Minggu, 30 Mei 2021

CTF - Chapter 89

Consort of A Thousand Faces

Chapter 89 : Memohon Pada Pangeran Ini


Su Xi-er berlutut di tanah, sama sekali tak mampu merasakan rasa sakit di punggungnya. Ia menengadahkan kepalanya sementara senyuman perlahan terbentuk di roman mukanya.

Awan sudah mulai berkumpul hingga terasa gerimis kecil. Tanpa mempedulikannya, ia tetap membeku di tempat selagi hujannya perlahan-lahan membasahi tiap inci dirinya, setetes demi setetes.

Hujan tampaknya perlahan-lahan jadi lebat, bersama dengan gema guntur di kejauhan yang berangsur mendekat.

Sosok tinggi dan menekan seorang pria pun muncul, menampilkan ekspresi serius di wajahnya. Alisnya yang agak melengkung menunjukkan suasana hatinya kini.

"Su Xi-er, apakah kau tidak menginginkan nyawamu lagi? Bukankah sakit, dipukuli? Dan kini kau membiarkan dirimu basah kuyup di bawah siraman air hujan? Mengapa kau tidak memohon pada Pangeran ini?"

Mungkin, kalau ia membuka mulutnya untuk memohon padaku, aku akan melepaskannya.

"Pangeran Hao, hamba sudah terbiasa dengan perlakuan semacam ini. Daripada mencemaskan tentang diriku, Anda harus segera kembali ke kamar Anda. Dengan tubuh bangsawan dan lemah Anda, bagaimana bisa Anda membiarkan diri Anda basah kuyup tersiram hujan di sini?"

Pei Qian Hao tidak tahu apakah ia mesti marah atau tertawa. Tubuhku lemah? Apakah ia sudah jadi tolol akibat kehujanan?

"Keras kepala!" Pei Qian Hao tiba-tiba saja merasa tak berdaya. Aku bisa melihat cerminan watakku sendiri pada wanita ini. Bukankah itu benar-benar menggelikan?

Tidak memerhatikan Pei Qian Hao, Su Xi-er hanya melihatnya ketika berat jubahnya disampirkan di atas pundaknya. Kedua tangannya diangkat; sebenarnya, tak lama setelah itu seluruh tubuhnya pun berada dalam pelukan besarnya.

"Majulah. Kenapa kau bengong!" Kata-katanya penuh celaan, lalu, Pei Qian Hao pun memaksa Su Xi-er berjalan ke arah kamarnya.

Hujannya jadi semakin lebat, sampai-sampai mereka berdua sepenuhnya basah kuyup setibanya mereka di kamar Pei Qian Hao.

Satu-satunya cahaya di kamar gelap lainnya adalah lilin kecil. Tiap kelipan nyala apinya akan memantulkan tetesan air hujan yang menuruni pipi Pei Qian Hao, menyebabkannya memiliki penampilan berbeda dari kearoganannya yang tenang.

Pei Qian Hao membuka lemari, dengan sembarangan melemparkan pakaian pria padanya. "Lepaskan bajumu dan pakai ini."

Thud! 

Su Xi-er perlahan-lahan memindahkannya dan mengamati baju yang mendarat di kepalanya. Ini adalah ... bajunya. Aku akan mengenakan pakaiannya? Ukurannya saja tidak pas.

Saat Pei Qian Hao melihat darah segar di punggungnya, tanpa sadar ia mengernyitkan alisnya dan menunjuk ke tepian ranjang. "Lepaskan bajumu dan berbaring di sana."

Ia merasa kalau ia harus menemukan sesuatu untuk dikerjakan karena ia tak punya hal lain untuk dilakukan. Su Xi-er pernah bilang begini padaku sebelumnya. "Pangeran Hao, Anda santai sekali tanpa melakukan apa pun."

"Pangeran Hao, apakah Anda berencana membantu hamba mengoleskan obat? Anda tidak perlu melakukannya. Lagipula, Anda adalah orang yang memerintahkan agar hamba dicambuk. Ini adalah apa yang pantas kuterima."

