Minggu, 23 Januari 2022

3L3W TMOPB - Side Story : Ye Hua Part 2

Ten Miles of Peach Blossoms

Side Story : Ye Hua Part 2


Kemudian, suatu hari, tanpa sengaja ia mendengar dua dayang tengah bergosip. Mereka bilang bahwa Su Jin tergila-gila padanya. Saat ia terluka, si putri yang malang terus-menerus menangis.

Ye Hua dibuat belajar selama dua puluh ribu tahun tanpa adanya waktu luang memikirkan tentang percintaan. Kemudian, mendadak ia diberitahu ia memiliki seorang pengagum, dan ia tak lain tak bukan adalah Su Jin. Hal itu mengejutkannya, tetapi ia yakin hal konyol semacam itu tak akan pernah terjadi.

Gelar Su Jin sebagai Putri Zhao Ren dianugerahkan oleh Tian Jun. Secara nama, ia adalah adik perempuan Tian Jun. Bahkan ayahnya saja harus memanggilnya Bibi, dan ia seharusnya memanggil Su Jin dengan sebutan Bibi Buyut.

Si Bibi Buyut memendam perasaan pada si cucu keponakan? Walaupun mereka tidak terikat darah, ia tahu hal semacam itu adalah mustahil.

Ia selalu menjadi orang yang dingin. Bahkan hingga sekarang, ia tidak pernah dengan sukarela mencari masalah. Dengan menjaga perasaannya tetap rahasia, Su Jin hanya membuatnya jauh lebih mudah bagi Ye Hua untuk berpura-pura tidak tahu. Namun, ia mulai menolak perhatian Su Jin setiap kali ia datang melayaninya.

Kemudian, suatu hari, setelah beberapa kali penolakan, Su Jin menanyainya dengan ekspresi pucat, “Apakah kau sudah mengetahuinya?”

Ia tidak benar-benar ingin membicarakan perihal ini dengannya. Meskipun ia tidak begitu berpengetahuan tentang hal yang disebut cinta ini, ia tahu ada beberapa hal tertentu yang lebih baik terkubur ketimbang terlihat.

Ia pun menggelengkan kepalanya dan berbalik untuk mengambil teh.

Su Jin menarik lengan jubahnya, gemetaran saat berkata, “Aku tahu kau mengetahuinya. Kalau kau sudah mengetahuinya, lalu, mengapa kau seperti ini?”

Ia menjawab dingin, “Apa sebenarnya yang sudah kuketahui?”

Wajah seputih salju Su Jin pun merona.

Tangannya gemetaran lebih hebat dan pada akhirnya ia menjawab pelan, “Aku, aku ... aku benar-benar menyukaimu.”

Pengakuan Su Jin itu tentu saja tak terbalaskan. Apa yang dikatakan Ye Hua setelahnya, sangat menyakiti Su Jin.

Ia berkata, “Aku selalu menganggapmu sebagai seorang Bibi Buyut. Perasaanku padamu sama hormatnya seperti yang kurasakan untuk kakek-nenekku.”

Sudut mata Su Jin memerah selagi ia membalas, “Kau pikir aku terlalu tua untukmu? Tetapi ... tetapi, tunanganmu, Bai Qian dari Qing Qiu itu sembilan puluh ribu tahun lebih tua darimu.”

Ia telah dididik oleh Tian Jun semenjak masih kecil. Tetapi, selain Tian Jun, kedua gurunya, dan ayahnya, tidak ada seorang pun yang menggunakan kata-kata tidak sopan untuk berbicara dengannya.

Entah mengapa, ia merasa marah, tetapi hanya mengatakan, “Jika kau punya kemampuan, maka lakukan seperti yang dilakukannya agar aku tidak bisa menolak menikahimu.”

Bertahun-tahun setelahnya, ia masih bisa mengingat tiap kata yang ia katakan pada Su Jin tahun itu. Ia harus membayar mahal untuk ucapan sembrononya ini.

***

Dua puluh ribu tahun lagi berlalu. Saat itu ia berusia lima puluh ribu tahun.

Tian Jun mengirimnya turun ke dunia manusia untuk menaklukkan Monster Singa Emas Api Merah.

Sepuluh tahun sebelumnya, Monster ini kabur dari dataran selatan menuju ke Kerajaan Zhong Rong. Monster yang suka berkelahi ini membantai apa pun yang ditemuinya, membuat para warga Zhong Rong melarikan diri dari kampung halaman mereka.

Di awal tahun kesepuluh, si monster ini mengincar sang Ratu dan menculiknya kembali ke guanya. Si Raja baik hati menggantung dirinya sendiri akibat penghinaan itu. Saat arwahnya tiba di neraka, ia memberi daftar kekejaman yang disebabkan monster ini, meminta ditegakkannya keadilan.

Walaupun si Singa Api Merah ini tidak seterkenal empat monster Ying Zhou, kekuatannya tidak lebih lemah daripada mereka. Ye Hua diutus seorang diri karena Tian Jun ingin ini menjadi kesempatan berlatihnya.

