The Man's Perfect Wife - Chapter 13 Part 2
Semua orang mulai bangkit dari tempat duduk mereka untuk keluar dari pesawat. Sebuah bus akan membawa mereka ke sebuah hotel yang disediakan oleh perusahaan penerbangan tersebut. Tidak ada yang mempedulikan penderitaan si pramugari. Merasa kesal, Joon Hun baru saja akan bangun dan ikut campur, ketika ...
"Hei, Jung Se Na."
Seseorang memanggil nama wanita itu dengan tidak sopan, mengejutkan semua orang yang ada di dalam kabin. Semua orang menghentikan apa yang sedang mereka lakukan. Joon Hun pun sama. Ia mengira ia salah dengar, tetapi itu sudah pasti ...
"Siapa yang mengatakan itu?"
Jung Se Na melonjak dari tempat duduknya dan berteriak. Yuan, yang duduk di sebelah Joon Hun, bangkit berdiri. Joon Hun dikejutkan oleh tatapan tajam di matanya.
"Siapa kau?"
"Kau tidak perlu tahu siapa aku. Yang penting adalah bahwa aku tahu siapa kau, dan aku juga mengenal kakekmu dengan sangat baik."
Jung Se Na tersentak. Kakek Se Na merupakan pendiri perusahaan keluarga. Presiden Jung terkenal sangat ketat pada keluarganya.
"Bagaimana kau mengenal kakekku?"
"Nomor telepon pribadinya adalah 010-***-****. Ia adalah sesama anggota dewan untuk Proyek Beasiswa Eo Hwa Dang, jadi, mana mungkin aku tidak mengenalnya?"
Dengan ucapan Yuan, akhirnya Jung Se Na menutup mulutnya.
"Kapan pun aku bertemu kakekmu, ia hanya memujimu. Apakah ia tahu kau kemana-mana, bertingkah seperti ini?"
"Ha, beraninya kau ...?"
"Beraninya aku?"
Yuan berjalan ke sana dan berdiri tepat di hadapan Jung Se Na.
"Apa kau seorang putri? Beraninya kau? Tidakkah kau melihat kalau kita harus kembali ke bandara dikarenakan masalah keselamatan? Seorang pramugari dari perusahaan penerbangan, bertindak sebagai seorang pramugari sekaligus seorang petugas keselamatan. Jika kecelakaan yang lebih besar terjadi karena dirimu, maka, siapa yang akan bertanggung jawab? Ayahmu? Atau mungkin kakekmu?"
Yuan melotot dingin pada wanita itu. Matanya begitu tajam hingga Jung Se Na mundur selangkah ke belakang.
"Seluruh kelakuan tololmu itu sekarang ini tengah direkam oleh kamera keamanan itu. Apa kau pikir, pramugari ini tidak mengetahui itu dan hanya berlutut di depanmu selagi ia dipukuli terus-menerus?"
Terkejut, Jung Se Na melihat ke arah dimana Yuan menggesturkan. Benar-benar ada sebuah kamera di sana.
"Kamera itu ada, karena orang-orang seperti dirimu. Sadarlah, Jung Se Na. Kalau kau tidak mau dipermalukan, segera minta maaf pada pramugari itu."
"Apa? Jalang gila ini ..."
"Ha, jalang gila? Haruskah aku menunjukkan padamu, seperti apa gila itu?"
Ya Tuhan. Seo Joon Hun dengan cepat keluar dan mencoba untuk menghentikan kedua wanita itu. Tidak ada yang tahu bagaimana ini akan terungkap apabila ia tidak ikut campur. Jung Se Na memelototi Yuan selagi ia mundur, tetapi tiba-tiba saja, Yuan tampak tenang dan seimbang.
"Yuan ..."
"Maafkan aku. Tetapi wanita itu adalah tipe orang yang baru akan mengerti setelah ia diberikan pelajaran ..."