"Su Xi-er, kau tak punya pilihan lain selain mendengarkan perintah Pangeran ini. Kalau kau terus keras kepala, apakah kau percaya kalau Pangeran ini akan melemparkanmu ke pedesaan dan membiarkan serigala melahapmu?"

Melihat keganasan di matanya, rasa sakit di punggungnya jadi semakin jelas. Jika aku tidak menggunakan bubuk obatnya, takutnya aku akan tumbang sebelum aku bisa sampai di Nan Zhao.

Bukankah aku setuju datang ke Nan Zhao karena aku ingin menjumpai orang-orang yang kukasihi dan orang-orang yang kubenci, dan mencari tahu bagaimana keadaan mereka? Hanya dengan pengetahuan yang cukup tentang situasinya barulah aku bisa melindungi orang terkasihku dan menghancurkan musuhku.

Oleh sebab itu, ia tidak melawan dan dengan patuh memperlihatkan punggungnya selagi ia berbaring di tepi ranjangnya.

Setelahnya, Pei Qian Hao memerintahkan seseorang untuk mengantarkan air hangat. Memegangi sehelai saputangan, ia mulai membantunya membersihkan darah yang menutupi lukanya.

Ini pertama kalinya aku merawat seseorang, terlebih seorang wanita. Terlebih lagi, wanita ini. Alasan ia terluka adalah karena diriku ....

Aku benar-benar teringat akan kalimat Su Xi-er dengan mencari hal untuk dilakukan saat aku tak punya hal lain yang lebih baik untuk dilakukan.

Segera setelah bubuk obat sejuk itu dibubuhkan di punggungnya, bubuk itu langsung meresap ke dalam kulit dan meringankan rasa sakitnya yang membakar.

Pei Qian Hao mengelus punggungnya lembut. "Su Xi-er, kita akan berangkat menuju Nan Zhao besok."

Nada bicara menyelidiknya hanya bertemu dengan gumaman kecil persetujuan.

"Su Xi-er, orang macam apakah Pangeran ini di matamu?"

Pei Qian Hao tidak tahu mengapa ia mengajukan pertanyaan ini.

Setelah merenunginya sejenak, Su Xi-er menjawab, "Seseorang yang menyukai gadis cantik, tetapi sebenarnya kejam dan tak berperasaan. Tidak ada seorang pun wanita di Istana Kecantikan yang sungguh-sungguh Anda pedulikan. Dengan status agung dan kekuasaan besar, tak ada seorang pun yang berani membantah Anda. Anda adalah matahari di langit, bersinar dengan gemerlapnya seraya memancarkan sinar Anda tanpa rasa takut. Mereka yang berdekatan dengan Anda hanya akan terbakar hingga mati."

Tangan Pei Qian Hao berhenti. "Matahari? Memang benar, Pangeran ini adalah matahari. Su Xi-er, kau begitu dekat dengan Pangeran ini, apakah kau tidak takut terbakar hingga mati?"

Su Xi-er menggelengkan kepalanya. Kesadarannya sudah buram, ia tidak yakin apakah pemikirannya linglung ataukah ia sengaja bercanda. "Sebaliknya, aku tidak takut terbakar hingga mati, tetapi sebenarnya aku takut membeku hingga mati. Aura di sekitar Anda terlalu dingin."

Ia hanya merasakan kepalanya semakin berat setelah berbicara. Dicambuk, kehujanan, dan kedinginan hingga ke tulang karena anginnya. Walaupun ia sudah memaksakan diri menahannya sampai sekarang, ia tak mampu lagi bertahan, dan dengan cepat tertidur.

Memandangi wajah tertidurnya, Pei Qian Hao memikirkan penampilan pintarnya barusan ini dan mau tak mau jadi bertanya-tanya. Su Xi-er, sebenarnya orang macam apakah dirimu? Kau berani mengatakan hal yang tak berani diucapkan orang lain, dan melakukan hal yang tak berani dilakukan orang lain.

Pei Qian Hao melepaskan pakaiannya dan membantunya berganti pakaian mengenakan bajunya sebelum menutupinya dengan selimut.

