hyuk?
Pria yang telah menodai ibunya adalah Seo Moon Hyuk?
Yuan bingung. Ia kira, ia sudah pasti melihat Seo Jae Hyuk ... Tetapi itu terjadi 13 tahun yang lalu, dan ia hanya menangkap sekelebatnya melalui pintu lemari pakaian. Terkejut dengan adegan yang menjijikkan itu, Yuan memejamkan matanya dan menutup telinganya. Ia bisa saja salah mengira Seo Jae Hyuk dengan Seo Moon Hyuk. Keduanya terlihat sangat mirip.
"Isi dari surat ini benar. Sudah pasti bukan dia. Ayahku ... punya sebuah penyakit. Ia tidak bisa memeluk seorang wanita dengan pantas. Itulah mengapa ia tidak pernah menikahi wanita lain setelah ibuku."
Apa? Mata Yuan membelalak.
"Itu adalah rahasia terdalam ayahku. Sudah pasti bukan dia, Yuan. Jika kau mau, aku bahkan akan menunjukkan padamu catatan medisnya."
Itu ...
Pucat pasi, Yuan menatapnya. Maka, selama ini, itu benar-benar Seo Moon Hyuk?
"Aku bukannya mencoba untuk meremehkan penderitaan yang dilalui ibumu ataupun penderitaan yang dijalani olehmu dan Lee Tae Kyung. Ayahku benar-benar berencana untuk menghukum pamanku."
Yuan menatapnya sementara air mata mulai terbentuk di matanya. Ia merasa seolah beban yang besar telah terangkat dari pundaknya. Hanya memikirkan bahwa ayah Joon Hun telah melakukan itu kepada ibunya, sudah membuat hatinya merasa muak sekali.
Akan tetapi, ini tidak menyelesaikan apa pun. Selain itu, Presiden Seo Jae Hyuk juga telah meninggal dunia karena semua ini.
"Aku tidak tahu apa yang harus dilakukan."
Yuan menutupi wajahnya dengan tangannya. Ia sungguh tidak tahu apa yang harus dilakukan. Ia tidak tahu bagaimana caranya untuk melanjutkan. Tiba-tiba saja, Joon Hun menarik tangannya dan menurunkan mereka.
"Yuan. Lihat aku. Tatap aku baik-baik."
Ia bergumam pelan. Yuan mengangkat matanya dan menatapnya. Selagi ia dengan lembut memegang tangannya, Joon Hun berbisik.
"Mari lupakan masa lalu."
Sungguh klise. Akan tetapi, itulah kata-kata yang perlu mereka dengarkan sekarang ini.
"Aku adalah seorang pria yang memiliki kekurangan. Aku tidak pernah mempercayai cinta dan berhati-hati tentang pernikahan. Aku adalah sampah yang hanya memikirkan tentang keuntungan dan uang. Aku tidak tahu konsekuensi yang akan timbul dari tindakanku. Aku tidak mengetahui rasa sakit yang kutimbulkan pada orang lain selama aku menjalani kehidupanku."
"Joon Hun-ssi."
Yuan mengernyit. Sama saja dengannya. Ia juga menggunakan Joon Hun dan pernikahan mereka. Untuk balas dendam, ia membenarkan semuanya. Ia membuat kesalahan. Ia mendendam dan membenci. Ia berpikir, sudah pasti orang akan terluka selama prosesnya.
Namun, pada akhirnya, semuanya menjadi pelakunya, dan semua orang menjadi korbannya. Apakah tidak ada jalan lain? Apakah tidak ada pilihan yang lebih bijaksana? Melihat ke belakang, Yuan penuh penyesalan. Semua orang jadi terluka.
"Jangan menyesali jalan yang kita tempuh. Jangan melihat kembali pada sesuatu yang tak dapat kita ubah. Tidak akan ada hal yang bagus dengan memikirkannya. Tidak akan ada yang lebih baik hanya karena kau menderita."
Ia mengangkat pandangannya dan menatap Yuan. Ia menggenggam tangannya sedikit lebih kuat.
"Langkah kita selanjutnya akan menjadi sangat penting. Aku sudah memutuskan hanya akan fokus pada itu. Hal yang paling penting sekarang ini adalah kau dan aku. Jangan pikirkan tentang ayahku atau ibumu. Sekarang ini, pikirkan saja tentang kita."
Genggamannya mengerat lagi. Kemudian, ia mencium tangan Yuan.
"Min Dae Yup, Seo Moon Hyuk. Mereka akan jatuh dengan tanganku sendiri. Aku akan menghancurkan mereka sepenuhnya. Aku akan menginjak-injak mereka supaya mereka tidak akan pernah melakukan sesuatu seperti ini lagi. Jadi ... kau harus meninggalkanku."
Yuan tersentak kaget selagi matanya melebar.
Joon Hun sedang menatap ke dalam matanya. Ia masih tidak benar-benar mengetahui apa itu cinta. Tetapi, ia tidak ingin ada yang menyakiti Yuan lagi. Peristiwa yang memuakkan yang harus dilaluinya ... Joon Hun tidak mau Yuan menjalani mereka lagi.
