Consort of A Thousand Faces
Chapter 89 : Memohon Pada Pangeran Ini
Su
Xi-er berlutut di tanah, sama sekali tak mampu merasakan rasa sakit di
punggungnya. Ia menengadahkan kepalanya sementara senyuman perlahan terbentuk
di roman mukanya.
Awan
sudah mulai berkumpul hingga terasa gerimis kecil. Tanpa mempedulikannya, ia
tetap membeku di tempat selagi hujannya perlahan-lahan membasahi tiap inci
dirinya, setetes demi setetes.
Hujan
tampaknya perlahan-lahan jadi lebat, bersama dengan gema guntur di kejauhan
yang berangsur mendekat.
Sosok
tinggi dan menekan seorang pria pun muncul, menampilkan ekspresi serius di
wajahnya. Alisnya yang agak melengkung menunjukkan suasana hatinya kini.
"Su
Xi-er, apakah kau tidak menginginkan nyawamu lagi? Bukankah sakit, dipukuli?
Dan kini kau membiarkan dirimu basah kuyup di bawah siraman air hujan? Mengapa
kau tidak memohon pada Pangeran ini?"
Mungkin,
kalau ia membuka mulutnya untuk memohon padaku, aku akan melepaskannya.
"Pangeran
Hao, hamba sudah terbiasa dengan perlakuan semacam ini. Daripada mencemaskan
tentang diriku, Anda harus segera kembali ke kamar Anda. Dengan tubuh bangsawan
dan lemah Anda, bagaimana bisa Anda membiarkan diri Anda basah kuyup tersiram
hujan di sini?"
Pei
Qian Hao tidak tahu apakah ia mesti marah atau tertawa. Tubuhku lemah?
Apakah ia sudah jadi tolol akibat kehujanan?
"Keras
kepala!" Pei Qian Hao tiba-tiba saja merasa tak berdaya. Aku bisa
melihat cerminan watakku sendiri pada wanita ini. Bukankah itu benar-benar
menggelikan?
Tidak
memerhatikan Pei Qian Hao, Su Xi-er hanya melihatnya ketika berat jubahnya disampirkan
di atas pundaknya. Kedua tangannya diangkat; sebenarnya, tak lama setelah itu
seluruh tubuhnya pun berada dalam pelukan besarnya.
"Majulah.
Kenapa kau bengong!" Kata-katanya penuh celaan, lalu, Pei Qian Hao pun
memaksa Su Xi-er berjalan ke arah kamarnya.
Hujannya
jadi semakin lebat, sampai-sampai mereka berdua sepenuhnya basah kuyup
setibanya mereka di kamar Pei Qian Hao.
Satu-satunya
cahaya di kamar gelap lainnya adalah lilin kecil. Tiap kelipan nyala apinya
akan memantulkan tetesan air hujan yang menuruni pipi Pei Qian Hao,
menyebabkannya memiliki penampilan berbeda dari kearoganannya yang tenang.
Pei
Qian Hao membuka lemari, dengan sembarangan melemparkan pakaian pria padanya.
"Lepaskan bajumu dan pakai ini."
Thud!
Su
Xi-er perlahan-lahan memindahkannya dan mengamati baju yang mendarat di
kepalanya. Ini adalah ... bajunya. Aku akan mengenakan pakaiannya?
Ukurannya saja tidak pas.
Saat
Pei Qian Hao melihat darah segar di punggungnya, tanpa sadar ia mengernyitkan
alisnya dan menunjuk ke tepian ranjang. "Lepaskan bajumu dan berbaring di
sana."
Ia
merasa kalau ia harus menemukan sesuatu untuk dikerjakan karena ia tak punya
hal lain untuk dilakukan. Su Xi-er pernah bilang begini padaku
sebelumnya. "Pangeran Hao, Anda santai sekali tanpa melakukan apa pun."
"Pangeran
Hao, apakah Anda berencana membantu hamba mengoleskan obat? Anda tidak perlu
melakukannya. Lagipula, Anda adalah orang yang memerintahkan agar hamba
dicambuk. Ini adalah apa yang pantas kuterima."
