Ten Miles of Peach Blossoms
Side Story : Ye Hua Part 2
Kemudian, suatu
hari, tanpa sengaja ia mendengar dua dayang tengah bergosip. Mereka bilang bahwa
Su Jin tergila-gila padanya. Saat ia terluka, si putri yang malang
terus-menerus menangis.
Ye Hua dibuat
belajar selama dua puluh ribu tahun tanpa adanya waktu luang memikirkan tentang
percintaan. Kemudian, mendadak ia diberitahu ia memiliki seorang pengagum, dan
ia tak lain tak bukan adalah Su Jin. Hal itu mengejutkannya, tetapi ia yakin
hal konyol semacam itu tak akan pernah terjadi.
Gelar Su Jin
sebagai Putri Zhao Ren dianugerahkan oleh Tian Jun. Secara nama, ia adalah adik
perempuan Tian Jun. Bahkan ayahnya saja harus memanggilnya Bibi, dan ia
seharusnya memanggil Su Jin dengan sebutan Bibi Buyut.
Si Bibi Buyut
memendam perasaan pada si cucu keponakan? Walaupun mereka tidak terikat darah,
ia tahu hal semacam itu adalah mustahil.
Ia selalu
menjadi orang yang dingin. Bahkan hingga sekarang, ia tidak pernah dengan
sukarela mencari masalah. Dengan menjaga perasaannya tetap rahasia, Su Jin
hanya membuatnya jauh lebih mudah bagi Ye Hua untuk berpura-pura tidak tahu.
Namun, ia mulai menolak perhatian Su Jin setiap kali ia datang melayaninya.
Kemudian, suatu
hari, setelah beberapa kali penolakan, Su Jin menanyainya dengan ekspresi
pucat, “Apakah kau sudah mengetahuinya?”
Ia tidak
benar-benar ingin membicarakan perihal ini dengannya. Meskipun ia tidak begitu
berpengetahuan tentang hal yang disebut cinta ini, ia tahu ada beberapa hal
tertentu yang lebih baik terkubur ketimbang terlihat.
Ia pun
menggelengkan kepalanya dan berbalik untuk mengambil teh.
Su Jin menarik
lengan jubahnya, gemetaran saat berkata, “Aku tahu kau mengetahuinya. Kalau kau
sudah mengetahuinya, lalu, mengapa kau seperti ini?”
Ia menjawab
dingin, “Apa sebenarnya yang sudah kuketahui?”
Wajah seputih
salju Su Jin pun merona.
Tangannya
gemetaran lebih hebat dan pada akhirnya ia menjawab pelan, “Aku, aku ... aku
benar-benar menyukaimu.”
Pengakuan Su
Jin itu tentu saja tak terbalaskan. Apa yang dikatakan Ye Hua setelahnya,
sangat menyakiti Su Jin.
Ia berkata,
“Aku selalu menganggapmu sebagai seorang Bibi Buyut. Perasaanku padamu sama
hormatnya seperti yang kurasakan untuk kakek-nenekku.”
Sudut mata Su
Jin memerah selagi ia membalas, “Kau pikir aku terlalu tua untukmu? Tetapi ...
tetapi, tunanganmu, Bai Qian dari Qing Qiu itu sembilan puluh ribu tahun lebih
tua darimu.”
Ia telah
dididik oleh Tian Jun semenjak masih kecil. Tetapi, selain Tian Jun, kedua
gurunya, dan ayahnya, tidak ada seorang pun yang menggunakan kata-kata tidak
sopan untuk berbicara dengannya.
Entah mengapa,
ia merasa marah, tetapi hanya mengatakan, “Jika kau punya kemampuan, maka
lakukan seperti yang dilakukannya agar aku tidak bisa menolak menikahimu.”
Bertahun-tahun
setelahnya, ia masih bisa mengingat tiap kata yang ia katakan pada Su Jin tahun
itu. Ia harus membayar mahal untuk ucapan sembrononya ini.
***
Dua puluh ribu
tahun lagi berlalu. Saat itu ia berusia lima puluh ribu tahun.
Tian Jun
mengirimnya turun ke dunia manusia untuk menaklukkan Monster Singa Emas Api
Merah.
Sepuluh tahun
sebelumnya, Monster ini kabur dari dataran selatan menuju ke Kerajaan Zhong
Rong. Monster yang suka berkelahi ini membantai apa pun yang ditemuinya,
membuat para warga Zhong Rong melarikan diri dari kampung halaman mereka.
Di awal tahun
kesepuluh, si monster ini mengincar sang Ratu dan menculiknya kembali ke
guanya. Si Raja baik hati menggantung dirinya sendiri akibat penghinaan itu.
Saat arwahnya tiba di neraka, ia memberi daftar kekejaman yang disebabkan
monster ini, meminta ditegakkannya keadilan.
Walaupun si
Singa Api Merah ini tidak seterkenal empat monster Ying Zhou, kekuatannya tidak
lebih lemah daripada mereka. Ye Hua diutus seorang diri karena Tian Jun ingin
ini menjadi kesempatan berlatihnya.