Ia ingin Yuan untuk berbahagia. Ia ingin Yuan bebas. Ia tidak akan pernah melupakan bagaimana rupa wajah Yuan sewaktu ia memandang keluar jendela selama pendaratan darurat. Ia mau Yuan mengambil jeda waktu dari rasa sakit dan penderitaan untuk sembuh.
Ia ingin Yuan sehat. Ia akan melakukan apa pun untuk membuat Yuan tersenyum tulus.
Ia teringat bagaimana Yuan tertawa ketika ia berada di sisinya. Meskipun Yuan mengenakan busana yang sangat mahal, senyumannya, semuanya palsu. Joon Hun tidak pernah mau melihat Yuan seperti itu lagi.
"Apabila itu untukmu, aku akan melakukan apa saja. Tidak ada yang akan menyakitimu lagi. Aku tidak akan pernah memaafkan siapa pun atau apa pun yang menyakitimu."
"Joon Hun-ssi."
"Pergilah ke tempat lain. Hiduplah dengan bebas. Jangan khawatir, aku akan mengurusi sisa pembalasan dendammu. Itu akan menjadi pertarungan yang intens dan menjijikkan. Aku tidak ingin kau menjadi bagian dari pertarungan ini lagi. Jangan cemaskan soal apa pun. Makan yang baik. Tersenyumlah setiap hari. Melukis dan lakukan apa pun yang ingin kau lakukan."
Yuan tidak bergerak dan terus memandanginya.
"Bagaimana bisa aku melakukan itu?"
"Tentu saja kau bisa."
"Tapi ..."
"Kau bisa melakukannya, Yuan."
Joon Hun tertawa lembut dan berbisik seolah ia sedang melafalkan sebuah perintah.
"Kau bisa melakukannya, Yuan. Tinggalkan ibumu. Tinggalkan ayahku. Tinggalkan kenangan yang memuakkan, kebencian, dan dendam. Itulah satu-satunya cara kau dapat melanjutkan hidup. Itulah satu-satunya cara aku bisa hidup. Tak peduli apa pun itu, cukup lakukan saja apa yang kau inginkan. Kunjungi tempat-tempat yang ingin kau lihat, dan cobalah hal-hal yang selalu ingin kau lakukan."
"Joon Hun-ssi."
"Katakan padaku kau akan melakukannya. Itulah yang kuinginkan. Tidak bisakah kau melihatnya?"
Mata Yuan goyah sementara ia memandanginya.
Sanggupkah ia benar-benar melakukan itu?
Sanggupkah ia menyerahkan segala bebannya pada Joon Hun dan pergi?
Apakah ini masuk akal?
Yuan tidak tahu. Tetapi, Yuan hanya memiliki Joon Hun.
Tiba-tiba saja, cahaya matahari yang jernih menyinari wajah Joon Hun. Terkejut, Yuan menolehkan kepalanya, menemukan bahwa matahari yang terang sudah mulai menusuk langit yang gelap. Tidak dapat membedakan mereka sebelumnya, akhirnya Yuan dapat melihat lautan ungu yang terpisah dari langit biru tua.
"Ah ..."
Bibir Yuan menganga selagi ia melihat ke arah matahari.
Matahari yang cerah terbit tepat waktu. Yuan merasa seolah semuanya terlahir kembali. Ia mengigit bibirnya. Bumi berputar mengelilingi matahari, tetapi itu tidak pernah berputar di tempat yang sama. Matahari juga sedang bergerak di galaksi yang besar ini. Barangkali, setiap hari benar-benar adalah hari yang baru, tempat yang baru, sewaktu mereka bepergian bersama dengan matahari.
Mampukah ia melakukannya?
Yuan mengeratkan genggamannya di tangan Joon Hun.
Mampukah ia benar-benar memulai dari awal? Terbebas dari balas dendam? Bisakah ia memilih cinta daripada kebencian? Bisakah ia meninggalkan tempat ini dan menemukan dirinya sendiri? Sanggupkah ia benar-benar melakukannya? Bisakah ia menguji cinta mereka seperti ini?
Joon Hun menatapnya. Melalui semua rasa sakit, ada kekuatan yang muncul di mata Yuan. Meskipun ia berubah, Joon Hun harus menerimanya. Yuan mengangkat wajahnya dan menekankan bibirnya ke bibir Joon Hun.
"... Aku mencintaimu."
Kalimat singkatnya seperti mengejutkan hatinya yang babak belur. Keduanya terus menatap satu sama lain.
"Aku juga ... Aku mencintaimu, Yuan."
Pernyataan itu mulai mengalir bersama air mata mereka. Joon Hun menurunkan bibirnya ke bibir Yuan. Matahari menembus lautan dan bumi. Cahayanya dengan lembut menyinari mereka.
(T/N : update terakhir-chapter 17+epilog-tanggal 7 Oktober 2020)
0 comments:
Posting Komentar