"Su
Xi-er, kau tak punya pilihan lain selain mendengarkan perintah Pangeran ini. Kalau
kau terus keras kepala, apakah kau percaya kalau Pangeran ini akan
melemparkanmu ke pedesaan dan membiarkan serigala melahapmu?"
Melihat
keganasan di matanya, rasa sakit di punggungnya jadi semakin jelas. Jika
aku tidak menggunakan bubuk obatnya, takutnya aku akan tumbang sebelum aku bisa
sampai di Nan Zhao.
Bukankah
aku setuju datang ke Nan Zhao karena aku ingin menjumpai orang-orang yang
kukasihi dan orang-orang yang kubenci, dan mencari tahu bagaimana keadaan
mereka? Hanya dengan pengetahuan yang cukup tentang situasinya barulah aku bisa
melindungi orang terkasihku dan menghancurkan musuhku.
Oleh
sebab itu, ia tidak melawan dan dengan patuh memperlihatkan punggungnya selagi
ia berbaring di tepi ranjangnya.
Setelahnya,
Pei Qian Hao memerintahkan seseorang untuk mengantarkan air hangat. Memegangi
sehelai saputangan, ia mulai membantunya membersihkan darah yang menutupi
lukanya.
Ini
pertama kalinya aku merawat seseorang, terlebih seorang wanita. Terlebih lagi,
wanita ini. Alasan ia terluka adalah karena diriku ....
Aku
benar-benar teringat akan kalimat Su Xi-er dengan mencari hal untuk dilakukan
saat aku tak punya hal lain yang lebih baik untuk dilakukan.
Segera
setelah bubuk obat sejuk itu dibubuhkan di punggungnya, bubuk itu langsung
meresap ke dalam kulit dan meringankan rasa sakitnya yang membakar.
Pei
Qian Hao mengelus punggungnya lembut. "Su Xi-er, kita akan berangkat
menuju Nan Zhao besok."
Nada
bicara menyelidiknya hanya bertemu dengan gumaman kecil persetujuan.
"Su
Xi-er, orang macam apakah Pangeran ini di matamu?"
Pei
Qian Hao tidak tahu mengapa ia mengajukan pertanyaan ini.
Setelah
merenunginya sejenak, Su Xi-er menjawab, "Seseorang yang menyukai gadis
cantik, tetapi sebenarnya kejam dan tak berperasaan. Tidak ada seorang pun
wanita di Istana Kecantikan yang sungguh-sungguh Anda pedulikan. Dengan status
agung dan kekuasaan besar, tak ada seorang pun yang berani membantah Anda. Anda
adalah matahari di langit, bersinar dengan gemerlapnya seraya memancarkan sinar
Anda tanpa rasa takut. Mereka yang berdekatan dengan Anda hanya akan terbakar
hingga mati."
Tangan
Pei Qian Hao berhenti. "Matahari? Memang benar, Pangeran ini adalah
matahari. Su Xi-er, kau begitu dekat dengan Pangeran ini, apakah kau tidak
takut terbakar hingga mati?"
Su
Xi-er menggelengkan kepalanya. Kesadarannya sudah buram, ia tidak yakin apakah
pemikirannya linglung ataukah ia sengaja bercanda. "Sebaliknya, aku tidak
takut terbakar hingga mati, tetapi sebenarnya aku takut membeku hingga mati.
Aura di sekitar Anda terlalu dingin."
Ia
hanya merasakan kepalanya semakin berat setelah berbicara. Dicambuk, kehujanan,
dan kedinginan hingga ke tulang karena anginnya. Walaupun ia sudah memaksakan
diri menahannya sampai sekarang, ia tak mampu lagi bertahan, dan dengan cepat
tertidur.
Memandangi
wajah tertidurnya, Pei Qian Hao memikirkan penampilan pintarnya barusan ini dan
mau tak mau jadi bertanya-tanya. Su Xi-er, sebenarnya orang macam
apakah dirimu? Kau berani mengatakan hal yang tak berani diucapkan orang lain,
dan melakukan hal yang tak berani dilakukan orang lain.
Pei
Qian Hao melepaskan pakaiannya dan membantunya berganti pakaian mengenakan
bajunya sebelum menutupinya dengan selimut.