Tercengang, dan sedikit terhibur, Joon Hun menatapnya. Di saat inilah, si kepala pramugara, yang sedari tadi menonton, akhirnya maju dan menundukkan kepalanya.
"Aku minta maaf. Ini kesalahan kami ..."
Ia berbalik dan melihat ke bawah pada si pramugari yang dipermalukan.
"Apa yang masih kau kerjakan di sini? Kembali."
Melihat ini, wajah Yuan pun kaku. Tidak menyadari ketidaksenangan Yuan, si kepala pramugara berbalik dan mulai merendahkan diri.
"Silakan keluar dari pesawat. Kami akan membawa seluruh penumpang VIP ke hotel dalam waktu singkat. Apabila kalian istirahat sebentar, pesawat lainnya akan datang menjemput kalian."
"Aku tidak apa-apa."
Yuan berbicara sedikit dingin.
"Tetapi ..."
Si kepala pramugara perusahaan penerbangan itu mendadak kehabisan kata-kata.
"Aku baik-baik saja. Aku akan menunggu di sini, di bandara."
"Dikarenakan kondisi cuaca, pesawat berikutnya akan sampai esok hari."
"Tidak masalah. Bajuku cukup untuk menghangatkanku."
Ia menggesturkan ke mantelnya. Joon Hun menilai situasi dengan bijaksana dan berkata.
"Kami sungguh baik-baik saja sendiri, jadi silakan bantu penumpang lainnya. Istriku dan aku akan tetap di bandara."
Pesawat ini memiliki lebih dari 400 kursi, dan banyak dari mereka yang merupakan lanjut usia atau cacat.
"Kami tidak bisa melakukan itu, Pak. Silakan kembali ke hotel. Kami akan merasa lebih baik apabila kalian melakukan ..."
Tiba-tiba saja, Yuan menunjuk ke arah seorang anak kecil yang baru saja melewati pintu.
"Apa kau melihat anak kecil di sebelah sana? Sepertinya ia berumur tiga tahunan, kan? Ia sudah gemetaran di dalam pesawat ini selama dua jam. Tolong bantu anak itu turun pesawat duluan."
"Iya, ah ... Itu ..."
"Aku akan melaporkanmu."
Mata si kepala pramugara pun membelalak mendengar ucapannya.
"Maaf?"
"Aku akan memberitahukan pihak berwenang tentang bagaimana K Airlines mengurusi penumpang mereka seperti ini."
Mendengar ucapannya, si kepala pramugara langsung menegakkan diri dan berlari ke arah anak itu.
"Apa yang kau rencanakan?" tanya Joon Hun, benar-benar penasaran.
"Apa maksudmu? Aku akan menunggu di bandara."
Dengan kata-kata itu, Yuan berjalan menuruni lorong dan keluar dari pesawat.
Bandara Murung lebih kecil daripada sebuah stasiun bus. Di luar jendela, langit hitam membentang sejauh mata memandang. Penumpang-penumpang yang menggerutu mulai ditenangkan. Yuan dan Joon Hun duduk berseberangan di bandara, seperti gelandangan, diam-diam menatap ke luar jendela.
Kursi plastik itu sangat tidak nyaman. Bandaranya dingin, dan cuaca di luar tampak mengerikan. Tetap saja, Yuan merasa gembira dan senang. Ia belum pernah pergi ke suatu tempat sendirian sebelumnya. Meskipun ia di tengah antah-berantah di suatu kota yang tidak akrab, ia menyukainya.
Jadi, seperti inilah rupa padang rumput.
Kalau memungkinkan, Yuan mau meninggalkan bandara dan mencoba untuk menjelajah di luar sana. Ia ingin merasakan angin dingin yang kuat di wajahnya dalam hutan belantara. Kapan ia akan bisa berpergian kemari dengan santai?
"Apa yang sedang kau pikirkan?"
Tiba-tiba saja, ia mendengar suara Joon Hun. Kaget, ia menoleh. Joon Hun tidak mengalihkan matanya dari laptopnya selagi ia mengajukan pertanyaan itu.
