Senin, 10 Januari 2022

3L3W TMOPB - Chapter 22 Part 3

Ten Miles of Peach Blossoms

Chapter 22 Part 3


Bi Fang menghilang lagi, dan Kakak Keempat pergi mengejarnya, meninggalkan Zhe Yan seorang diri di Sepuluh Mil Kebun Persik. Ia terkejut saat aku menyerahkannya bola mata penuh darah itu. Ia memegangi mereka ke arah matahari untuk memeriksa mereka.

“Sudah tiga ratus tahun, tetapi akhirnya kau berhasil menemukan matamu! Suatu keajaiban! Tetapi, kau meminum obatku dulu. Bagaimana kau bisa mengingat patah hatimu yang dulu? Suatu keajaiban lainnya!”

Karena mata ini diambil dari tubuh seorang makhluk abadi, mereka harus ditanam dalam waktu empat puluh sembilan hari, atau mereka akan kehilangan fungsinya.

Zhe Yan sangat penasaran tentang apa yang terjadi. Ia berasumsi kalau mataku pasti sudah hilang. Ia tidak menyangka bahwa mataku diletakkan di muka orang lain dan suatu hari akan kembali padaku dan mengisi rongga mataku.

Aku memaksakan senyuman.

Ia melihat wajahku dan menyadari kalau aku tidak ingin membicarakan tentang apa yang terjadi. Ia berdeham tetapi menghormati keinginanku dan tak lagi mengajukan pertanyaan.

Zhe Yan menjelaskan, akan butuh waktu beberapa hari untuk menyingkirkan energi kotor dari mata asliku. Ia harus menunggu hingga itu terjadi sebelum melakukan prosedur menggantikan mereka dengan bola mataku yang sekarang. Dengan senang hati aku pun menyetujuinya, dan memutuskan, sementara berada di sana, aku akan membawa pulang beberapa guci anggur dari gudang anggur di belakang gunungnya sebelum menaiki awan dan melayang kembali ke Qing Qiu.

***

Aku menghabiskan beberapa hari selanjutnya dalam keadaan mabuk. Aku membuat dua permintaan pada Mi Gu: berjaga-jaga dengan cermat atas apa yang akan dilakukan selir utama Ye Hua dan menutup Lembah Qing Qiu dari pengunjung; aku tidak ingin bertemu siapa pun.

Anggur Zhe Yan jauh lebih kuat daripada anggur yang ditimbun oleh Mi Qu, dan aku begitu mabuk malam itu sampai aku pun benar-benar muntah. Kepalaku berdenyut sakit sampai-sampai aku mempertimbangkan untuk mengambil sebilah pedang dan membelah keningku sendiri. Namun, merasa begini pun ada keuntungannya: segera setelah kupejamkan mata, semuanya mulai berputar, dan tak ada lagi ruang dalam kepalaku untuk memikirkan hal lainnya.

Mi Gu mendesakku untuk menghentikan diriku, istirahat beberapa hari dari minum-minum, atau paling tidak, mengurusi diriku sendiri. Tetapi, patah hati yang kurasakan sekarang ini berbeda dari yang dulu, dan tanpa mabuk-mabukan, aku tak akan bisa tidur. Selagi aku mabuk membabi buta, aku tidak mengetahui apa-apa, walaupun aku bisa agak mengingat samar saat Mi Gu mendatangiku untuk berbicara.

Ia mengatakan banyak hal, kebanyakan tidak relevan, tetapi dua hal yang dikatakannya tersangkut dalam benakku.

Yang pertama adalah selir utama pergi menemui Tian Jun, mempersembahkan sepucuk surat, meminta untuk meninggalkan Istana Langit dan pindah ke tepi Sungai Ruo, dimana ia bisa menempa energi spiritualnya dengan menjaga Qing Cang. Tian Jun begitu terharu akan penawaran murah hatinya dan mengizinkannya melakukan ini.

Kabar lainnya yang ia berikan padaku terkait dengan ujian kehidupan reinkarnasi Ye Hua. Walaupun meminum air dari Sungai Pelupa, yang seharusnya membawa amnesia utuh tentang masa lampau, ia tetap mempertahankan kepercayaan kuat akan hal supernatural dan menghabiskan seluruh hidupnya mencari dunia makhluk abadi, Qing Qiu.

Ia naik pangkat menjadi seorang perdana menteri tetapi tidak pernah menikah, dan saat ia berusia dua puluh tujuh tahun, ia jadi depresi, sakit, dan meninggal. Permintaan terakhirnya pada pelayan terdekatnya adalah agar tubuhnya dikremasi dan abunya dikuburkan bersama dengan sebuah gelang mutiara yang terus dikenakan seumur hidupnya.