Mereka
bertarung selama tujuh hari di Kerajaan Zhong Rong. Meskipun monster itu mati
di bawah hujaman pedangnya, ia juga kehabisan tenaganya dan terpaksa kembali ke
wujud aslinya.
Sebenarnya, Ye
Hua adalah seekor naga hitam yang agung. Tetapi, ia tidak ingin tampak
mencolok, jadi ia mengecilkan dirinya seukuran seekor ular. Ia tetap berada di
dalam sebuah gua gelap di Gunung Jun Ji. Terdapat sebuah hutan persik di atas
gunung ini, dan ini adalah musim mekarnya. Segera setelah ia merayap ke dalam
gua, matanya pun terpejam, dan ia langsung tertidur tak lama kemudian.
Tidurnya ini
berlangsung dengan tenang. Ketika akhirnya ia terbangun, ia menemukan dirinya
berada di dalam rumah kecil milik seorang manusia. Pondok jerami bobrok ini
hanya tinggal didorong saja, maka akan roboh.
Anginnya
bertiup di luar sana. Ada suara daun hancur diinjak. Pintu kayunya terbuka dan
muncullah sepasang sepatu kecil. Berikutnya adalah jubah putih sederhana yang
nampak, dan akhirnya wajah seorang wanita.
Bertahun-tahun
meditasinya terancam musnah. Tiba-tiba saja ia jadi waspada. Sosok feminin di
depannya adalah orang yang sama yang pernah muncul dalam kenangan masa lalunya.
Ia membawa gelombang keakraban padanya, seolah akhirnya Ye Hua menemukan
sesuatu yang sudah hilang selama ribuan tahun lamanya.
Pamannya, Lian
Song, tak diragukan lagi akan menggoyangkan kipasnya dan berkata, “Ini adalah
cinta.”
Sementara, para
Buddha yang mulia tanpa diragukan lagi akan menepuk tangan mereka dan berdoa,
“Ini adalah sebuah ilusi.”
Ada penyebab
untuk setiap kejadian. Ia masih tidak melupakan tujuh puluh ribu tahun yang
lalu saat Mo Yuan mengorbankan dirinya pada Lonceng Dong Huang, ia terbangun
oleh suara serak parah.
Suara pedih ini
terus-terusan memanggil, “Guru, bangunlah. Kumohon, bangunlah.”
Suara ini
terngiang di telinganya, menolak pergi. Meski suara itu bukan memanggilnya,
tetap saja ia terbangun oleh suara itu. Pemilik suara itu adalah wanita yang
berdiri di hadapannya sekarang ini.
Ia berbaring
diam di atas ranjang. Seolah tertusuk oleh sesuatu, gelombang gelap
perlahan-lahan muncul di dalam matanya yang biasanya tenang.
Wanita itu
bertanya riang padanya, “Apakah kau sudah bangun sekarang?” dan mengelus
tanduknya.
“Aku sudah pernah
melihat berbagai jenis ular sebelumnya, tetapi tidak ada yang seindah dirimu.
Kau berbeda dari ular lainnya. Bahkan ada tanduk di kepalamu. Betapa lembutnya,
haha, menyenangkan sekali.”
Ia mengerutkan
alisnya dan diam-diam memandangnya.
Biarpun ia
sedang tidak dalam wujud naga hitam agungnya, wanita ini memang bodoh. Ia salah
mengira Ye Hua sebagai seekor ular biasa dan ingin menyimpannya sebagai
peliharaan.
Ada beberapa
keuntungan yang datang dengan menjadi seekor peliharaan.
Contohnya,
wanita itu sering kali memeluknya, berbicara padanya, dan memberinya makan
dengan tangan lembutnya. Ia bahkan berbagi setengah ranjangnya dengan Ye Hua di
malam hari dan menyelimutinya dengan selimut tebal.
Ye Hua menduga
kalau wanita ini tidak pernah memelihara seekor ular sebelumnya, karena ular
tidak benar-benar membutuhkan ranjang ataupun selimut saat mereka tidur, begitu
pula halnya dengan naga.
Selama
bermalam-malam, ia menanti hingga wanita itu tertidur dan berubah kembali ke
wujud manusianya. Ia akan menariknya masuk dalam pelukannya dan baru akan
berubah kembali jadi seekor naga kecil di pagi hari sebelum wanita itu
terbangun.
Wanita ini
tidak begitu menyukai kain bermotif bunga. Ia hanya mengenakan pakaian putih
yang polos dibandingkan dengan kain sutra juga satin yang dikenakan para dewi
di Langit. Tetapi bagi Ye Hua, pakaiannya adalah yang paling cantik. Ye Hua
menamainya dan memanggilnya Su Su (Su yang berarti cantik).
September tiba
dalam sekejap mata. Aroma manis dari bunga kayu manis menenggelamkan seluruh
area itu. Su Su membawa pulang seekor induk burung murai yang kehilangan
anak-anaknya. Ia mulai memanjakan si burung murai dan tidak begitu memerhatikannya
lagi. Ye Hua pun merasakan bahaya kehilangan kasih sayang wanita itu.