Saat
ia menyentuh keningnya, ia menyadari gadis ini terserang demam.
Di
dunia ini, hanya tubuh seorang wanitalah yang selemah ini.
Pei
Qian Hao segera berjalan keluar dari kamar dan memerintahkan pengawal dari
Kediaman Pangeran Hao untuk memanggilkan seorang tabib. Pengawal yang dipilih
untuk mengerjakan tugas ini tak lain tak bukan adalah orang yang tadi mencambuk
Su Xi-er, dan ia sudah menyaksikan semua tindakan Pangeran Hao barusan ini.
Aneh.
Dulu, ketika Pangeran Hao menghukum pelayan, ia sama sekali tak
mempedulikannya. Jika mereka terluka atau bahkan mati, itu hanya masalah
sepele. Namun, kenapa ia bertingkah begitu berbeda terhadap si dayang ini?
Apakah ia tak sanggup lagi menyaksikan gadis ini bertahan dalam diam, dan
memutuskan ia tak tega lagi untuk menghukumnya dan melihatnya dalam keadaan seperti
ini?
"Cepatlah
pergi."
Mendengar
suara sedingin es Pangeran Hao, si pengawal menganggukkan kepalanya
berulang-ulang dan langsung berlari keluar di tengah hujan deras.
Di
saat Pei Qian Hao kembali ke kamarnya lagi, ia menyadari kening Su Xi-er dipenuhi
keringat. Tangannya mencengkeram selimut dengan erat, dan bibir pucatnya terbuka
dan menutup, seolah ia tengah mengalami mimpi buruk.
"Bagaimana
bisa kau ... seperti ini, Yun ...." Kata-kata 'Ruo Feng' tersangkut di
tenggorokannya.
Pei
Qian Hao memandanginya. Yun? Seseorang dengan marga 'Yun'? Pria ataukah
wanita? Apa hubungan orang itu dengannya?
Ia
tak lagi berbicara dan menggenggam selimutnya dengan lebih erat lagi, wajahnya
diliputi keputusasaan dan rasa sakit.
Penampilannya
ini membuat Pei Qian Hao tertegun. Bagaimana bisa seorang wanita berekspresi
seperti ini?
Dulu,
aku pernah memasang ekspresi semacam ini juga. Tetapi, pada akhirnya, aku
berhasil mengatasi semuanya dan berjalan ke tempat dimana aku berada sekarang.
Aku juga punya ekspresi yang sama di masa lalu.
Apakah
pengalamannya sama denganku? Mana mungkin? Ia masuk ke istana saat masih sangat
kecil. Bagaimana mungkin seorang gadis kecil mengalami kejadian semenyakitkan
itu sampai-sampai bisa berekspresi seperti ini?
Pei
Qian Hao duduk di tepian ranjang dan menatap gaun kuning bernoda darah. Ia tak
bisa menahan diri, mengulurkan tangan dan menggenggam Su Xi-er.
Seolah
tangannya adalah mata air di sebuah oasis. Segera setelah Su Xi-er
menyentuhnya, genggamannya mengetat hingga bercak keputihan muncul di
pergelangan tangan Pei Qian Hao.
Pei
Qian Hao termenung selagi memperhatikan tangan yang menggenggaminya dengan mata
setengah terbuka.
Siapa
tepatnya 'Yun' yang disebutnya?
***
Seorang
tabib bergegas datang sekitar satu jam setelahnya, ditemani oleh Hakim Provinsi
dan Shui Ying Lian.
Shui
Ying Lian memberitahukan segalanya pada Tuan Shui. Di tengah kegelisahannya, ia
membawa Shui Ying Lian kemari untuk memohon ampunan.
Namun,
ketika ia tiba, ia dilarang masuk ke dalam kamar oleh para pengawal dari Kediaman
Pangeran Hao.
Ia
hanya melihat tabib bergegas masuk bersama dengan kotak obatnya. Mungkinkah
Pangeran Hao terluka? Tuan Shui pun jadi semakin stres.
Shui Ying Lian pun tersadar. Matanya kosong, dan sekujur tubuhnya menegang.
0 comments:
Posting Komentar