Aku tidak bisa mengingat apakah aku menangis saat Mi Gu memberitahukan hal ini padaku. Jika aku menitikkan air mata, aku tidak yakin mengapa aku menangis. Aku begitu mabuk hingga tidak bisa membedakan apa yang tengah kurasakan.

Ini masih jadi kasusnya selama beberapa hari kemudian ketika Mi Gu bergegas masuk ke gua rubah dengan kabar bahwa Pangeran Ye Hua sudah menunggu di mulut Lembah Qing Qiu selama tujuh hari sekarang dan ingin bertemu denganku.

Mi Gu mengikuti perintahku agar tak membiarkan siapa pun masuk, termasuk Ye Hua. Namun, setelah tujuh hari, Ye Hua masih tak menunjukkan tanda-tanda akan pergi, jadi Mi Gu memutuskan untuk masuk dan mengabariku, meminta instruksi lebih lanjut tentang apa yang aku ingin agar dilakukannya.

Otakku, yang tak terpakai sekian lama, mulai berputar lagi.

Ye Hua jatuh sakit di dunia manusia dan meninggal di usia dua puluh tujuh tahun, dan secara alami, mengikuti pemakaman manusianya, ia akan kembali ke kehidupan abadinya.

Dadaku tiba-tiba saja dibanjiri rasa sakit. Aku menekan tanganku di jantungku dan merosot turun di meja selagi kakiku serasa seperti jeli. Mi Gu menghampiri, mencoba membantuku bangun, tetapi aku tidak mengizinkannya.

Aku bersandar di kaki meja dan memandangi kasaunya.

Aku ingin bertemu Ye Hua.

Aku ingin bertanya padanya tentang semua yang terjadi tiga ratus tahun yang lalu.

Apakah Su Jin mengkhianatinya dengan menikahi Tian Jun dan begitu membuatnya patah hati?

Apakah dalam keadaan patah hati inilah, ia bertemu dan menikahiku di wujud manusiaku?

Pernahkah ia sungguh-sungguh mencintaiku?

Apakah demi kebaikanku makanya ia meninggalkanku sendirian dan tak berdaya di Istana Langit selama tiga tahun itu?

Jika memang demikian, seberapa dalam?

Jika Su Jin tidak menipuku agar lompat dari Zhu Xian Tai, apakah ia akan menikahi Su Jin?

Apakah seberapa dalamnya perasaannya padaku sekarang tak lebih hanyalah penyesalan atas bagaimana ia memperlakukanku dulu?

Semakin aku memikirkannya, semakin buruk pula pemikiranku jadinya. Aku meletakkan tangan di atas mataku, dan lagi-lagi jadi benar-benar basah, air menetes di antara jemariku.

Bagaimana kalau ia bilang iya?

Bagaimana kalau semua jawaban dari pertanyaan ini adalah iya?

Aku cemas aku akan jadi sangat kecewa sampai-sampai aku akan berakhir membunuhnya.

Mi Gu memperhatikanku resah.

“Apakah kau akan keluar dan menemuinya, Gu Gu?”

Aku menarik napas dalam.

“Tidak. Katakan padanya untuk meninggalkan Qing Qiu dan tidak pernah kembali lagi. Aku akan mengunjungi Tian Jun besok untuk membatalkan pertunangan.”

Mi Gu kembali tak lama kemudian.

Ia berdiri di sana sejenak sebelum berkata, “Yang Mulia Ye Hua tampak tidak sehat. Ia sudah berdiri di lembah selama tujuh hari tujuh malam sekarang dan tidak bergerak seinci pun selama ini.”

Aku meliriknya, menyesap anggur, tetapi tak mengatakan apa pun.

Ia ragu-ragu sejenak sebelum berkata, “Yang Mulia Ye Hua memintaku menyampaikan sebuah pesan padamu, Gu Gu. Sepertinya, kau memberitahunya jika ia menjalin percintaan di dunia manusia, kau akan menangkapnya dan menculiknya kembali ke Qing Qiu, dan mengurungnya. Selain dari berbicara pada seorang gadis yang tampak sama persis seperti dirimu di wujud manusiamu dan mengundang gadis itu ke dalam rumahnya, yang dilakukannya hanyalah mengurusi ibunya yang sakit. Ia bertanya-tanya apakah janji yang kau buat bersamanya di dunia manusia masih berlaku, tentang menikahinya saat ia sudah dewasa?”

Aku melempar satu guci anggur ke seberang ruangan.

“Tentu saja tidak berlaku!”

Tanpa sadar aku menjerit.

“Tidak ada satu pun kebohongannya yang berlaku! Keluar dan singkirkan ia juga. Aku sama sekali tidak ingin bertemu dengannya.”

Namun, meski sedang tenggelam dalam kesedihan, aku tahu bukannya aku tidak ingin menemuinya. Tetapi ada sesuatu yang menghalangi hatiku, dan aku tidak tahu bagaimana aku bisa bertemu dengannya.