"Apa?"
"Kau terlihat seolah kau ingin pergi keluar sekarang ini. Mengapa kau mau melakukan itu ketika tampak begitu mengerikan di luar sana ...?"
Yuan menatapnya dalam diam sebelum kembali melihat ke luar jendela. Hutan belantara yang tandus dan mengerikan, membentang di hadapan matanya. Apakah ia sungguh ingin pergi keluar?
"Aku mau pergi." Tiba-tiba Yuan menjawab.
Joon Hun berpikir, Yuan kedengaran aneh dan mengangkat satu alis. Akan tetapi, Yuan tidak begitu mempedulikannya dan melanjutkan.
"Sekali saja ... aku ingin hidup dengan bebas."
"Jika orang lain mendengarmu, mereka akan berpikir kalau kau hidup dalam penawanan."
"Mereka tidak salah." Yuan tersenyum kecil.
"Kita semua ditekan oleh kenyataan kita masing-masing. Keluarga, tanggung jawab, orang, tugas-tugas kita ... Itu semua mungkin tidak ada gunanya, tetapi ... aku merasa belum pernah hidup untuk diriku sendiri."
"Apakah itu yang kau pikirkan?"
Mendengar pertanyaanya, Yuan menatapnya dengan tenang. Bagaimana ia harus merespon? Hal-hal yang mengikatnya. Apakah Joon Hun akan mengerti jika ia memberitahu padanya bahwa ia ingin melarikan diri dari rasa sakit dan balas dendam yang mengikatnya?
"... Iya."
Yuan menjawab diam-diam. Joon Hun menatapnya dalam diam sebelum berbicara.
"Aku pun merasakan hal yang sama."
"Apa?"
"Kadang-kadang, aku juga merasa begitu. Hal-hal yang menahan kita. Jujur saja, kadang kala, mereka tampak begitu remeh. Ketika aku merasa begitu, aku hanya ingin membuang semuanya dan pergi. Kalau aku melakukan itu, itu mungkin sulit karena aku mungkin tersesat, tetapi memulai yang baru di tempat yang baru, tampaknya sepadan. Karena setelahnya, aku dapat mencari tahu, siapakah aku sebenarnya. Kadang-kadang, aku memikirkan tentang itu."
Ini adalah yang pertama bagi Yuan. Berbincang dengan Joon Hun seperti ini.
Mungkin itu disebabkan oleh pendaratan darurat. Mungkin itu disebabkan oleh mesin yang rusak. Atau barangkali, itu disebabkan oleh badai salju yang mengamuk di luar sana, di kota yang asing ini.
Malam itu, Joon Hun dan Yuan membicarakan tentang segala macam hal. Tempat-tempat yang ingin mereka kunjungi, mimpi yang tak tercapai, kata-kata asing yang mereka baca di buku, cerita-cerita dari masa kecil mereka.
"Ah ..."
Akhirnya Yuan mengingat malam itu. Sama halnya dengan Yuan. Malam yang aneh saat pendaratan darurat itu. Setelah malam itu, rasanya mereka jadi lebih dekat. Namun, ketika mereka kembali pada kenyataan di Seoul, semuanya lenyap.
"Apa kau mengatakan bahwa kau merasa seperti ini semenjak saat itu?"
Terhadap pertanyaan Yuan, Joon Hun tertawa pelan.
"Mungkin?"
Kemudian, ia mengelus pipi Yuan.
***
Di depan rumah Joon Hun, Yoon Hee Soo keluar dari mobilnya dan mendongak menatap bangunan itu.
Sebuah rumah batu bata yang antik. Ada cahaya yang berkedip melalui satu jendela di lantai empat. Joon Hun sudah pasti membawa si Yuan sialan itu dalam perjalanan bisnisnya ke Eropa, jadi, siapakah orang yang berada di dalam rumah ini?