Mereka bertarung selama tujuh hari di Kerajaan Zhong Rong. Meskipun monster itu mati di bawah hujaman pedangnya, ia juga kehabisan tenaganya dan terpaksa kembali ke wujud aslinya.

Sebenarnya, Ye Hua adalah seekor naga hitam yang agung. Tetapi, ia tidak ingin tampak mencolok, jadi ia mengecilkan dirinya seukuran seekor ular. Ia tetap berada di dalam sebuah gua gelap di Gunung Jun Ji. Terdapat sebuah hutan persik di atas gunung ini, dan ini adalah musim mekarnya. Segera setelah ia merayap ke dalam gua, matanya pun terpejam, dan ia langsung tertidur tak lama kemudian.

Tidurnya ini berlangsung dengan tenang. Ketika akhirnya ia terbangun, ia menemukan dirinya berada di dalam rumah kecil milik seorang manusia. Pondok jerami bobrok ini hanya tinggal didorong saja, maka akan roboh.

Anginnya bertiup di luar sana. Ada suara daun hancur diinjak. Pintu kayunya terbuka dan muncullah sepasang sepatu kecil. Berikutnya adalah jubah putih sederhana yang nampak, dan akhirnya wajah seorang wanita.

Bertahun-tahun meditasinya terancam musnah. Tiba-tiba saja ia jadi waspada. Sosok feminin di depannya adalah orang yang sama yang pernah muncul dalam kenangan masa lalunya. Ia membawa gelombang keakraban padanya, seolah akhirnya Ye Hua menemukan sesuatu yang sudah hilang selama ribuan tahun lamanya.

Pamannya, Lian Song, tak diragukan lagi akan menggoyangkan kipasnya dan berkata, “Ini adalah cinta.”

Sementara, para Buddha yang mulia tanpa diragukan lagi akan menepuk tangan mereka dan berdoa, “Ini adalah sebuah ilusi.”

Ada penyebab untuk setiap kejadian. Ia masih tidak melupakan tujuh puluh ribu tahun yang lalu saat Mo Yuan mengorbankan dirinya pada Lonceng Dong Huang, ia terbangun oleh suara serak parah.

Suara pedih ini terus-terusan memanggil, “Guru, bangunlah. Kumohon, bangunlah.”

Suara ini terngiang di telinganya, menolak pergi. Meski suara itu bukan memanggilnya, tetap saja ia terbangun oleh suara itu. Pemilik suara itu adalah wanita yang berdiri di hadapannya sekarang ini.

Ia berbaring diam di atas ranjang. Seolah tertusuk oleh sesuatu, gelombang gelap perlahan-lahan muncul di dalam matanya yang biasanya tenang.

Wanita itu bertanya riang padanya, “Apakah kau sudah bangun sekarang?” dan mengelus tanduknya.

“Aku sudah pernah melihat berbagai jenis ular sebelumnya, tetapi tidak ada yang seindah dirimu. Kau berbeda dari ular lainnya. Bahkan ada tanduk di kepalamu. Betapa lembutnya, haha, menyenangkan sekali.”

Ia mengerutkan alisnya dan diam-diam memandangnya.

Biarpun ia sedang tidak dalam wujud naga hitam agungnya, wanita ini memang bodoh. Ia salah mengira Ye Hua sebagai seekor ular biasa dan ingin menyimpannya sebagai peliharaan.

Ada beberapa keuntungan yang datang dengan menjadi seekor peliharaan.

Contohnya, wanita itu sering kali memeluknya, berbicara padanya, dan memberinya makan dengan tangan lembutnya. Ia bahkan berbagi setengah ranjangnya dengan Ye Hua di malam hari dan menyelimutinya dengan selimut tebal.

Ye Hua menduga kalau wanita ini tidak pernah memelihara seekor ular sebelumnya, karena ular tidak benar-benar membutuhkan ranjang ataupun selimut saat mereka tidur, begitu pula halnya dengan naga.

Selama bermalam-malam, ia menanti hingga wanita itu tertidur dan berubah kembali ke wujud manusianya. Ia akan menariknya masuk dalam pelukannya dan baru akan berubah kembali jadi seekor naga kecil di pagi hari sebelum wanita itu terbangun.

Wanita ini tidak begitu menyukai kain bermotif bunga. Ia hanya mengenakan pakaian putih yang polos dibandingkan dengan kain sutra juga satin yang dikenakan para dewi di Langit. Tetapi bagi Ye Hua, pakaiannya adalah yang paling cantik. Ye Hua menamainya dan memanggilnya Su Su (Su yang berarti cantik).

September tiba dalam sekejap mata. Aroma manis dari bunga kayu manis menenggelamkan seluruh area itu. Su Su membawa pulang seekor induk burung murai yang kehilangan anak-anaknya. Ia mulai memanjakan si burung murai dan tidak begitu memerhatikannya lagi. Ye Hua pun merasakan bahaya kehilangan kasih sayang wanita itu.