Saat ia menyentuh keningnya, ia menyadari gadis ini terserang demam.

Di dunia ini, hanya tubuh seorang wanitalah yang selemah ini.

Pei Qian Hao segera berjalan keluar dari kamar dan memerintahkan pengawal dari Kediaman Pangeran Hao untuk memanggilkan seorang tabib. Pengawal yang dipilih untuk mengerjakan tugas ini tak lain tak bukan adalah orang yang tadi mencambuk Su Xi-er, dan ia sudah menyaksikan semua tindakan Pangeran Hao barusan ini.

Aneh. Dulu, ketika Pangeran Hao menghukum pelayan, ia sama sekali tak mempedulikannya. Jika mereka terluka atau bahkan mati, itu hanya masalah sepele. Namun, kenapa ia bertingkah begitu berbeda terhadap si dayang ini? Apakah ia tak sanggup lagi menyaksikan gadis ini bertahan dalam diam, dan memutuskan ia tak tega lagi untuk menghukumnya dan melihatnya dalam keadaan seperti ini?

"Cepatlah pergi."

Mendengar suara sedingin es Pangeran Hao, si pengawal menganggukkan kepalanya berulang-ulang dan langsung berlari keluar di tengah hujan deras.

Di saat Pei Qian Hao kembali ke kamarnya lagi, ia menyadari kening Su Xi-er dipenuhi keringat. Tangannya mencengkeram selimut dengan erat, dan bibir pucatnya terbuka dan menutup, seolah ia tengah mengalami mimpi buruk.

"Bagaimana bisa kau ... seperti ini, Yun ...." Kata-kata 'Ruo Feng' tersangkut di tenggorokannya.

Pei Qian Hao memandanginya. Yun? Seseorang dengan marga 'Yun'? Pria ataukah wanita? Apa hubungan orang itu dengannya?

Ia tak lagi berbicara dan menggenggam selimutnya dengan lebih erat lagi, wajahnya diliputi keputusasaan dan rasa sakit.

Penampilannya ini membuat Pei Qian Hao tertegun. Bagaimana bisa seorang wanita berekspresi seperti ini?

Dulu, aku pernah memasang ekspresi semacam ini juga. Tetapi, pada akhirnya, aku berhasil mengatasi semuanya dan berjalan ke tempat dimana aku berada sekarang. Aku juga punya ekspresi yang sama di masa lalu.

Apakah pengalamannya sama denganku? Mana mungkin? Ia masuk ke istana saat masih sangat kecil. Bagaimana mungkin seorang gadis kecil mengalami kejadian semenyakitkan itu sampai-sampai bisa berekspresi seperti ini?

Pei Qian Hao duduk di tepian ranjang dan menatap gaun kuning bernoda darah. Ia tak bisa menahan diri, mengulurkan tangan dan menggenggam Su Xi-er.

Seolah tangannya adalah mata air di sebuah oasis. Segera setelah Su Xi-er menyentuhnya, genggamannya mengetat hingga bercak keputihan muncul di pergelangan tangan Pei Qian Hao.

Pei Qian Hao termenung selagi memperhatikan tangan yang menggenggaminya dengan mata setengah terbuka.

Siapa tepatnya 'Yun' yang disebutnya?

***

Seorang tabib bergegas datang sekitar satu jam setelahnya, ditemani oleh Hakim Provinsi dan Shui Ying Lian.

Shui Ying Lian memberitahukan segalanya pada Tuan Shui. Di tengah kegelisahannya, ia membawa Shui Ying Lian kemari untuk memohon ampunan.

Namun, ketika ia tiba, ia dilarang masuk ke dalam kamar oleh para pengawal dari Kediaman Pangeran Hao.

Ia hanya melihat tabib bergegas masuk bersama dengan kotak obatnya. Mungkinkah Pangeran Hao terluka? Tuan Shui pun jadi semakin stres.

Shui Ying Lian pun tersadar. Matanya kosong, dan sekujur tubuhnya menegang.

Related Posts:

0 comments:

Posting Komentar