Perjalanan bisnis Joon Hun dadakan dan aneh. Proyek Dubai saat ini dalam keadaan darurat. Bahkan, Presiden Seo Jae Hyuk pergi ke Dubai pekan lalu. Mengapa Joon Hun tidak melakukan apa-apa soal ini? Dan kenapa istrinya menemaninya? Mengapa ia membawa Choi Myung dan Derrick bersamanya?
Pasti terjadi sesuatu.
Sekretaris Kang pasti diperintahkan agar menutup mulutnya. Tak peduli seberapa banyak ia mencoba, pria itu tidak akan memberitahukan apa-apa padanya. Karena itu, Hee Soo tidak bisa menebak apa yang sedang terjadi pada Joon Hun.
Alasannya untuk melihat Joon Hun tiap hari sebagai sekretaris Yuan juga sudah menghilang. Karena itu, ia tidak mengetahui rahasia apa yang terjadi di antara pasangan itu lagi.
Hee Soo merasa seolah bagian dalamnya terbakar. Ia jelas-jelas mengetahui bahwa sesuatu terjadi pada Joon Hun, tetapi ia tidak tahu apa itu. Di satu titik, ia merasa seolah mereka adalah teman dekat. Mereka akan bekerja sampai subuh jika diperlukan dan membicarakan segala hal seperti teman dekat. Ia menganggap dirinya sebagai teman kepercayaan Joon Hun yang paling dekat.
"Sekarang, karena aku sudah menikah, aku tidak bisa bersikap dengan cara yang sama di sekitarmu seperti yang kulakukan saat aku lajang, kan? Mari kita menjaga jarak."
Apa? Jarak? Proyek Dubai merupakan ide mereka berdua. Ia betul-betul syok mendengar kalau Joon Hun masuk dalam pernikahan kontrak dengan R&K karena proyek ini.
Ia merasa benar-benar jijik. Ia sudah menembak kakinya sendiri dengan idenya sendiri dan kini Joon Hun sudah menikah.
Hee Soo menggertakkan giginya dan melihat ke atas ke lantai empat. Itu sudah jelas adalah kamar tidur Min Yuan. Siapa yang berada di dalam kamar tidurnya sekarang ini? Ia sudah datang kemari selama dua hari sekarang, dan ia jelas-jelas melihat bayangan seseorang yang bergerak-gerak di dalam. Sekretaris Kang bahkan masuk ke dalam setiap hari untuk menyiapkan makanan.
Hee Soo pergi ke bagian belakang dimana pintu masuk pegawai berada. Ia belum mengembalikan kartu IDnya. Ia menempelkannya di sensor dan berdengung. Ketika ia masuk ke dalam, rumah itu terasa suram ... nyaris seolah tidak ada yang pernah tinggal di sana.
Hee Soo menatap sekitar dengan dingin. Kadang, ia merasa seolah rumah ini adalah miliknya. Jika semuanya berjalan dengan Joon Hun, jika ia bisa menikahinya, semua yang ada di sini akan jadi miliknya.
Hanya memikirkan tentang itu membuat hatinya memerah penuh sukacita. Kapanpun Joon Hun tidak ada di rumah, ia sering masuk ke dalam kamarnya dan menyentuh barang-barang di dalamnya. Ia bahkan berbaring di atas ranjangnya. Ia berhati-hati agar tidak ketahuan, tetapi ia tidak bisa menahan dirinya sendiri.
Kalau bukan karena semua kamera pengintai yang merekam bagian dalam rumah, ia pasti akan lebih sering masuk ke dalam. Kadang-kadang, Hee Soo bahkan dengan cerdasnya memutarkan kameranya agar itu tidak merekamnya, tetapi kalau ia melakukannya terlalu sering, ia akan memicu kecurigaan. Karenanya, ia harus berhati-hati.
Lantai satu sudah pasti kosong. Ia tidak merasakan kehadiran siapa-siapa di lobi yang gelap itu. Jadi, siapa orang yang ada di lantai empat? Hee Soo dengan hati-hati mulai menaiki tangga. Lampu koridornya menyala, tetapi kamera pengintainya mati. Ini sangat aneh. Di Hyun Jin, kemanan adalah yang paling penting, ini mustahil.