Akhirnya aku tidak jadi ke Jiu Chong Tian hari berikutnya untuk membatalkan pertunangannya seperti yang kunyatakan. Kuputuskan untuk menunggu hingga suasana hatiku membaik, yang mana kuduga akan membutuhkan waktu cukup lama.

***

Di hari berikutnya, dan setelahnya lagi, dan selanjutnya, Mi Gu melaporkan bahwa Ye Hua masih berdiri di lembah dan ia tidak bergerak seinchi pun. Aku berteriak, mengancam jika ia menyebut-nyebut soal Ye Hua sekali lagi, aku akan memukulinya sampai ia kembali ke bentuk pohonnya dan membiarkannya seperti itu selama sepuluh ribu tahun. Akhirnya, ia berhenti menggangguku dengan laporan ini.

Aku tidak minum terlalu banyak alkohol lagi. Sejak mengetahui Ye Hua berdiri di luar Qing Qiu, minum-minum hanya membuat kepalaku jadi lebih jernih dan waspada. Semakin sadar diriku, semakin dalam lukaku, dan semakin dalam lukaku, semakin aku tidak bisa tidur.

Menaburi garam pada luka yang sudah parah, aku terbangun di suatu pagi di puncak keputusasaan ini dan merasakan gelombang besar menembus energi abadi yang kugunakan untuk menyegel Qing Cang di dalam Lonceng Dong Hua lima ratus tahun yang lalu.

Jantungku mencelos. Ini benar-benar masa tersuram. Satu hal setelah yang lainnya belum lama ini, tetapi semuanya jadi tidak sebanding dengan ini. Qing Cang jelas menemukan sebuah cara untuk terus menempa energi spiritual di dalam lonceng itu, dan ia akan mendobrak keluar sekali lagi.

Aku mencuci muka dengan cepat dan mengirimkan Mi Gu ke Sepuluh Mil Kebun Persik untuk memberitahu Zhe Yan apa yang terjadi dan aku membutuhkan bantuannya.

Lima ratus tahun yang lalu saat Qing Cang pertama kali mencoba keluar dari lonceng, aku terpaksa menghentikannya dan menyegelnya kembali di dalam. Pertarungan kami menyebabkan kerusakan parah pada loncengnya, dan aku terpaksa menggunakan setengah dari penempaan energi spiritualku untuk memperbaikinya.

Aku mencoba memikirkan seberapa banyak energi spiritualku yang tersisa dan apakah akan cukup untuk melancarkan serangan telak atau mencoba mengalahkannya dengan cara licik. Tak peduli yang mana, aku cukup sadar kalau aku bukanlah tandingannya.

Qing Cang bukanlah orang yang penuh kebajikan, dan mendapatkan kembali kebebasannya setelah sekian tahun terkurung, sepertinya ia akan mengamuk dan menyalakan senjata paling menghancurkan dari Empat Lautan dan Delapan Dataran yang pernah ada, mengubah semesta jadi tumpukan abu.

Kesadaran ini membuat urusan percintaan yang mengganggu tidurku tampak menggelikan. Aku mengeluarkan kipas Kun Lun-ku, melonjak berdiri, dan bergegas menuju Sungai Ruo. Aku tidak punya waktu menunggu Zhe Yan; aku harus langsung ke sana dan mencoba menahan Qing Cang sendirian dulu. Aku tidak boleh sampai membiarkannya meledakkan loncengnya.

Aku tidak terkejut melihat Ye Hua di lembah. Aku tahu ia masih menunggu di sana dan aku harus melewatinya di perjalananku keluar dari Qing Qiu. Aku memejamkan mata dan melewatinya, berpura-pura acuh, tetapi ia mengulurkan tangan dan menggenggam lengan bajuku. Wajahnya tampak cekung, letih, dan kelewat pucat.

Setiap waktu begitu penting, dan aku tak punya waktu untuk dihabiskan meladeninya. Aku menoleh, dan menggunakan kipasku untuk memotong bagian lengan bajuku yang ada dalam genggamannya. Ia mendengar suara kain robek dan tampak terkejut.

“Qian Qian!” panggilnya dengan suara serak.

Aku berbalik menghadap ke depan, mengabaikannya, dan terus melaju ke Sungai Ruo. Saat aku melirik ke belakang, aku melihatnya melompat ke atas awan juga dan mengikutiku.

Selama bertahun-tahun setelahnya, aku sering memikirkan kembali saat-saat ini dan berharap agar aku mengatakan hal-hal menyenangkan padanya. Apa saja. Tetapi aku malah memberinya ekspresi dingin. Dan tidak mengatakan apa-apa.

Related Posts:

0 comments:

Posting Komentar