Suatu hari, ia menunggu wanita itu pergi dan kembali ke Langit untuk meminta nasihat dari pamannya.

Si paman yang jago dalam hal asmara ini memberitahunya, “Aku tidak pernah bersama dengan seorang gadis manusia. Tetapi ada sebuah pepatah, ‘anak-anak seperti bintang, wanita seperti senyuman’. Lututnya pasti akan melemas jika kau tersenyum padanya.”

Kemudian, si playboy ini pun meneruskan, “Wanita cantik selalu suka pada pahlawan. Kau juga bisa menciptakan seekor monster dan melepasnya untuk menakutinya. Setelah ia pingsan ketakutan, habisi monster itu dengan pedang Qing Ming-mu. Dengan begitu, maka kau akan jadi penolongnya. Tanpa memiliki apa pun untuk membalas budimu, ia harus menggunakan dirinya sendiri untuk menuntaskan utang ini.”

Ye Hua membalikkan cangkir teh di tangannya dan dengan acuh tak acuh berkata, “Besok aku senggang. Biar kubantu kau memunculkan seekor monster untuk menakuti Cheng Yu. Benar, monster biasa mungkin tidak akan bisa menakutinya. Kita harus menemukan seekor monster mengerikan untuknya. Lalu, kau bisa melompat untuk menyelamatkannya di ambang kematian. Tanpa ada apa pun untuk membalas budimu, ia pasti akan menggunakan tubuhnya sendiri untuk menuntaskan utang ini.”

Si playboy pun tertawa penuh dendam, kemudian menghela napas enggan, “Kau tidak suka Taktik Kecantikan. Kau takut akan menakutinya dengan Taktik Pahlawan. Kalau begitu, bagaimana kalau kau menggunakan Taktik Penderitaan? Sayat dirimu sendiri dan merangkaklah di depan rumahnya. Secara alami, ia akan menolong seseorang yang sekarat. Setelahnya, kau bisa menempel padanya meskipun jika lukamu sudah sembuh dengan alasan membalas budinya. Apa yang bisa dilakukannya?”

Cangkir teh menggebrak mejanya.

Ide yang bagus sekali.

***

Saat ia kembali ke dunia manusia, ia membentuk sebuah medan pelindung di sekitar Gunung Jun Ji untuk menghalangi mata-mata Langit. Ia menggambarkan sebuah mantra dan mengubah dirinya menjadi pria berlumuran darah, tepat seperti ketika ia disambar petir selama ujian kenaikannya.

Rencana ini memang efektif. Su Su langsung menyeretnya masuk ke dalam dan dengan cemas menuangkan obat-obatan ke seluruh lukanya. Tetapi, karena tangannya sangat gemetaran, kebanyakan obatnya bahkan tidak mencapai lukanya.

Saat ia berbalik untuk mengambil lebih banyak obat, Ye Hua dengan cepat membuat luka sayatannya tertutup dengan sendirinya. Setelah ia berbalik lagi dan melihat lukanya dengan cepat menutup, rahang Su Su pun terbuka lebar. Betapa manisnya wajah tercengang Su Su bagi Ye Hua.

Su Su tetap membiarkannya berada di rumahnya karena ia terlalu khawatir membiarkannya pergi begitu saja, seperti yang diinginkan Ye Hua. Su Su tidak menyinggung tentang kepergiaannya, jadi Ye Hua pun menutup mulutnya juga walaupun luka-lukanya sudah lama sembuh.

Ini terus berlanjut hingga hari kedua belas.

Pagi di hari kedua belas, Su Su membawakan semangkuk bubur untuknya. Ia adalah gadis lembut dan mungil. Memelihara beberapa hewan kecil bukanlah masalah, tetapi memberi makan seorang pria dewasa seperti Ye Hua agak sulit baginya. Ia terus menggumamkan beberapa kata, merasa canggung karena ia harus mengusir tamunya.

Ia meminum buburnya dan dengan santai berkata, “Karena kau sudah menyelamatkanku, adalah hal yang benar jika aku tetap tinggal dan membalas budimu.”

Ia cepat-cepat melambaikan tangannya untuk memberi tahu Ye Hua bahwa itu tidak perlu. Ye Hua pun meminum sisa buburnya dengan santai.

Kemudian, ia memandangi wajah bergetar Su Su dan tersenyum, “Aku tidak ingin menjadi seseorang yang tidak tahu budi. Tidak masalah apakah kau menerimanya atau tidak, aku pasti akan membalas budimu.”

Wajah Su Su memutih kemudian membiru. Ye Hua memerhatikan wajah kesusahannya dan merasa itu sangatlah manis. Ia tak akan pernah menduga apa kalimat berikutnya yang dikatakan Su Su akan jadi seratus kali lebih manis daripada ekspresinya.

Apa yang dikatakan Su Su adalah, “Kalau kau ingin membalas budiku, maka, bagaimana kalau kau membayarku dengan dirimu?”

Related Posts:

0 comments:

Posting Komentar