Tiba-tiba saja, ia mendengar satu suara.
Itu adalah suara gelisah seorang pria.
"Eri, katakan dengan jelas. Kau sedang memberitahukan padaku bahwa semuanya berada di Swiss sekarang ini?"
Terkejut, Hee Soo menahan napasnya. Suara itu terus timbul-tenggelam, sehingga ia harus menajamkan pendengarannya.
"Apa kalian semua sudah tidak waras? Kenapa kalian membawa Seo Joon Hun ke tempat seperti itu? Meskipun Yuan bersikeras, kalian semestinya menahannya."
Seo Joon Hun? Yuan?
Tubuh Hee Soo menegang.
Masalah apa yang menjebak Joon Hun? Seseorang harus menahan Yuan? Maka, bukankah itu berarti kalau Yuan melakukan sesuatu pada Joon Hun? Apa yang dilakukannya?
Api menyala di mata Hee Soo. Siapa pria ini? Siapa dia dan kenapa ia berada di dalam kamar tidur Min Yuan? Rumah ini punya dua kamar tamu yang dapat digunakannya. Namun, pria ini dengan tidak tahu malunya, malah menggunakan sebuah kamar tidur kepunyaan pemilik rumah.
Hee Soo memelankan napasnya dan berjalan di sepanjang koridor.
Pria itu terus berbicara sementara ia mondar-mandir. Hee Soo menghampiri celah pintu dan melihat ke dalam. Akhirnya, ia dapat melihat sosok pria yang sedang mondar-mandir di dalam kamar.
"Pokoknya, awasi Seo Joon Hun dengan cermat. Kalau ia melakukan hal yang aneh, segera telepon aku. Iya. Baiklah. Bye."
Hee Soo hanya bisa melihat punggung pria itu. Ia sedang memakai piyama longgar dan dengan satu belat di satu kakinya yang dibungkus perban. Tampaknya ia juga terluka di bahunya. Setelah mengakhiri teleponnya, pria itu melihat ke bawah ke lantai dan sepertinya melamun.
"Kurasa ..."
Ia bergumam. Suaranya terdengar pahit dan dingin.
"Bagaimanapun juga, setelah kita selesai memanfaatkan Seo Joon Hun, kita akan menyingkirkannya."
Hee Soo merinding. Ia begitu terkejut sampai-sampai ia bahkan tidak bisa bernapas. Siapa bajiangan ini? Siapa dia, mengatakan sesuatu seperti itu sementara berada di dalam rumah Joon Hun? Siapa sebenarnya dia?
Tiba-tiba saja, pria itu berbalik. Melalui celah sempit di pintu, ia bisa melihat wajah pria itu. Hee Soo terkesiap.
Wajah itu ...
"Siapa di sana?!"
Sementara pria itu berteriak, ia tertatih-tatih menuju ke pintu. Hee Soo buru-buru melarikan diri. Pria itu terluka, sehingga ia tidak akan bisa menangkapnya.
Lee Tae Kyung. Hee Soo menggumam sendiri.
Itu sudah pasti Lee Tae Kyung. Pria yang Joon Hun selidiki beberapa bulan yang lalu. Seorang pria yang bekerja untuk R&K. Saat laporan itu menyatakan bahwa ia dan Min Yuan sangat dekat, wajah Joon Hun mengeras.
Mengapa pria itu berada di dalam rumah ini?!
T/N : akhirnya saya sempet update juga untuk cerita ini, maaf ya kalau lama jadinya huhu. Update selanjutnya tanggal 16 September 2020. See ya~
Akhirnya bisa baca lagi🥰
BalasHapusYa ampun, makasih loh uda mau nungguin huhuhu /peluk/
HapusMakasih Ce 🤗😘
BalasHapusMakasih Ce, sehat selalu ya Ce 🤗
BalasHapus