Suatu hari, ia
menunggu wanita itu pergi dan kembali ke Langit untuk meminta nasihat dari
pamannya.
Si paman yang
jago dalam hal asmara ini memberitahunya, “Aku tidak pernah bersama dengan
seorang gadis manusia. Tetapi ada sebuah pepatah, ‘anak-anak seperti bintang,
wanita seperti senyuman’. Lututnya pasti akan melemas jika kau tersenyum
padanya.”
Kemudian, si playboy ini pun meneruskan, “Wanita
cantik selalu suka pada pahlawan. Kau juga bisa menciptakan seekor monster dan
melepasnya untuk menakutinya. Setelah ia pingsan ketakutan, habisi monster itu
dengan pedang Qing Ming-mu. Dengan begitu, maka kau akan jadi penolongnya.
Tanpa memiliki apa pun untuk membalas budimu, ia harus menggunakan dirinya
sendiri untuk menuntaskan utang ini.”
Ye Hua
membalikkan cangkir teh di tangannya dan dengan acuh tak acuh berkata, “Besok
aku senggang. Biar kubantu kau memunculkan seekor monster untuk menakuti Cheng
Yu. Benar, monster biasa mungkin tidak akan bisa menakutinya. Kita harus
menemukan seekor monster mengerikan untuknya. Lalu, kau bisa melompat untuk
menyelamatkannya di ambang kematian. Tanpa ada apa pun untuk membalas budimu,
ia pasti akan menggunakan tubuhnya sendiri untuk menuntaskan utang ini.”
Si playboy pun tertawa penuh dendam,
kemudian menghela napas enggan, “Kau tidak suka Taktik Kecantikan. Kau takut
akan menakutinya dengan Taktik Pahlawan. Kalau begitu, bagaimana kalau kau
menggunakan Taktik Penderitaan? Sayat dirimu sendiri dan merangkaklah di depan
rumahnya. Secara alami, ia akan menolong seseorang yang sekarat. Setelahnya,
kau bisa menempel padanya meskipun jika lukamu sudah sembuh dengan alasan
membalas budinya. Apa yang bisa dilakukannya?”
Cangkir teh
menggebrak mejanya.
Ide yang bagus
sekali.
***
Saat ia kembali
ke dunia manusia, ia membentuk sebuah medan pelindung di sekitar Gunung Jun Ji
untuk menghalangi mata-mata Langit. Ia menggambarkan sebuah mantra dan mengubah
dirinya menjadi pria berlumuran darah, tepat seperti ketika ia disambar petir
selama ujian kenaikannya.
Rencana ini
memang efektif. Su Su langsung menyeretnya masuk ke dalam dan dengan cemas
menuangkan obat-obatan ke seluruh lukanya. Tetapi, karena tangannya sangat
gemetaran, kebanyakan obatnya bahkan tidak mencapai lukanya.
Saat ia
berbalik untuk mengambil lebih banyak obat, Ye Hua dengan cepat membuat luka
sayatannya tertutup dengan sendirinya. Setelah ia berbalik lagi dan melihat
lukanya dengan cepat menutup, rahang Su Su pun terbuka lebar. Betapa manisnya
wajah tercengang Su Su bagi Ye Hua.
Su Su tetap
membiarkannya berada di rumahnya karena ia terlalu khawatir membiarkannya pergi
begitu saja, seperti yang diinginkan Ye Hua. Su Su tidak menyinggung tentang
kepergiaannya, jadi Ye Hua pun menutup mulutnya juga walaupun luka-lukanya
sudah lama sembuh.
Ini terus
berlanjut hingga hari kedua belas.
Pagi di hari
kedua belas, Su Su membawakan semangkuk bubur untuknya. Ia adalah gadis lembut
dan mungil. Memelihara beberapa hewan kecil bukanlah masalah, tetapi memberi makan
seorang pria dewasa seperti Ye Hua agak sulit baginya. Ia terus menggumamkan
beberapa kata, merasa canggung karena ia harus mengusir tamunya.
Ia meminum
buburnya dan dengan santai berkata, “Karena kau sudah menyelamatkanku, adalah
hal yang benar jika aku tetap tinggal dan membalas budimu.”
Ia cepat-cepat
melambaikan tangannya untuk memberi tahu Ye Hua bahwa itu tidak perlu. Ye Hua
pun meminum sisa buburnya dengan santai.
Kemudian, ia
memandangi wajah bergetar Su Su dan tersenyum, “Aku tidak ingin menjadi
seseorang yang tidak tahu budi. Tidak masalah apakah kau menerimanya atau
tidak, aku pasti akan membalas budimu.”
Wajah Su Su
memutih kemudian membiru. Ye Hua memerhatikan wajah kesusahannya dan merasa itu
sangatlah manis. Ia tak akan pernah menduga apa kalimat berikutnya yang
dikatakan Su Su akan jadi seratus kali lebih manis daripada ekspresinya.
Apa yang
dikatakan Su Su adalah, “Kalau kau ingin membalas budiku, maka, bagaimana kalau
kau membayarku dengan dirimu?”
0 comments:
Posting Komentar